Anda di halaman 1dari 33

REFARAT MEI 2022

HEPATITIS

Disusun Oleh :

NAMA : Muh. Ilham Hidayat

NIM : N 111 21 079

PEMBIMBING KLINIK :

dr. Sarniwaty Kamissy, Sp. PD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Muh. Ilham Hidayat

No. Stambuk : N 111 21 079

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Judul Referat : Hepatits

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

Bagian Ilmu Penyakit Dalam


RSUD UNDATA Palu
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, Mei 2022

Pembimbing Dokter Muda

dr. Sarniwaty Kamissy, Sp. PD Muh. Ilham Hidayat

ii
1. Pengertian
Hepatitis adalah proses terjadinya inflamasi dan atau nekrosis jaringan hati yang
dapat disebabkan oleh infeksi, obat-obatan, toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan
autoimun. Infeksi yang disebabkan virus, bakteri, maupun parasit merupakan penyebab
terbanyak hepatitis akut.
Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama virus hepatitis A, B, C, D, dan E.
Virus tersebut dapat menyebabkan keadaan hepatitis akut dengan manifestasi klinis yang
bervariasi dari tanpa gejala sampai gejala yang paling berat, bahkan kematian.

2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hepatitis dibagi 2 jenis, yakni hepatitis non infeksi dan
infeksi. Pada hepatitis non infeksi, radang yang terjadi pada hati diakibatkan oleh penyebab
yang bukan sumber infeksi, seperti bahan kimia, obat-obatan, dan alkohol. Hepatitis jenis non
infeksi, termasuk drug induced hepatitis, tidak tergolong penyakit menular, karena penyebab
terjadinya radang bukan oleh karena agen infeksi seperti virus, bakteri, jamur, atau
mikroorganisme lainnya.
Hepatitis non infeksi :
a. Zat kimia dari obat dapat menimbulkan masalah yang sama dengan reaksi akibat infeksi
virus hepatitis. Gejala dapat terdeteksi dalam waktu 2 hingga 6 minggu setelah
pemberian obat.  Pada sebagian besar kasus, gejala hepatitis menghilang setelah
pemberian obat tersebut dihentikan. Namun beberapa kasus dapat berkembang menjadi
masalah hati serius jika kerusakan hati (hepar) sudah terlanjur parah. Obat-obatan yang
cenderung berinteraksi dengan sel-sel hati (hepar) antara lain halotan (biasa digunakan
sebagai obat bius), isoniasid (antibiotik untuk TBC), metildopa (obat anti hipertensi),
fenitoin dan asam valproat (obat anti epilepsi) dan parasetamol (pereda demam). Jika
dikonsumsi sesuai dosis yang dianjurkan, parasetamol merupakan obat yang aman.
Parasetamol berikatan dengan sulfat dan glukuronida terjadi di hati. Metabolisme
utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang
dikeluarkan lewat ginjal. Sedangkan sebagian kecil, dimetabolismekan dengan bantuan
enzim sitokrom P450. Hanya sedikit jumlah parasetamol yang bertanggung jawab
terhadap efek toksik (racun) yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p- benzo-
kuinon imina). Bila mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolit toksik

3
NAPQI ini segera didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan segera
dikeluarkan melalui ginjal. Perlu diketahui bahwa sebagian kecil dimetabolisme
cytochrome P450 (CYP) atau N-acetyl-p-benzo-quinone-imine (NAPQI) bereaksi
dengan sulfidril. Namun apabila mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi,
konsentrasi metabolit beracun ini menjadi jenuh sehingga menyebabkan kerusakan hati.
Selain obat-obatan ada beberapa jenis polutan yang dapat merusak sel-sel hati (hepar)
yaitu alfatoksin, arsen, karboijn tetraklorida, tembaga dan vinil klorida.
b. Hepatitis autoimun terjadi karena adanya gangguan pada sistem kekebalan yang
biasanya merupakan kelainan genetik.  Sistem kekebalan tubuh justru menyerang sel atau
jaringan hati (hepar). Selain merupakan kelainan genetik, gangguan ini dapat pula
dicetuskan oleh virus ataupun zat kimia tertentu.
c. Alkohol dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati (hepar). Etanol-zat turunan dari
alkohol dalam bir, anggur dan minuman keras menghasilkan bahan kimia yang sangat
beracun, seperti asetaldehida. Zat ini memicu peradangan kimia yang menghancurkan
sel-sel hati. Kemudian, jaringan-jaringan seperti bekas luka, dan knot kecil jaringan
menggantikan jaringan hati yang sehat, mengganggu kemampuan hati untuk berfungsi.
Jaringan parut ini bersifat ireversibel, yang disebut sirosis, merupakan tahap akhir dari
penyakit hati alkoholik
d. Beberapa penyakit ataupun gangguan metabolisme tubuh dapat menyebabkan komplikasi
pada hati (hepar). Diabetes mellitus, hiperlipidemia (berlebihannya kadar lemak dalam
darah) dan obesitas sering menyebabkan penyakit hati (hepar). Ketiga kelainan tersebut
membebani kerja hati (hepar) dalam proses metabolisme lemak. Akibat yang biasa
timbul adalah kebocoran sel-sel hati (hepar) yang berlanjut menjadi kerusakan dan
peradangan sel hati (hepar) yang biasa disebut steatohepatitis.
Hepatitis infeksi :
Disebabkan oleh virus yang dibagi menjadi :
a) Hepatitis A
 Virus hepeatitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak berselubung
berukuran 27 nm
 Ditularkan melalui jalur fekal – oral, sanitasi yang jelek, kontak antara manusia,
dibawa oleh air dan makanan
 Masa inkubasinya 15 – 49 hari dengan rata – rata 30 hari
 Infeksi ini mudah terjadi dalam lingkungan dengan higiene dan sanitasi yang buruk
dengan penduduk yang sangat padat

4
 HAV diekskresi di tinja oleh penderita selama 1-2 minggu sebelum dan 1 minggu
setelah awitan penyakit
 Viremia muncul singkat (tidak lebih dari 3 minggu)
 Tidak terbukti adanya penularan maternal-neonatal
 Transmisi melalui transfusi darah sangat jarang
 Tidak ada stadium karier
 Tidak terjadi stadium fulminanan

Gambar 1. Virus
Hepatitis A

b) Hepatitis B (HBV)
 Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang memiliki
ukuran 42 nm
 Ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau penderita infeksi akut,
kontak seksual, penularan perinatal dari ibu kepada bayinya
 Masa inkubasi 26 – 160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari
 Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi, perawat dan
terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis, berhubungan seksual
dengan penderita dan para pemaki obat-obat IV juga beresiko
 Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut
 Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus, 50% bayi akan berkembang menjadi
hepatitis kronik dan viremia persisten

5
6
Gambar 2. Virus Hepatitis B

c) Hepatitis C (HCV)
 Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil, terbungkus lemak yang
diameternya 30 – 60 nm
 Ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan juga disebabkan juga oleh
kontak seksual
 Masa inkubasi virus ini 15 – 60 hari dengan rata – 50 hari
 Faktor resiko hampir sama dengan hepatitis B
 Viremia yang berkepanjangan dan infeksi yang persisten umum dijumpai (55-85%)
 Jarang terjadi fulminan

7
Gambar 3. Virus Hepatitis C

d) Hepatitis D (HDV)
 Virus hepatitis D merupakan virus RNA berukuran 35 nm
 Penularannya terutama melalui serum darah khususnya menyerang orang yang
memiliki kebiasaan memakai obat terlarang dan maternal-neonatal
 Masa inkubasi 21 – 140 hari dengan rata – rata 35 hari
 Faktor resiko hepatitis D hampir sama dengan hepatitis B (infeksi HDV hanya
terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV)
 Viremia singkat (akut) atau memanjang (kronik)
 Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV
 Virus ini meningkatkan timbulnya hepatitis fulminan

8
Gambar 4. Virus Hepatitis D

e) Hepatitis E (HEV)
 Virus hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA kecil yang diameternya 32 – 36 nm
 Penularan virus ini melalui jalur fekal-oral, kontak antara manusia dimungkinkan
meskipun resikonya rendah
 Masa inkubasi 15 – 65 hari dengan rata – rata 42 hari
 Faktor resiko berpergian ke daerah endemis hepatitis E dan makan makanan yang
terkontaminasi
 Sebagian ditemukan di negara yang sedang berkembang
 Tidak menimbulkan carrier ataupun hepatitis kronis
f) Hepatitis F dan G mempunyai kesamaan atau identitas tersendiri , tetapi jenis ini jarang
ada.
g) Reaksi transfusi darah yang tidak terlindungi virus hepatitis.

Tabel 1. Klasifikasi, Sifat, dan Karakteristik Virus Hepatitis


Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis D Hepatitis E Hepatitis G
(HAV) (HBV) (HCV) (HDV) (HEV) (HGV)
Famili Picornaviridae Hepadnaviridae Flaviviridae Tidak Calisiviridae Flaviviridae
terklasifikasi
Genus Hepatovirus Orthohepadnavir Hepacivirus Deltavirus - -
us
Virion Ikosahedral, Bulat, 42 nm Bulat, 60 nm Bulat, 35 nm Ikosahedral, Bulat, 60
27 nm 30-32 nm nm
Envelope Tidak ada Ada (HbsAg) Ada Ada Tidak ada Ada
(HbsAg)
Genom ssRNA dsDNA ssRNA ssRNA SsRNA ssRNA
Ukuran 7,5 kb 3,2 kb 9,4 kb 1,7 kb 7,6 kb 9,4 kb

9
Genom
Stabilitas Stabil terhadap Peka terhadap Peka Peka Stabil Peka
panas dan asam terhadap terhadap terhadap terhadap
asam ether dan asam panas ether
asam
Penularan Fecal - oral Parenteral Parenteral Parenteral Fecal - oral Parenteral
(percukaneus (percukaneus (percukaneus
permucosal) permucosal)
permucosal)
Prevalensi Tinggi Tinggi Sedang Rendah, Regional Sedang
regional
Penyakit Jarang Jarang Jarang Sering Dalam ?
Fulminan kehamilan
Penyakit Tidak pernah Sering Sering Sering Tidak pernah ?
Kronis
Onkogenik Tidak Ya ya ? Tidak ?
Sunber Feses Darah, cairan Darah, Darah, Feses ?
virus tubuh cairan tubuh cairan tubuh
Pencegahan Imunisasi Imunisasi Blood donor Imunisasi Memastikan ?
pre/post pre/post screening, pre/post air minum
exposure exposure risk exposure, aman dari
behavior risk virus
modification behavior
modification
Masa 2-4 minggu 6 minggu-6 2 bulan 2-12 minggu 6-8 minggu ?
inkubasi bulan
Sumber: (Wong, 2009; Brooks et al., 2004; Mims et al., 2004)
3. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus
dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar
dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan
berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap
suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.
Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon
sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian
besar pasien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan
dan peregangan kapsula hepar yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut

10
kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin
yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya
kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan
billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.
Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi
retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum
mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi
(bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam
pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis).
Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih,
sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar
bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang
akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

11
Pengaruh alkohol, virus hepatitis, toksin

Hipertermi Inflamasi pada hepar Peregangan kapsula hati

Perubahan kenyamanan Gangguan suplay darah normal pada


Hepatomegali
sel-sel hepar
Perasaan tidak nyaman di kuadran
Gangguan metabolisme karbohidrat Kerusakan sel parenkim, sel hati dan
kanan atas
lemak dan protein duktulii empedu intrahepatik

Nyeri Anoreksia
Gglikogenesis Glukoneogenesis
menurun menurun

Perubahan Nutrisi :
Glikogen dalam hepar berkurang
Kurang Dari Kebutuhan
Glikogenolisis menurun

Glukosa dalam darah berkurang

Cepat lelah Keletihan

Kerusakan sel parenkim, sel hati dan


duktuli empedu intrahepatik

Obstruksi Kerusakan konjugasi


Gangguan eksresi
Kerusakan sel eksresi
empedu Bilirubin tidak sempura dikeluarkan
Retensi bilirubin melalui duktus hepatikus

Regurgitasi pada duktuli


Bilirubin direk meningkat
empedu intra hepatik
Ikterus
Bilirubin direk
meningkat

Peningkatan garam Ikterus Larut dalam air


empedu dalam darah

Pruritus Perubaha Eksresi ke Billirubinuria dan kemih


kenyamanan dalam kemih berwarna gelap
12
4. Manifestasi Klinis
Perjalanan klinis hepatitis virus akut hampir sama semuanya tanpa memandang
etiologinya. Secara kalsik hepatitis virus akut simptomatis menunjukkan gambaran klinis
yang dapat dibagi dalam 4 tahap yaitu:
a) Masa Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala/ikterus. Fase ini berbeda-
beda untuk setiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada fase inokulum yang
ditularkan dan jalur penularan.
b) Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung
sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut
kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang,
bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39 oC
berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok
pada hepatitis virus B.
c) Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai
dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I,
kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-
gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
d) Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul
bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna
urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas
capai.

13
Gambar 5. Metabolisme Bilirubin

HEPATITIS A
A. Keluhan dan Gejala
Periode inkubasi infeksi virus hepatitis A antara 10-50 hari (rata-rata 25 hari),
biasanya diikuti dengan demam, kurang nafsu makan, mual, nyeri pada kuadran kanan atas
perut, dan dalam waktu beberapa hari kemudian timbul sakit kuning. Urin penderita biasanya
berwarna kuning gelap yang terjadi 1-5 hari sebelum timbulnya penyakit kuning. Terjadi
pembesaran pada organ hati dan terasa empuk. Banyak orang yang mempunyai bukti serologi
infeksi akut hapatitis A tidak menunjukkan gejala atau hanya sedikit sakit, tanpa ikterus
(anicteric hepatitis A). Infeksi penyakit tergantung pada usia, lebih sering dijumpai pada
anak-anak. Sebagian besar (99%) dari kasus hepatitis A adalah sembuh sendiri.
HAV ditularkan dari orang ke orang melalui mekanisme fekal-oral. HAV diekskresi
dalam tinja, dan dapat bertahan di lingkungan untuk jangka waktu lama. Orang bisa tertular
apabila mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh HAV dari tinja.
Kadang-kadang, HAV juga diperoleh melalui hubungan seksual (anal-oral) dan transfusi
darah.

14
Hepatitis akut A dapat dibagi menjadi empat fase klinis:
 inkubasi atau periode preklinik, 10 sampai 50 hari, di mana pasien tetap asimtomatik
meskipun terjadi replikasi aktif virus.
 fase prodromal atau preicteric, mulai dari beberapa hari sampai lebih dari seminggu,
ditandai dengan munculnya gejala seperti kehilangan nafsu makan, kelelahan, sakit
perut, mual dan muntah, demam, diare, urin gelap dan tinja yang pucat.
 fase icteric, di mana penyakit kuning berkembang di tingkat bilirubin total melebihi 20 -
40 mg/l. Pasien sering minta bantuan medis pada tahap penyakit mereka. Fase icteric
biasanya dimulai dalam waktu 10 hari gejala awal. Demam biasanya membaik setelah
beberapa hari pertama penyakit kuning. Viremia berakhir tak lama setelah
mengembangkan hepatitis, meskipun tinja tetap menular selama 1 - 2 minggu. Tingkat
kematian rendah (0,2% dari kasus icteric) dan penyakit akhirnya sembuh sendiri.
Kadang-kadang, nekrosis hati meluas terjadi selama 6 pertama - 8 minggu pada masa
sakit. Dalam hal ini, demam tinggi, ditandai nyeri perut, muntah, penyakit kuning dan
pengembangan ensefalopati hati terkait dengan koma dan kejang, ini adalah tanda-tanda
hepatitis fulminan, menyebabkan kematian pada tahun 70 - 90% dari pasien. Dalam
kasus-kasus kematian sangat tinggi berhubungan dengan bertambahnya usia, dan
kelangsungan hidup ini jarang terjadi lebih dari 50 tahun.
 masa penyembuhan, berjalan lambat, tetapi pemulihan pasien lancar dan lengkap.
Kejadian kambuh hepatitis terjadi dalam 3 - 20% dari pasien, sekitar 4-15 minggu setelah
gejala awal telah sembuh (WHO, 2010).
B. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Diagnosis hepatitis dibuat dengan penilaian biokimia fungsi hati (evaluasi
laboratorium: bilirubin urin dan urobilinogen, bilirubin total serum dan langsung, ALT dan /
atau AST, fosfatase alkali, waktu protrombin, protein total, albumin, IgG, IgA, IgM, hitung
darah lengkap). Diagnosis spesifik hepatitis akut A dibuat dengan menemukan anti-HAV
IgM dalam serum pasien. Sebuah pilihan kedua adalah deteksi virus dan / atau antigen dalam
faeces. Virus dan antibodi dapat dideteksi oleh RIA tersedia secara komersial, AMDAL atau
ELISA kit. Tes ini secara komersial tersedia untuk anti-HAV IgM dan anti-HAV total (IgM
dan IgG) untuk penilaian kekebalan terhadap HAV tidak dipengaruhi oleh administrasi pasif
IG, karena dosis profilaksis berada di bawah deteksi level. Pada awal penyakit, keberadaan
IgG anti-HAV selalu disertai dengan adanya IgM anti-HAV. Sebagai anti-HAV IgG tetap
seumur hidup setelah infeksi akut, deteksi IgG anti-HAV saja menunjukkan infeksi masa lalu.

15
C. Cara Pencegahan
Menurut WHO, ada beberapa cara untuk mencegah penularan hepatitis A, antara lain :
 Hampir semua infeksi HAV menyebar dengan rute fekal-oral, maka pencegahan dapat
dilakukan dengan hygiene perorangan yang baik, standar kualitas tinggi untuk persediaan
air publik dan pembuangan limbah saniter, serta sanitasi lingkungan yang baik.
 Dalam rumah tangga, kebersihan pribadi yang baik, termasuk tangan sering dan mencuci
setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan, merupakan tindakan penting
untuk mengurangi risiko penularan dari individu yang terinfeksi sebelum dan sesudah
penyakit klinis mereka menjadi apparent.
Dalam bukunya, Wilson menambahkan pencegahan untuk hepatitis A, yaitu dengan cara
pemberian vaksin atau imunisasi. Ada dua jenis vaksin, yaitu :
 Imunisasi pasif
Pasif (yaitu, antibodi) profilaksis untuk hepatitis A telah tersedia selama bertahun-tahun.
Serum imun globulin (ISG), dibuat dari plasma populasi umum, memberi 80-90%
perlindungan jika diberikan sebelum atau selama periode inkubasi penyakit. Dalam beberapa
kasus, infeksi terjadi, namun tidak muncul gejala klinis dari hepatitis A.
Saat ini, ISG harus diberikan pada orang yang intensif kontak pasien hepatitis A dan
orang yang diketahui telah makan makanan mentah yang diolah atau ditangani oleh individu
yang terinfeksi. Begitu muncul gejala klinis, tuan rumah sudah memproduksi antibodi. Orang
dari daerah endemisitas rendah yang melakukan perjalanan ke daerah-daerah dengan tingkat
infeksi yang tinggi dapat menerima ISG sebelum keberangkatan dan pada interval 3-4 bulan
asalkan potensial paparan berat terus berlanjut, tetapi imunisasi aktif adalah lebih baik.
 Imunisasi aktif
Untuk hepatitis A, vaksin dilemahkan hidup telah dievaluasi tetapi telah menunjukkan
imunogenisitas dan belum efektif bila diberikan secara oral. Penggunaan vaksin ini lebih baik
daripada pasif profilaksis bagi mereka yang berkepanjangan atau berulang terpapar hepatitis
A.
D. Cara Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit hepatitis A, terapi yang dilakukan hanya
untuk mengatasi gejala yang ditimbulkan. Contohnya, pemberian parasetamol untuk penurun
panas. Terapi harus mendukung dan bertujuan untuk menjaga keseimbangan gizi yang cukup.
Tidak ada bukti yang baik bahwa pembatasan lemak memiliki efek menguntungkan pada
program penyakit. Telur, susu dan mentega benar-benar dapat membantu memberikan asupan

16
kalori yang baik. Minuman mengandung alkohol tidak boleh dikonsumsi selama hepatitis
akut karena efek hepatotoksik langsung dari alcohol.
E. Prognosis
Prognosis hepatitis A sangat baik, lebih dari 99% dari pasien dengan hepatitis A
infeksi sembuh sendiri. Hanya 0,1% pasien berkembang menjadi nekrosis hepatik akut fatal.

HEPATITIS B
A. Keluhan dan Gejala
Masa inkubasi dari 45 hari selama 160 hari (rata-rata 10 minggu). Hepatitis B akut
biasanya dimanifestasikan dalam bertahap mulai kelelahan, kehilangan nafsu makan, mual
dan rasa sakit dan kepenuhan di perut kuadran kanan atas. Pada awal perjalanan penyakit,
rasa sakit dan pembengkakan sendi serta artritis mungkin terjadi. Beberapa pasien terjadi
ruam. Dengan meningkatnya involvenmen hati, ada peningkatan kolestasis dan karenanya,
urin berwarna kuning gelap, dan penyakit kuning. Gejala dapat bertahan selama beberapa
bulan sebelum akhirnya berhenti. Secara umum, gejala yang terkait dengan hepatitis B akut
lebih berat dan lebih lama dibandingkan dengan hepatitis A.
HBV terdapat dalam semua cairan tubuh dari penderitanya, baik dalam darah, sperma,
cairan vagina dan air ludah. Virus ini mudah menular pada orang-orang yang hidup bersama
dengan orang yang terinfeksi melalui cairan tubuh tadi. Secara umum seseorang dapat tertular
HBV melalui hubungan seksual, penggunaan jarum suntuk yang bergantian pada IDU,
menggunakan alat yang terkontaminasi darah dari penderita (pisau cukur, tato, tindik), 90%
berasal dari ibu yang terinfeksi HBV, transfusi darah, serta lewat peralatan dokter.
B. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Pemeriksaan hepatitis B yang paling penting adalah HbsAg. HbsAg ini dapat
diperiksa dari serum, semen, air liur, urin dan cairan tubuh lainnya. HbsAg diperiksa pertama
kali dengan metoda imunodifusi, yang mudah dikerjakan, murah, dan spesifik, tetapi lambat
dan tidak sensitif. Metoda kedua dalam pemeriksaan HbsAg adalah dengan metoda CIEP
(counter immunoelectrophoresis) dan CF (complement fixation) yang lebih sensitif
dariimunodifusi. Metode yang paling sensitif adalah RIA (radio immunoassay) dan EIA-
ELISA (enzyme-immunoassay). Tes ini sangat sensitif dan sangat spesifik. Metoda EIA
mampu mendeteksi HbsAg sekecil 0,5 μg/l (konsentrasi HbsAg dalam plasma dapat
mencapai 1 g/l). Tes EIA dan RIA mampu mendeteksi 95% penderita hepatitis B. Diagnosa
HBsAg buatan indonesia adalah Entebe RPHA yang mempunyai sensitivitas 78,6% dan
spesifisitas 80%.

17
Tabel 2. Antigen HBVdan Antibodi terhadap Antigen HBV

Komponen Keterangan

HBsAg Antigen permukaan viru Hepatitis B. Dapat terdeteksi pada jumlah yang
besar di dalam serum penderita. Beberapa subtipe teridentifikasi

HBeAg Antigen e virus Hepatitis B. Antigen yang dapat larut. Berhubungan dengan
replikasi HBV, dengan titer HBV yang tinggi di dalam serum, dan dengan
infektivitas di dalam serum

HBcAg Antigen core virus Hepatitis B

Anti HBs Antibodi terhadap HBsAg. Menandakan infeksi lampau oleh HBV dan
imunitas terhadap HBV, keberadaan antibodi pasif dari HBIG, atau respon
imun dari vaksin HBV

Anti HBe Antobodi terhadap HBeAg. Keberadaannya di dalam serum dari karier
HBsAg menandakan titer HBV yang rendah

Anti HBc Antobodi terhadap HBcAg. Menandakan infeksi oleh HBV beberapa waktu
yang lalu yang tidak ditentukan

IgM anti HBc Antibodi klas IgM terhadap HBcAg. Menandakan infeksi sekarang oleh
HBV. Positif selama 4-6 bulan setelah infeksi

Sumber: Brooks et al., 2004

C. Cara Pencegahan
Beberapa cara pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah hepatitis B antara
lain :
 Pemberian vaksinasi Hepatitis B adalah perlindungan terbaik. Pemberian vaksinasi secar
rutin direkomendasikan untuk semua orang usia 0-18 tahun, bagi orang-orang dari segala
usia yang berada dalam kelompok berisiko terinfeksi HBV, dan untuk orang yang
menginginkan perlindungan dari hepatitis B.
 Setiap wanita hamil, dia harus dites untuk hepatitis B, bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi HBV harus diberikan HBIG (hepatitis B immune globulin) dan vaksin dalam
waktu 12 jam lahir.
 Penggunaan kondom lateks dalam berhubungan seksual
 Jangan berbagi peralatan pribadi yang mungkin terkena darah penderita, seperti pisau
cukur, sikat gigi, dan handuk.
 Pertimbangkan risiko jika anda akan membuat tato atau menindik tubuh. Anda mungkin
terinfeksi jika alat atau pewarna tersebut terkontaminasi virus hepatitis B.
18
 Jangan mendonorkan darah, organ, atau jaringan jika anda positif memiliki HBV.
 Jangan menggunakan narkoba suntik
D. Cara Pengobatan
Hepatitis B kronis adalah penyakit yang bisa diobati. Interferon alfa, 5-10 juta U tiga
kali seminggu selama 4-6 bulan, memberikan manfaat jangka panjang dalam minoritas
(sampai33%) dari pasien dengan infeksi kronis hepatitis B. Pemberian Lamivudine (3TC)
juga bisa diberikan. Lamivudine merupakan antivirus melalui efek penghambatan transkripsi
selama siklus replikasi HBV. Pemberian lamivudine 100mg/hari selama 1 tahun dapat
menekan HBV DNA.
E. Prognosis
Sembilan puluh persen dari kasus-kasus hepatitis akut B menyelesaikan dalam waktu
6 bulan, 0,1% adalah fatal karena nekrosis hati akut, dan sampai 10% berkembang pada
hepatitis kronis. Dari jumlah tersebut, ≥ 10% akan mengembangkan sirosis, kanker hati, atau
keduanya.

HEPATITIS C
A. Keluhan dan Gejala
Masa inkubasi hepatitis C akut rata-rata 6-10 minggu. Kebanyakan orang (80%) yang
menderita hepatitis C akut tidak memiliki gejala. Awal penyakit biasanya berbahaya, dengan
anoreksia, mual dan muntah, demam dan kelelahan, berlanjut untuk menjadi penyakit kuning
sekitar 25% dari pasien, lebih jarang daripada hepatitis B. Infeksi HCV dapat dibagi dalam
dua fase, yaitu :
1. Infeksi HCV akut
HCV menginfeksi hepatosit (sel hati). Masa inkubasi hepatitis C akut rata-rata 6-10
minggu. Kebanyakan orang (80%) yang menderita hepatitis C akut tidak memiliki gejala.
Awal penyakit biasanya berbahaya, dengan anoreksia, mual dan muntah, demam dan
kelelahan, berlanjut untuk menjadi penyakit kuning sekitar 25% dari pasien, lebih jarang
daripada hepatitis B. Tingkat kegagalan hati fulminan terkait dengan infeksi HCV adalah
sangat jarang. Mungkin sebanyak 70% -90% dari orang yang terinfeksi, gagal untuk
membunuh virus selama fase akut dan akan berlanjut menjadi penyakit kronis dan menjadi
carrier.
2. Infeksi HCV kronis
Hepatitis kronis dapat didefinisikan sebagai penyakit terus tanpa perbaikan selama

19
setidaknya enam bulan. Kebanyakan orang (60% -80%) yang telah kronis hepatitis C tidak
memiliki gejala. Infeksi HCV kronis berkembang pada 75% -85% dari orang dengan
persisten atau berfluktuasi ALT kronis. Pada fitur epidemiologi antara pasien dengan infeksi
akut telah ditemukan menunjukkan peningkatan penyakit hati aktif, berkembang dalam 60% -
70% dari orang yang terinfeksi telah ditemukan sudah menjadi penyakit hati kronis.
Hepatitis kronis dapat menyebabkan sirosis hati dan karsinoma hepatoseluler (HCC).
Sirosis terkait HCV menyebabkan kegagalan hati dan kematian pada sekitar 20% -25% kasus
sirosis. Sirosis terkait HCV sekarang merupakan sebab utama untuk transplantasi hati. 1% -
5% orang dengan hepatitis C kronis berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler.
Pengembangan HCC jarang terjadi pada pasien dengan hepatitis C kronis yang tidak
memiliki sirosis.
Periode masa penularan dari satu minggu atau lebih sebelum timbulnya gejala pertama
dan mungkin bertahan pada sebagian besar orang selamanya. Berdasarkan studi infektifitas di
simpanse, titer HCV dalam darah tampaknya relatif rendah. Puncak dalam konsentrasi virus
tampak berkorelasi dengan puncak aktivitas ALT. Tingkat kekebalan setelah infeksi tidak
diketahui. Infeksi berulang dengan HCV telah ditunjukkan dalam sebuah model
eksperimental simpanse. Infeksi HCV tidak menyebabkan kegagalan hati fulminan
(mendadak, cepat), namun, menjadi penyakit hati kronis seperti infeksi HBV kronis, dan
dapat memicu gagal hati.
Penularan terjadi melalui paparan perkutan terhadap darah yeng terkontaminasi. Jarum
suntik yang terkontaminasi adalah sarana penyebaran yang paling penting, khususnya di
kalangan pengguna narkoba suntikan. Transmisi melalui kontak rumah tangga dan aktivitas
seksual tampaknya rendah. Transmisi saat lahir dari ibu ke anak juga relatif jarang.
B. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Diagnosis Hepatitis C tergantung pada demonstrasi anti-HCV yang terdeteksi oleh
EIA. Tes belum tersedia untuk membedakan akut dari infeksi HCV kronis. Positif anti-HCV
IgM tingkat ditemukan dalam 50-93% pasien dengan hepatitis C akut dan 50-70% dari pasien
dengan hepatitis C kronis. Oleh karena itu, anti-HCV IgM tidak dapat digunakan sebagai
penanda dapat diandalkan infeksi HCV akut.
Teknik amplifikasi menggunakan reaksi PCR (polymerase chain reaction) atau TMA
(transcription-mediated amplification) telah dikembangkan sebagai uji kualitatif untuk
mendeteksi RNA HCV, sedangkan kedua amplifikasi target (PCR) dan sinyal teknik
amplifikasi (branched DNA) dapat digunakan untuk mengukur tingkat RNA HCV. Karena
variabilitas assay, jaminan kualitas yang ketat dan kontrol harus diperkenalkan di

20
laboratorium klinik dalam melakukan tes ini, dan pengujian kemampuan seyogyanya
direkomendasikan. Untuk tujuan ini, Standar Internasional Pertama untuk NAT (Nucleic Acid
Amplification Technology) tes HCV RNA telah dianjurkan untuk digunakan.
Sebuah uji EIA untuk deteksi inti-antigen HCV telah dibentuk dan terlihat tidak cocok
untuk screening donor darah skala besar, sementara penggunaannya dalam pemantauan klinis
masih harus ditentukan. Anak-anak tidak harus diuji untuk anti-HCV sebelum usia 12 bulan
sebagai anti-HCV dari ibu bisa berlangsung sampai usia ini. Diagnosa bergantung pada
penentuan tingkat ALT dan keberadaan HCV RNA dalam darah bayi setelah bulan kedua
kehidupan.
C. Cara Pencegahan
Strategi yang komprehensif untuk mencegah dan mengendalikan hepatitis C virus
(HCV) infeksi dan penyakit terkait HCV :
- Pemeriksaan dan pengujian darah, plasma, organ, jaringan, dan air mani donor
- Sterilisasi yang memadai seperti bahan dapat digunakan kembali atau instrumen bedah gigi
- Pengurangan risiko dan layanan konseling
- pengawasan terhadap jarum dan program pertukaran jarum suntik
D. Cara Pengobatan
Interferon telah dibuktikan untuk menormalkan tes hati, memperbaiki peradangan hati
dan mengurangi replikasi virus pada hepatitis C kronis dan dianggap sebagai terapi baku
untuk hepatitis C kronis. Saat ini, dianjurkan untuk pasien dengan hepatitis kronis
kompensasi C (anti-HCV positif, HCV deteksi RNA, abnormal ALT tingkat atas sekurang-
kurangnya 6 bulan, fibrosis ditunjukkan oleh biopsi hati). Interferon-alpha diberikan subkutan
dengan dosis 3 juta unit 3 kali seminggu selama 24 bulan. Pasien dengan aktivitas ALT
dikurangi atau tingkat HCV RNA dalam bulan pertama pengobatan lebih cenderung memiliki
respon yang berkelanjutan. Sekitar 50% dari pasien merespon interferon dengan normalisasi
ALT pada akhir terapi, tetapi setengahnya bisa kambuh dalam waktu 6 bulan.
Terapi kombinasi dengan pegylated interferon dan ribavirin selama 24 atau 48
minggu seharusnya menjadi terapi pilihan bagi pasien yang kambuh setelah pengobatan
interferon. Tingkat kekambuhan kurang dari 20% terjadi pada pasien kambuh diobati dengan
terapi kombinasi selama setahun.
Transplantasi adalah suatu pilihan bagi pasien dengan sirosis yang nyata secara klinis
pada stadium akhir penyakit hati. Namun, setelah transplantasi, hati donor hampir selalu
menjadi terinfeksi, dan risiko pengembangan menjadi sirosis muncul kembali.
Pasien dengan hepatitis C kronis dan infeksi HIV bersamaan mungkin memiliki

21
program akselerasi penyakit HCV. Oleh karena itu, meskipun tidak ada terapi HCV secara
khusus disetujui untuk pasien koinfeksi dengan HIV, pasien tersebut harus dipertimbangkan
untuk pengobatan. Pemberian kortikosteroid, ursodiol, thymosin, acyclovir, amantadine, dan
rimantadine tidak efektif.
E. Prognosis
Hepatitis C memiliki prognosis yang lebih buruk daripada, misalnya, hepatitis B,
karena seperti proporsi tinggi mengembangkan kasus sirosis ≤ 33% dari pasien yang
terinfeksi.

5. Pemeriksaan Fisik
Gejala non spesifik (prodromal) yaitu anoreksia, mual, muntah dan demam. Dalam
beberapa hari-minggu timbul ikterus, tinja pucat dan urin yang berwarna gelap.  Saat ini,
gejala prodromal berkurang.  Perlu ditanyakan riwayat kontak dengan penderita hepatitis
sebelumnya dan riwayat pemakaian obat-obat hepatotoksik. Sedangkan pada pemeriksaan
fisik biasanya menunjukkan pembesaran hati dan nyeri tekan pada hati. Selain itu juga bisa
didapatkan adanya splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15-20% pasien.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan enzim hati yaitu SGOT dan SGPT, akan terjadi peningkatan yang
bervariasi selama masa sebelum dan sesudah timbul gejala klinis. Peningkatan kadar enzim
ini tidak berhubungan jumlah kerusakan dari sel hati. Puncak peningkatan bervariasi antara
400 – 4000 IU, dan biasanya terjadi pada saat timbul gejala kuning, dan menurun sejalan
dengan perbaikan penyakit. Kuning yang terlihat pada kulit atau bagian putih mata apabila
kadar bilirubin lebih dari 2,5 mg/dL. Kadar bilirubin sendiri sebenarnya terdiri atas
penjumlahan bilirubin direk dan indirek. Kadar bilirubin > 20 mg/dL merupakan petanda
adanya infeksi hepar yang berat. Pada pasien dengan gangguan komponen darah, terjadi
pemecahan sel darah yang hebat sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin > 30 mg/dL,
tetapi hal ini tidak berhubungan dengan prognosis yang buruk. Peningkatan kadar gamma
globulin biasa terjadi pada infeksi akut hepatitis. Serum IgG dan IgM terjadi peningkatan
pada sepertiga pasien dengan infeksi ini. Tetapi peningkatan IgM merupakan karakteristik
dari fase akut hepatitis A.
Diagnosis hepatitis B ditegakkan melalui pemeriksaan HbsAg, tetapi terkadang
kadarnya terlalu rendah untuk dapat dideteksi sehingga memerlukan pemeriksaan IgM anti-

22
HBc. Kadar HbsAg tidak berhubungan dengan berat dari penyakit., bahkan terdapat tendensi
terdapat hubungan terbalik antara kadar HbsAg dan kerusakan hati.  Pertanda lain yang
penting untuk infeksi hepatitis B ini adalah HbeAg. Pemeriksaan yang lebih baik lagi adalah
HBV DNA yang merupakan indikasi adanya replikasi hepatitis B. Marker ini penting untuk
follow up penderita dengan hepatitis B dengan terapi kemoterapi antivirus (interferon atau
lamivudine). Terdapat hubungan antara peningkatan titer ini dengan derajat kerusakan hati.
Diagnosis hepatitis C melalui pemeriksaan anti-HCV pad a saat fase akut, tetapi akan
menghilang bersamaan dengan penyembuhan infeksi ini. Diangosis hepatitis D melalui
pemeriksaan  anti-HDV, yang menunjukkan aktifnya hepatitis D. Tetapi positifnya
pemeriksaan ini sering sangat cepat, karena kada anti-HDV ini akan hilang bersamaan
dengan menurunnya kadar HbsAg. Pemeriksaan lain yang mendukung adalah adanya HDV
RNA.
Biopsi hati jarang diperlukan atau di indikasikan pada infeksi virus hepatitis, kecuali
apabila dicurigai adanya proses kronis.

Diagram 1: Perjalanan penyakit hepatitis A

23
Diagram 2: Perjalanan penyakit hepatitis B

Diagram 3: Perjalanan penyakit hepatitis C


- Darah tepi : dapat ditemukan pansitopenia: infeksi virus, eosinofilia : infestasi cacing,
leukositosis : infeksi bakteri.
- Urin : bilirubin urin
- Biokimia

24
Tes biokimia hati adalah pemeriksaan sejumlah parameter zat-zat kimia maupun enzim
yang dihasilkan jaringan hati. Dari tes biokimia hati inilah dapat diketahui derajat
keparahan atau kerusakan sel dan selanjutnya fungsi organ hati dapat dinilai.
Pemeriksaan ini terdiri dari:
a.       Serum bilirubin direk dan indirek
Bilirubin adalah pigmen kuning yang dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin (Hb) di
dalam hati. Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui feses.Bilirubin
dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Bilirubin
direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan bilirubin indirek
tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan penjumlahan
bilirubin direk dan indirek.
Adanya peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya penyakit pada hati atau
saluran empedu. Sedangkan peningkatan bilirubin indirek jarang terjadi pada penyakit
hati. Nilai serum total bilirubin naik kepuncak 2,5 mg/dL dan berlangsung ketat dengan
tanda-tanda klinik penyakit kuning, bila diatas 200 mg/ml prognosis buruk, mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler. Tingkatan nilai bilirubin juga terdapat
pada urine.
b.      ALT (SGPT) dan AST (SGOT)
Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan sebagai indikator terhadap adanya
kerusakan sel hati (liver). Keduanya sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit
pada hati (liver). Enzim-enzim tersebut adalah aspartat aminotransferase (AST/SGOT)
dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Peningkatan kadar enzim-enzim tersebut
mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati (liver). Namun demikian derajat ALT  lebih
dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati (liver) dibanding AST. Awalnya
meningkat, dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun.
ALT ditemukan terutama di hati (liver), sedangkan AST selain dapat ditemukan di hati
(liver) juga dapat ditemukan di otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak, paru, sel
darah putih dan sel darah merah. Jika terjadi peningkatan kadar AST bisa jadi yang
mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lain yang mengandung AST.
Pada penyakit hati akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST. Tingkatan
alanine aminotransferase atau ALT bernilai lebih dari 1000 mU/mL dan mungkin lebih
tinggi sampai 4000 mU/mL dalam beberapa kasus virus Hepatitis nilai aspartat
aminotransferase atau AST antara 1000 – 2000 mU/mL.

25
c.       Albumin, globulin
Ada beberapa serum protein yang dihasilkan oleh hati. Serum-serum tersebut antara lain
albumin, globulin dan faktor pembekuan darah. Pemeriksaan serum-serum protein
tersebut dilakukan untuk mengetahui fungsi biosistesis hati.Adanya gangguan fungsi
sintesis hati ditunjukkan dengan menurunnya kadar albumin. Namun karena usia
albumin cukup panjang (15-20 hari), serum protein ini kurang sensitif untuk digunakan
sebagai indikator kerusakan hati.
Globulin adalah protein yang membentuk gammaglobulin. Kadar gammaglobulin
meningkat pada pasien penyakit hati kronis ataupun sirosis. Gammaglobulin mempunyai
beberapa tipe, yaitu Ig G, Ig M dan Ig A. Masing-masing tipe sangat membantu
pendeteksian penyakit hati kronis tertentu.
d.   Waktu protrombin
Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati. Umur faktor-faktor
pembekuan darah lebih singkat dibanding albumin, yaitu 5 hingga 6 hari. Pengukuran
faktor-faktor pembekuan darah lebih efektif untuk menilai fungsi sintesis hati. Ada lebih
dari 13 jenis protein yang terlibat dalam pembekuan darah, salah satunya adalah
protrombin. Adanya kelainan pada protein-protein pembekuan darah dapat dideteksi
dengan menilai waktu protrombin. Waktu protrombin adalah ukuran kecepatan
perubahan protrombin menjadi trombin. Lamanya waktu protrombin ini tergantung pada
fungsi sintesis hati serta asupan vitamin K. Adanya kerusakan sel-sel hati akan
memperpanjang waktu protrombin. Hal ini dikarenakan adanya gangguan pada sintesis
protein-protein pembekuan darah. Dengan demikian, pada kasus hepatitis kronis dan
sirosis waktu protrombin menjadi lebih panjang.
- Petanda serologis :
Tes serologi adalah pemeriksaan kadar antigen maupun antibodi terhadap virus penyebab
hepatitis. Tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis.
- USG hati dan saluran empedu : Apakah terdapat kista duktus koledokus, batu saluran
empedu, kolesistitis ; parenkim hati, besar limpa.

26
7. Penatalaksanaan
Pada umumnya tidak ada terapi khusus untuk hepatitis virus akut tanpa komplikasi.
Sebagian kecil pasien, umumnya sangat muda atau sangat tua memerlukan perawatan di
rumah sakit untuk masalah nutrisi dan dehidrasi. Adapun penatalaksanaan yang biasa
dilakukan adalah
1) Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang
menyebabkan dehidrasi
2) Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
3) Menghindari aktivitas fisik yang berat dan berkepanjangan
4) Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
5) Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A, E, D. Pemeberian interferon
alfa pada hepatitis C akut dapat menurunkan resiko kejadian infeksi kronik.
Peran lamivudin dan adefovir pada hepatitis masih belum jelas
6) Pengobatan simptomatik seperti obat anti mual

27
Pengobatan hepatitis :
 Lamivudin
Lamivudin merupakan suatu analog nukleosid oral dengan antivirus yang kuat yang
berfungsi sebagai pembentuk pregenom. Lamivudin menghambat produksi HBV baru
dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi tetapi tidak
mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi. Kalau diberikan 100 mg setiap hari akan
menurunkan konsentrasi DNA HBV sebesar 95%.
 Interferon
Interferon membawa hasil yang optimal dengan dosis 5 MU tiap 10 hari atau 10 MU
subkutan tiga kali seminggu selama 16 minggu. Ada tiga mekanisme kerja interferon:
a) Imunomodulator : menginduksi ekspresi protein HLA class I sehingga terjadi
peningkatan pengenalan hepatosit terinfeksi oleh limfosit T, selain itu juga
peningkatan aktivitas sel NK
b) Antiviral : meningkatkan enzim intraselular yaitu 2,5 ologoadenilat sintase
sehingga ribonuklease intraselular menjadi aktif dan mengakibatkan degradasi
mRNA virus. Selain itu interferon juga mengganggu replikasi virus dengan
menghalangi viral entry, proses pelepasan selaput pembungkus, translasi mRNA
dan tahap akhir pembentukan genom virus
c) Antifibrosis : menghambat pembentukan kerja peptida prokolagen tipe III yang
berperan dalam proses fibrosis hati
 Adefovir dipivoksil
Merupakan suatu nukleosid oral yang menghambat enzim reverse transcriptase.
Mekanismenya hampir sama dengan lamivudin. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg
tiap hari. Keuntungan dari penggunaan adefovir ini adalah jarangnya dijumpai
kekebalan terhadap obat ini, namun hambatannya adalah harga yang mahal serta
seringnya dijumpai toksisitas pada ginjal pada dosis 30 mg atau lebih.

8. Komplikasi
Komplikasi hepatitis adalah timbulnya hepatitis kronik yang terjadi apabila individu
terus memperhatikan gejala dan antigen virus menetap lebih dari 6 bulan. Gambaran klinis
hepatitis aktif kronik atau fulminan mungkin mencakup gambaran kegagalan hati dengan
kematian timbul dalam 1 minggu sampai beberapa tahun kemudian. Komplikasi akut dapat
berupa kern ikterik pada bayi dan anak, coma hepatikum. Sedangkan komplikasi yang
menahun berupa sirosis hepatis, hepatoma, hematemesis-melena.

28
- Hepatitis Fulminant
Penderita hepatitis B, selama beberapa bulan akan terjadi penurunan kadar HbsAg
tetapi tidak menghilang  seluruhnya. Beberapa kemungkinan yaitu (1) pembawa virus
(carrier), (2) hepatitis ringan atau sedang, (3) hepatitis kronis sedang atau berat dengan /
tanpa sirosis hepatis. Neonatus, anak dengan Down’s syndrome, penderita dengan
hemodialisia kronis, dan penderita dengan gangguan sistem kekebalan tubuh paling sering
menjadi pembawa virus ini. Komplikasi yang paling sering dari infeksi hepatitis B, adalah
menjadi kronis, beberapa gambaran klinis dan pemerkisaan laboratorium didapatkan : (1)
tidak didapatkan penyembuhan yang sempurna dari gejala yang ada (mual, muntah, lemah
badan dan pembesaran hati), (2) Gambaran nekrosis dari hasil biopsi hati, (3) kegagalan
enzim hati, bilirubin dan globulin untuk kembali ke batas normal dalam 6 – 12 bulan setelah
sembuh, (4) HbeAg yang menetap selama 3 bulan atau HbsAg menetap selama 6 bulan
setelah infeksi hepatitis. Penderita hepatitis C, menjadi kronis sebanyak 85 – 90% kasus.
Walaupun sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala yang berat tetapi 20%
mengalami sirosis (pembatuan) hati dalam 10 – 20 tahun setelah infeksi pertama. Kematian
terjadi setelah 20 tahun, sehingga salah satu pilihan terapi adalah transplantasi ginjal.

9. Pencegahan
- Hepatitis A
Upaya kuratif adalah upaya tatalaksana setelah yang bersangkutan dinyatakan terkena HVA.
Tujuan utamanya adalah memantau perjalanan penyakit dan mengantisipasi timbulnya
komplikasi. Berikut ini adalah panduan tatalaksana kuratif terhadap penderita infeksi HVA:
 Tidak ada terapi medikamentosa khusus bagi mereka yang terinfeksi HVA
 Pemeriksaan kadar SGOT-SGPT dan bilirubin terkonjugasi untuk memantau aktivitas
penyakit dan kemungkinan timbulnya hepatitis fulminan. Pemeriksaan diulang pada
minggu ke-2 untuk melihat proses penyembuhan dan kembali diulang pada bulan
ketiga untuk kemungkinan prolong atau relapsing hepatitis.
 Pembatasan aktifitas fisik terutama yang bersifat kompetitif selama kadar SGOT-
SGPT masih > 3 kali batas atas nilai normal.
 Rawat inap hanya untuk kondisi tertentu. Pertama, dehidrasi berat akibat gastro-
enteritis hebat dengan kesulitan masukan pre-oral. Kedua, kadar SGOT-SGPT > 10
kali batas atas nilai normal untuk mengantisipasi kemungkinan nekrosis sel hati yang
massif. Ketiga, perubahan perilaku atau penurunan kesadaran akibat ensefalopati

29
hepatitis fulminan. Keempat pada prolong atau relapsing hepatitis, untuk elaborasi
faktor penyertaan lainnya.
 Terapi suportif. Cairan intravena diberikan bila pasien dalam keadaan dehidrasi berat
atau muntah-muntah hebat dengan masukan peroral yang sulit. Tidak ada upaya
dietetik khusus. Bila pasien mual, diberikan diet rendah lemak.
- Hepatitis B
Tujuan utama tatalaksana HVB adalah memotong jalur transmisi pada usia dini karena
hepatitis B kronik yang ditemukan pada masa dewasa, umumnya berawal dari infeksi dini
masa bayi.
 Upaya peventif
Titik berat upaya preventif adalah memotong rantai transmisi HVB pada usia dini.
Upaya preventif umum terhadap transmisi vertikal
 Skrining ibu hamil. Pemeriksaan dilakukan pada awal dan pada trimester
ketiga kehamilan, terutama pada ibu yang beresiko terinfeksi HVB
 Ibu ditangani secara multidisipliner yaitu oleh dokter ahli kandungan dan
ahli penyakit dalam.
 Segera setelah bayi lahir diberikan imunisasi hepatitis B.
 Tidak ada indikasi kontra untuk menyusui.
 Upaya prefentif khusus
 Imunisasi aktif
Imunisasi HVB dengan vaksin yang mengandung HBsAg berdasarkan
pada peran genom HBs dalam menimbulkan prespons imun protektif
terhadap infeksi. Tujuan imunisasi aktif HVB adalah memotong jalur
transmisi HVB melalui program imunisasi HVB terhadap bayi baru lahir
dan kelompok resiko tinggi tertular HVB. Prioritas utama imunisasi aktif
HVB adalah bayi baru lahir secara universal kepada semua bayi, segera
setelah lahir, terintegrasi dengan program imunisasi lainnya.
 Imunisasi pasif
Imunisasi pasif HVB adalah pemberian hepatitis B immune globulin
(HBIg) untuk proteksi cepat, jangka pendek. HBIg dibuat dari kumpulan
plasma donor yang mengandung nati - HBs liter tinggi serta bebas HIV
dan anti-HVC.HBIg terindikasi pada keadaan paparan akut HVB dan
harus diberikan segera setelah seseorang terpajan HVB.

30
- Hepatitis C
 Upaya Preventif
Kebijakan preventif ini adalah mencegah transmisi HVC melalui upaya skrining
kelompok resiko tinggi serta identifikasi kasus HVC pada individu dengan kondisi
klinis tertentu.
 Upaya preventif umum
Mengingat belum tersedianya vaksin HVC sebagai bentuk preventif spesifik,
maka upaya preventif dititik beratkan pada uji tapis (skrining) donor darah
dan kelompok resiko tinggi tertular HVC yang sesuai dengan kelompok
resiko tinggi tertular HVB.
 Upaya preventif khusus
Pemeriksaan anti-HVC. Selama vaksin HVC belum tersedia, upaya preventif
difokuskan pada identifikasi kasus pengidap HVC. Hal ini terbukti karena
sebagian penderita HVC mengalami beberapa episode hepatitis akut, suatu
keadaan yang meresahkan dipandang dari sisi pembuatan vaksin yang efektif.
Selain itu, tingkat kronisitas HVC yang tinggi mencerminkan kemampuan
virus untuk mempertahankan viremia melalui mekanisme pembentukan
mutan yang berhasil lolos dari sistem imun pejamu. Tingginya laju mutasi
virus juga merupakan faktor penyebab sulitnya pembuatan vaksin HVC.
 Upaya kuratif umum dan khusus
Kebijakan umum mencakup upaya suportif, pola asuh hidup sehat, serta
pemantauan perjalanan penyakit. Kebijakan khusus adalah mengenai terapi
antivirus.

10. Prognosis
Sebagian besar sembuh sempurna, manifestasi klinik/perjalanan penyakit bervariasi
tergantung umur, virus, gizi dan penyakit yang menyertai. Secara umum, hepatitis B lebih
serius dibandingkan hepatitis A dan kadang berakibat fatal, terutama pada penderita usia
lanjut. Perjalanan penyakit hepatitis C tidak dapat diduga; hepatitis C akut biasanya ringan,
tetapi fungsi hati bisa membaik dan memburuk secara bergantian selama berbulan-bulan.
Penderita hepatitis virus akut biasanya mengalami perbaikan setelah 4-8 minggu, meskipun
tidak mendapatkan pengobatan.

31
Pada hepatitis B 90 % sembuh sempurna, 5-10 % menjadi kronis, jangka panjang
menjadi sirosis atau kanker hati primer. Sedangkan pada hepatitis C 80-90 % menjadi kronis
dan 60-90 % kasus hepatitis pasca transfusi.

32
DAFTAR PUSTAKA

A.Sanityoso. Hepatitis Virus Akut. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2007. 427-442.
Anania, Agnes. 2008. All About Heptitis B. http://www.mikrobia.files.wordpress.com.
Anonim, 2010. Prevalence and Incidence of Hepatitis A. http://www.wrongdiagnosis.com.
Anonim. 2007. Heptitis A, B, and C: Learn The Differences.
http://www.immunize.org/catg.d/p4075abc.pdf.
Field HA, Maynard JE. Sērodiagnosis of acute viral hepatitis. AHO/83.16. 1983.
Gani RA. Pengobatan terkini hepatitis kronik B dan C. Divisi Hepatologi Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2005: 1-6.
Lubis, Dr. Imran. 1991. Penyakit Hepatitis Virus.
http://www.kalbe.co.id/files/06_penyakithepatitis virus.pdf.
News medical. Apa itu hepatitis. Available from: URL:
http://www.news-medical.net/health/What-is-Hepatitis-C-%28Indonesian%29.aspx
diakses tanggal 18 April 2012.
WHO. 2010. Hepatitis A, B, and C. http://www.who.org.
Wilson, Walter R. And Merle A. Sande. 2001. Current Diagnosis & Tratment in Infectious
Disease. The mcGraw-hill Companies, United States of America.

33

Anda mungkin juga menyukai