Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hepatitis virus akut merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas
dalam tubuh walaupun efek yang menyolok terjadi pada hepar.
Telahditemukan 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab yaitu Virus
Hepatitis A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HVC), Virus
Hepatitis D (HDV), Virus Hepatitis E (HEV). Walaupun kelima agen ini dapat
dibedakan melalui petanda antigeniknya, tetapi kesemuanya memberikan
gambaran klinis yang mirip, yang dapat bervariasi dari keadaan sub klinis
tanpa gejala hingga keadaan infeksi akut yang total.
Bentuk hepatitis yang dikenal adalah HAV (Hepatitis A) dan HBV
(Hepatitis B). kedua istilah ini lebih disukai daripada istilah lama yaitu
hepatitis infeksiosa dan hepatitis serum, sebab kedua penyakit ini dapat
ditularkan secara parenteral dan non parenteral. Hepatitis virus yang tidak
dapat digolongkan sebagai Hepatitis A atau B melalui pemeriksaan serologi
disebut sebagai Hepatitis non-A dan non-B (NANBH) dan saat ini disebut
Hepatitis C (Dienstag, 1990).
Selanjutnya ditemukan bahwa jenis hepatitis ini ada 2 macam, yang pertama
dapat ditularkan secara parenteral (Parenterally Transmitted) atau disebut PT
NANBH dan yang kedua dapat ditularkan secara enteral (Enterically
Transmitted) disebut ET-NANBH (Bradley, 1990; Centers for Disease
Control, 1990). Tata nama terbaru menyebutkan PT-NANBH sebagai Hepatitis
C dan ET-NANBH sebagai Hepatitia E (Bradley, 1990; Purcell, 1990).
Virus delta atau virus Hepatitis D (HDV) merupakan suatu partikel virus
yang menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi Hepatitis
B, HDV dapat timbul sebagai infeksi pada seseorang pembawa HBV.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah bagaimana
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan hepatitis.
1.3 Tujuan

1
1.3.1 Memahami definisi hepatitis
1.3.2 Mengetahui penyebab dari hepatitis
1.3.3 Mengetahui manifestasi klinis hepatitis
1.3.4 Mengetahui proses terjadinya hepatitis
1.3.5 Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada hepatitis
1.3.6 Mengetahui penatalaksaan hepatitis
1.3.7 Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan hepatitis

2
BAB II

TINAJUAN TEORI

2.1 Definisi Hepatitis


Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang dapat disebabkan oleh
berbagai kausa, termasuk infeksi virus atau pajanan ke bahan–bahan toksik.
Pada hepatitis virus, Peradangan hati yang berkepanjangan atau berulang,
yang biasanya berkaitan dengan alkoholisme kronik, dapat menyebabkab
sirosis, suatu keadaan berupa penggantian hepatosit yang rusak secara
permanen oleh jaringan ikat. Jaringan hati memiliki kemampuan mengalami
regenerasi, dan dalam keadaan normal mengalami pertukaran sel yang
bertahap. Apabila sebagian jaringan hati rusak, jaringan yang rusak tersebut
dapat diganti melalui peningkatan kecepatan pembelahan sel – sel yang sehat.
Tampaknya terdapat suatu faktor dalam darah yang bertanggung jawab
mengatur proliferasi sel hati, walaupun sifat dan mekanisme factor pengatur
ini masih merupakan misteri. Namun, seberapa cepat hepatosit dapat diganti
memiliki batas. Selain hepatosit, di antara lempeng – lempeng hati juga
ditemukan beberapa fibroblast ( sel jaringan ikat ) yang membentuk jaringan
penunjang bagi hati. Bila hati berulang – ulang terpajan ke bahan – bahan
toksik, misalnya alcohol, sedemikian seringnya, sehingga hepatosit baru tidak
dapat beregenerasi cukup cepat untuk mengganti sel – sel yang rusak,
fibroblast yang kuat akan memanfaatkan situasi dan melakukan proliferasi
berlebihan. Tambahan jaringan ikat ini menyebabkan ruang untuk
pertumbuhan kembali hepatosit berkurang.
Hepatitis akut adalah suatu proses peradangan yang menyebabkan
kematian sel hati baik melalui nekrosis maupun melalui apoptosis (kematian
sel secara terprogram) (Stephen J. McPhee, 2010). Hepatotis akut paling
sering disebabkan oleh infeksi oleh satu dari beberapa jenis virus dan kadang
disebabkan oleh pajanan dengan obat (mis., isoniazid) atau racun (mis.
Etanol).

3
Hepatitis kronik adalah katagori penyakit yang ditandai oleh kombinasi
nekrosis dan peradangan sel hati dengan keparahan yang bervariasi dan
menetap lebih dari 6 bulan. Keadaan ini dapat disebabkan oleh infeksi virus,
obat dan toksin, faktor genetik dan metabolik, atau kausa yang tidak diketahui
(Stephen J. McPhee, 2010)

2.2 Etiologi
a. Klasifikasi agen penyebab hepatitis virus yaitu :
1. Transmisi secara enteric terdiri dari virus hepatitis A (HAV) dan
virus hepatitis E (HEV) :
a. Virus tanpa selubung
b. Tahan terhadap cairan empedu
c. Ditemukan ditinja
d. Tidak dihubungkan dengan penyakit kronik
e. Tidak terjadi viremia yang berkepajangan atau kondisi
karier intestinal
2. Transmisi melalui darah terdiri atas virus hepatitis B, virus
hepatitis D, dan virus hepatitis c :
a. Virus dengan selubung (envelope)
b. Rusak bila terpajan cairann empedu/detergen
c. Tidak tedapat dalam tinja
b. hepatitis akut, Infeksi beberapa virus hepatitis (mis., hepatitis B
dengan atau tanpa superinfeksi hepatitis D dan hepatitis C). Berbagai obat
dan toksin (mis., etanol, isoniazid, asetaminofen, sering dalam jumlah
yang kurang memadai untuk menimbulkan hepatitis akut simtomatik.
Penyakit genetik dan metabolik (mis., defisiensi α1-antiprotease [α1-
antitripsin], penyakit Wilson).
Satu sampai dua persen orang dengan hepatitis B akut yang tampak
sehat tetap terinfeksi kronik oleh HBV; resikonya lebih tinggi pada
mereka dengan imunitas yang menurun atau berusia muda. Pada mereka
yang terinfeksi secara kronis, sekitar dua pertiga mengalami hepatitis
kronik ringan dan sepertiga mengalami hepatitis kronik berat.
Superinfeksi oleh HDV pada pasien dengan infeksi HBV kronik
dilaporkan meningkatkan angka hepatitis kronik ketimbang infeksi
hepatitis B saja.

4
2.3 Klasifikasi
1. Virus Hepatitis yang Ditularkan secara Parenteral dan Seksual
a. Hepatitis B
Hepatitis B adalah virus yang sering dipelajari karena dapat diuji,
prevalensi dari penyakit. Morbiditas dan mortalitas berhubungan
dengan penyakit.
Infeksi hepatitis B terdapat diseluruh dunia, menyebabkan 250.000
kematian per tahun. Sejak 1982, vaksin efektif dari hepatitis B tersedia
dan adanya kampanye penurunan penyakit akan memungkinkan
penurunan dampak penyakit ini di masa depan.
Penularan. Daerah dimana penyakit ini endemik ( Kutub, Afrika,
Cina, Asia Selatan dan Amazon ), bentuk penularan yang sering
adalah secara perinatal dari ibu terinfeksi pada bayinya. Di Negara
berkembang dengan prevalensi penyakit lebih rendah, rute utama
penularan adalah seksual dan parenteral. Di Amerika Serikat, populasi
risiko tinggi meliputi laki – laki homoseksual, pengguna obat
intravena, petugas perawatan kesehatan dan mereka yang mendapat
transfusi darah.
Patofisiologi. Virus harus dapat masuk ke aliran darah dengan
inokulasi langsung, melalui mebran mukosa atau merusak kulit untuk
mencapai hati. Di hati, replikasi perlu inkubasi 6 minggu sampai 6
bulan sebelum penjamu mengalami gejala. Beberapa infeksi tidak
terlihat untuk mereka yang mengalami gejala, tingkat kerusakan hati,
dan hubungannya dengan demam yang diikuti ruam, kekuningan,
arthritis, nyeri perut, dan mual. Pada kasus yang ekstrem, dapat terjadi
kegagalan hati yang diikuti dengan ensefalopati. Mortalitas dikaitkan
dengan keparahan mendekati 50%.
Infeksi primer atau tidak primer tampak secara klinis, sembuh
sendiri dalam 1 sampai 2 minggu untuk kebanyakan pasien. Kurang
dari 10% kasus, infeksi dapat menetap selama beberapa dekade.
Hepatitis B dipertimbangkan sebagai infeksi kronik pada saat pasien
mengalami infeksi sisa pada akhir 6 bulan. Komplikasi berhubungan
dengan hepatitis kronik dapat menjadi parah, dengan kanker hati,

5
sirosis dan asites terjadi dalam beberapa tahun sampai dengan puluhan
tahun setelah infeksi awal.
Diagnosis. Tes serologik untuk hepatitis akan memberi informasi
diagnostik dan informasi tentang tingkat penularan dan kemungkinan
tahap penyakit. Tes dilakukan langsung berhubungan dengan virus dan
antibodi yang dihasilkan penjamu dalam merespons protein tersebut.
Virus mempunyai inti dan bagian luar sebagai pelindung. Protein
behubungan dengan bagian antigen inti dan antigen permukaan. Tes
laboratorium untuk antigen inti tidak tersedia, tetapi antigen
permukaan sering menunjukan HBsag, yang dapat didetekasi, dalam
beberapa minggu awal infeksi. Peningkatan titer selama beberapa
minggu dan juga terjadi penurunan pada tingkat yang tidak dapat
dideteksi. Adanya HBsag menadakan infeksi saat itu dan tingkat
penularan relative tinggi. Antigen lain yang merupakan bagian dari
virus disebut e antigen ( HBeag ). HBeag adalah penanda ketajaman
yang sangat sensitive karena dapat dideteksi dalam perkiraan terdekat
pada waktu penyakit klinis dan pada saat di mana tampak risiko
menjadi lebih besar untuk menular.
Vaksin. Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan menggunakan antigen
hepatitis B untuk menstimulasi produksi antibodi dan untuk
memberikan perlindungan terhadap infeksi, keamanan, dan
keefektifannya mendekati 90% dari vaksinasi. Karena virus hepatitis
B mudah ditularkan dengan jarum suntik di area perawatan kesehatan.
Penurunan infeksi perinatal dan risiko penularan terjadi setelah
kelahiran, vaksin hepatitis B diberikan secara rutin pada bayi setelah
lahir. Vaksinasi individual ( yang sebelumnya tidak terinfeksi ) akan
memiliki serologi hepetitis B yang positif hanya pada HBsab. Ini
menjamin kekebalan yang dihasilkan olah vaksin yang dapat
dibedakan dari produksi alami, saat inti antbodi juga ada.
b. Hepatitis C
Sampai saat ini, hepatitis Non-A, Non-B menunjukan gambaran
virus hepatitis yang bukan hepatitis A, B atau agens penyebab lain.

6
Banyak dari hepatitis Non-A, Non-B ditularkan melalui parenteral.
Hal ini sebelumnya tidak diketahui dan virus ini juga tidak diketahui
dan sekarang teridentifikasi dan disebut hepatitis C. Kemudian, tes
antibodi untuk memeriksa pasien terhadap agens ini telah tersedia.
Patofisiologi. Hepatitis C sekarang diperkirakan dapat menginfeksi
sekitar 150.000 orang per tahun di Amerika Serikat. Hal ini dianggap
menjadi penyakit yang ditularkan hampir selalu melalui transfusi
darah. Namun, ada bukti bahwa virus ditularkan melalui cara
perenteral lain (menggunakan bersama jarun yang terkontaminasi oleh
pengguna obat intravena dan tusukan jarum yang tidak disengaja dan
cedera lain pada petugas kesehatan). Terdapat bukti lanjut dimana
virus ditularkan melalui kontak seksual.
Diagnosis. Tes serologik saat bisa dilakukan untuk mendeteksi
virus hepatitis C dengan antibodi yang diinterpretasi secara terbatas.
Banyak pasien yang memiliki gejala klinik dari virus hepatitis perlu
dilakukan tes.
Tes fungsi hati digunakan untuk mendapat status hepatitis. Penyakit
ini tidak terlalu dipahami pada saat ini, tapi peningakatan dan
biasanya ditemukan penurunan berulang enzim hati. Dengan informasi
ini dan tanda klinis lain, dipercaya bahwa sebanyak separuh dari
semua pasien mengalami infeksi hepatitis C yang berkembang
menjadi infeksi kronik. Hal ini telah menunjukan penyebab utama
penyakit hati kronik dan sirosis di Amerika Serikat.
Penatalaksanaan. Saat ini, tidak diketahui terapi, vaksin atau agens
profilaktik pasca pemajanan yang diakui untuk hepatitis C. Petugas
perawatan kesehatan harus mengikuti prinsip kewaspadaan umum
untuk meminimalkan risiko penularan karena pekerjaan. Prinsip ini
didasarkan pada pemahaman bahwa populasi yang terinfeksi adalah
carrier penyakit ini. Perhatian terhadap jarum dan kewaspadaan yang
tepat harus digunakan pada semua pasien.
c. Hepatitis D

7
Hepatitis D adalah virus yang bergantung pada virus hepatitis B
yang lebih kompleks untuk bertahan. Hepatitis D hanya merupakan
risiko untuk mereka yang mempunyai antigen permukaan hepatitis B
positif
Hepatitis D dicurigai ketika pasien sakit akut dengan gejala baru
atau berulang dan sebelumnya telah mengalami hepatitis B atau
sebagai carrier hepatitis B.
Tidak ada tindakan spesifik untuk hepatitis. Pencegahan untuk virus
ini dicapai sebagai keuntungan sekunder dari vaksin hepatitis B.
Perilaku preventif terhadap virus darah ini (tidak menggunakan jarum
bergantian dan menggunakan kondom pada saat berhubungan
seksual ) harus ditekankan pada orang yang terinfeksi hepatitis B yang
tidak terinfeksi hepatitis D.

2. Virus hepatitis yang Ditularkan melalui Rute Fekal – Oral

a. Hepatitis A
Hepatitis A adalah virus yang hampir selalu ditularkan melalui rute
fekal–oral. Virus ini menimbulkan hepatitis akut tanpa keadaan kronik
atau menetap seperti yang ditunjukan oleh virus hepatitis darah.
Pada anak, penyakit ini sering tidak dikenali atau tampak dengan
keluhan tidak parah. Gejala lebih terlihat pada orang dewasa dan dapat
berupa kelemahan sampai dengan demam, ikterik, mual dan muntah.
Penyakit ini biasanya berlangung 1 sampai 3 minggu. Pasien jarang
membutuhkan perawatan di rumah sakit dan pada saat gejala timbul,
sangat kecil kemungkinan menular pada orang lain.
Karena dapat ditularkan dengan makanan dan air yang
terkontaminasi, hepatitis A dapat menjadi potensi epidemic di negara
dengan penanganan yang buruk. Petugas penyiapan makanan yang
terinfeksi mempunyai potensi penularan penyakit pada orang lain jika
kebersihan diri tidak dilakukan dengan baik.

8
Tes antibodi hepatitis A yang tersedia mendeteksi IgM yang
menunjukan infeksi akut atau yang baru terjadi atau IgG yang
menunjukan infeksi yang sudah sembuh.
b. Hepatitis E
Hepatitis E adalah infeksi virus yang menyebar melalui
kontaminasi makanan dan air melalui jalur fekal – oral. Sampai
dengan saat ini, infeksi disebut dengan hepatitis enteric Non- A Non-
B. Diagnosa dibuat dengan menyingkirkan hepatitis A, B, dan C dan
menentukan yang paling mungkin dari sumber makanan atau air yang
terkontaminasi. Sekarang tes untuk antibodi untuk hepatitis E telah
tersedia, studi epidemologi akan sangat terfasilitasi
Hepatitis E telah jarang ditemukan di Amerika Serikat, tetapi
berhubungan dengan epidemic dari air yang terkontaminasi di Asia,
Afrika, dan Republik Soviet. Di Amerika Serikat, hepatitis E harus
dipertimbangkan pada beberapa orang yang telah melakukan
perjalanan keluar negeri dan mempunyai gejala virus hepatitis tetapi
serologic negative untuk virus hepatitis lain.

2.4 Patogenesis Hepatitis

Hepatitis virus, virus penyebab hepatitis akut pertama kali menginfeksi


hepatosit. Selama masa tunas, terjadi replikasi virus yang intens di sel-sel hati
yang menyebabkan munculnya komponen-komponen virus (mula-mula
antigen, kemudian antibodi) dalam urin, tinja, dan cairan tubuh lain.
Kemudian terjadi kematian sel hati dan respon peradangan terkait, yang
diikuti oleh perubahan-perubahan pada uji labolatorium fungsi hati dan
munculnya berbagai gejala dan tanda penyakit hati.
1. Kerusakan hati – dalam patogenesis kerusakan hati, respon
imunulogis pejamu berperan penting melalui mekanisme yang belum
sepenunya dipahami. Pada hepatitis B, contohnya virus mungkin tidak
secara langsung bersifat sitopatik. Terdapat pembawa-pembawa HBV
asimtomatik dengan fungsi dan gambaran histologis hati yang normal.

9
Respon imun seluler pejamu berperan penting dalam menyebabkan jejas
sel hati. Pasien dengan gangguan pada imunitas seluler lebih besar
kemungkinannya tetap terinfeksi HBV secara kronik ketimbang sembuh
dari infeksi. Spesimen histologis dari pasien dengan cedera hati terkait
HBV memperlihatkan adanya limfosit di sekitar sel hati yang nekrotik.
Diperkirakan bahwa limfosit T sitotoksik tersensitisasi dan mengenali
antigen-antigen virus hepatitis B (misal sejumlah kecil antigen
permukaan hepatitis B (HBsAg) dan antigen pejamu dipermukaan sel
hati yang terinfeksi sel hati.
2. Manifestasi ekstrahepatik – faktor-faktor imun mungkin juga
penting dalam patogenesis manifestasi hepatitis virus akut di luar hati.
Contohnya, pada hepatitis B, gejala prodromal yang mirip – serum
sickness yang ditandai oleh demam, ruam, urtikaria dan angiodema, dan
artralgia serta artritis tampaknya berkaitan dengan kerusakan jaringan
yang diperantarai oleh komplek imun. Pada masa proromal awal,
kompleks imun dalam darah terdiri atas HBsAg dengan titer tinggi yang
berikatan dengan sedikit anti-HBs. Komplek imun dalam darah ini
mengendap di dinding pembuluh darah, yang memicu aktivasi kaskade
komplimen, pada pasien dengan artritis kadar komplemen serum
menurun, dan komplemen dapat dideteksi dalam kompleks imun yang
mengandung HBsAg, anti-HBs, imunologlobulin (Ig) G, Ig M, Ig A, dan
fibrin. Krioglobulinemia sering dijumpai pada infeksi hepatitis C kronik.
Faktor-faktor imun diperkirakan penting dalam patogenesis pasien yang
menjadi pembawa kronik HBsAg setelah hepatitis akut. Contohnya, pada
pasien yang mengalami glumerulonefritis dengan sindrom nefrotik,
pemeriksaan histopatologis memperlihatkan pengendapan HBsAg,
imunologlobulin dan komplemen di membran basal glumerulus. Pada
pasien yang mengalami poliarteritis nodosa, endapan serupa dibuktikan
terdapat di arteri berukuran kecil dan sedang.
Patogenesis hepatitis kronik
Banyak kasus hepatitis kronik diperkirakan mencerminkan suatu
serangan imunologis pada hati yang terjadi akibat penetapannya virus
hepatitis tertentu atau setelah pajanan berkepanjangan dengan obat atau obat

10
tertentu. Pada sebagian, belum ada mekanisme yang dikenali. Bukti bahwa
penyakit diperantarai sistem imun adalah biopsi hati memperlihatkan
peradangan (sebukan limfosit) di regio-regio khas arsitektur hati (misal portal
versus lobular). Selain itu, berbagai penyakit autoimun muncul dengan
frekuensi yang tinggi pada pasien dengan hepatitis kronik

2.5 Patofisiologi
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat
pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan
degrenerasi dan nekrosis sel perenchyn hati. Respon peradangan
menyebabkan pembekakan dalam memblokir sistem drainage hati, sehingga
terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary)
dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu bahkan
kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia,
dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan timbulnya sakit
dengan gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2
sampai 3 bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan kematian.
Hepatitis dengan sub akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya
gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan sebagai karier
penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati atau
kanker hati.

2.6 Manifestasi Klinis


1. Hepatitis akut :
a. Tidak enak badan
b. Mual dan muntah
c. Diare atau sembelit
d. Demam tingkat rendah
e. Urin berwarna gelap karena perubahan pada fungsi hati
f. Penyakt kuning karena kompromi lever
g. Kelembekan pada abdomen kanan yang lebih atas
h. Hepatomegaly
i. Arthritis, glomerulonephritis, polyarteritis, nodosa pada hepatitis B
2. Hepatitis kronis
a. Asimtomatik dengan kenaikan enzim liver
b. Gejala-gejala seperti hepatitis akut
c. Sirosis karena perubahan fungsi hati

11
d. Ascites karena berkkurangnya fungsi liver, hipertensi portal
meningkat
e. Pendarahan dair verises esophageal
f. Encephalopathy karena menurunnya fungsi hati
g. Pedarahan karena gangguan pembekuan
h. Pembesaran limpa

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Tes fungsi hati : abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan :
merupakan batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dengan
nonvirus

2. AST(SGOT atau ALT(SGPT) : awalnya meningkat. Dapat


meningkat satu sampai dua minggu sebelum ikterik kemudian tampak
menurun

3. Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan


hidup SDM (gangguan enzim hati atau mengakibatkan perdarahan)

4. Leucopenia : trombositopenia mungkin ada (splenomegali)

5. Diferensial darah lengkap : lekositosis, monositosis, limfosit


atipikal, dan sel plasma

6. Alkali fosfatase : agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat)

7. Fesses : warna tanak liat, steatorea (penurunan fungsi hati)

8. Albumin serum : menurun

9. Gula darah : hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan


fusngsi hati)

10. Anti-HAV IGM : Positif pada tipe A

11. HBSAG : dapat positif (tipe B) atau negative (tipe A). catatan :
merupakan diagnostic sebelum terjadi gejala kinik

12
12. Massa protrombin : mungkin memanjang (disfungsi hati)

13. Bilirubin serum : diatas 2,5 mg/100mm (bila diatas 200mg/mm,


prognosis buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis
seluler)

14. Tes eksresi BSP : kadar darah meningkat

15. Biaosi hati : menentukan diagnosis dan luasnya nekrosis

16. Scan hati : membantu dalam perkiraan beratnya ketrusakan


parenkim

17. Urinalisa : peninggian kadar bilirubin;protein/hematuria dapat


terjadi

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan hepatitis virus terutama bersifat suportif dan mencangkup :
1. Istirahat sesuai keperluan

2. Pendidikan mengenai menghindari pemakaian alcohol atau obat


lain

3. Pendidikan mengenai cara penularan kepada mitra seksual dan


anggota keluarga

4. Keluarga dan pasien hepatitis ditawarkan untuk menerima gama


globulin murni yang spesifik terhadap HAV atau HBV yang dapat
memberikan imunitas pasif terhadap infeksi. Imunitas ini bersifet
sementara

5. Baru-baru ini FDA memberikan izin untuk penberian vaksin


hepatitis A. vaksin ini dibuat dari virus hepatitis inaktif. Penelitian-
penelitian menunjukan bahwa vaksin ini 96% efektif setelah pemberian
satu dosis.

13
6. Tersedia vaksin untuk HBV, Karena sifat virus yang sangat
menular dan berpotensi menyebabkan kematian, maka sangat dianjurkan
bahwa semua individu yang termasuk dikelompoknya beresiko tinggi,
termasuk para tenaga keshatan atau orang-orang yang terpajan ke produk
darah, vaksinasi. Yang juga dianjurkan untuk divaksinasi dalah orang-
orang yang beresiko terhadap virus, termasuk kaum homoseksual atau
heteroseksual yang aktif secara seksual, pecandu oabat bius, dan bayi.

7. Vaksinasi terhadap HBV dihasilkan melalui penyuntikan


intramuskulus DNA rekombinaan sebanyak tiga kali pada interval –
interval yang telah ditentukan. Dosis pertama dan kedua diberikan
terpisah satu bulan, dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis ke
dua. Vaksinasi ini 85% efektif dalam membentuk

14
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Implikasi Keperawatan


Perawat terutama terlibat dengan tiga bidang permasalahan hepatitis virus
yang utama:
a. perawatan penderita hepatitis
b. kenyataan bahwa banyak penderita hepatitis tidak menunjukkan
gejala (asimtomatik) yang dapat menjadi masalah epidemologi yang serius
c. kebutuhan kesehatan yabg jelas menuntut eliminasi berbagai
bentuk penyakait tersebut. Hal ini mencakup :
1) Sanitasi rumah dan komunitas yang baik
2) Kesadaran yang terus menerus akan hygiene perorangan
(khususnya dalam kebiasaan membasuh tulang)
3) Praktik yang aman dalam menyiapkan dan membagikan makanan
4) Penyediaan kesehatan yang efektif di sekolah, asrama, fasilitas
perawatan yang diperluas, barak-barak dank amp-kamp.
5) Program pendidikan kesehatan yang berkelanjutan
6) Pelaporan setiap kasus hepatitis virus kepada Departemen
Kesehatan setempat.

Walaupun ke lima tipe hepatitis dapat di bedakan melalui pertanda


antigeniknya, tetapi kesemuanya memberikan gambaran klinis yang mirip,
yang dapat bervariasi dari keadaan sub klinis tanpa gejala hingga keadaan
infeksi akut yang fatal.

3.2 Asuhan Keperawatan


1. pengkajian
a. Identitas klien :
1) Jenis kelamin: pada penyakit hepatitis B banyak dialami
laki-laki dibandingkan perempuan karena terkait dengan beberapa
faktor penyebab, pengunaan obat suntikan, homoseksual,
heteroseksual dan orang-orang yang terkait hepatitis B (Muttaqin,
2013)
2) Lingkungan: pada daerah endemitas tinggi dan sebaliknya
pada daerah dengan pravelensi rendah penularan secra horizontal

15
telah terjadi oleh penyalah penggunaan obat, penggunaa
instrumens yang tidak steril, tusuk jarum dan tindik (Juffri, 2012)
3) Umur : infeksi sering terjadi pada usia yang lebih tua,
ditularkan secra horizontal pada masa anak dengan kontak erat
penggunaan sikat gigi, pisau cukur atau berciuman dan kontak
seksual pada dewasa muda. (Juffri, 2012)
b. Riwayat kesehatan :

a. Keluhan utama : keluhan yang disebabkan infeksi virus


nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus,
perut kanan atas (uluh hahti) dirasakan sakit. Seluruh badn pegal-
pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek
terutama sore hari, demam, pusing, nyeri pesendian dan gatal-
gatal.
b. Riwayat penyakit sekarang : didapatkan keluhan mual
muntah, keluhan nyeri pada abdomen dan terjadi kelelahan dalam
melakukan aktivitas (Muttaqin, 2013)
c. Riwayat penyakit dahulu : anggota keluarga yang juga
pernah mengalami penyakit hepatitis B dan khususnya pada ibu
yang pernah menderita hepatitis kronik. (Muttaqin, 2013)
c. Dasar data
pengkajian pasien
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan dan malaise.
2. Sirkulasi
Tanda:bradikardia (hiperbilirubinemia berat), ikterik pada
sklera,kulit dan membran mukosa.
3. Eliminasi
Gejala : urine gelap dan diare atau konstipasi, feses berwarna tanah
liat
4. Makanan/cairan
Gejala:hilang nafsu makan (anoreksia), penurunan berat badan atau
meningkat (edema), mual/muntah
Tanda : asites
5. Neurosensory
Tanda : peka rangsangan,cenderung tidur, letargi dan asteriksis.
6. Kenyamanan
Gejala : kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas,
mialgia, sakit kepala.

16
Tanda : otot tegang dan gelisah.
7. Pernafasan
Gejala : tidak minat atau enggan merokok bagi perokok
8. Keamanan
Gejala : adanya transfusi darah
Tanda : demam. eritema, splenomegaly
9. Seksualitas
Gejala:pola hidup atau perilaku meningkat risiko terpajan (Contoh
homoseksual)

2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan invasi agent dalam
sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas,
gangguan absrobsi dan metabolism pencernaan makanan, kegagalan
masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolic karena anoreksia,
mual, muntah.
c. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan hepar yang
mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum, ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan oksigen
e. Resiko gangguan fungsi hati berhubungan dengan
penurunan fungsi hati dan terinfeksi virus hepatitis
f. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
gangguan metabolism karbohidrat lemak dan protein, kkurang
penerimaan terhadap diagnostic dan asupan diet yang tepat.

3. Diagnosa keperawatan

Diagnose Kriteria hasil Intervensi


1. Hipertermia 1. Suhu 1. monitor suhu sesering
berhubungan dengan tubuh dalam mungkin
2. Monitor warna dan suhu
invasi agent dalam rentang normal
2. Nadi dan kulit
sirkulasi darah
3. Monitor tekanan darah
RR rentang
sekunder terhadap
dan RR
normal
inflamasi hepar 4. Monitor penurunan
3. Tidak ada

17
perubahan tingkat kesadaran
5. Monitor intake dan output
warna kulit dan
6. Berikan anti piretik
tidak ada 7. Berikan pengobatan untuk
pusing. mengatasi demam
8. Selimuti pasien
9. Kolaborasi pemberian
cairan intravena
10. Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
11. Tingkatkan sirkulasi udara
12. Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
13. Monitor tanda-tanda
hipotermi
14. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi

2. Ketidakseimban 1. Adanya 1. Kolaborasi dengan ahli


gan nutrisi kurang peningkatan gizi untuk menentukan jumlah
dari kebutuhan berat badan kalori dan nutrisi yang
tubuh berhubungan sesuai dengan dibutuhkan pasien
2. Yakinkan diet yang
dengan perasaan tujuan
2. Berat dimakan mengandung tinggi
tidak nyaman di
badan ideal serat untuk mencegah
kuadran kanan atas,
sesuai dengan konstipasi
gangguan absrobsi
3. Monitor jumlah nutrisi
tinggi badan
dan metabolism
3. Mampu dan kandungan kalori
pencernaan 4. Berikan informasi tentang
mengidentifik
makanan, kegagalan kebutuhan nutrisi
asi kebutuhan
5. BB pasien diatas normal
masukan untuk
nutrisi 6. Monitor adanya
memenuhi 4. Tidak ada
penurunan berat badan
kebutuhan metabolic tanda-tanda 7. Monitor kulit kering dan
karena anoreksia, malnutrisi perubahan pigmentasi
5. Menunjuk 8. Monitor mual dan muntah
mual, muntah.
9. Monitor kadar albumin,
kan
total protein, Hb, dan kadar Ht.
peningkatan
10. Monitor kalori dan intake

18
fungsi nurisi
11. Catat adanya edema,
pengecapan
hiperemik, hipertonik papila
dari menelan
6. Tidak lidah dan cavitas oral.
terjadi
penurunan
berat badan
yang berarti
3. Nyeri akut 4. Mampu 1. Lkukan pengkajian nyei
berhubungan dengan mengontrol secara konferensif temasuk
pembengkakan nyeri (tahu lokasi, karakteristik, durasi,
hepar yang penyebab frekuensi, kulaitas dan faktor
mengalami nyeri, mampu presipitasi
2. Observasi reaksi
inflamasi hati dan menggunakan
nonverbal dari
bendungan vena teknik
ketidaknyamanan
porta nonfarmakolo
3. Gunakan teknik
gi untuk
komunikasi terapeutik untuk
mengurangi
mengetahui pengalaman nyeri
nyeri, mencari
pasien
bantuan) 4. Kaji kultur yang
5. Melaporka
mempengaruhi resppon nyeri
n bahwa nyeri 5. Evaluasi pengalaman
berkurang nyeri masa lampau
6. Kontorol lingkungan yang
dengan
dapat memengaruhi nyei seperti
menggunakan
suhu ruangan, pencahayaan dan
menejemen
kebisingan
nyeri
7. Ajarkan tekhnik
6. Mampu
nonfarmakologi
mengenali
8. Tentukan loksi
nyeri (skala,
karakteristik, kualitas, dan
intensitas,
derajat nyeri sebelum
frekuensi dan
pemberian obat
tanda nyeri 9. Cek instruksi dokter
7. Menyatak
tentang jenis obat, dosis dan

19
an nyaman frekuensi
10. Cek riwayat alergi
setelah nyeri
11. Tentukan nalgesik pilihan,
berkurang
rute pembeian, dan dosis
optimal
12. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama
klai
13. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
4. Intoleransi 1. Berpartisi 1. Kolaborasi dengan
aktivitas pasi dalam tenanga rehabilitas medic dalam
berhubungan dengan aktivitas fisik merencanakan program terapi
kelemahan umum, tanpa disertai yang tepat
2. Bantu klien untuk
ketidakseimbangan peningkatan
mengidentifikasi aktivitas yang
antar suplai dan tekanan darah,
mampu dilakukan
kebutuhan oksigen nadi dan RR
3. Bantu untuk memilih
2. Mampu
aktivitas konsisten yang sesuai
melakukan
dengan kemampuan fisik,
aktivitas
psikologis dan social
sehari-hari
4. Bantu untuk
secara andiri
mengidentifikasi dan mendapat
3. Tanda-
sumber yang diperlukan untuk
tanda vital
aktivitas yang diinginkan
normal
5. Bantu pasien untuk
4. Mampu
mengembakan motivasi diri dan
berpindah
penguatan
dengan atau
6. Monitor respon fisik,
tanpa bantuan
emosi, social dan spiritual
alat 7. Bantu klien untuk
5. Srikulasi
membuat jadwal latihan
status baik
diwaktu luang
8. Bantu pasien atau

20
keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam berkativitas
5. Resiko 1. Eletrolit 1. Beritahukan pengetahuan
gangguan fungsi hati ddan asam/ tentang proses penyakit
2. Kaji pengetahuan pasien
berhubungan dengan keseimbangan
tentang kondisinya
penurunan fungsi hati basa
3. Jelaskan perjalanan
2. Pengetahu
dan terinfeksi virus
penyakit dan bagaimana
an pengobatan
hepatitis
3. Respon dengan anatomi dan
terhadap fisiologinya
4. Berikan medikasi dan
pengobatan
4. Pengendal terapi untuk proses penyakit
ian resiko: yang mendasar, untuk
proses menular memnurunkan resiko ganguan
5. Deteksi
fungsi hati
resiko 5. Mendiskusikan pilihan
6. Perufsi
terapi
jaringan : 6. Berikan instruksi kepada
selular pasien tentang tanda dan gejala
yang menyertai penyakit
7. Dorong pasien untuk
mengemukakan pilihan atau
pendapat pilihan kedua
8. Identifikasi peubahan
kondisi fisik pasien
9. Diskripsikan
kemungkinan komplikasi
kronik
6. Resiko 1. Penerimaa 1. Memantau kadar glukosa
ketidakstabilan kadar n kondisi darah, seperti yg ditunjukkan
2. Pantau tanda-tanda dan
glukosa darah kesehatan
2. Kepatuhan gejala
berhubungan dengan
3. Hiperglikemia : polyuria,
prilaku:diet
gangguan metabolism
polydipsia, polifagia, lemah,
sehat
karbohidrat lemak dan
3. Dapat keluasan, malaise,
protein, kkurang
mengontrol mengaburkan visi, atau sakit
penerimaan terhadap

21
diagnostic dan asupan kadar glukosa kepala
4. Memantau tekanan darah
diet yang tepat darah
4. Dapat dan denut nadi ortostatik,
mengontrol seperti yang ditunjukkan
5. Mengelola insulin, yang
stress
5. Mengontr ditunjukkan
6. Mendorong asupan cairan
ol prilaku berat
oral
badan
7. Menjaga akses Iv
6. Pemaham
8. Konsultasi dengan dokter
an menejemen
jika tanda dan gejala
diabetes
hiperglikemia menetap atau
7. Status
memburuk
nutrisi adekuat
9. Membantu ambulasi jika
8. Olahraga
hipotensi Ortostatik hadir
teratur
10. Menyediakan kebersihan
mulut, jika perlu
11. Mengidentifikasi
kemungkinan penyebab
hiperglikemia
12. Mengantisipasi kebutuhan
insulin akan meningkat
(misalnya, penyakit
kambuhan)
13. Batasi latihan ketika kadar
glukosa darah adalah
>250mg/dl, terutama jika
keton urin hadir

22
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan.
Hepatitis merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang perlu
segera ditanggulangi, mengingat prevalensi yang tinggi dan akibat yang
ditimbulkan hepatitis. Penularan hepatitis terjadi melalui kontak dengan darah
/ produk darah, saliva, semen, alat-alat yang tercemar hepatitis dan inokulasi
perkutan dan subkutan secara tidak sengaja. Penularan secara parenteral dan
non parenteral serta vertikal dan horizontal dalam keluarga atau lingkungan.
Resiko untuk terkena hepatitis di masyarakat berkaitan dengan kebiasaan
hidup yang meliputi aktivitas seksual, gaya hidup bebas, serta pekerjaan yang
memungkinkan kontak dengan darah dan material penderita. Pengendalian
penyakit ini lebih dimungkinkan melalui pencegahan dibandingkan
pengobatan yang masih dalam penelitian. Pencegahan dilakukan meliputi
pencegahan penularan penyakit dengan kegiatan Health Promotion dan
Spesifik Protection, maupun pencegahan penyakit dengan imunisasi aktif dan
pasif.
Setelah hepatitis virus akut, sejumlah kecil pasien akan mengalami
hepatitis agresif atau kronik aktif dimana terjadi kerusaklaan hati seperti
digerogoti ( piece meal ) dan berkembang sirosis. Kondisi ini dibedakan dari
hepatitis kronik persisten dengan biopsy hati. Terapi kortikosteroid dapat
memperlambat perluasan cedera hati, namun prognosis tetap buruk. Kematian
biasanya terjadid alam 5 tahun akibat gagal ginjal atau komplikasi sirosis.
Hepatitis kronik aktif dapat berkembang pada hampir 50 % pasien dengan
HCV; sedangkan troporsinya pada penderita HBV jauh lebih kecil ( sekitar 1
– 3 %). Sebaiknya hepatitis kronik umumnya tidak menjadi komplikasi dari
HAV atau HEV. Tidak semua kasus hepatitis kronik aktif terjadi menyusul
hepatitis virus akut. Obat-obatan yang dapat terlibat dalam patogenesis
kelainan ini termasuk alfametildopa ( aldomet, isoniazid, sulfonamide dan
aspirin).

23
4.2 Saran
Untuk menghadapi penyakit yang belum ditemukan obatnya seperti
hepatitis ini, tindakan pencegahan adalah pilihan utama kita. Setelah
membaca dan mengetahui cara penularannya, sebetulnya kita semua sudah
mengerti apa yang harus kita kerjakan supaya terhindar dari penyakit
menahun ini. Karena jalur penularan terutama lewat suntikan, maka setiap
kali disuntik harus yakin bahwa jarumnya steril. Yang praktis adalah
penggunakan jarum baru atau disposibel (sekali pakai buang). Dan yang
paling penting adalah melakukan vaksinasi, vaksin merupakan suatu zat
(antigen) yang jika disuntikan ke dalam tubuh kita dapat merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk menghasilkan zat anti (antibody) terhadap antigen
tersebut.
Sebaiknya bagi penderita hepatitis segera mendapatkan perawatan
secepatnya agar tidak bertambah parah hingga menyebabkan kanker hati. Dan
perawat harus memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga
klien yang belum megetahui bahaya dan cara pencegahan hepatitis sedini
mungkin.

24
DAFTAR PUSTAKA

Kowalak, J. P, dkk. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta. Penerbit buu


kedokteran EGC.

Nurarif A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasrkan Diagnosa Medis


Dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta. Medi Action

McPhee, Stephen J. 2010. Patofisiologi Penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC


Mary, Digiuliio. 2014. Keperawatan medical bedah edisi 1. Yogyakarta. Raphe
publishing

25

Anda mungkin juga menyukai