Anda di halaman 1dari 22

SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU.

SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU.


Syaiful Saanin, BSB Dinkes Propinsi Sumbar. Pengayaan PPDS.

Pendahuluan
Bencana merupakan peristiwa yang biasanya mendadak (bisa perlahan) disertai jatuhnya
banyak korban dan bila tidak ditangani dengan tepat akan menghambat, mengganggu dan
merugikan masyarakat, pelaksanaan dan hasil pembangunan. Indonesia merupakan super market
bencana. Bencana pada dasarnya karena gejala alam dan akibat ulah manusia. Untuk mencegah
terjadinya akibat dari bencana, khususnya untuk mengurangi dan menyelamatkan korban
bencana, diperlukan suatu cara penanganan yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk
mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana.
Ditingkat nasional ditetapkan Bakornas-PBP (sekarang Banas), Satkorlak-PBP dipropinsi dan
Satlak-PBP dikabupaten kota. Unsur kesehatan tergabung didalamnya.
Dalam keadaan sehari-hari maupun bencana, penanganan pasien gadar melibatkan
pelayanan pra RS, di RS maupun antar RS. Memerlukan penanganan terpadu dan pengaturan
dalam sistem. Ditetapkan SPGDT-S dan SPGDT-B (sehari-hari dan bencana) dalam Kepres dan
ketentuan pemerintah lainnya.
Disadari untuk peran jajaran kesehatan mulai tingkat pusat hingga desa memerlukan
kesiapsiagaan dan berperan penting dalam penanggulangan bencana, mengingat dampak yang
sangat merugikan masyarakat. Untuk itu seluruh jajaran kesehatan perlu mengetahui tujuan dan
langlah-langkah kegiatan kesehatan yang perlu ditempuh dalam upaya kesiapsiagaan dan
penanggulangan secara menyeluruh.
Tujuan
1. Didapatkan kesamaan pola pikir / persepsi tentang SPGDT.
2. Diperoleh kesamaan pola tindak dalam penanganan ksus gadar dalam keadaan sehari-
hari maupun bencana.

Pengertian
1. Safe Community, (SC) : Keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan
untuk masyarakat. Pemerintah dan teknokrat merupakan fasilitator dan pembina.
2. Bencana : Kejadian yang menyebabkan terjadinya banyak korban gadar, yang tidak dapat
dilayani oleh unit pelayanan kesehatan seperti biasa, terdapat kerugian material dan terjadinya
kerusakan infra struktur fisik serta terganggunya kegiatan normal
masyarakat.
3. Pasien gadar adalah pasien yang berada dalam ancaman kematian dan memerlukan
pertolongan segera.
4. SPGDT : Sistem penanggulangan pasien gadar yang terdiri dari unsur, pelayanan pra RS,
pelayanan di RS dan antar RS. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan
time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum
dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gadar dan sistem komunikasi.
5. PSC (Public Safety Center) : Pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam
hal-hal yang berhubungan dengan kegadaran, termasuk pelayanan medis yang dapat dihubungi
dalam waktu singkat dimanapun berada. Merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan, yang
bertujuan untuk mendapatkan respons cepat (quick response) terutama pelayanan pra RS.

6. BSB (Brigade Siaga Bencana) : Satuan tugas kesehatan yang terdiri dari petugas me
dis (dokter, perawat), paramedik dan awam khusus yang memberikan pelayanan kesehatan
berupa pencegahan, penyiagaan maupun pertolongan bagi korban bencana.
7. UGD (Unit Gawat Darurat) : Unit pelayanan di RS yang memberikan pelayanan pertama pada
pasien dengan ancaman kematian dan kecacadan secara terpadu dengan melibatkan berbagai
disiplin.
8. HCU (High Care Unit) : Unit pelayanan di RS yang melakukan pelayanan khusus bagi pasien
dengan kondisi respirasi, hemodinamik dan kesadaran yang sudah stabil dan masih
memerlukan pengobatan, perawatan dan pengawasan secara ketat.
9. URI (Unit Rawat Intensif) : Unit pelayanan di RS yang melakukan pelayanan khusus bagi
pasien gadar yang menggunakan berbagai alat bantu untuk mengatasi ancaman kematian dan
melakukan pengawasan khusus terhadap fungsi vital tubuh.

SAFE COMMUNITY
Pelayanan kasehatan di Indonesia beralih ke dan berorientasi pada paradigma sehat. Untuk
mencapai hal tsb. dicanangkan program Safe Community oleh Depkes pada HKN 36 di
Makassar. Adalah gerakan agar masyarakat merasa sehat, aman dan sejahtera dimanapun mereka
berada yang melibatkan peran aktif himpunan profesi maupun masyarakat. Gerakan ini juga
terkandung dalam konstitusi WHO.
Mempunyai dua aspek, care dan cure, Care adalah adanya kerja-sama lintas sektoral
terutama jajaran non kesehatan untuk menata perilaku dan lingkungan di masyarakat untuk
mempersiapkan, mencagah dan melakukan mitigasi dalam menghadapi berbagai hal yang
berhubungan dengan kesehatan, keamanan dan kesejahteraan. Cure adalah peran utama sektor
kesehatan dibantu sektor lain terkait dalam upaya melakukan penanganan keadaan dan kasus-
kasus gadar.
Kemampuan masyarakat melakukan pertolongan pertama yang cepat dan tepat pra RS
merupakan awal kegiatan penanganan dari tempat kejadian dan dalam perjalanan ke RS untuk
mendapatkan pelayanan yang lebih efektif di RS.
Melalui gerakan SC diharapkan dapat diwujudkan upaya-upaya untuk mengubah perilaku mulai
dari kelompok keluarga, kelompok masyarakat dan lebih tinggi hingga mencapai seluruh
masyarakat Indonesia. Gerakan ini harus dikembangkan secara sistematis dan berkesinambungan
dengan mengikutsertakan berbagai potensi. Gerakan ini ditunjang komponen dasar : Subsistem
komunikasi, transportasi, yankes maupun non kesehatan termasuk biaya yang bersinergi.
Sistem yang dikembangkan Depkes adalah pengembangan model dan pembuatan standar
maupun pedoman yang diperlukan. Daerah memiliki peluang menyusun rencana kesehatan
sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakatnya.

Visi gerakan SC
Menjadi gerakan di masyarakat yang mampu melindungi masyarakat dalam keadaan
kedaruratan sehari-hari dan melindungi masyarakat dalam situasi bencana maupun atas dampak
akibat terjadinya bencana, sehingga tercipta perilaku masyarakat dan lingkungan sekitarnya
untuk terciptanya situasi sehat dan aman.
Misi gerakan SC
1. Mendorong terciptanya gerakan masyarakat untuk menjadi sehat, aman dan sejahtera.
2. Mendorong kerja-sama lintas sektor dan program dalam gerakan mewujudkan
masyarakat sehat dan aman.
3. Mengembangkan standar nasional dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
4. Mengusahakan dukungan pendanaan bidang kesehatan dari pemerintah, bantuan luar
negeri dan bantuan lain dalam rangka pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan
kesehatan terutama dalam keadaan darurat. Menata sistem pendukung pelayanan ke
sehatan pra RS dan playanan kesehatan di RS dan seluruh unit pelayanan kesehatan di
Indonesia.

Nilai dasar
1. SC meliputi aspek care (pencegahan, penyiagaan dan mitigasi),
2. Equity, adanya kebersamaan dari institusi pemerintah, kelompok/organisasi profesi dan
masyarakat dalam gerakan SC.
3. Partnership, menggalang kerja-sama lintas sektor dan masyarakat untuk mencapai tujuan
dalam gerakan SC.
4. Net working, membangun suatu jaring kerja-sama dalam suatu sistem dengan melibatkan
seluruh potensi yang terlibat dalam gerakan SC.
5. Sharing, memiliki rasa saling membutuhkan dan kebersamaan dalam memecahkan segala
permasalahan dalam gerakan SC.

Maksud
Memberikan pedoman baku bagi daerah dalam melaksanakan gerakan SC agar terciptanya
masyarakat sehat, aman dan sejahtera.

Tujuan
1. Menggerakkan partisipasi masyarakat dalam gerakan SC dan menata perilaku
masyarakat dan ingkungannya menuju perilaku sehat dan aman.
2. Membangun SPGDT yang dapat diterapkan pada seluruh lapisan masyarakat.
3. Membangun respons masyarakat pada pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat
melalui pusat pelayanan terpadu antara lain PSC dan potensi penyiagaan fasilitas ke
sehatan serta peran serta masyarakat dalam menghadapi bencana.
4. Mempercepat response time kegadaran untuk menghindari kematian dan kecacadan
yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Sasaran yang ingin dicapai


1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kepedulian masyarakat dan profesi kesehatan
dalam kewaspadaan dini kegadaran.
2. Terlaksananya koordinasi lintas sektor terkait dalam SPGDT, baik untuk keamanan
dan ketertiban (kepolisian), unsur penyelamatan (PMK) dan unsur kesehatan (RS, Puskesmas,
ambulans dll) yang tergabung dalam satu kesatuan dengan mewujudkan PSC.
3. Terwujudnya subsistem komunikasi dan transportasi sebagai pendukung dalam satu sistem,
SPGDT.
Falsafah dan Tujuan Organisasi dalam SC
1. Gerakan SC diwujudkan untuk memberikan rasa sehat dan aman dengan melibatkan seluruh
potensi masyarakat serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas pada pelayanan kesehatan
pra RS dan RS atau antar RS secara optimal.
2. Merubah perilaku mulai dari anggota keluarga, kelompok hingga yang lebih tinggi secara
berjenjang agar mampu menanggulangi kegadaran sehari-hari.
3. Ada visi, misi, tujuan dan sasaran.
4. Menggunakan motto time saving is life and limb saving dan kemampuan rehabilitasi pasca
keadaan gadar sebagai bagian upaya mewujudkan rasa sehat dan aman bagi masyarakat.

Ketentuan umum dalam pengorganisasian


1. Organisasi gerakan SC didaerah didasarkan pada organisasi yang melibatkan multi
disiplin dan multi profesisi.
2. Terdapat unsur pimpinan/wakil, sekretaris, bendahara dan anggota.
3. Minimal melibatkan unsur keamanan dan ketertiban (kepolisian, penyelamatan/PMK dan
kesehatan, dan kemudian dilibatkan unsur lain seperti keselamatan dan kesehatan kerja
karyawan dan humas.

Administrasi dan pengelolaan


1. Harus ada struktur serta uraian tugas, pembagian kewenangan dan mekanisme hubungan kerja
dengan unit lain.
2. Unit kerja terkait al. jajaran kesehatan, kepolisian, PU, keselamatan kerja dan tenaga kerja,
telekomunikasi, ormas (ORARI, RAPI, PMI dll).
3. Adanya ketetapan produk hukum, merupakan dasar mencapai visi, misi dan tujuan.
4. Adanya petunjuk dan informasi yang disediakan bagi masyarakat untuk mejamin kemudahan
dan kelancaran dalam memberikan pelayanan di masyarakat.
5. Ada PSC sebagai unit pelaksana yang berfungsi untuk respons cepat kegadaran di
masyarakat.

Staf dan pimpinan


1. Gerakan SC diselenggarakan oleh seluruh komponen masyarakat dengan kepala
daerah menetapkan keberadaan organisasi ini dengan SK.
2. Organisasi dimaksud adalah PSC yang dibangun disetiap daerah.
3. Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang ditetapkan sesuai kebutuhan.

Fasilitas dan Peralatan


1. Fasilitas yang disediakan harus dapat menjamin efektifitas bagi pelayanan kepada
masyarakat termasuk pelayanan UGD di RS dengan waktu pelayanan 24 jam.
2. Sarana dan prasarana, peralatan dan obat yang disiapkan sesuai dengan standard yang
ditetapkan Depkes.
3. Adanya subsistem pendukung baik komunikasi, transportasi termasuk ambulans
dan keselamatan kerja.

Kebijakan dan prosedur


1. Tertulis agar dapat dievaluasi dan disempurnakan.
2. Ditetapkan kebijakan pelayanan kasus gadar pra RS, RS dan rujukannya termasuk
adanya perencanaan RS dalam penanganan bencana (Hospital disaster plan).
3. Ditetapkan adanya PSC ditiap daerah dan memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan
keselamatan kerja dan kegadaran sehari-hari.

SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU

Umum
Sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan didukung
berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan
terpadu bagi penderita gadar baik dalam keadaan bencana maupun sehari-hari. pela-yanan medis
sistem ini terdiri 3 subsistem yaitu pelayanan pra RS, RS dan antar RS.

Sistem pelayanan Medik Pra RS


Dengan mendirikan PSC, BSB dan pelayanan ambulans dan komunikasi.
Pelayanan sehari-hari :
1. PSC.
Didirikan masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Pengorganisasian dibawah Pemda.
SDM berbagai unsur tsb. ditambah masyarakat yang bergiat dalam upaya pertolongan bagi
masyarakat. Biaya dari masyarakat. Kegiatan menggunakan perkembangan teknologi,
pembinaan untuk memberdayakan potensi masyarakat, komunikasi untuk keterpaduan kegiatan.
Kegiatan lintas sektor. PSC berfungsi sebagai respons cepat penangggulangan gadar.
2. BSB.
Unit khusus untuk penanganan pra RS, khususnya kesehatan dalam bencana.
Pengorganisasian dijajaran kesehatan (Depkes, DInkes, RS), petugas medis (perawat, dokter),
non medis (sanitarian, gizi, farmasi dll). Pembiayaan dari instansi yang ditunjuk dan dimasukkan
APBN/APBD.
3. Pelayanan Ambulans.
Terpadu dalam koordinasi dengan memanfaatkan ambulans Puskesmas, klinik, RB, RS,
non kesehatan. Koordinasi melalui pusat pelayanan yang disepakati bersama untuk mobilisasi
ambulans terutama dalam bencana.
4. Komunikasi.
Terdiri dari jejaring informasi, koordinasi dan pelayanan gadar hingga seluruh kegiatan
berlangsung dalam sistem terpadu.
5. Pembinaan.
Berbagai pelatihan untuk meningkatan kemampuan dan keterampilan bagi dokter, perawat,
awam khusus. Penyuluhan bagi awam.
Pelayanan pada bencana, terutama pada korban massal
6. Koordinasi, komando.
Melibatkan unit lintas sektor. Kegiatan akan efektif dan efisien bila dalam koordinasi dan
komando yang disepakati bersama.
7. Eskalasi dan mobilisasi sumber daya.
Dilakukan dengan mobilisasi SDM, fasilitas dan sumber daya lain sebagai pendukung
pelayanan kesehatan bagi korban.
8. Simulasi.
Diperlukan protap, juklak, juknis yang perlu diuji melalui simulasi apakah dapat
diimplementasikan pada keadaan sebenarnya.
9. Pelaporan, monitoring, evaluasi.
Penanganan bencana didokumentasikan dalam bentuk laporan dengan sistematika yang
disepakati. Data digunakan untuk monitoring dan evaluasi keberhasilan atau kegagalan, hingga
kegiatan selanjutnya lebih baik.

Sistem Pelayanan Medik di RS


1. Perlu sarana, prasarana, BSB, UGD, HCU, ICU, penunjang dll.
2. Perlu Hospital Disaster Plan, Untuk akibat bencana dari dalam dan luar RS.
3. Transport intra RS.
4. Pelatihan, simulasi dan koordinasi adalah kegiatan yang menjamin peningkatan kemampuan
SDM, kontinuitas dan peningkatan pelayan medis.
5. Pembiayaan diperlukan dalam jumlah cukup.

Sistem Pelayanan Medik Antar RS.


1. Jejaring rujukan dibuat berdasar kemampuan RS dalam kualitas dan kuantitas.
2. Evakuasi. Antar RS dan dari pra RS ke RS.
3. Sistem Informasi Manajemen, SIM. Untuk menghadapi kompleksitas permasalahan dalam
pelayanan. Perlu juga dalam audit pelayanan dan hubungannya dengan penunjang termasuk
keuangan.
4. Koordinasi dalam pelayanan terutama rujukan, diperlukan pemberian informasi keadaan
pasien dan pelayanan yang dibutuhkan sebelum pasien ditranportasi ke RS tujuan.
Hal-hal khusus
1. Petunjuk Pelaksanaan Permintaan dan Pengiriman bantuan medik dari RS rujukan.
2. Protap pelayanan Gadar di tempat umum.
3. Pedoman pelaporan Penilaian Awal/Cepat.

PUBLIC SAFETY CENTER


Diadakannya PSC dilandasi aspek time management sebagai implementasi time saving is
life and limb saving yang mengandung unsur kecepatan atau quick respons dan ketepatan berupa
mutu pelayanan yang sesuai standar. Unsur kecepatan dipenuhi oleh subsistem transportasi dan
komunikasi handal sedang unsur ketepatan dipenuhi oleh kemampuan melakukan pertolongan
penderita gadar (PPGD) meliputi basic life support dan advance life support sesuai masalah yang
dihadapi. Pelayanan bersifat gratis dan begitu sampai RS, berlaku sistem pembayaran yang
berlaku. Awak ambulans PSC berstandar BLS dan ALS.

Peran Dirjen Bina Yanmed Depkes


Tujuan pembangunan kesehatan antaranya memperbaiki kualitas pelayanan diseluruh
daerah dan seluruh fasilitas pelayanan. Pelayanan medik diberikan pada individu berupa upaya
promotif, kuratif dan rehabilitatif yang bersifat continuum (terus menerus). Pela-yanan medik
dasar berupa pencegahan primer (health promotion dan specific protection) oleh tenaga medik
maupun non medik. Pencegahan sekunder berupa deteksi dini dan pengobatan serta pembatasan
cacad, serta pencegahan tertier berupa rehabilitasi medik maksimal oleh dokter, dokter gigi dan
tenaga kesehatan lain. Yanmed dasar merupakan basis dari sistem rujukan medik spesialistik.
Hubungan Kebijakan Depkes dengan pelayanan pada masyarakat
Arah dan kebijakan pembangunan kesehatan yang ditetapkan Menkes lebih menekankan
pada upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan tanpa mengabaikan pelayanan
penyembuhan dan rehabilitasi untuk mencapai visi Indonesia Sehat 2010. Berdasar PP 25/2000
tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan propinsi dan Kepmenkes 130/2000 tentang
Organisasi dan cara kerja Depkes, maka yanmed dalam pembangunan kesehatan memerlukan :
1. Penetapan pedoman sertifikasi teknologi yanmed.
2. Penetapan pedoman penerapan, penapisan dan pengembangan teknologi dan standar etika
medik.
3. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana yanmed.
4. Penetapan standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
5. Penetapan pedoman pembiayaan yanmed.

Paradigma yanmed unggulan menganut pada (mengacu pada dasar-dasar bangkes tsb.):
1. Pergeseran orientasi dari professional driven menjadi client driven, klien yang semula objek
menjadi subjek pelayanan. Otonomi klien sangat diutamakan seperti pada informed consent
yang berupa pemberian informasi timbal balik seimbang. Hubungan provider dan client
merupakan dasar yanmed. Kepuasan klien merupakan fokus pelayanan yang menjamin
kesembuhan, penurunan keluhan dan atau peningkatan kesehatan. Client driven approach
merupakan lingkungan kondusif dalam menciptakan budaya mutu dari institusi yanmed.
2. Yanmed terintegrasi adalah pelayanan holistic-continuum yang akan meningkatkan mutu dan
efisiensi pelayanan, termasuk pertimbangan biaya. Manajemen profesional memacu sinergi
seluruh sumber daya.
3. Evidence based medicine adalah yanmed yang dilaksanakan profesional mengacu pada fakta
yang benar, dapat dipercaya yang diinformasikan pada klien dan akan melandasi keputusan
dan tindakan profesional yanmed.
4. Medicine by law. Industri pelayanan medik mengandung unsur ekonomi, sosial, profesional.
Transaksi yanmed tidak sama dengan transaksi umum yang mengandung kepastian. Walaupun
pasien ditangani lege artis dapat saja terjadi kematian dan kecacadan. Undang-undang
perlindungan konsumen tidak dapat diterapkan dalam yanmed. Untuk itu hukum yanmed perlu
dikembangkan secara adil baik dari sisi provider maupun klien. Hukum dan perundangan
dalam yanmed tsb. sebagi landasan medicine by law yang merupakan risk management
menuju pelayanan prima.

Hubungan kebijakan Depkes dengan PSC


Menyediakan pelayanan prima pra RS. Menyediakan dokter yang memiliki kemampuan
BLS dan ALS. Mengusahakan geomedic mapping yang merupakan pemetaan sumberdaya sarana
dan prasarana kesehatan (SDM, biaya, teknologi) serta lokasi permasa-lahan, akan
mempermudah koordinasi dan penggerakan sumberdaya kesehatan dan non kesehatan.
Pelayanan yang baik terkait dengan komunikasi dan transportasi terutama dalam bencana.
Koordinasi dengan polisi/SAR-PMK diperlukan. Koordinasi dengan unsur yang ditetapkan
pemerintah yaitu Bakornas/Banas, Satkorlak, Satlak PBP hingga terjadi sinergi, efisiensi dan
mutu penanggulangan.
Strategi pembentukan dan pengembangan PSC
1. Administrasi dan manajemen. Pengembangan visi, misi, strategi, kebijakan dan langkah-
langkah. Memuat berbagai peraturan perundangan pembagian tugas kewajiban kewenangan
dan tanggung-jawab antara unsur struktural tingkat pusat, propinsi, kabupaten-kota, termasuk
sarana-prasarana yang berhubungan dengan transportasi, maupun yankes pra RS hingga RS.
Diperlukan peran serta awam, awam khusus, asuransi, yang akan terkait dalam mengatur
prosedur dan hubungan kerja. Pengembangan standar pelayanan, skreditasi dan srtifikasi PSC
dipelukan. Dikembangkan hubungan kerja-sama (partnership, networking, communicating,
sharing) dengan instansi terkait yang berperan pada PSC.
2. SDM. Memacu sistem perencanaan pengadaan, pemanfaatan serta pengembangannya
sehingga tercipta hubungan yang tepat, link and match, dengan kebutuhan setempat. SDM
didapat dari pengembangan nasional atau daerah. Profesionalisme diatur perun-dangan. Dibuat
ketentuan tentang sertifikasi, ijazah keahlian, akreditasi diklat serta penataan jabatan struktural
dan fungsional yang proporsional. Dikembangkan emergency and disaster medicine untuk
memenuhi kebutuhan daerah/nasional.
3. Teknologi. Pengembangan teknologi medik dan non medik dan penunjangnya. Melalui sistem
penapisan, pemanfaatan, modifikasi serta penguasaannya terencana.
4. Pembiayaaan. Baik terhadap public goods, public private maupun private goods ditata melalui
sistem prabayar seperti JPKM, asuransi, out of pocket, subsidi.

Kata kunci perencanaan terbentuknya PSC, merupakan unsur essensial PSC yang akan menjamin
terwujudnya SC, al:
1. Save community.
2. Time saving is life and limb saving.
3. Preparedness, prevention, mitigation, quick response dan rehabilitation.
4. Administrasi-manajemen, SDM, teknologi dan pembiayaan.

TANGGAP DARURAT BENCANA


Pengertian
1. Korban massal. Korban relatif banyak akibat penyebab yang sama dan perlu pertolongan
segera dengan kebutuhan sarana, fasilitas dan tenaga yang lebih dari yang tersedia. Tanpa
kerusakan infra struktur.
2. Bencana. Mendadak / tidak terencana atau perlahan tapi berlanjut, berdampak pada
pola kehidupan normal atau ekosistem, hingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa
untuk menolong dan menyelamatkan korban dan lingkungannya. Korban banyak, dengan
kerusakan infra struktur.
3. Bencana kompleks. Bencana disertai permusuhan yang luas, disertai ancaman keamanan serta
arus pengungsian luas. Korban banyak, kerusakan infra struktur, disertai ancaman keamanan.

Masalah saat bencana


1. Keterbatasan SDM. Tenaga yang ada umumnya mempunyai tugas rutin lain
2. Keterbatasan peralatan / sarana. Pusat pelayanan tidak disiapkan untuk jumlah korban
yang besar.
3. Sistem Kesehatan. Belum disiapkan secara khusus untuk menghadapi bencana.

Fase pada Disaster Cycle


1. Fase Impact / bencana. Korban jiwa, kerusakan sarana-prasarana, infra struktur, tata- nan
sosial sehari-hari.
2. Fase Acute Response / tanggap segera :
a. Acute emergency response. Rescue, triase, resusitasi, stabilisasi, diagnosis, terapi definitif.
b. Emergency relief. Mamin, tenda untuk korban sehat.
c. Emergency rehabilitation. Perbaikan jalan, jembatan dan sarana dasar lain untuk
pertolongan korban.
3. Recovery. Pemulihan.
4. Development. Pembangunan.
5. Prevention. Pencegahan.
6. Mitigation. Pelunakan efek bencana.
7. Preparedness. Kesiapan menghadapi bencana.

Perlindungan diri bagi petugas


Prinsip Safety.
a. Do no further harm.
b. Safety diri saat respons kelokasi. Alat pengaman, rotator selalu hidup, sirine hanya saat
mengambil korban, persiapan pada kendaraan, parkir 15 m dari lokasi (ke bakaran : 30 m,
perhatikan arah angin).
c. Safety diri ditempat kejadian. Minimal berdua. Koordinasi dengan fihak terkait, cara
mengangkat pasien, proteksi diri.
d. Safety lingkungan. Waspada bahaya yang mengancam.

Protokol Safety
1. Khusus.
Atribut, tanda pengenal posko-ambulans, perangkat komunikasi khusus tim, jaring
kerjasama dengan keamanan, hanya masuk daerah yang dinyatakan aman. Pada daerah konflik
hindari menggunakan kendaraan keamanan, ambil jarak dengan petugas keamanan. Utamakan
pakai kendaraan kesehatan / PMI.
2. Umum.
Koordinasi dengan instansi setempat, KIE netralitas, siapkan jalur penyelamatan diri yang hanya
diketahui tim, logistik cukup, kriteria kapan harus lari.

Posko Pelayanan Gadar Bencana


1. Penyediaan posko yankes oleh petugas yang berhadapan langsung dengan
masyarakat. Perhatikan sarat-sarat mendirikan posko.
2. Penyediaan dan pengelolaan obat.
3. Penyediaan dan pengawasan makanan dan minuman.

Rapid Health Assessment (RHA)


Pengertian
Penilaian kesehatan cepat melalui pengumpulan informasi cepat dan analisis besaran
masalah sebagai dasar mengambil keputusan akan kebutuhan untuk tindakan penanggulangan
segera.
Tujuan RHA
Penilaian cepat sesaat setelah kejadian untuk mengukur besaran masalah kesehatan akibat
bencana atau pengungsian, hasilnya berbentuk rekomendasi untuk digunakan dalam pengambilan
keputusan penanggulangan kesehatan selanjutnya.
Secara khusus menilai jenis bencana, lokasi, penduduk terkena, dampak yang telah / akan
terjadi, kerusakan sarana yang menimbulkan masalah, kemampuan sumberdaya untuk mengatasi
masalah, kemampuan respons setempat.
Variabel :
Lokasi, waktu kejadian, jumlah korban dan penyebarannya, lokasi pengungsian, masalah
kesehatan dan dampaknya (jumlah tewas, jumlah luka, jumlah kerusakan sarana, endemisitas
setempat, potensi air bersih, kesiapan sarana yankes, ketersediaan logistik, upaya kesehatan yang
telah dilakukan, fasilitas evakuasi, kesiapan tenaga, geografis, bantuan awal yang diperlukan,
kemampuan respons setempat, hambatan yang ada).

Pengumpulan data
1. Waktu. Tergantung jenis bencana.
2. Lokasi. Lokasi bencana, penampungan, daerah sekitar sebagai sumber daya.
3. Pelaksana / Tim RHA. Medis, epidemiologi, kesling, bidan/perawat, sanitarian yang bisa
bekerjasama dan memiliki kapasitas mengambil keputusan.

Metode RHA
Pengumpulan data dengan wawancara dan observasi langsung.
Analisis RHA
Diarahkan pada faktor risiko, penduduk yang berisiko, situasi penyakit dan budaya lokal, potensi
sumber daya lokal, agar diperoleh gambaran.
1. Luasnya lokasi, hubungan transportasi dan komunikasi, kelancaran evakuasi, rujukan dan
pertolongan, dan pelayanan kesehatan.
2. Dampak kesehatan (epidemiologi). Angka kematian-luka, angka yang terkena dan perlu
pertolongan, penyakit menular berpotensi KLB.
3. Potensi sarana pelayanan. Kemampuan sarana kesehatan terdekat.
4. Potensi sumber daya kesehatan setempat dan kemugkinan mendapatkan bantuan.
5. Potensi sumber air dan sanitasi.
6. Kesediaan logistik. Yang masih ada dan yang diperlukan.

Rekomendasi
Berdasar analisis. Segera disampaikan pada yang berwenang mana yang bisa diatasi
sendiri, mana yang perlu bantuan.
Obat-bahan-alat, medik-paramedik-surveilans-sanling, pencegahan-immunisasi, ma-min,
sanling, kemungkinan KLB, koordinasi, jalur komunikasi, jalur koordinasi, bantuan lain untuk
mendukung kecukupan dan kelancaran pelayanan.

SPGDT Merupakan suatu sistem dimana koordinasi merupakan unsur utama


yang bersifat multi sektor dan harus ada dukungan dari berbagai profesi bersifat
multi disiplin dan multi profesi untuk melaksanakan dan penyelenggaraan suatu
bentuk layanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-
hari maupun dalam keadaan bencana dan kejadian luar biasa.
Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem
yaitu : sistem pelayanan pra rumah sakit, sistem pelayanan pelayanan di rumah
sakit dan sistem pelayanan antar rumah sakit. Ketiga sub sistem ini tidak dapat di
pisahkan satu sama lain, dan bersifat saling terkait dalam pelaksanaan sistem.
Prinsip SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat,
dimana tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah kecacatan
(time saving is life and limb saving) terutama ini dilakukan sebelum dirujuk ke
rumah sakit yang dituju.

SPGDT dibagi menjadi :

SPGDT-S (Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait
yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit di Rumah Sakit antar Rumah
Sakit dan terjalin dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup.
Meliputi berbagai rangkaian kegiatan sebagai berikut :
1. Pra Rumah Sakit
1. Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat
2. Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan
penderita gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan medik
3. Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam
atau awam khusus (satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain)
4. Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan
lanjutan dari tempat kejadian ke rumah sakit (sistim pelayanan
ambulan)
2. Dalam Rumah Sakit
1. Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit
2. Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)
3. Pertolongan di ICU/ICCU
3. Antar Rumah Sakit
1. Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)
2. Organisasi dan komunikasi

SPGDT-B (Bencana)SPGDT-B adalah kerja sama antar unit


pelayanan Pra Rumah Sakit dan Rumah Sakit dalam bentuk
pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya pada
terjadinya korban massal yg memerlukan peningkatan (eskalasi)
kegiatan pelayanan sehari-hari. Bertujuan umum untuk
menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.
Tujuan Khusus :
1. Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi
kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
2. Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang lebih memadai.
3. Menanggulangi korban bencana.

Prinsip mencegah kematian dan kecacatan :


1. Kecepatan menemukan penderita.
2. Kecepatan meminta pertolongan.
Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
1. Ditempat kejadian.
2. Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.
3. Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.
Keberhasilan Penanggulangan Pasien Gawat Darurat Tergantung 4
Kecepatan :
1. Kecepatan ditemukan adanya penderita GD
2. kecepatan Dan Respon Petugas
3. Kemampuan dan Kualitas
4. Kecepatan Minta Tolong

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu


Ratings: (0)|Views: 1,737 |Likes: 25

Published by 'Ophie' Chiecha

See more

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu(SPGDT)

Syaiful Saanin. BSB Dinkes Prop. Sumbar Panduan PPGD Nasional :

PPGD/GELS Kemenkes edisi 2006 :1. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat terpadu.2. Materi
Teknis Medis Standar (ABCDE).3. Materi Teknis Medis Khusus.

Pendahuluan
Pelayanan kesehatan gawat-darurat : Hak dan kewajiban semua.Peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan : Tanggung-jawab pemerintahdanmasyarakat.Koordinator : Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, BadanPenanggulanganBencana Daerah Tingkat I dan II.SPGDT
Sehari-hari dan Bencana : Pra RS, RS dan Antar RS.

Perlunya sistem :

Untuk mengurangi dan menyelamatkan korban bencana, diperlukan carapenangananyang jelas


(efektif, efisien dan terstruktur) untuk mengatur segala sesuatuyangberkaitan dengan kesiap-
siagaan dan penanggulangan bencana.

Tujuan :

1. Didapatkan kesamaan pola pikir / persepsi tentang SPGDT.2. Diperoleh kesamaan pola tindak
dalam penanganan kasus gawatdarurat dalamkeadaan sehari-hari maupun bencana.

Safe Community, (SC) :

Keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk masyarakat.Pemerintahdan teknokrat
merupakan fasilitator dan pembina.

SPGDT :

Sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur praRS, RS danantar RS.
Berpedoman pada respon cepat yang menekankan

time saving is life and limb saving

, yang melibatkan masyarakat awam umum dan khusus,petugas medis,pelayanan ambulans


gawat darurat dan komunikasi.

PSC ( Public Safety Center) :

Pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-halkegawatdaruratan,termasuk


pelayanan medis yang dapat dihubungi dalam waktu singkat dandimanapun berada (gabungan
dari AGD 118, SAR/PK 113, Polisi 110).Merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan, yang
bertujuan untukmendapatkanrespons cepat (quick response) terutama pelayanan pra RS.

GERAKAN

SAFE COMMUNITY
Adalah gerakan agar tercipta masyarakat yang merasa hidup sehat, amandan
sejahteradimanapun mereka berada yang melibatkan peran aktif himpunan
profesimaupunmasyarakat (misal :PSC Poskesdes dll).

AspekSC :

1.Care :Kerja-sama lintas sektoral t.u. non kesehatan dalam menata perilaku danlingkunganuntuk
mempersiapkan, mencegah dan melakukan mitigasi dalammenghadapi hal-halyang berhubungan
dengan kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan.

2 .Cure :Peran utama sektor kesehatan dibantu sektor terkait dalam penanganankeadaan
dankasus-kasus gawat-darurat.

Visi gerakan

SC :

1. Menjadi gerakan yang mampu melindungi masyarakat dalam keadaandaruratsehari-hari dan


bencana, maupun atas dampak akibat terjadinya bencana.2. Terciptanya perilaku masyarakat dan
lingkungan untuk menciptakansituasi sehatdan aman.

Misi gerakan

SC :

1. Menciptakan gerakan di masyarakat

2. Mendorong kerja-sama lintas sektor-program

3. Mengembangkan standar nasional

4. Mengusahakan dukungan dana dalam rangka pemerataan danperluasan jangkauanpelayanan


terutama dalam keadaan darurat.

5. Menata sistem pendukung pelayanan diseluruh unit pelayanankesehatan

Nilai dasar

SC:

1.Care: pencegahan, penyiagaan dan mitigasi

2.Equity : adanya kebersamaan dari institusi pemerintah,kelompok/organisasi profesi dan


masyarakat

3.Partnership: menggalang kerja-sama lintas sektor dan masyarakatuntuk mencapaitujuan


4.Net working : membangun jaring kerja-sama dalam suatu sistem denganmelibatkan seluruh
potensi yang terlibat dalam gerakanSC

5.Sharing : memiliki rasa saling membutuhkan dan kebersamaan dalammemecahkan segala


permasalahan dalam gerakanSC

Maksud UsahaSC :

Memberikan pedoman baku bagi daerah dalam melaksanakan gerakanSC agar


terciptamasyarakat sehat, aman dan sejahtera.

Tujuan UsahaSC

:1. Partisipasi masyarakat menata perilaku.

2. SPGDT yang dapat diterapkan.

3. Membangun respons masyarakat melalui pusat pelayanan terpadu danpotensipenyiagaan


fasilitas.

4. Mempercepat response time untuk menghindari kematian dankecacadan.

Sasaran UsahaSC :

1. Tingkatkan kesadaran, kemampuan dan kepedulian dalamkewaspadaan dinikegawat-daruratan.

2. Terlaksananya koordinasi lintas sektor terkait, tergabung dalam satukesatuan.

3. Terwujudnya subsistem komunikasi dan transportasi sebagaipendukung.

Falsafah dan TujuanSC :

1. Memberikan rasa sehat dan aman dengan melibatkan seluruh potensi,memanfaatkan


kemampuan - fasilitas secara optimal.
2. Merubah perilaku agar mampu menanggulangi kegawat-daruratansehari-hari.
3. Ada visi, misi, tujuan dan sasaran.4. Motto time saving is life and limb saving dan
kemampuan rehabilitasi.
4. Ketentuan organisasi :
1. Didasarkan pada organisasi yang melibatkan multi disiplin dan multiprofesi.2.
Memiliki unsur Pimpinan/wakil, sekretaris, bendahara dan anggota.3. Minimal
melibatkan unsur kamtib & SAR. Kemudian unsur keselamatan& kesehatan kerja
karyawan dan humas.
Administrasi-Pengelolaan :
1. Ada struktur, uraian tugas, kewenangan dan mekanisme kerja denganunit lain.2. Ada
unit kerja terkait.3. Ada produk hukum : dasar.4. Ada petunjuk dan informasi untuk jamin
kemudahan dan kelancarandalam memberikan pelayanan di masyarakat.
5 Ada PSC sebagai unit respons cepat.
Staf dan pimpinan :
Gerakan SC :diselenggarakan oleh seluruh komponen, kepala daerahmenetapkanorganisasi
ini dengan SK
. Organisasi dimaksud adalah PSC yang dibangun disetiap daerah
.Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang ditetapkan sesuai kebutuhan.
Fasilitas - Peralatan :
1. Fasilitas harus dapat menjamin efektifitas pelayanan termasukpelayanan UGD diRS 24
jam.2. Sarana dan prasarana, peralatan dan obat sesuai dengan standard3. Adanya subsistem
pendukung baik komunikasi, transportasi termasukambulansdan keselamatan kerja.
Kebijakan &prosedur :
1. Tertulis agar dapat dievaluasi dan disempurnakan
2. Ditetapkan kebijakan pelayanan kasus gadar pra RS, RS dan rujukan,termasukHospital
disaster plan

Kualitas pertolongan pertama penderita cedera akan meningkatkan keberhasilan penanganan


pada periode berikutnya. Banyaknya kasus-kasus kecelakaan di jalan raya yang merupakan
kasus gawat darurat yang menuntut peran serta semua masyarakat pengguna jalan raya untuk
ikut serta memikul tanggung jawab untuk menghindari penderita cerdera mengalami kematian
atau gangguan yang lebih parah akibat kesalahan dan keterlambatan dalam memberikan
pertolongan. Perlunya masyarakat awam sebagai pengguna jalan raya maupun awam khusus
seperti polosi, PMI, pramuka mempunyai kemampuan mengenali gangguan dan dapat
memberikan pertolongan agar penanganan pertama penderita dapat meningkatkan kualitas
hidupnya, karena biasanya masyarakatlah yang pertama menjumpai adanya kasus kasus
kecelakaan tersebut. Teknik teknik estrikasi atau avakuasi, imobilisasi atau stabilisasi dan
pemberian bantuan hidup dasar sampai transportasi menuju rumah sakit menjadi salah satu
faktor penentu keberhasilan penanganan, sehingga teknik-teknik tersebut perlu dipahami oleh
masyarakat.

Kata kunci: Cedera, gawat darurat, pertolongan pertama, masyarakat awam

PENDAHULUAN
Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi di bawah 45 tahun, dan merupakan
penyebab kematian nomor 4 pada seluruh populasi. Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh
cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun yang mengalami cedera kepala
lebih dari 2 juta orang, 75.000 orang di antaranya meninggal dunia. Lebih dari 100.000 orang
yang selamat akan mengalami disabilitas permanen (Suara Medreka online, 2007)
Menurut Dinas Perhubungan Darat data kecelakaan lalu lintas memperlihatkan bahwa pada
tahun 2006 sebanyak 36.000 orang tewas akibat kecelakaan di jalan raya, 19.000 orang di
antaranya melibatkan pengendara sepeda motor. Itu berarti dalam tahun 2006
setiap hari ada sekitar 52 orang yang tewas dalam kecelakaan yang melibatkan sepeda motor.
Angka itu menunjukkan peningkatan sebesar 73,33 persen daripada angka dua tahun yang lalu,
yang hanya sekitar 30 orang (hubdat 2007).
Terlepas dari berat ringanya trauma, kualitas pertolongan pertama di tempat kejadian sangat
menentukan keselamatan korban pada periode pertolongan berikutnya. Masalah yang dihadapi
saat ini adalah belum optimalnya pertolongan awal di tempat kejadian. Banyak masyarakat
umum belum mempunyai kemampuan untuk malakukan pertolongan pertama pada korban
kecelakaan, kadang juga takut memberikan pertolongan dengan alasan ikut diminta
bertanggungjawab. Padahal management pertolongan cedera kepala sudah dimulai sejak
penanganan pertama. Teknik teknik estrikasi atau avakuasi, imobilisasi atau stabilisasi dan
pemberian bantuan hidup dasar sampai transportasi menuju rumah sakit menjadi salah satu faktor
penentu keberhasilan penanganan. Siapa yang harus bertanggungjawab? Tentunya ini menjadi
tanggungkjawab kita semua, sebagai sopir, awam, polisi dan siapapun pengguna jalan raya
mestinya mempunyai tanggungjawab untuk penanganan kedaruratan disekitar kita.

PERTOLONGAN PERTAMA PENDERITA CEDERA PRA RUMAH SAKIT


Fokus penanganan korban dengan cedera kepala pada area pra rumah sakit adalah
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Pada fase pra rumah sakit titik berat diberikan
pada menjaga kelancaran jalan nafas, kontrol adanya perdarahan dan syock, stabilisasi pasien
dan transportasi ke rumah sakit terdekat.

Airway (jalan nafas)


Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat pada kasus
trauma. Guna menghindari gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi prioritas
diatas segala masalah yang lainya. Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh
karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster
maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.
Pengenalan segera terhadap adanya gangguan jalan nafas harus segera di ketahui. Terganggunya
jalan nafas dapat secara tiba-tiba dan komplit, perlahan maupun progresif. Pada pasien sadar
yang dapat berbicara biasa bisa dijamin memiliki airway yang baik (walaupun sementara),
karena itu tindakan pertama adalah berusaha mengajak bicara dengan penderita. Jawaban yang
baik menjamin airway dan sirkulasi oksigen ke otak masih baik.
Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya gangguan
jalan nafas., selain mengecek adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena
pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara kedalam paru. Selain itu
aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway.

Breathing (membantu bernafas)


Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah membantu
pernafasan. Pastikan pernafasan pasien masih ada. Karena henti nafas seringkali terjadi pada
kasus trauma kepala bagian belakang yang mengenai pusat pernafasan atau bisa juga penanganan
yang salah pada pasien pada pasien cedera kepala justru membuat pusat pernafasan terganggu
dan menimbulkan henti nafas. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan
membantu ventilasi/pernafasan akan dapat menimbulkan kematian. Sehingga kemampuan dalm
memberikan bantuan pernafasan menjadi prioritas kedua.

Circulations (Mengontrol perdarahan)


Upaya untuk mempertahnakan cirkulasi yang bisa dilakukan pra rumah sakit adalah mencegah
hilangnya darah pada kasus-kasus trauma dengan perdarahan. Jika ditemukan adanya
perdarahan, segera lakukan upaya mengontrol perdarahan itu dengan memberikan bebat tekan
pada daerah luka. Pemberian cairan melalui oral mungkin dapat dilakukan untuk mengganti
hilangnya cairan dari tubuh jika pasien dalam keadaan sadar. Perlu dipahami dalam tahap ini
adalah mengenal tanda-tanda kehilangan cairan sehingga antisipasi terhadap kemungkinan
terjadinya syock.

Stabilisasi (mempertahankan posisi)


Seringkali perubahan posisi pasien yang tidak benar justru akan menambah cedera yang dialami.
Tidak jarang pada kasus cedera tulang belakang yang penanganan stabilisasi tidak baik justru
menyebabkan cedera sekunder yang mengakibatkan gangguan menjadi lebih parah dan
penyembuhan yang tidak sempurna. Pemasangan bidai pada trauma ekstremitas, long spine
board pada kasus cedera tulang belakang dan neck colar pada cedera leher dapat serta alat-alat
stabilisasi sederhana yang lain bisa mengurangi resiko kerusakan akibat sekunder karena posisi
yang tidak stabil.
Transportasi (pengankutan menuji Rumah Sakit)
Sebisa mungkin segeralah penderita di bawa ke rumah sakit terdekat agar penanganan dapat
dilakukan secara menyeluruh dengan peralatan yang memadai. Namun perlu di ingat kesalahan
dalam transportasi juga menyebabkan cedera yang diderita bisa bertambah berat. Pilihkah alat
transportasi yang memungkinkan sehingga stabilisasi dapat di pertahankan, airway, breathing
dan cirkulasi dapat selalu di pantau .

PERAN MASYARAKAT AWAM

1. AIR WAY (Menjaga kelancaran jalan nafas)

Tanda obyektif dapat diketahui dengan tiga pengamatan look, listen and feel. Look berarti
melihat adanya gerakan pengembangan dada dan listen adalah mendengarkan suara pernafasan.
Seringkali suara mengorok dan bunyi gurgling (bunyi cairan) menandakan adanya hambatan
jalan nafas. Sedangkan feel adalah merasakan adanya hembusan udara saat klien melakukan
ekspirasi yang bisa kita rasakan pasa pipi maupun punggung tangan penolong. Jikas ketiga tanda
ini dapat kita temukan artinya pernafasan klien masih ada.
Untuk memperlancar jalan nafas, lakukan upaya dengan dua metode yaitu Haed till dan Chin lift,
yaitu tindakan mendorong kepala agak kebelakang dan menganggakt dagu ke atas. Dengfan
manuver ini maka jalan nafas akan terbuka sehingga aliran udara bisa lancar sampai di paru. Bila
korban dicurigai adanya trauma cervical yang biasanya ditandai dari adanya jejas pada dada,
leher, dan muka/wajah, maka dua manuver tadi harus dihindari agar tidak menambah cedera
leher yang terjadi tetapi lakukan Jaw Thrust Manoever

2. BREATHING (Menjaga/membantu bernafas)

Bila airway sudah baik belum tentu pernafasan akan baik, sehingga perlu selalu dilakukan
pemeriksaan apakah pernafasan penderita sudah adekuat atau belum.
Perubahan pernafasan dapat kita lihat dari pengamatan frekwensi pernafasan normalnya pada
orang dewasa frekwensi pernafasan per menit adalah 12 20 kali permenit sedangkan anak 15
30 kali per menit. Sehingga pada orang dewasa dikatakan abnormal bila pernafasan lebih dari 30
atau kurang dari 10 setiap menit. Pada pasien yang didapati mengalami henti nafas, maka
tindakan yang dilakukan adalah melakukan pernafasan buatan. Tindakan ini dapat dilakukan
melalui mouth to mouth. Tindakan pemberian fasas buatan secara langsung dari mulut ke mulut
sudah tidak dianjurkan karena beresio terjadinya infeksi atau penularan penyakit, karena itu
penolong harus menggunakan barrier device (alat poerantara).

3. CIRCULATIONS (Memertahankan sirkuilasi dan kontrol perdarahan).

Seringkali pasien dengan trauma juga mengalami perdarahan. Hall yang harus dilakukan adalah
bagaimana agar perdarahan bisa segera dihentikan. Beberapa perdahahan kecil dan perdarahan
vena mungkin lebih mudah diatasi, sedangkan perdarahan arteri biasanya sulit diatasi dan dapat
segera menyebabkan syock sirkulasi.
Tanda-tanda adanya kehilangan cairan (darah) dapat di ketahui dari pemeriksaan sederhana
seperti nadi, tekanan darah dan respirasi. Pada perdarahan ringan kurang dari 750 ml biasanya
ditemukan tekanan darah masih normal dan nadi lebih dari 100 kali per menit dan pernafasan
meningkat 20 30 kali per menit. Pada perdarahan sedang dan berat Tekanan darah akan
menurun disertai peningkatan nadi dan respirasi lebih dari perdarahan ringan.
Perdarahan dapat dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka. Dengan bebet tekan
ini diharapkan pembuluh darah yang rusak akan dapat di tutup sehingga perdarahan akan dapat
di kurangi. Penggunanna teknik ikatan (torniquet) tidak dianjurkan karena tindakan ini beresiko
mengakibatkan terhentinya vaskularisasi ke ujung ekstremitas yang dapat mengakibatkan
kematian jaringan.

4. EVAKUASI DAN STABILISASI (pemindahan dan mempertahankan posisi)

Kebanyakan para penolong yang tidak tahu cara-cara pengangkatan dan pemindahan penderita
yang benar akan membuat cedera semakin parah pada saat pemindahan penderita. Beberapa hal
yang harus diperhatikan oelh penolong saat melakukan pemindahan adalah :
a. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita, jika tidak mampu jangan
paksakan

b. Kedua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit di depan kaki sebelahnya.

c. Berjongkok jangan membungkuk saat mengangkat.

d. Tubuh sedekat mungkin dengan beban yang harus diangkat.

Pada pasien dengan trauma cervikal dan tulang belakang pemindahan penderita harus dilakukan
dengan hati hati dan tidak dapat dilakukan sendirian. Tiga penolong dengan masing-masing
menyangga bagian atas tengah dan bawah akan mengurangi kemungkinan cedera menjadi lebih
parah. Dalam memiringkan juga perlu dilakukan secara bersama yang disebut dengan teknik log
roll. Untuk menghindari cedera sekunder gunakan bidai, long spine board dan neck colar untuk
mensabilkan posisi penderita.

5. TRANSPOTRASI. (pengangkutan menuju Rumah Sakit)

Pemilihan sarana transportasi yang salah juga bisa menimbulkan cedera yang lebih parah pada
pasien. Idealnya transportasi pasien cedera kepala adalah menggunakan ambulan dengan
peralatan trauma. Tetapi untuk daerah yang akses pertolongan pertama oleh ambulan tidak bisa
cepat, jangan berlama-lama untuk menunggu datangnya ambulan. Pilih mobil dengan kriteria
sebagai berikut:
Pilih mobil yang bisa membawa pasien dengan tidur terlentang tanpa memanipulasi pergerakan
tulang belakang, penolong leluasa bergerak untuk memberikan pertolongan bila selama
perjalanan terjadi sesuatu. Hal yang juga penting selama perjalanan adalah komunikasi dengan
pihak rumah sakit. Dengan melaporkan kondisi korban, penanganan yang telah dan sedang
dilakukan termasuk meminta petunjuk darii petugas pelayanan gawat darurat rumah sakit tentang
apa yang harus dikerjakan bila menemui kesulitan. Pihak unit gawat darurat juga dapat
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk pertolongan korban sesampainya di rumah
sakit.
KESIMPULAN
Penderita umumnya ditemukan oleh orang terdekat yang dapat dikategorikan sebagai orang
awam misalnya guru, orangtua, sopir dan crew angkutan atau awam khusus seperti polisi,
satpam, pramuka, PMR, petugas pemadam kebakaran atau yang lainya. Kemampuan awam pada
penanggulangan gawat darurat ini berfokus pada beberapa hal seperti: cara meminta pertolongan,
memberikan bantuan hidup dasar, mengontrol perdarahan, memasang pembalut dan bidai sebagai
upaya stabilisasi dan transportasi menuru rumah sakit terdekat.
Penanganan cedera pra rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa komponen yang saling
terkait yaitu kecepatan ditemukannya korban, kecepatan permintaan pertolongan dan kualitas
pertolongan yang diberikan.
Beberapa tahapan pertolongan pertama pada penderita cedera sangat penting dipahami oleh
masyarakat awam. Dengan kemampuan yang dimiliki diharapkan adanya peningkatan kualitas
pertolongan pertama pada kasus kecelakaan sehingga keselamatan nyawa korban dapat
diselatkan dan mengurangi kemungkinan cedera yang bertambah akibat pertolongan yang salah.
Kemampuan yang dimiliki masyarakat juga harus diimbangi dengan kesiapan rumah sakit
menjadi rujukan cedera dengan memperbaiki sistem komunikasi dan pelayanan cepat terhadap
kebutuhan pelayanan mobile seperti ambulan yang dilengkapi dengan perlengkapan pertolongan
cedera. Penting di bentuk adanya sistem penanggulangan gawat darurat terpadu yang melibatkan
unsur masyarakat di lapangan sampai penanganan rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai