Pendahuluan
Disadari untuk peran jajaran kesehatan mulai tingkat pusat hingga desa memerlukan
kesiapsiagaan dan berperan penting dalam penanggulangan bencana, mengingat dampak yang
sangat merugikan masyarakat. Untuk itu seluruh jajaran kesehatan perlu mengetahui tujuan
dan langlah-langkah kegiatan kesehatan yang perlu ditempuh dalam upaya kesiapsiagaan dan
penanggulangan secara menyeluruh.
Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi di bawah 45 tahun, dan
merupakan penyebab kematian nomor 4 pada seluruh populasi. Lebih dari 50% kematian
disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun yang
mengalami cedera kepala lebih dari 2 juta orang, 75.000 orang di antaranya meninggal dunia.
Lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanen (Suara
Medreka online, 2007)
Menurut Dinas Perhubungan Darat data kecelakaan lalu lintas memperlihatkan bahwa pada
tahun 2006 sebanyak 36.000 orang tewas akibat kecelakaan di jalan raya, 19.000 orang di
antaranya melibatkan pengendara sepeda motor. Itu berarti dalam tahun 2006 setiap hari ada
sekitar 52 orang yang tewas dalam kecelakaan yang melibatkan sepeda motor. Angka itu
menunjukkan peningkatan sebesar 73,33 persen daripada angka dua tahun yang lalu, yang
hanya sekitar 30 orang (hubdat 2007).
Terlepas dari berat ringanya trauma, kualitas pertolongan pertama di tempat kejadian
sangat menentukan keselamatan korban pada periode pertolongan berikutnya. Masalah yang
dihadapi saat ini adalah belum optimalnya pertolongan awal di tempat kejadian. Banyak
masyarakat umum belum mempunyai kemampuan untuk malakukan pertolongan pertama
pada korban kecelakaan, kadang juga takut memberikan pertolongan dengan alasan ikut
diminta bertanggungjawab. Padahal management pertolongan cedera kepala sudah dimulai
sejak penanganan pertama. Teknik teknik estrikasi atau avakuasi, imobilisasi atau stabilisasi
dan pemberian bantuan hidup dasar sampai transportasi menuju rumah sakit menjadi salah
satu faktor penentu keberhasilan penanganan. Siapa yang harus bertanggungjawab? Tentunya
ini menjadi tanggungkjawab kita semua, sebagai sopir, awam, polisi dan siapapun pengguna
jalan raya mestinya mempunyai tanggungjawab untuk penanganan kedaruratan disekitar kita.
Tujuan:
Pengertian:
1. Safe Community, (SC) : Keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk
masyarakat. Pemerintah dan teknokrat merupakan fasilitator dan pembina.
2. Bencana : Kejadian yang menyebabkan terjadinya banyak korban gadar, yang tidak
dapat dilayani oleh unit pelayanan kesehatan seperti biasa, terdapat kerugian material
dan terjadinya kerusakan infra struktur fisik serta terganggunya kegiatan normal
masyarakat.
3. Pasien gadar adalah pasien yang berada dalam ancaman kematian dan memerlukan
pertolongan segera.
4. SPGDT : Sistem penanggulangan pasien gadar yang terdiri dari unsur, pelayanan pra
RS, pelayanan di RS dan antar RS. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang
menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh
masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gadar dan
sistem komunikasi.
5. PSC (Public Safety Center) : Pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat
dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegadaran, termasuk pelayanan medis yang
dapat dihubungi dalam waktu singkat dimanapun berada. Merupakan ujung tombak
pelayanan kesehatan, yang bertujuan untuk mendapatkan respons cepat (quick
response) terutama pelayanan pra RS.
6. BSB (Brigade Siaga Bencana) : Satuan tugas kesehatan yang terdiri dari petugas
medis (dokter, perawat), paramedik dan awam khusus yang memberikan pelayanan
kesehatan berupa pencegahan, penyiagaan maupun pertolongan bagi korban bencana.
7. UGD (Unit Gawat Darurat) : Unit pelayanan di RS yang memberikan pelayanan
pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacadan secara terpadu dengan
melibatkan berbagai disiplin.
8. HCU (High Care Unit) : Unit pelayanan di RS yang melakukan pelayanan khusus
bagi pasien dengan kondisi respirasi, hemodinamik dan kesadaran yang sudah stabil
dan masih memerlukan pengobatan, perawatan dan pengawasan secara ketat.
9. URI (Unit Rawat Intensif) : Unit pelayanan di RS yang melakukan pelayanan khusus
bagi pasien gadar yang menggunakan berbagai alat bantu untuk mengatasi ancaman
kematian dan melakukan pengawasan khusus terhadap fungsi vital tubuh.
SAFE COMMUNITY
Kemampuan masyarakat melakukan pertolongan pertama yang cepat dan tepat pra RS
merupakan awal kegiatan penanganan dari tempat kejadian dan dalam perjalanan ke RS
untuk mendapatkan pelayanan yang lebih efektif di RS.
1. Mendorong terciptanya gerakan masyarakat untuk menjadi sehat, aman dan sejahtera.
2. Mendorong kerja-sama lintas sektor dan program dalam gerakan mewujudkan
masyarakat sehat dan aman.
3. Mengembangkan standar nasional dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
4. Mengusahakan dukungan pendanaan bidang kesehatan dari pemerintah, bantuan luar
negeri dan bantuan lain dalam rangka pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan
kesehatan terutama dalam keadaan darurat. Menata sistem pendukung pelayanan
kesehatan pra RS dan playanan kesehatan di RS dan seluruh unit pelayanan kesehatan
di Indonesia.
Nilai Dasar:
Maksud:
Tujuan:
Sasaran:
1. Gerakan SC diwujudkan untuk memberikan rasa sehat dan aman dengan melibatkan
seluruh potensi masyarakat serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas pada
pelayanan kesehatan pra RS dan RS atau antar RS secara optimal.
2. Merubah perilaku mulai dari anggota keluarga, kelompok hingga yang lebih tinggi
secara berjenjang agar mampu menanggulangi kegadaran sehari-hari.
3. Ada visi, misi, tujuan dan sasaran.
4. Menggunakan motto time saving is life and limb saving dan kemampuan rehabilitasi
pasca keadaan gadar sebagai bagian upaya mewujudkan rasa sehat dan aman bagi
masyarakat.
1. Harus ada struktur serta uraian tugas, pembagian kewenangan dan mekanisme
hubungan kerja dengan unit lain.
2. Unit kerja terkait al. jajaran kesehatan, kepolisian, PU, keselamatan kerja dan tenaga
kerja, telekomunikasi, ormas (ORARI, RAPI, PMI dll).
3. Adanya ketetapan produk hukum, merupakan dasar mencapai visi, misi dan tujuan.
4. Adanya petunjuk dan informasi yang disediakan bagi masyarakat untuk mejamin
kemudahan dan kelancaran dalam memberikan pelayanan di masyarakat.
5. Ada PSC sebagai unit pelaksana yang berfungsi untuk respons cepat kegadaran di
masyarakat.
1. Fasilitas yang disediakan harus dapat menjamin efektifitas bagi pelayanan kepada
masyarakat termasuk pelayanan UGD di RS dengan waktu pelayanan 24 jam.
2. Sarana dan prasarana, peralatan dan obat yang disiapkan sesuai dengan standard yang
ditetapkan Depkes.
3. Adanya subsistem pendukung baik komunikasi, transportasi termasuk ambulans dan
keselamatan kerja.
Kebijakan dan Prosedur
Umum
Sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan didukung
berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk menyelenggarakan
pelayanan terpadu bagi penderita gadar baik dalam keadaan bencana maupun sehari-hari.
pela-yanan medis sistem ini terdiri 3 subsistem yaitu pelayanan pra RS, RS dan antar RS.
Dengan mendirikan PSC, BSB dan pelayanan ambulans dan komunikasi. Pelayanan
sehari-hari :
1. PSC.
2. BSB.
Unit khusus untuk penanganan pra RS, khususnya kesehatan dalam bencana.
Pengorganisasian dijajaran kesehatan (Depkes, DInkes, RS), petugas medis (perawat, dokter),
non medis (sanitarian, gizi, farmasi dll). Pembiayaan dari instansi yang ditunjuk dan
dimasukkan APBN/APBD.
3. Pelayanan Ambulans.
4. Komunikasi.
Terdiri dari jejaring informasi, koordinasi dan pelayanan gadar hingga seluruh kegiatan
berlangsung dalam sistem terpadu.
5. Pembinaan.
6. Koordinasi, komando.
Melibatkan unit lintas sektor. Kegiatan akan efektif dan efisien bila dalam koordinasi
dan komando yang disepakati bersama.
Dilakukan dengan mobilisasi SDM, fasilitas dan sumber daya lain sebagai pendukung
pelayanan kesehatan bagi korban.
8. Simulasi.
Diperlukan protap, juklak, juknis yang perlu diuji melalui simulasi apakah dapat
diimplementasikan pada keadaan sebenarnya.
Hal-hal Khusus
Diadakannya PSC dilandasi aspek time management sebagai implementasi time saving
is life and limb saving yang mengandung unsur kecepatan atau quick respons dan ketepatan
berupa mutu pelayanan yang sesuai standar. Unsur kecepatan dipenuhi oleh subsistem
transportasi dan komunikasi handal sedang unsur ketepatan dipenuhi oleh kemampuan
melakukan pertolongan penderita gadar (PPGD) meliputi basic life support dan advance life
support sesuai masalah yang dihadapi. Pelayanan bersifat gratis dan begitu sampai RS,
berlaku sistem pembayaran yang berlaku. Awak ambulans PSC berstandar BLS dan ALS.
1. Pergeseran orientasi dari professional driven menjadi client driven, klien yang semula
objek menjadi subjek pelayanan. Otonomi klien sangat diutamakan seperti pada
informed consent yang berupa pemberian informasi timbal balik seimbang. Hubungan
provider dan klien merupakan dasar yanmed. Kepuasan klien merupakan fokus
pelayanan yang menjamin kesembuhan, penurunan keluhan dan atau peningkatan
kesehatan. Client driven approach merupakan lingkungan kondusif dalam
menciptakan budaya mutu dari institusi yanmed.
2. Yanmed terintegrasi adalah pelayanan holistic-continuum yang akan meningkatkan
mutu dan efisiensi pelayanan, termasuk pertimbangan biaya. Manajemen profesional
memacu sinergi seluruh sumber daya.
3. Evidence based medicine adalah yanmed yang dilaksanakan profesional mengacu
pada fakta yang benar, dapat dipercaya yang diinformasikan pada klien dan akan
melandasi keputusan dan tindakan profesional yanmed.
4. Medicine by law. Industri pelayanan medik mengandung unsur ekonomi, sosial,
profesional.
Transaksi yanmed tidak sama dengan transaksi umum yang mengandung kepastian.
Walaupun pasien ditangani lege artis dapat saja terjadi kematian dan kecacadan. Undang-
undang perlindungan konsumen tidak dapat diterapkan dalam yanmed. Untuk itu hukum
yanmed perlu dikembangkan secara adil baik dari sisi provider maupun klien. Hukum dan
perundangan dalam yanmed tsb. sebagi landasan medicine by law yang merupakan risk
manajemen menuju pelayanan prima.
Pengertian
1. Korban massal. Korban relatif banyak akibat penyebab yang sama dan perlu
pertolongan segera dengan kebutuhan sarana, fasilitas dan tenaga yang lebih dari
yang tersedia. Tanpa kerusakan infra struktur.
2. Bencana. Mendadak / tidak terencana atau perlahan tapi berlanjut, berdampak pada
pola kehidupan normal atau ekosistem, hingga diperlukan tindakan darurat dan luar
biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban dan lingkungannya. Korban
banyak, dengan kerusakan infra struktur. Bencana kompleks. Bencana disertai
permusuhan yang luas, disertai ancaman keamanan serta arus pengungsian luas.
Korban banyak, kerusakan infra struktur, disertai ancaman keamanan.
1. Keterbatasan SDM. Tenaga yang ada umumnya mempunyai tugas rutin lain
2. Keterbatasan peralatan / sarana. Pusat pelayanan tidak disiapkan untuk jumlah korban
yang besar.
3. Sistem Kesehatan. Belum disiapkan secara khusus untuk menghadapi bencana.
a. Do no further harm.
b. Safety diri saat respon ke lokasi. Alat pengaman, rotator selalu hidup, sirine hanya
saat mengambil korban, persiapan pada kendaraan, parkir 15 m dari lokasi (ke
bakaran : 30 m, perhatikan arah angin).
c. Safety diri ditempat kejadian. Minimal berdua. Koordinasi dengan fihak terkait,
caramengangkat pasien, proteksi diri.
d. Safety lingkungan. Waspada bahaya yang mengancam.
Protokol Safety
1. Khusus.
2. Umum.
Koordinasi dengan instansi setempat, KIE netralitas, siapkan jalur penyelamatan diri
yang hanya diketahui tim, logistik cukup, kriteria kapan harus lari.
Pengertian
Penilaian kesehatan cepat melalui pengumpulan informasi cepat dan analisis besaran
masalah sebagai dasar mengambil keputusan akan kebutuhan untuk tindakan penanggulangan
segera.
Tujuan RHA
Penilaian cepat sesaat setelah kejadian untuk mengukur besaran masalah kesehatan
akibat bencana atau pengungsian, hasilnya berbentuk rekomendasi untuk digunakan dalam
pengambilan keputusan penanggulangan kesehatan selanjutnya.
Secara khusus menilai jenis bencana, lokasi, penduduk terkena, dampak yang telah /
akan terjadi, kerusakan sarana yang menimbulkan masalah, kemampuan sumberdaya untuk
mengatasi masalah, kemampuan respons setempat.
Variabel :
Pengumpulan Data
Analisis RHA
Diarahkan pada faktor risiko, penduduk yang berisiko, situasi penyakit dan budaya
lokal, potensi sumber daya lokal, agar diperoleh gambaran.
Rekomendasi
Berdasar analisis. Segera disampaikan pada yang berwenang mana yang bisa diatasi
sendiri, mana yang perlu bantuan.
SPGDT Merupakan suatu sistem dimana koordinasi merupakan unsur utama yang
bersifat multi sektor dan harus ada dukungan dari berbagai profesi bersifat multi disiplin dan
multi profesi untuk melaksanakan dan penyelenggaraan suatu bentuk layanan terpadu bagi
penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana dan
kejadian luar biasa.
Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem yaitu :
sistem pelayanan pra rumah sakit, sistem pelayanan pelayanan di rumah sakit dan sistem
pelayanan antar rumah sakit. Ketiga sub sistem ini tidak dapat di pisahkan satu sama lain, dan
bersifat saling terkait dalam pelaksanaan sistem.
Prinsip SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat, dimana
tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah kecacatan (time saving is life and
limb saving) terutama ini dilakukan sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju.
SPGDT-S (Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait yang
dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit di Rumah Sakit antar Rumah Sakit dan terjalin
dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Meliputi berbagai rangkaian
kegiatan sebagai berikut :
Tujuan Khusus :
1. Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam
masyarakat sebagaimana mestinya.
2. Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai.
3. Menanggulangi korban bencana.
1. Ditempat kejadian.
2. Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.
3. Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.
Fokus penanganan korban dengan cedera kepala pada area pra rumah sakit adalah
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Pada fase pra rumah sakit titik berat
diberikan pada menjaga kelancaran jalan nafas, kontrol adanya perdarahan dan syock,
stabilisasi pasien dan transportasi ke rumah sakit terdekat.
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat pada
kasus trauma. Guna menghindari gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi
prioritas diatas segala masalah yang lainya. Beberapa kematian karena masalah airway
disebabkan oleh karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh
karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup
lidah penderita sendiri.
Pengenalan segera terhadap adanya gangguan jalan nafas harus segera di ketahui.
Terganggunya jalan nafas dapat secara tiba-tiba dan komplit, perlahan maupun progresif.
Pada pasien sadar yang dapat berbicara biasa bisa dijamin memiliki airway yang baik
(walaupun sementara), karena itu tindakan pertama adalah berusaha mengajak bicara dengan
penderita. Jawaban yang baik menjamin airway dan sirkulasi oksigen ke otak masih baik.
Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya
gangguan jalan nafas., selain mengecek adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat
terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara
kedalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway.
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah
membantu pernafasan. Pastikan pernafasan pasien masih ada. Karena henti nafas seringkali
terjadi pada kasus trauma kepala bagian belakang yang mengenai pusat pernafasan atau bisa
juga penanganan yang salah pada pasien pada pasien cedera kepala justru membuat pusat
pernafasan terganggu dan menimbulkan henti nafas. Keterlambatan dalam mengenali
gangguan pernafasan dan membantu ventilasi/pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.
Sehingga kemampuan dalm memberikan bantuan pernafasan menjadi prioritas kedua.
Circulations (Mengontrol perdarahan)
Upaya untuk mempertahnakan cirkulasi yang bisa dilakukan pra rumah sakit adalah
mencegah hilangnya darah pada kasus-kasus trauma dengan perdarahan. Jika ditemukan
adanya perdarahan, segera lakukan upaya mengontrol perdarahan itu dengan memberikan
bebat tekan pada daerah luka. Pemberian cairan melalui oral mungkin dapat dilakukan untuk
mengganti hilangnya cairan dari tubuh jika pasien dalam keadaan sadar. Perlu dipahami
dalam tahap ini adalah mengenal tanda-tanda kehilangan cairan sehingga antisipasi terhadap
kemungkinan terjadinya syock.
Seringkali perubahan posisi pasien yang tidak benar justru akan menambah cedera
yang dialami. Tidak jarang pada kasus cedera tulang belakang yang penanganan stabilisasi
tidak baik justru menyebabkan cedera sekunder yang mengakibatkan gangguan menjadi lebih
parah dan penyembuhan yang tidak sempurna. Pemasangan bidai pada trauma ekstremitas,
long spine board pada kasus cedera tulang belakang dan neck colar pada cedera leher dapat
serta alat-alat stabilisasi sederhana yang lain bisa mengurangi resiko kerusakan akibat
sekunder karena posisi yang tidak stabil.
Sebisa mungkin segeralah penderita di bawa ke rumah sakit terdekat agar penanganan
dapat dilakukan secara menyeluruh dengan peralatan yang memadai. Namun perlu di ingat
kesalahan dalam transportasi juga menyebabkan cedera yang diderita bisa bertambah berat.
Pilihkah alat transportasi yang memungkinkan sehingga stabilisasi dapat di pertahankan,
airway, breathing dan cirkulasi dapat selalu dipantau .
KESIMPULAN
Penderita umumnya ditemukan oleh orang terdekat yang dapat dikategorikan sebagai
orang awam misalnya guru, orangtua, sopir dan crew angkutan atau awam khusus seperti
polisi, satpam, pramuka, PMR, petugas pemadam kebakaran atau yang lainya. Kemampuan
awam pada penanggulangan gawat darurat ini berfokus pada beberapa hal seperti: cara
meminta pertolongan, memberikan bantuan hidup dasar, mengontrol perdarahan, memasang
pembalut dan bidai sebagai upaya stabilisasi dan transportasi menuru rumah sakit terdekat.
Penanganan cedera pra rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa komponen yang
saling terkait yaitu kecepatan ditemukannya korban, kecepatan permintaan pertolongan dan
kualitas pertolongan yang diberikan.
EVALUASI
Tahapan yang terakhir adalah evaluasi, dimana pada tahap terakhir ini program
pelatihan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi untuk mengetahui sampai sejauh mana
tujuan telah dicapai. Dalam aspek evaluasi efektivitas training, terdapat empat level evaluasi
pelatihan, yakni:
1. Reaction (Reaksi)
Bagaimana reaksi peserta pelatihan terhadap program. Senangkah mereka dengan
program itu? Bermanfaatkah program itu menurut mereka?
2. Learning (Belajar)
Menentukan apakah peserta pelatihan benar-benar telah mempelajari prinsip-
prinsipketrampilan dan faktor-faktor yang harus dipelajari.
3. Behavior (Perilaku)
Meneliti apakah perilaku peserta pelatihan mengalami perubahan dalam
pekerjaannya yang disebabkan oleh program tersebut.
4. Result (Hasil)
Bagaimana hasil akhir yang dapat dicapai setelah diadakannya program pelatihan.
Tujuan
1. Untuk mengetahui kembali kemampuan peserta dalam memahami materi pelatihan.
2. Membangun komitmen bersama pengimplementasian usaha pengurangan risiko
bencana di komunitas masyarakat.
Metode
Metode yang digunakan adalah Review materi oleh peserta.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 1 x 45 Menit = 45 Menit
Proses:
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dari kegiatan ini.
2. Untuk menyegarkan suasana fasilitator bisa melakukan ice breaking.
3. Kemudian fasilitator memberikan kesempatan untuk tanya jawab.
4. Fasilitator menutup proses pelatihan dengan mengingatkan kembali peserta akan
tujuan dari pelatihan yang dilakukan.
B. Cara menghitung hasil pre-test dan pos-test
Cara menghitung pre-test sama dengan post-test yaitu sebagai berikut:
1. Memberi skor 1 untuk jawaban Ya, dan memberi skor 0 untuk jawaban Tidak.
2. Jumlahkan seluruh skor untuk jawaban Ya pada tiap-tiap soal yang dijawab
sebanyak jumlah peserta yang mengisi pre-test. Contoh: Soal no 1: Ya = 20,
Tidak = 10 (asumsi jumlah peserta 30 orang).
3. Kemudian presentasekan hasil setiap soal dengan cara sebagai berikut: Jumlah total
Ya/ Jumlah total peserta X 100%. Contoh: 20/30 x 100%= 66 %.
4. Lakukan presentase kepada setiap soal dengan cara yang sama untuk pre-test maupun
post-test dan masukkan data untuk dibuatkan grafiknya sebagai hasil akhir dari
pelatihan.