HEPATITIS (VIRUS)
ANGGOTA KELOMPOK :
I Putu Nugraha (162200008)
Ketut Amyati Puji Lestari (162200009)
Lailia Rochmah (162200011)
Ngakan Gede Sunuarta (162200012)
Ni Ketut Ayu Priska Saraswati (162200013)
Ni Komang Ayu Dewi Patni (162200014)
Ni Komang Herni Sandiari (162200015)
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA
2018
HEPATITIS (VIRUS)
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi hepatitis
2. Mengetahui patofisiologi hepatitis
3. Mengetahui tatalaksana hepatitis (farmakologi & non farmakologi)
4. Dapat menyelesaikan kasus terkait hepatitis secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP.
2. Klasifikasi
Menurut Muchid et al, 2007, virus hepatitis terdiri dari beberapa jenis :
hepatitis A, B, C, D, E, F dan G. Hepatitis A, B dan C adalah yang paling
banyak ditemukan. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut
(hepatitis A), kronik (hepatitis B dan C) ataupun kemudian menjadi kanker
hati (Hepatitis B dan C).
Tabel 1. Perbandingan Virus Hepatitis
2.1 Hepatitis A
Termasuk klasifikasi virus dengan transmisi secara enterik. Tidak
memiliki selubung dan tahan terhadap cairan empedu. Virus ini ditemukan
di dalam tinja. Berbentuk kubus simetrik dengan diameter 27-28 nm, untai
tunggal (single stranded), molekul RNA linier : 7,5 kb; termasuk
picornavirus, sub klasifikasi hepatovirus. Menginfeksi dan berreplikasi
pada primata non-manusia dan galur sel manusia.
Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala,
sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah,
demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan.
Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Penderita hepatitis A akan
menjadi kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan
C, infeksi hepatitis A tidak akan berlanjut menjadi kronik.
Masa inkubasi 15–50 hari, (rata-rata 30 hari). Tersebar di seluruh dunia
dengan endemisitas yang tinggi terdapat di negara-negara berkembang.
Penularan terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi
tinja penderita hepatitis A, misalnya makan buah-buahan atau sayur yang
tidak dikelola / dimasak sempurna, makan kerang setengah matang,
minum es batu yang prosesnya terkontaminasi. Faktor resiko lain, meliputi
: tempat-tempat penitipan/perawatan bayi atau batita, institusi
untukdevelopmentally disadvantage, bepergian ke negara berkembang,
perilaku seks oral anak, pemakaian jarum bersama pada IDU (Injecting
Drug User)
Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A yang memberikan kekebalan selama
4 minggu setelah suntikan pertama. Untuk kekebalan yang lebih panjang
diperlukan suntikan vaksin beberapa kali.
2.2 Hepatitis B
Manifestasi infeksi hepatitis B adalah peradangan kronik pada hati.
Virus hepatitis B termasuk yang paling sering ditemui. Distribusinya
tersebar di seluruh dunia, dengan prevalensi karier di USA < 1%,
sedangkan di Asia 5 - 15%. Masa inkubasi berkisar 15-180 hari, (rata-rata
60-90 hari). Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan
setelah infeksi akut.
Sebagian penderita hepatitis B akan sembuh sempurna dan mempunyai
kekebalan seumur hidup, tapi sebagian lagi gagal memperoleh kekebalan.
Sebanyak 1–5% penderita dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan
berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten. Orang
tersebut akan terus-menerus membawa virus hepatitis B dan bisa menjadi
sumber penularan. Penularannya melalui darah atau transmisi seksual.
Dapat terjadi lewat jarum suntik, pisau, tato, tindik, akupunktur atau
penggunaan sikat gigi bersama yang terkontaminasi, transfusi darah,
penderita hemodialisis dan gigitan manusia. Hepatitis B sangat berisiko
bagi pecandu narkotika dan orang yang mempunyai banyak pasangan
seksual.
Gejala hepatitis B adalah lemas, lesu, sakit otot, mual dan muntah.
Kadang-kadang timbul gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, kurang nafsu
makan, mata dan kulit kuning yang didahului dengan urin berwarna gelap.
Gatal-gatal di kulit, biasanya ringan dan sementara. Jarang ditemukan
demam. Untuk mencegah penularan hepatitis B adalah dengan imunisasi
hepatitis B terhadap bayi yang baru lahir, menghindari hubungan badan
dengan orang yang terinfeksi, hindari penyalahgunaan obat dan pemakaian
bersama jarum suntik. Menghindari pemakaian bersama sikat gigi atau alat
cukur, dan memastikan alat suci hama bila ingin bertato melubangi telinga
atau tusuk jarum.
2.3 Hepatitis C
Hepatitis C adalah penyakit infeksi yang bisa tak terdeteksi pada
seseorang selama puluhan tahun dan perlahan-lahan tapi pasti merusak
organ hati. Penyakit ini sekarang muncul sebagai salah satu masalah
pemeliharaan kesehatan utama di Amerika Serikat, baik dalam segi
mortalitas, maupun segi finansial.
Biasanya orang-orang yang menderita penyakit hepatitis C tidak
menyadari bahwa dirinya mengidap penyakit ini, karena memang tidak
ada gejala-gejala khusus. Beberapa orang berfikir bahwa mereka hanya
terserang flu. Gejala yang biasa dirasakan antara lain demam, rasa lelah,
muntah, sakit kepala, sakit perut atau hilangnya selera makan.
2.4 Hepatitis D
Virus Hepatitis D (HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik,
yakni virus RNA yang tidak lengkap, memerlukan keberadaan virus
hepatitis B untuk ekspresi dan patogenisitasnya, tetapi tidak untuk
replikasinya. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan
transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul
sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau sangat progresif.
2.5 Hepatitis E
Gejala mirip hepatitis A, demam, pegal linu, lelah, hilang nafsu makan
dan sakit perut. Penyakit ini akan sembuh sendiri (self-limited), kecuali
bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan.
Penularan hepatitis E melalui air yang terkontaminasi feces.
2.6 Hepatitis F
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum
sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.
2.7 Hepatitis G
Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan
hepatitis B dan/atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan atau
hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah dan jarum suntik.
3. Epidemiologi
Hepatitis virus merupakan sebuah fenomena gunung es, dimana penderita
yang tercatat atau yang dating ke layanan kesehatan lebih sedikit dari jumlah
penderita yang sesungguhnya. Mengingat penyakit ini adalah penyakit kronis
menahun, dimana pada saat orang tersebut telah terinfeksi, kondisi masih
sehat dan belum menunjukkan gejala dan tanda khas, tetapi penularan terus
berjalan.
Menurut hasil Rikerdas tahun 2013 bahwa jumlah orang yang didiagnosa
Hepatitis di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang ada,
menunjukkan peningkatan 2 kali lipat apabila dibandingkan dari data tahun
2007 dan 2013, hal ini dapat memberikan petunjuk awal kepada kita tentang
upaya pengendalian di masa lalu, peningkatan akses, potensial masalah di
masa yang akan dating apabila tidak segera dilakukan upaya-upaya yang
serius (Kemenkes 2014).
4.2 Hepatitis B
HBV adalah virus DNA dari keluarga Hepadnaviridae. Virus ini
memiliki DNA beruntai ganda (double-stranded) dengan 3.200 pasangan
basa yang biasanya menginfeksi sel hati, meskipun pada beberapa kasus
virus ini ditemukan di ginjal, pankreas, dan sel mononuklear. Terdapat
tujuh genotipe HBV (A sampai H) dengan distribusi geografis yang
berbeda (Tabel 2). Ada kemungkinan bahwa prevalensi genotipe mungkin
tergantung pada cara penularan karena tipe B dan C ditemukan di daerah
di mana transmisi vertikal adalah model utama infeksi (Dipiro, 2008).
5. Patofisiogi
5.1 Hepatitis A
Infeksi HAV biasanya akut, self-limiting, dan memberi kekebalan seumur
hidup. Siklus hidup HAV di host manusia secara klasik dimulai dengan
tertelannya virus. Absorpsi di lambung atau usus kecil memungkinkan
virus masuk ke sirkulasi darah dan kemudian di-uptake oleh hati.
Replikasi virus terjadi dalam sel-sel hepatosit dan sel epitel
gastrointestinal. Partikel virus baru kemudian dilepaskan ke dalam darah
dan disekresikan ke empedu oleh hati. Virus ini kemudian diserap kembali
untuk melanjutkan siklusnya atau diekskresikan dalam tinja. Siklus
enterohepatik akan berlanjut sampai terganggu oleh netralisasi antibodi.
Mekanisme replikasi dan sekresi yang tepat tidak diketahui secara pasti,
namun ekspansi virus awal tampaknya tidak terkait dengan cedera hati
sebagaimana ekskresi tinja viral mendahului tanda-tanda klinis dan gejala
infeksi (Dipiro, 2008).
5.2 Hepatitis B
Setelah infeksi, replikasi virus dimulai dengan pemasangan virion ke
reseptor permukaan sel hepatosit. Partikel-partikel diangkut ke inti di
mana DNA diubah menjadi DNA melingkar tertutup yang berfungsi
sebagai template untuk RNA pregenomic. Viral RNA kemudian
ditranskripsikan dan diangkut kembali ke sitoplasma di mana secara
bergantian berfungsi sebagai reservoir untuk templat virus di masa
mendatang atau kuncup ke dalam selaput intraseluler dengan protein
amplop virus dan menginfeksi sel lain. Genom virus memiliki empat
frame pembacaan kode untuk berbagai protein dan enzim yang diperlukan
untuk replikasi dan penyebaran virus. Beberapa protein ini digunakan
untuk diagnostik. HBsAg ditemukan paling banyak dibandingkan tiga
antigen permukaan dan dapat dideteksi pada permulaan gejala klinis.
Persisten selama 6 bulan setelah deteksi awal sesuai dengan infeksi kronis
dan menimbulkan peningkatan risiko untuk sirosis, dekompensasi hati, dan
HCC (Dipiro, 2008).
5.3 Hepatitis C
Dalam sebagian besar kasus, infeksi HCV akut menyebabkan infeksi
kronis. Respon imun terhadap infeksi HCV akut sebagian besar tidak
cukup untuk membasmi virus. Selama fase awal infeksi, sel NK (natural
killer) diaktifkan ketika tingkat RNA HCV meningkat dengan cepat.
Upaya gabungan dari CD4 spesifik HCV dan limfosit T CD8 dan
koekspresi interferon menurunkan replikasi virus. Eradikasi HCV oleh
limfosit T sitotoksik dapat terjadi, baik sebagai akibat dari induksi
apoptosis oleh hepatosit yang terinfeksi atau oleh pelepasan interferon
untuk menghambat replikasi virus. Tingkat apoptosis hepatosit dapat
berkorelasi dengan perjalanan penyakit. Kerusakan hati dan HCC
berhubungan dengan tingginya tingkat apoptosis hepatosit. Tingkat
apoptosis yang rendah dikaitkan dengan persistensi virus. Selain itu, sel
CD4 T-helper tidak mungkin untuk memediasi cedera hati, tetapi lebih
mungkin mencetuskan lingkungan yang kondusif untuk respon imun
lainnya yang merusak hati. Meskipun HCV menginfeksi kurang dari 10%
hepatosit, hingga 20% sel diaktifkan untuk apoptosis.
HCV merupakan tantangan yang menakutkan bagi pengendalian
kekebalan karena cepatnya diversifikasi virus. Mutasi genom HCV
terdeteksi dalam 1 tahun infeksi. Kasus-kasus yang terselesaikan dari HCV
ditentukan oleh respon T-cell yang kuat dengan tanggapan CD4 yang
sangat aktif dan respons CD4 yang persisten. Dihipotesiskan bahwa
aktivitas CD8 memediasi kekebalan protektif tetapi membutuhkan bantuan
sel CD4 untuk mempertahankan respon selama mutasi virus (Dipiro,
2008).
6. Presentasi Klinis
6.1 Hepatitis A
Gambar 4. Presentasi Klinis Hepatitis A Akut
(Dipiro, 2008).
6.2 Hepatitis B
Gambar 5. Presentasi Klinis Hepatitis Ba Kronik
(Dipiro, 2008).
6.3 Hepatitis C
Pasien dengan HCV akut sering kali asimtomatik dan tidak terdiagnosis.
Sepertiga orang dewasa akan mengalami beberapa gejala ringan dan
nonspesifik, termasuk kelelahan, anoreksia, kelemahan, sakit kuning, sakit
perut, atau urin gelap (Dipiro, 2008).
7. Tatalaksana Terapi
7.1 Hepatitis A
Menurut Matheny et al 2012, hanya pengobatan suportif yang tersedia
untuk kasus hepatitis A. Istirahat biasanya disarankan dan pasien tidak
boleh kembali bekerja atau sekolah sampai demam dan penyakit kuning
mereda. Perawatan sesuai usia untuk mual dan diare harus disediakan.
Pasien harus menghindari alkohol, tetapi bisa makan secara normal.
Hepatitis A fulminan kadang-kadang memerlukan transplantasi hati
darurat. Wanita hamil yang menderita hepatitis A memiliki peningkatan
insidensi komplikasi kehamilan dan persalinan prematur yang harus
diobati dengan tepat.
Terdapat tindakan pencegahan berupa imunisasi. Terdapat 2 jenis
imunisasi yaitu aktif dan pasif imunisasi :
IV. KASUS
Penderita laki-laki umur 76 tahun dengan diagnosis DM+HT+post
CVA+Hepatitis C, BB 78 Kg. HCV RNA kuantitatif 1.8 x 10 7. Pasien
mendapatkan terapi pegylated interferon + ribavirin sekali seminggu. Selain itu
menggunakan lantus dan exforge. Pegylated interferon mulai dosis 80 mcg SC.
Setelah pemberian 3 kali penderita berdebar-debar, dicek lab Hb 7. 0SI 97 TIBC
545, hapusan darah tepi anemia hipokrom mikrositer. Tekanan darah dan suhu
normal. Oleh dokter yang merawat pegintron dikurangi 50 mcg sekali
seminggu, ribavirin stop, diberikan sulfas ferrosus dan erythropoietin, diberikan
selang seling.
V. HASIL PRAKTIKUM
1. FORM SOAP
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE
Tn.
Presenting Complaint
Setelah 3 kali pemberian PEG-IFN pasien mengeluh berupa dada berdebar-
debar
Diagnosa banding :
Drug Allergies:
Tidak Ada alergi obat
Data Laboratorium
Berat badan 78 kg
Tinggi badan 165 cm
TD 127/80 mmHg
HR 88 kali/menit
BMI 24, 07 kg/m2
RR 20 kali/menit
Suhu 36,0 C
Hasil Laboratorium
Medical Pharmaceutical
Hepatitis C 1 Masalah:
P1.3: indikasi yang tidak diterapi
DM 1 Masalah:
C3.2: Dosis terlalu tinggi
OBJEKTIF
Hasil pemeriksaan fisik
Berat badan 78 kg
Tinggi badan 165 cm
TD 127/80 mmHg
HR 88 kali/menit
BMI 24, 07 kg/m2
RR 20 kali/menit
Suhu 36,0 C
Hasil Laboratorium
ASSESMENT
Penyakit hepatitis virus hepatitis (HCV) etiologi jarang didiagnosis atas
dasar gambaran klinis, karena perjalanan mereka biasanya asimptomatik atau
hanya gejala ringan selama bertahun-tahun. Penelitian secara konsisten
mengkonfirmasi keberadaan HCV-RNA dalam darah, yang diakui sebagai
indikator infeksi aktif, pada 0,6% populasi. Sekitar 20-40% dari infeksi akut
cenderung sembuh secara spontan. Infeksi HCV kronis bermanifestasi sendiri
setelah bertahun-tahun, dan satu dari lima pasien mengalami perubahan patologis
lanjut pada hati termasuk sirosis atau karsinoma hepatoseluler (HCC). Infeksi
HCV juga menginduksi sejumlah sindrom ekstrahepatik, yang paling sering
dicampur cryoglobulinaemia, yang menimbulkan manifestasi klinis pada 5-25%
kasus, dan limfoma non-Hodgkin B-sel (B-NHL). Kriteria dasar untuk
mendiagnosis penyakit kronis etiologi HCV adalah adanya HCV-RNA (dalam
serum darah, jaringan hati atau mononuklear darah perifer) yang bertahan
setidaknya selama enam bulan pada pasien dengan penanda penyakit hati atau
manifestasi ekstrahepatik dari infeksi. . Infeksi HCV di hati dapat menyebabkan
perubahan yang digambarkan sebagai hepatitis C kronis dan sirosis atau
karsinoma hepatoselular. Pasien terinfeksi HCV yang didiagnosis dengan sirosis
tidak perlu menunggu enam bulan untuk memulai terapi (Waldemar dkk., 2017).
Regimen SOF / VEL selama 12 minggu adalah terapi pilihan terlepas dari
tahap fibrosis baik pada pasien yang belum pernah menggunakan pengobatan dan
untuk retherapy. Ribavirin ditambahkan ke terapi dalam kasus sirosis
dekompensasi. Rejimen terapeutik alternatif adalah 12 minggu pengobatan SOF +
RBV yang berhasil pada sebagian besar pasien yang belum pernah menggunakan
pengobatan. Perawatan ini diperpanjang hingga 24 minggu pada pasien setelah
transplantasi hati dan dengan HCV viraemia tinggi atau sebelumnya diobati
dengan PegIFNa + RBV .Jika SOF + RBV tidak efektif, rejimen SOF / VEL 12
minggu atau SOF 24-minggu + Regimen DCV + RBV direkomendasikan. Pada
anak-anak durasi pengobatan yang direkomendasikan adalah 24 minggu:
PegIFNa-2b + RBV digunakan pada anak-anak di atas usia 3 tahun, dan
PegIFNa-2a + RBV - anak-anak berusia lebih dari 5 tahun (Waldemar dkk.,
2017).
Gambar 1. Rekomendasi Terapi Hepatitis C Sesuai Genotipe
MONITORING
EFEKTIFITAS
1. Pegylated interferon alfa kombinasi ribavirin : rutin cek laboratorium
terhadap nilai SVR serta monitoring parameter-parameter virus dalam
tubuh seperti HbeAg, HCV, anti HCV dan lain-lain.
2. Lantus: monitoring kadar glukosa dalam darah serta monitoring agar tidak
terjadi resiko hipoglikemia, goal terapinya adalah <180/Dl.
3. Exforge : monitoring tekanan darah pasien agar selalu dalam rentang
normal, goal terapi pasien hipertensi dengan diaebetes mellitus adalah
130/80 mmHg.
4. Fero sulfat: monitoring kadar besi dalam darah agar senantiasa pada
keadaan normal, tidak kekurangan dan tidak berlebihan.
5. Eritropoetin: monitoring kadar hemoglobin dalam darah utuk mengurangi
gejala lemas dan anemia.
EFEKSAMPING
1. Sofosbuvir : kelelahan, sakit kepala, mual muntah
2. Ribavirirn :sakit kepala, kelelahan, anemia hemolysis.
3. Lantus : hipoglikemia, sakit kepala, diare.
4. Exforge : sakit kepala, peningkatan kadar BUN.
5. Eritropoetin : mual, muntah, sakit kepala, kemerahan.
6. Fero sulfast: konstipasi, diare, gangguan gastrointestinal.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2007, Asuhan Kefarmasian untuk Penyakit Hati, Depkes RI, Jakarta.
National Service Scotland. 2018. National Clinical Guidelines for the treatment of
HCV in adults. Healthcare Improvement Scotland.
Samuel C. Matheny, Md, Mph, And Joe E. Kingery, Do. 2012. Hepatitis A.
University of Kentucky College of Medicine, Lexington, Kentucky.
European Association for the Study of the Liver (EASL), 2016. EASL
Recommendations on Treatment of Hepatitis C. J Hepatol. 57:167–185