Anda di halaman 1dari 24

JURNAL PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 3

PENYAKIT NEUROLOGI DAN PSIKIATRI


PENYAKIT PARKINSON

KELOMPOK 3
A1A Farmasi Klinis
I Komang Suartika 161200013
I Putu Yoga Riastawan 161200014
I Wayan Agus Asista Darma 161200015
Ida Ayu Nadya Istadewanthi Oka 161200016
Ida Ayu Punik Apsari 161200017
Ida Bagus Alit Mahayana 161200018

DOSEN : Dewi Puspita Apsari., S.Farm., M.Farm., Apt.


Tanggal Praktikum : Rabu, 20 Maret 2019

JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
2018
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi dari penyakit parkinson.
2. Mengatahui patofisiologi dan patogenesis penyakit parkinson.
3. Mengetahui gejala atau faktor resiko penyebab parkinson.
4. Mengetahui tatalaksana farmakologi dan non farmakologi penyakit
Parkinson.

II. DASAR TEORI


II.1 Definisi Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson (PD) merupakan penyakit neurodegeneratif sistem
ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara
patologis ditandai oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di
substansia nigra pars kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi
sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies). Parkinsonism adalah suatu
sindrom yang ditandai oleh tremor pada waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan dopamin
dengan berbagai macam sebab (Gunawan, 2007).

II.2 Etiologi Penyakit Parkinson


PD idiopatik diyakini disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan
lingkungan. Faktor risiko lingkungan yang terkait dengan pengembangan
PD termasuk penggunaan pestisida, hidup di lingkungan pedesaan,
konsumsi air sumur, paparan herbisida, dan kedekatan dengan tanaman
industri atau tambang, sementara merokok dan konsumsi kafein memiliki
beberapa peran perlindungan.
Beberapa individu telah diidentifikasi yang mengembangkan
parkinsonisme setelah injeksi sendiri l-mcthyl4-phenyl-l, 2,3,6-
tetrahydropyridine (MPTP) Hipotesis oksidasi menunjukkan bahwa
metabolisme oksidatif dopamin menghasilkan radikal bebas yang dapat
berperan dalam pengembangan atau perkembangan dari PD.
Metabolisme oksidatif dopamin mengarah pada pembentukan
hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida biasanya dibersihkan dengan
cepat oleh glutathione. Jika hidrogen peroksida tidak dibersihkan secara
memadai, dapat menyebabkan pembentukan radikal hidroksil yang
sangat reaktif yang dapat bereaksi dengan lipid membran sel untuk
menyebabkan peroksidasi lipid dan kerusakan sel. Pada PD, kadar
glutation tereduksi menurun, menunjukkan hilangnya perlindungan
terhadap pembentukan radikal bebas. Besi meningkat dalam substantia
nigra dan dapat berfungsi sebagai sumber elektron donor, sehingga
mendorong pembentukan radikal bebas. Peningkatan akumulasi zat besi
di substantia nigra dapat menjadi penyebab hiperekogenitas terlihat pada
sebagian besar pasien PD pada transkranial sonografi ", Dengan
demikian, PD dikaitkan dengan peningkatan pergantian dopamin,
penurunan mekanisme pelindung (glutathione), peningkatan zat besi
(molekul pro-oksidasi), dan bukti peningkatan peroksidasi lipid.
Mutasi pada gen alpha-synuclein dapat menyebabkan PD. Sekarang
jelas bahwa mutasi ini adalah penyebab yang sangat jarang terjadi pada
PD. Alpha-synuclein adalah komponen utama dari tubuh Lewy dalam
semua kasus PD. Badan Lewy mengandung alpha-synuclein, dan
sebagian besar juga mengandung ubiquitin, yang terkonjugasi dengan
protein yang ditargetkan untuk proteolisis. Agregasi alpha-synuclein
yang tidak normal ke dalam struktur filamen dapat mendahului
ubiquitization. Satu hipotesis menyatakan bahwa mutasi mengubah
konfigurasi alpha-synuclein dari alpha helix ke beta-structure yang dapat
teragregat menjadi lembaran. Oleh karena itu, PD dapat dikaitkan dengan
lipatan alpha-synuclein yang abnormal, yang mengarah pada agregasi
berlebihan yang menyebabkan kematian teronal. Juga, PD dapat
disebabkan oleh kelainan sistem proteosom yang bertanggung jawab
untuk membersihkan protein abnormal (Bene, 2009).

II.3 Faktor Resiko Penyakit Parkinson


Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah
sebagai berikut :
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50
sampai 200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini
berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan
neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit parkinson.
2. Geografi
Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000
orang. Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara
geografis ini termasuk adanya perbedaaan genetik, kekebalan terhadap
penyakit dan paparan terhadap faktor lingkungan.
3. Periode
Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode
mungkin berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang
episodik, misalnya proses infeksi, industrialisasi ataupn gaya hidup.
Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak terjadi perubahan besar
pada angka morbiditas antara tahun 1935 sampai tahun 1990. Hal ini
mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang berpengaruh
terhadap timbulnya penyakit parkinson.
4. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen sinuklein pada lengan
panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism
autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson,
ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di
kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan
faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia
kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun.
Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala
parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di
USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100
penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di
Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari
penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena
kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.
5. Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi
dan lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor
predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia
nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan
substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif,
salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit
parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
e. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson,
meski peranannya masih belum jelas benar
f. Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala
motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit
parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan
turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.

II.4 Patofisiologi dan Patogenesis Penyakt Parkinson


2.4.1 Patofisiologi Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin yang
masif akibat kematian neuron di substansia nigra pars kompakta.
Respon motorik yang abnormal disebabkan oleh karena penurunan
yang sifatnya progesif dari neuritransmiter dopamin.Kerusakan
progresif lebih dari 60% pada neuron dopaminergik substansia nigra
merupakan faktor dasar munculnya penyakit parkinson. Sebagaimana
sel tersebut mengalami kerusakan, maka kadar dopamin menjadi
berkurang hingga di bawah batas fisiologis. Jika jumlah neuron
dopaminergik hilang lebih dari 70 % maka gejala penyakit parkinson
akan mulai muncul. Untuk mengkompensasi berkurangnya kadar
dopamin maka nukleus subtalamikus akan over-stimulasi terhadap
globus palidus internus (GPi). Kemudian GPi akan menyebabkan
inhibisi yang berlebihan terhadap thalamus. Kedua hal tersebut diatas
menyebabkan under-stimulation korteks motorik. Substantia nigra
mengandung sel yang berpigmen (neuromelamin) yang memberikan
gambaran “black appearance” (makroskopis). Sel ini hilang pada
penyakit parkinson dan substantia nigra menjadi berwarna pucat. Sel
yang tersisa mengandung inklusi atipikal eosinofilik pada sitoplasma
“Lewy bodies”.1 Berkurangnya neuron dopaminergik terutama di
substansia nigra menjadi penyebab dari penyakit parkInson. Dopamin
merupakan salah satu neurotransmitter utama diotak yang memainkan
banyak fungsi berbeda di susunan saraf. Terdapat 3 kelompok neuron
utama yang mensintesis dopamin yaitu substansia nigra (SN), area
tegmentum ventral (VTA) dan nukleus hipotalamus, sedang kelompok
neuron yang lebih kecil lagi adalah bulbusolfaktorius dan retina.
Neuron dari SN berproyeksi ke sriatum dan merupakan jalur paling
masif meliputi 80% dari seluruh sistem dopaminergik otak. Proyeksi
dari VTA memiliki 2 jalur yaitu jalur mesolimbik yang menuju sistem
limbik yang berperan pada regulasi emosi, motivasi serta jalur
mesokortikal yang menuju korteks prefrontal. Neuron dopaminergik
hipotalamus membentuk jalur tuberinfundibular yang memiki fungsi
mensupresi ekspresI prolaktin. Terdapat 2 kelompok reseptor dopamin
yaitu D1 dan D2. Keluarga reseptor dopamin D2 adalah D2, D3, D4.
Ikatan dopamin ke reseptor D2 akan menekan kaskade biokemikal
postsinaptik dengan cara menginhibisi adenilsiklase. Keluarga
reseptor dopamine D1 adalah D1 dan D5. D1 akan mengaktifkan
adenilsiklase sehingga efeknya akan memperkuat signal transmisi
postsinaptik. Reseptor dopamin D1 lebih dominan dibanding D2,
sedang D2 lebih memainkan peranan di striatum. Densitas reseptor D2
akan menurun rata- rata 6 – 10% per dekade dan berhubungan dengan
gangguan kognitif sesuai umur.7 Neuron di stiatum yang mengandung
reseptor D1 berperan pada jalur langsung dan berproyeksi ke
GPe.Dopamin mengaktifkan jalur langsung dan menginhibisi jalur tak
langsung. Secara umum, 2 temuan neuropatologis mayor pada
penyakit parkinson adalah (Gunawan, 2007) :
a. Hilangnya pigmentasi neuron dopamin pada substantia nigra
Dopamin berfungsi sebagai pengantar antara 2 wilayah otak, yakni
antara substantia nigra dan korpus striatum dan berfungsi untuk
menghasikan gerakan halus dan motorik. Sebagian besar penyakit
Parkinson disebabkan hilangnya sel yang memproduksi dopamine
di substantia nigra. Ketika kadar dopamine terlalu rendah,
komunikasi antar 2 wilayah tadi menjadi tidak efektif, terjadi
gangguan pada gerakan. Semakin banyak dopamin yang hilang,
maka akan semakin buruk gejala gangguan gerakan (Gunawan,
2007).
b. Lewy bodies
Ditemukannya Lewy bodies dalam substantia nigra adalah
karakteristik penyakit parkinson. Alpha-synuclein adalah
komponen struktural utama dari Lewy bodies (Gunawan, 2007).

Gambar a. Potongan Horizontal Batang Otak Pasien


Dengan Penyakit Parkinson Dengan Durasi 10 Tahun
Menunjukkan Warna Pucat Pada Substansia Nigra (Tanda
Panah)
Gambar b. Gambaran Histologi Untuk Lewy Body Pada
Substantia Nigra Pars Kompakta

2.4.2 Patogenesis Penyakit Parkinson


Studi postmortem secara konsisten menyoroti adanya kerusakan
oksidatif dalam patogenesis PD, dan khususnya kerusakan oksidatif
pada lipid, protein, dan DNA dapat diamati pada substansia nigra pars
compakta (SNc) otak pasien PD sporadik. Stress oksidatif akan
membahayakan integritas neuron sehingga mempercepat degenerasi
neuron. Sumber peningkatan stress oksidatif ini masih belum jelas
namun mungkin saja melibatkan disfungsi mitokondria, peningkatan
metabolisme dopamin yang menghasilkan hidrogen peroksida dan
reactive oxygen species (ROS) lain dalam jumlah besar, peningkatan
besi reaktif, dan gangguan jalur pertahanan antioksidan.
Penurunan selektif sebesar 30-40 % pada aktivitas complex-I rantai
respirasi mitokondria ditemukan dalam SNc penderita penyakit
Parkinson (Svhapira, dkk 1990). Mitokondria terekspos oleh
lingkungan yang sangat oksidatif, dan proses fosforilasi oksidatif
berhubungan dengan produksi ROS. Banyak bukti mengarah pada
peran utama disfungsi mitokondria sebagai dasar patogenesis PD, dan
khususnya, defek mitokondria complex-I (complex-I) dari rantai
respirasi. Defek complex-I mungkin yang paling tepat menyebabkan
degenerasi neuron pada PD melalui penurunan sintesis ATP.
Beberapa studi epidemiologi memperlihatkan bahwa pestisida dan
toksin lain dari lingkungan yang menghambat complex-I terlibat
dalam patogenesis PD sporadik (Sherer, dkk, 2002a). MPTP
menghambat complex-I dan menimbulkan gejala Parkinson pada
manusia dan model binatang.
Bukti terbaru menunjukkan cacat pada ubiquitin proteasome
system (UPS) dan protein yang salah peran juga mendasari
patogenesis molekuler penyakit Parkinson. Gagasan ini didukung oleh
fakta bahwa α-synuclein, parkin, dan DJ-1 yang merupakan kelainan
genetik, saling mempengaruhi fungsi UPS maupun mitokondria, yang
mungkin menghasilkan permulaan jalur yang terlibat dalam
degenerasi neuron pada penyakit Parkinson.
Agregasi α-synuclein secara jelas menurun dari inhibisi complex-I
dan agregasi semacam itu bisa juga menghambat atau membanjiri
fungsi proteasomal. Jika inhibisi complex-I merupakan inti
patogenesis PD, maka dalam rangkaian kejadian yang dipicu oleh
agregasi α-synuclein, peningkatan stress oksidatif, dan defisit sintesis
ATP, semuanya itu bisa mengganggu fungsi normal UPS. Inhibisi
terhadap UPS akan menghasilkan akumulasi protein di samping
ditargetkan untuk degradasi, beberapa diantaranya bersifat sitotoksik,
yang dalam kombinasinya dengan bahaya oksidatif akan pasti
mengakibatkan kematian neuron dopaminergik. Parkin, UCH-L1, dan
DJ1 terlibat dalam pemeliharaan fungsi UPS, sementara PINK1,
bersama dengan parkin dan DJ1, akan meregulasi fungsi normal
mitokondria; penyakit terkait mutasi dalam gen ini akan mengarah
pada sekelompok kejadian yang mengawali kematian neuron DA.
Namun, jalur kejadian ini selain mengakibatkan inhibisi proteasome
tetapi dapat juga bolak-balik mengganggu fungsi mitokondria.
Pengamatan ini mengarah pada hubungan silang berderajat besar
antara mitokondria dan UPS, dan disfungsi pada masing-masing atau
semua sistem akan mengarah pada poin akhir yang umum dari
degenerasi neuron DA (Silitonga, 2007).
Keterangan

Gambar 2.4.2 Patogenesis Penyakit Parkinson

II.5 Gejala Penyakit Parkinson


Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non
spesifik, yang didapat dari anamnesa yaitu kelemahan umum, kekakuan
pada otot, pegal-pegal atau kram otot, distonia fokal, gangguan
ketrampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan gejala
psikiatrik (ansietas atau depresi) (Silitonga, 2007).
1. Tremor
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangeal, kadang kadang tremor seperti menghitung uang
logam (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi ekstensi atau pronasi
supinasi, pada kaki fleksi ekstensi, pada kepala fleksi ekstensi atau
menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur tertarik tarik.
Tremor terjadi pada saat istirahat dengan frekuensi 4-5 Hz dan
menghilang pada saat tidur. Tremor disebabkan oleh hambatan pada
aktivitas gamma motoneuron. Inhibisi ini mengakibatkan hilangnya
sensitivitas sirkuit gamma yang mengakibatkan menurunnya kontrol
dari gerakan motorik halus. Berkurangnya kontrol ini akan
menimbulkan gerakan involunter yang dipicu dari tingkat lain pada
susunan saraf pusat. Tremor pada penyakit Parkinson mungkin
dicetuskan oleh ritmik dari alfa motor neuron dibawah pengaruh
impuls yang berasal dari nukleus ventro-lateral talamus. Pada
keadaan normal, aktivitas ini ditekan oleh aksi dari sirkuit gamma
motoneuron, dan akan timbul tremor bila sirkuit ini dihambat.
2. Rigiditas
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis
dan otot protagonis dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas
motoneuron otot protagonis dan otot antagonis sewaktu gerakan.
Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot protagonis dan
otot antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh
luas gerakan dari ekstremitas yang terlibat.
3. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lamban sehingga gerak asosiatif
menjadi berkurang misalnya: sulit bangun dari kursi, sulit mulai
berjalan, lamban mengenakan pakaian atau mengkancingkan baju,
lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak bibir dan lidah
menjadi lamban. Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi
muka serta mimik dan gerakan spontan berkurang sehingga wajah
mirip topeng, kedipan mata berkurang, menelan ludah berkurang
sehingga ludah keluar dari mulut. Bradikinesia merupakan hasil
akhir dari gangguan integrasi dari impuls optik sensorik, labirin,
propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis. Hal ini
mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi
alfa dan gamma motoneuron.
4. Hilangnya refleks postural
Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama,
namun pada awal stadium penyakit Parkinson gejala ini belum ada.
Hanya 37% penderita penyakit Parkinson yang sudah berlangsung
selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan
kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian
kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang
akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
5. Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya
ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan
mata berkurang, disamping itu kulit muka seperti berminyak dan
ludah sering keluar dari mulut.
6. Mikrografia
Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara
graduasi menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini.
7. Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas
pada penyakit Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap
penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada, bahu
membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan
tidak melenggang bila berjalan.
8. Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring,
lidah dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata
yang monoton dengan volume yang kecil dan khas pada penyakit
Parkinson. Pada beberapa kasus suara mengurang sampai berbentuk
suara bisikan yang lamban.
9. Disfungsi otonom
Disfungsi otonom mungkin disebabkan oleh menghilangnya
secara progresif neuron di ganglia simpatetik. Ini mengakibatkan
berkeringat yang berlebihan, air liur banyak (sialorrhea), gangguan
sfingter terutama inkontinensia dan adanya hipotensi ortostatik yang
mengganggu.
10. Gerakan bola mata
Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi
menjadi sulit, gerak bola mata menjadi terganggu.
11. Refleks glabela
Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-
ulang. Pasien dengan Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip
pada tiap ketokan. Disebut juga sebagai tanda Mayerson’s sign
12. Demensia
Demensia relatif sering dijumpai pada penyakit Parkinson.
Penderita banyak yang menunjukan perubahan status mental selama
perjalanan penyakitnya. Disfungsi visuospatial merupakan defisit
kognitif yang sering dilaporkan. Degenerasi jalur dopaminergik
termasuk nigrostriatal, mesokortikal dan mesolimbik berpengaruh
terhadap gangguan intelektual.
13. Depresi
Sekitar 40 % penderita terdapat gejala depresi. Hal ini dapat
terjadi disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan
keadaan yang menyedihkan seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan
harga diri dan merasa dikucilkan. Tetapi hal ini dapat terjadi juga
walaupun penderita tidak merasa tertekan oleh keadaan fisiknya. Hal
ini disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara
anatomi keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita
Parkinson terjadi degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi
degenerasi neuron norepineprin yang letaknya tepat dibawah
substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya
diatas substansia nigra.

II.6 Presentasi Klinik


Presentasi klinik Penyakit Parkinson utamanya antara lain (Nur Hamidah,
2016).:
1. Bradykinesia atau akinesia
2. Tremor pada saat istirahat
3. Rigidity
4. Ketidakstabilan postural
Gejala motorik lainnya (Nur Hamidah, 2016).:
1. Penurunan ketrampilan dalam menggunakan tangan atau tubuh
2. Kesulitan bangkit dari posisi duduk
3. Dysarthria
4. Dystonia
5. Dysphagia
6. “Membeku” pada awal pergerakan
7. Hipomimia (berkurangnya ekspresi wajah)
8. Hipophonia (berkurangnya volume suara)
9. Mikrofagia (pengurangan penulisan huruf)
Gejala nonmotorik (Nur Hamidah, 2016).:
1. Gangguan saat tidur (insomnia, tidur siang yang berlebihan, REM
sleep behavioral disorder)
2. Gejala otonomik dan sensorik (konstipasi, hipotensi ortostatik,
pusing, disfungsi seksual, diaphoresis, sialorrhea, seborrhea, nyeri,
paresthesia, hyposmia)
3. Depresi
4. Psikosis (halusinasi, delusi)
5. Demensia
6. Gelisah
Gejala lain (Nur Hamidah, 2016).:
1. Mual
2. Mudah kelelahan
3. Penurunan berat badan
4. Jatuh

II.7 Klasifikasi Penyakit Parkinson


Klasifikasi penyakit Parkinson dibagi menjadi 4 bagian yaitu
(Hendrik, 2013) :
a) Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi
penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk
jenis ini.
b) Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain :
tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced,
misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-
ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan
kalsifikasi.
c) Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari
gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit
Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif,
sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal
(parkinsonismus juvenilis).
d) Parkinsonism herediter
Terdiri dari penyakit wilson, penyakit huntington, penyakit Lewy
bodies.

II.8 Diagnosis Penyakit Parkinson


Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan
ditemukannya gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural (Gunawan,
2007).
Diagnosis penyakit Parkinson terdiri dari 2 yaitu kriteria diagnosis
yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes dan digunakan stadium
klinis berdasarkan Hoehn and Yahr untuk penetapan berat ringannya
penyakit (Gunawan, 2007).
Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes,
dibagi menjadi 3 bagian yaitu (Gunawan, 2007) :
1. Possible
Pada kriteria ini terdapat salah satu dari gejala utama yaitu tremor
istirahat rigiditas, bradykinesia, hilangnya refleks postural
2. Probable
Bila terdapat kombinasi dua dari empat gejala utama atau bila
terdapat salah satu dari tremor saat istirahat, rigiditas, atau
bradikinesia yang asimetris atau unilateral.
3. Definite
Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala utama atau  Bila ada
dua dari tremor saat istirahat, rigiditas, atau bradikinesia dengan 1
gejala tersebut yang asimetris atau unilateral.
Kriteria Hoehn and Yahr, dibagi menjadi 5 stadium yaitu (Gunawan,
2007) :
1. Stadium 1 : gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala ringan,
terdapat gejala yang mengganggu tetapi tidak menimbulkan
kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala
yang timbul dapat dikenali orang terdekat.
2. Stadium 2 : terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan terganggu.
3. Stadium 3 : gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang.
4. Stadium 4 : terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya
untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri
sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.
5. Stadium 5 : stadium kakhetik, kecacatan total, tidak mampu
berdiri/berjalan, memerlukan perawatan intensif).
Kriteria diagnosis klinik menurut UK Parkinson’s Disease Society
Brain Bank adalah sebagai berikut (Nur Hamidah, 2016) :
1. Diagnosis sindrom Parkinson, dimana pasien memiliki gejala berupa
bradykinesia atau akinesia, ditambah minimal salah satu dari tiga
tanda berikut: 4-6 Hz tremor pada saat istirahat, rigidity, serta
ketidakstabilan postural yang tidak disebabkan oleh disfungsi visual,
vestibular, cerebellar, atau propioseptif.
2. Kriteria eksklusi untuk PP antara lain: riwayat stroke berulang,
riwayat trauma kepala berulang, post-encephalitis Parkinsonism,
dalam terapi neuroleptik saat muncul gejala, gejala unilateral yang
jelas setelah 3 tahun, supranuclear gaze palsy, gejala serebellar,
demensia berat onset awal, tanda Babinski, adanya tumor otak pada
CT-scan, dan memiliki respon negatif terhadap L-Dopa.
3. Minimal 3 dari kriteria suportif (prospektif) berikut: unilateral onset,
tremor pada waktu istirahat, perjalanan penyakit progresif, gejala
asimetri yang menetap pada sebagian besar onset, memberikan respon
yang baik (70-100%) pada L-Dopa, timbul khorea berat yang
diinduksi L-Dopa, memberikan respon terhadap L-Dopa selama 5
tahun atau lebih, serta perjalanan klinis 10 tahun atau lebih.
(Syamsudin, 2013)

II.9 Tatalaksana Terapi Penyakit Parkinson


A. Tujuan Penatalaksanaan Penyakit Parkinson
Tujuan terapi Parkinson adalah untuk meningkatkan
kemampuan motoric dan non motoric sehingga dapat meingkatkan
kualitas hidup pasien. Sasaran terapi yaitu memperbaiki
keseimbangan antara dopaminergic dan asetilkolinergik di dalam
striatum dan mencegah degenarasi syaraf lebih lanjut (Adi Jaya,
2018).
Prinsip utama terapi penyakit Parkinson yaitu
a. Terapi dimulai dengan titrasi dosis (star low dan go slow)
b. Terapi dijaga pada dosis efektif terendah
c. Jika diperlukan, dilakukan pengentian terapi secara bertahap
B. Terapi non Farmakologi
1. Perubahan gaya hidup, nutrisi, serta latihan fisik.
Perubahan gaya hidup harus dimulai sedini mungkin dan
diterapkan selama menjalani terapi parkinsonism karena dapat
meningkatkan ADL, gaya berjalan, keseimbangan, dan
kesehatan mental. Intervensi yang paling umum dilakukan
adalah menjaga nutrisi, kondisi fisik, dan interaksi sosial.
Modifikasi pola makan dapat mengatasi konstipasi, mual, tidak
teraturnya absorpsi obat, dan meminimalkan risiko hilangnya
berat badan. Pasien harus menjalani diet seimbang dan dapat
mengkonsumsi multivitamin harian bila pasien tidak makan
dengan baik. Terapi berbicara dapat membantu dalam menelan
dan kemampuan berbicara. Program latihan dan memperbanyak
aktivitas di siang hari dapat meminimalkan terjadinya tidur
siang yang berlebihan, sehingga membuat tidur malam menjadi
nyenyak. Pasien parkinsonism harus didorong untuk melakukan
peregangan, penguatan, dan latihan keseimbangan. Terapis
dapat mengajari pasien kemampuan yang dapat meningkatkan
pergerakan dan mengurangi risiko jatuh. Terapi pekerjaan dapat
meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk tetap
aktif. Dengan menjaga interaksi sosial, dapat membantu
keseluruhan menjadi baik. Oleh karena itu, pasien harus
melawan cobaan mundur dari aktivitas (Nur Hamidah, 2016).
2. Pembedahan bila pasien gagal menjalani terapi farmakologi
Terapi pembedahan utama untuk PP sebelum
dipublikasikannya deep brain stimulation (DBS) adalah
lesioning, dimana probe yang telah dipanaskan dimasukkan ke
bagian otak yang ditargetkan dengan tepat untuk
menghancurkan jaringan. Tipe pembedahan lesioning antara
lain pallidotomi (target pembedahan bagian GPi), thallamotomi
(target pembedahan bagian thalamus), dan subthallamotomi
(target pembedahan
ADLN bagian STN). Pallidotomi merupakan teknik
pembedahan yang paling banyak dilakukan untuk mengurangi
gejala motorik (deMaagd, 2015). Teknik pembedahan deep
brain stimulation dipublikasikan pada pertengahan tahun 1990.
Target pembedahan DBS yang paling sering digunakan antara
lain STN, thalamus, dan GPi (Grimes, 2012). Penelitian yang
lain menunjukkan bahwa STN merupakan area otak yang
paling baik sebagai target dalam prosedur ini (Follet, 2010).
Deep brain stimulation melibatkan penghantaran impuls
elektrik ke otak dengan cara menanamkan neurostimulator
secara subkutan. Teknik ini memerlukan pengaturan parameter
rangsangan elektrik (atau “dosis elektrik”), misal voltage,
frekuensi, dan lebar pulse secara rutin untuk mencapai terapi
optimal (Chen, 2014). Teknik ini tidak secara permanen
menghancurkan jaringan otak. Mekanisme DBS mempengaruhi
gejala motorik dan komplikasi PP belum sepenuhnya diketahui,
namun diperkirakan memodulasi sinyal thalamus dan/atau
bagian yang menghasilkan glutamat dan adenosin. Saat ini
tersedia dua alat DBS, yaitu The Activa Deep Brain Stimulation
Therapy System, yang disetujui pada tahun 1997 untuk
mengatasi tremor, baik esensial maupun yang berkaitan dengan
PP, dan The Brio Neurostimulation System, yang disetujui pada
Juni 2015 untuk membantu mengurangi gejala parkinsonism
dan tremor esensial. Deep brain stimulation kurang dapat
mengatasi masalah terkait gaya berjalan dan ketidakstabilan
postural. Pasien PP, yang masih mengalami gejala klinik, misal
fluktuasi motorik, tremor, atau dyskinesia meskipun telah
mendapat terapi farmakologi dopaminergik yang optimal, dapat
menjalani DBS. Dyskinesia akibat L-Dopa rerata dapat
berkurang hingga 69% setelah operasi. Pasien tersebut harus
bebas komorbid, misal masalah psikiatrik, demensia, atau tanda
Atypical Parkinsonism. Efek samping yang berkaitan dengan
DBS antara lain infeksi lokasi pembedahan (6,1%),
berpindahnya timah (5,1%), timah remuk (5%), perdarahan
intrakranial (3%), dan erosi kulit (1,3%). Komplikasi yang
mungkin terjadi berkaitan dengan DBS STN antara lain eyelid
opening apraxia (1,8-30%), hipoponia (4-17%), gangguan pada
cara berjalan (14%), ketidakstabilan postural (12,5%), serta
peningkatan berat badan (8,4%) (Grimes, 2012). Thallamotomi
memiliki efek samping yang lebih besar, misal gangguan
kognitif, gaya berjalan, serta keseimbangan dibandingkan
dengan DBS thalamus. DBS thalamus sangat efektif untuk
menekan tremor, terutama tremor pada lengan, namun tidak
signifikan untuk mengatasi gejala Parkinsonian lain, misal
bradykinesia, rigidity, fluktuasi motorik, atau dyskinesia.
Pallidotomi dan DBS GPi dapat mengurangi dyskinesia dan
fluktuasi “on/off”, namun tidak untuk bradykinesia. Deep brain
stimulation STN diasosiasikan dengan perbaikan tremor,
bradykinesia, rigidity, fluktuasi motorik, dan dyskinesia (Chen,
2014). Transplantasi neuron dopaminergik telah dipelajari
lebih dari 20 tahun. Transplantasi stem-cell pada pasien PP
cukup menjanjikan, namun dapat menyebabkan tebentuknya
tumor, penolakan jaringan, dan pemurnian. Neurorestorative
protein, penghantaran neurotransmitter, serta prosedur
penggantian gen saat ini masih dilakukan investigasi. Penelitian
mengenai terapi berbasis gen tercatat memiliki hasil yang
positif pada fungsi motorik, namun efeknya lebih rendah
daripada efek yang didapat setelah menggunakan L-Dopa (Nur
Hamidah, 2016).

C. Terapi farmakologi
1. Levodopa
Levodopa merupakan terapi gold standard dalam mengobati
penyakit parkinson. Levodopa merupakan precursor dopamin
yang dapat menembus Blood Brain Barrier. Levodopa
umumnya ditambah dengan karbidopa yang merupakan
inhibitor dekarboksilase perifer (PDI). karbidopa menghambat
dekarboksilasi levodopa menjadi dopamin dalam sirkulasi
sistemik, sehingga memungkinkan untuk distribusi levodopa
lebih besar ke dalam sistem saraf pusat. Levodopa memberikan
manfaat antiparkinson terbesar untuk tanda-tanda dan gejala
motorik, dengan efek samping paling sedikit dalam jangka
pendek. Namun untuk penggunaan jangka panjang levodopa
dikaitkan dengan fluktuasi motorik ("wearing-off") dan
diskinesia. Secara umum efek terapi levodopa untuk
memperbaiki rigiditas, akan tetapi kurang efektif untuk
mengatasi tremor dan gangguan keseimbangan. Terapi dengan
levodopa dimulai pada dosis rendah dan dinaikkan dosisnya
perlahan-lahan. Beberapa efek samping dari levodopa antara
lain hipotensi, diskinesia, artimia, gangguan gastrointestinal,
serta gangguan pernafasan. Selain itu dapat muncul juga
gangguan psikiatrik seperti ansietas, halusinasi pendengaran,
dan gangguan tidur (Gunawan, 2007).
2. MAO (Monoamine Oxidase)-B Inhibitor Monoamine oxidase.
MAO-B inhibitor dapat dipertimbangkan untuk pengobatan
awal penyakit. Obat ini memberikan manfaat perbaikan gejala
yang ringan, memiliki profil efek samping yang baik. Menurut
penelitian Cochrane, MAO-B inhibitor telah meningkatkan
indikator kualitas hidup sebesar 20-25% dalam jangka
panjang.Contoh dari MAO-B inhibitor adalah selegiline dan
rasagiline (Gunawan, 2007).
3. Agonis Dopamin
Agonis dopamin bekerja dengan menstimulasi dopamin
reseptor di substansia nigra dan efektif untuk memperlambat
munculnya komplikasi motorik seperti diskinesia jika
dibandingkan dengan levodopa. Agonis dopamin dapat
digunakan untuk mengatasi gejala motorik pada tahap awal
dan kurang baik untuk mengatasi gejala motorik pada stadium
akhir. Contoh dari agonis dopamin adalah bromokriptin,
pramipexole, ropinirole. Efek samping seperti mengantuk,
halusinasi, edema, dan gangguan kontrol impuls (Gunawan,
2007).
4. Antikolinergik
Antikolinergik efektif untuk mengontrol tremor pada
stadium awal dari penyakit parkinson, tetapi tidak efektif untuk
mengatasi bradikinesia dan instabititas postural. Pada penyakit
parkinson gangguan ekstrapiramidal dapat terjadi akibat kadar
dopamin menurun menyebabkan gangguan keseimbangan
antara dopaminergik dengan asetilkolin yang meningkat.
Pemberian antikolinergik akan menyeimbangkan dopamin dan
asetilkolin. Obat-obat ini harus diberikan dengan dosis rendah
pada awal dan ditingkatkan perlahanlahan untuk
meminimalkan efek samping, yang meliputi gangguan memori,
konstipasi, mulut kering, dan retensi urin. Antikolinergik yang
paling umum digunakan adalah trihexyphenidyl (Gunawan,
2007).
5. Amantadine
Amantadine adalah agen antivirus yang memiliki aktivitas
antiparkinson.Mekanisme kerjanya tidak sepenuhnya
dipahami, tetapi amantadine diduga mempotensiasi respon
dopaminergik di susunan saraf pusat. Obat ini dapat
melepaskan dopamin dan norepinefrin dari lokasi
penyimpanan dan menghambat reuptake dopamin dan
norepinefrin. Efek samping amantadine adalah disorientasi,
halusinasi, mual, sakit kepala, pusing, dan insomnia
(Gunawan, 2007).

Gambar C. Aloritma Penatalaksanaan Penyakit Parkinson


III. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
1. Form SOAP
2. Form Medication Record
3. Catatan Minum Obat
4. Kalkulator Scientific
5. Laptop dan koneksi internet
2. Bahan
1. Text book
2. Data nilai normal laboratorium
3. Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis)

IV. STUDI KASUS


Bapak D, usia 58 th, dating ke poli syaraf dengan keluhan tangan
gemetar sejak 6 bulan yang lalu, dan semakin meningkat terus menerus
sehingga mengganggu aktivitasnya. Selain itu tangan, kaku dan badan
terasa pegal. Bapak D mendapatkan obat citicoline 500 mg (2 X 1),
levodopa 500 mg (3 X 1), asam folat 1000 mg (2 X 1). Ia merasa sangat
mual dan telah muntah sebanyak tiga kali selama beberapa hari terakhir.
DAFTAR PUSTAKA

Adi Jaya, Made Krisna, Dkk. 2018. Modul Praktikum Farmakoterapi Iii
(Penyakit Neurologi Dan Psikiatri). Denpasar : Institut Ilmu Kesehatan
Medika Persada Bali

Bene, Raphael, Dkk. 2009. Parkinson's Disease. Acta Clin Croat.Vol.48. No.3.
Pages : 377-380

Gunawan, Dkk. 2017. Parkinson Dan Terapi Stem Sel. Mnj. Vol.03. No.01.
Pages : 39-46

Hendrik, LN. 2013. Depresi berkorelasi dengan rendahnya kualitas hidup


penderita parkinson. Tesis Universitas Udayana.

Nur Hamidah, Silvia. 2016. Studi Penggunaan Antiparkinsonian Pada Pasien


Parkinsonism (Penelitian Dilakukan Di Unit Rawat Jalan Saraf Dan
Geriatri Rsud Dr. Soetomo Surabaya). Surabaya : Universitas airlangga

Silitonga, Robert. 2007. Tesis : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kualitas Hidup Penderita Penyakit Parkinson Di Poliklinik Saraf Rs Dr
Kariadi. Semarang : Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai