Anda di halaman 1dari 21

JURNAL AWAL PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI I

PRAKTIKUM IV
PENYAKIT JANTUNG KORONER
STEMI (ST-ELEVASI MYOCARD INFRACTION)

Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 3 Juni 2020


KELAS : A3D
KELOMPOK :V
NAMA :
Feliana Gita 18021137
Ayu Felia Firmayanthi 18021138
Cici Kurnia Yousanti 18021139
I Gede Yuda Sanjaya 18021140
I Wayan Pajar Pangestu 18021141
I Gusti Ngurah Satria Mahottama 18021142

NAMA DOSEN: Ida Bagus Nyoman Maharjana, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2020
PRAKTIKUM IV
PENYAKIT JANTUNG KORONER
STEMI (ST-ELEVASI MYOCARD INFRACTION)

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi penyakit STEMI.
2. Mengatahui patofisiologi penyakit STMI.
3. Mengetahui tatalaksana penyakit STMI (Farmakologi & Non-Farmakologi).
4. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit STMI secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP.

II. DASAR TEORI

2.1. Definisi ST Elevation Myocardial Infraction (STEMI)


Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung
yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark. Infark miokard
akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct) merupakan bagian
dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak
stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST (PERKI, 2015).
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid.11 Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu istilah
atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum gejala meliputi :
unstable angina, Non ST elevation myocardial infraction (NSTEMI) dan ST elevation
myocardial infraction (STEMI). STEMI ditunjukkan dengan (ACCF/AHA, 2013;
Alldredge, 2013; Anderson, 2007) :
a. Oklusitrombus 90% padaarteri koroner yang dibuktikan dengan
angiografik.
b. Perubahan EKG STEMI meliputi gelombang hiperakut T danST elevasi
yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis.
c. Troponin adalah biomarker terbaik untuk memprediksi kerusakan jantung
sehubungan dengan infark miokard.

2.2. Patofisiologi STEMI


Proses terjadinya aterosklerosis (initiation, progression dan complication plak
aterosklerotik) berjalan dalam waktu yang lama, secara bertahap berjalan dari sejak
usia muda bahkan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak garis lemak
(fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada
usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak pada pembuluh darah)
sehingga terjadi penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Aterosklerosis
merupakan proses pembentukan plak akibat akumulasi beberapa bahan seperti cells
foam (sel makrofag yang mengandung lipid), massive extracellular lipid, dan plak
fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen (ACCF/AHA, 2013; Alldredge,
2013).
Patofisiologi Sindrom Koroner Akut disebabkan oleh obstruksi dan oklusi
trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan adanya plak aterosklerosis yang
mengalami rupture atau erosi. Penyebab utama Sindrom Koroner Akut dipicu oleh
rupture, fisur atau erosi plak aterosklerotik adalah karena kondisi plak aterosklerotik
yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core
besar, fibrous cap tipis, dan plak penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel
limfosit T dan lain-lain (ACCF/AHA, 2013; Alldredge, 2013).
Gambar 1. Proses Aterosklerosis pada plak Aterosklerosis
Rupture, fisur atau erosi plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding
arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan faktor-
faktor lain dalam jaringan) ke dalam aliran darah, sehingga menginduksi adhesi,
aktivasi dan agregasi thrombosit serta pembentukan fibrin membentuk thrombus.
Trombus pada arteri jantung inilah yang mengakibatkan terjadinya oklusi koroner
total atau subtotal. Hal ini menyebabkan suplai oksigen menjadi semakin berkurang
yang berakibat terjadinya nekrosis jaringan dan dapat mengakibatkan kematian otot
jantung (ACCF/AHA, 2013; Alldredge, 2013).

Gambar 2. Proses adhesi, aktivasi dan agregasi platelet kemudian terbentuk thrombus
2.3. Diagnosis Awal

Manajemen termasuk diagnosis dan pengobatan AMI dimulai pada titik


kontak medis pertama (FMC), yang didefinisikan sebagai titik di mana pasien
awalnya dinilai oleh paramedic atau dokter atau petugas medis lainnya di tempat pra
rumah sakit, atau pasien tiba di bagian gawat darurat rumah sakit dan oleh karena itu
sering di rawat jalan. Diagnosis kerja Infark miokard pertama-tama harus dilakukan.
Hal ini biasanya didasarkan pada riwayat nyeri dada berlangsung selama 20 menit
atau lebih, tidak merespons nitrogliserin. Petunjuk penting adalah sejarah CAD dan
radiasi Sakit pada leher, rahang bawah atau lengan kiri. Rasa sakitnya mungkin tidak
parah. Beberapa pasien hadir dengan gejala yang kurang khas, seperti mual / muntah,
sesak napas, letih, jantung berdebar-debar, penderita diabetes atau lanjut usia, dan
lebih jarang menerima terapi reperfusi dan terapi berbasis bukti lainnya daripada
pasien dengan presentasi nyeri dada yang khas. Registries menunjukkan bahwa
sampai 30% pasien dengan STEMI hadir dengan atipikal gejala. Kesadaran akan
presentasi atipikal ini dan akses liberal terhadap angiografi akut untuk diagnosis dini
mungkin terjadi memperbaiki hasil pada kelompok berisiko tinggi ini (PERKI, 2015).

Diagnosis STEMI yang tepat waktu adalah kunci keberhasilan manajemen.


Pemantauan EKG harus dimulai sesegera mungkin, pasien dengan dugaan STEMI
untuk mendeteksi aritmia yang mengancam nyawa dan biarkan defibrilasi segera jika
diindikasikan. EKG 12 sadapan harus diperoleh dan diinterpretasikan sesegera
mungkin pada titik FMC (PERKI, 2015).

2.4. Terapi STEMI


Tujuan terapi pasien ST elevation myocardial infraction (STEMI) (ACCF/AHA,
2013):
1. Untuk meminimumkan total ischemic time sehingga mengurangi morbidity dan
mortality yang disebabkan oleh ST elevation myocardial infraction (STEMI).
2. Untuk pencegahan reocclusion arteri koroner, pencegahan komplikasi, dan
kematian,
Skema penatalaksanaan ST elevation myocardial infraction (STEMI) secara umum

Penatalaksanaan pada saat ONSET terjadinya


dapat dilihat pada gambar di bawah ini (ACCF/AHA, 2013) :

Penatalaksanaan Pada Saat Prehospital


Penatalaksanaan Pada Saat di UGD
Secondary Prevention

HOSPITAL

STEMI
Non-farmakologi

Farmakologi

Gambar 3. Skema Penatalaksanan STEMI


1. Prehospital

Apabila pasien merasakan rasa nyeri pada dada (chest discomfort), maka kita
melihat dulu apakah pasien memang memiliki riwayat sakit jantung dan apakah
pasien telah menerima peresepan nitrogliserin (NTG). Apabila pasien sudah
menerima peresepan nitrogligerin sebelumnya dan saat kejadian pasien masih
memiliki nitrogliserin, maka tindakan pertama yang dapat dilakukan pasien untuk
mengatasi nyerinya adalah dengan memberikan nitrogliserin tersebut satu kali
dosis dengan rute sublingual. Jika 5 menit setelah pemberian nitrogliserin, pasien
masih mengeluhkan rasa nyeri (chest discomfort), maka pasien harus dibawa ke
Rumah Sakit untuk mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut. Jika 5 menit
setelah pemberian nitrogliserin, pasien sudah tidak mengeluhkan nyeri (chest
discomfort) maka dilakukan managemen angina pektoris stabil (Spinler et al,
2008).
Pasien merasakan nyeri pada daerah dada (chest discomfort)

Apakah sebelumnya pasien pernah mendapat


resep nitrogliserin?

Tidak Ya

Apakah nyeri atau rasa tidak enak Berikan nitrogliserin 1x


dada (chest discomfort) membaik dosis sublingual
atau tidak setelah 5 menit?

Apakah nyeri/ rasa tidak enak dada tetap


terjadi setelah 5 menit pemberian
nitrogliserin 1x dosis secara sublingual?
Tidak Ya

Konsultasi Telpon Rumah Sakit Ya Tidak


kedokter

Pasien diberi aspirin dosis 162-325 Penatalaksanaan guidline


mg jika tidak dikontraindikasikan ACC/AHA 2002 mengenai
atau segera dibawa ke rumah sakit pasien kronis angina stabil.

Gambar 4. Skema Penatalaksanaan Prehopistal STEMI

Jika sudah sejak awal pasien tidak pernah diresepkan dengan nitrogliserin,
maka dilihat dulu apakah rasa nyeri (chest discomfort) dalam waktu 5 menit membaik
atau memburuk. Jika 5 menit nyeri sudah hilang, maka pasien direkomendasikan
untuk berkonsultasi dengan dokter. Jika 5 menit nyeri dada atau rasa tidak enak pada
dada (chest discomfort) tidak membaik, maka pasien harus dibawa ke Rumah Sakit
untuk mendapatkan penangan medis. Pada saat di EMS (Emergency system), pasien
dapat diberikan terapi nitrogliserin sublingual (maksimal 3X dosis sejak awal
terjadinya nyeri) dan aspirin dosis 162 mg-325mg. Skema penatalaksanaan
prehospital STEMI dapat dilihat pada gambar 2.4.2.(Spinler et al, 2008).

2. Hospital
a. Oksigen

Tambahan oksigen harus diberikan pada penderita STEMI selama 6 jam


pertama bila penderita dengan desaturasi oksigen arteri (SaO2 < 90%) 2-4
liter/menit(Spinler et al, 2008).

b. Nitrogliserin

Pasien yang sedang mengalami gejala iskemik harus menerima nitroglyserin


0,4 mg SL tiap 5 menit dengan total 3x dosis. Jika nitrogliserin yang diberikan tidak
memberikan perbaikan terapi sebaiknya pasien mendapatkan nitrogliserin intravena.
Nitrogliserin intravena diberikan 48 jam pertama setelah STEMI untuk pengobatan
persisten iskemia, congestive heart failure (CHF), atau hipertensi (Level of Evidence:
B) (Spinler et al, 2008).

Nitrogliserin dapat mengurangi preload dan after load pada arteri peripheral
dan dilatasi vena, relaksasi pada arteri koroner epicardial dan pelebaran pembuluh
darah collateral. Nitrat tidak boleh diberikan kepada pasien yang telah menerima
inhibitor fosfodiesterase untuk disfungsiereksi dalam 24jam terakhir (48jam untuk
tadalafil) (Spinleret al, 2008).

Pencegahan sekunder baik dengan terapi farmakologi maupun non


farmakologi dilakukan pada pasien yang sudah melewati masa akut STEMI dengan
tujuan untuk mengatasi faktor resiko dan mencegah terjadinya serangan ulang.
 TerapiFarmakologi
1) Antiplatelet
Antiplatelet diberikan untuk mencegah serangan ulang. Aspirin diberikan
saat pasien dalam masa pemulihan STEMI dengan dosis 75-162 mgatau
klopidogrel (jika pasien intoleransi dengan aspirin) dengan dosis 75 mg
(Level of Evidence: A).
2) KontrolTekananDarah
a) Target tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg dan kurang dari 130/80
mmHg untuk pasien dengan diabetes atau gagal ginjal kronis (Level of
Evidence: B).
b) Modifikasi gaya hidup (pengendalian berat badan, diet, aktivitas fisik,
dan pembatasan natrium) dimulai pada semua pasien dengan tekanan
kurang dari120/80 mm Hg (Level of Evidence: B).
3) Manajemen Kadar Lemak
a) Diet yang rendah lemak jenuh dan kolesterol (Level of Evidence: A).
b) Konsumsi makanan yang mengandung asam lemak omega-3, buah-
buahan, sayuran, serat, dan biji-bijian harus ditingkatkan (Level of
Evidence: A).
c) Asupan kalori harus seimbang dengan kebutuhan energi (Level of
Evidence: A).
d) Target kadar LDL kurang dari 100 mg/dL (Level of Evidence: A).
e) Pasien dengan kadar LDL-100 mg/dL atau lebih dapat
direkomendasikan menggunakan obat golongan statin atau golongan
fibrat (Level of Evidence: B).
f) Latihan fisik atau olahraga, menurunkan berat badan dan berhenti
merokok (Level of Evidence: B).
g) Evidence studi cohort prospektif dengan pasien 5528 yang menerima
statin dan 14071 tidak menggunakan statin saat keluar dari rumah sakit,
menggambarkan bahwa pada tahun pertama angka kejadian kematian
sebanyak 9,3% (kelompok tidak menggunakan statin) dan 4,0 %
(kelompok statin).
4) Manajemen Diabetes
Perubahan pola hidup dan penggunaan obat antidiabetes ditujukan untuk
mencapai kadar < 7% (Level of Evidence: B).
Evidence penelitian RCT yang dilakukan selama 10 tahun dengan
intervensi perubahan pola hidup menunjukkan cost-effectiveness dalam
manajemen diabetes.
(Spinler et al, 2008).

 Terapi Non Farmakologi


1) Manajemen Berhenti Merokok
2) Pasien STEMI yang memiliki riwayat merokok dan dalam masa pemulihan
harus berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok (Level of
Evidence: B).
3) Manajemen Berat Badan
4) Indeks masa tubuh yang dijadikan target berkisar 18,5-24,9 kg/m2. Target
lingkar pinggang kurang dari 40 inci pada pria dan 35 inci pada perempuan
(Level of Evidence: B).
5) Aktifitas Fisik
6) Pasien pasca STEMI harus dimotivasi untuk melakukan aktifitas fisik
minimal 30 sehari atau setidaknya 3-4 kali per minggu (berjalan, bersepeda
dan lainnya) (Level of Evidence: B).
(Spinler et al, 2008).
III. ALAT DAN BAHAN
3.1. ALAT
1. Form SOAP
2. Form Medication Record
3. Catatan Minum Obat
4. Kalkulator Scientific
5. Laptop dan Koneksi Internet
3.2. BAHAN
1. Text Book (Dipiro, Koda Kimble, DIH,ECS,JNC)
2. Data Nilai Normal Laboratorium
3. Evidence Terkait (Journal,Systematic Review, Meta Analysis)

IV. STUDI KASUS


1. Patient’s Database
Nama : Tn. BY
Tgl MRS : 15/7/2014 pk. 07.50
Usia : 52 tahun
Jenis kelamin : Pria
Berat Badan : Kira-kira >100 kg
Tinggi Badan : 180 cm
Riwayat Alergi : N/A
Past Medical history : Angina, Obesitas
Social history : Pasien merokok, bekerja sbg sales representatives
Family history : Ayah meninggal karena pneumoni pd usia 70 thn, ibu
dan adik
laki-laki masih hidup, keduanya menderita DM tipe II
Medical history : Nifedipin (dosis tdk tahu), ISDN (dosis tdk tahu)
2. Soap Note’s
2.1. Subjective
Keluhan sakit didada kira-kira 2 jam, sesak napas, berkeringat dingin, dada
dan bahu kiri terasa berat.
2.2. Objective
Physical Examination
Tgl Blood Heart rete Temperatur Respiratory
pressure (/min) (ºC) rate (/min)
(mmHg)
15/7/2014 150/110 112 37.0
(saat MRS)

Hasil EKG : Elevasi interval ST 2-3 mm di leads V2-V4


Diagnosis Dokter : Anterior Myocardial Infarction

Laboratory and Diagnostic Test Result


Laboratory test Nilai normal Unit Hari ke-1
15/7
WBC 4-10 x109L 6,1
Hb 12,1-15,1 g/dL 14,2
HCT 40-52 % 44,0
PLT 150-440 x109L 167
MCV 80,0-97,6 µm3
Natrium 135-145 mMol/L 138
Kalium 3,6-5,0 mMol/L 3,8
Klorida 97-110 mMol/L
CO2/HCO3 22-26 mMol/L
Bilirubin total 0,3-1,1 mg/dL
Bilirubin direct 0-0,3 mg/dL
SGOT/AST 11-47 U/L
SGPT/ALT 7-53 U/L
ALP (alkaline 38-126 U/L
phosphatase)
Albumin 3,5-5,5 g/dL 4,3
BUN 6-20 mg/dL 17
Creatinine 0,6-1,1 mg/dL 1,2
Creatinine mL/min
clearance
Troponin I <0,02 ng/mL 4,3
aPTT 25-32 detik 17
INR 1,0-1,1
Triglyceride mg/dL 372
Total cholesterol mg/dL 219
HDL- cholesterol mg/dL
LDL- cholesterol mg/dL
Gula darah puasa mg/dL 324
Total ca 8,6-10,3 mg/dL
PO4 2,5-4,5 mg/dL

Current Medication
Drug Dose Freq. Route Time 15/7
Aspirin 320mg 1x1 Oral Pagi  Pk.
08.15
Siang
Sore
Malam
Clopidogrel 300mg 1x1 Pagi  Pk. 08.15
Siang
Sore
Malam
Metocloprami 10mg i.v. Pagi  Pk. 08.15
d Siang
Sore
Malam
Morphine 5mg i.v. Pagi  Pk. 08.15
Siang
Sore
Malam
LAMPIRAN
1. FORM SOAP
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE

Tn. / Ny.

Jenis Kelamin : Tgl. MRS :


Usia : Tgl. KRS :
Tinggi badan :
Berat badan :
Presenting Complaint

Diagnosa kerja :
Diagnosa banding :

 Relevant Past Medical History:

Drug Allergies:

Tanda-tanda Vital tgl tgl tgl tgl tgl tgl


Tekanan darah
Nadi
Suhu
RR

Medication
No. Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi
digunakan (literatur)
1

8
LABORATORY TEST
Test (normal range) Tgl Tgl
WBC (4000-10000/mm3)
Hb (L: 13-17 g/dL)
RBC (4-6x106/mm3)
Hct (L:40-54%)
PLT (150000-450000/mm3)
Gula darah puasa (76-110 mg/dL)
Gula darah 2 jam PP (90-130 mg/dL)
Cholesterol (150-250 mg/dL)
TG (50-200 mg/dl)
Uric acid (L:3,4-7 mg/dL)
Albumin (3,5-5,0 g/dL)
SGOT (0-35 u/L)
SGPT (0-37 u/L)
BUN (10-24 mg/dL)
Kreatinin (0,5-1,5 mg/dl)
Natrium (135-15 mEq/L)
Kalium (3,5-5,0 mEq/L)

No Further Information Required Alasan


1.
2.
3.

Problem List (Actual Problem)


Medical Pharmaceutical
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7

PHARMACEUTICAL PROBLEM

Subjective (symptom)
Objective (signs)

Assesment (with evidence)

Plan (including primary care implications)

Monitoring
 Efektivitas
 Efek Samping Obat
2. Form Medication Record

Nama Pasien Tanggal Waktu Nama Obat Dosis Obat Alergi Obat dan Tanda
Diberikan Obat Pemberian Obat Reaksi Alergi Tangan
Apoteker
3. Form Medication Reminder

Nama Pasien : Dokter Pemeriksa :


Umur : Apoteker :

Bulan / Tahun
Nama (Tanggal Pemberian Obat)
Waktu
Obat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 24 2 2 2 2 2 30
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 5 6 7 8 9
Pagi
Siang
Sore
Malam
Pagi
Siang
Sore
Malam
DAFTAR PUSTAKA

ACCF/AHA guidelines. 2013. ACCF/AHA Guidelines for the Management of ST-


Segment Elevation. American College of Cardiology Foundation and the
American Heart Association, Inc.
Alldredge, Brian K., et all. 2013. Koda-Kimble and Young’s Applied Therapeutics :
The Clinical Use of Drugs. Tenth Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Anderson JL, Adams CD, Antman EM, Bridges CR, Califf RM, Casey DE, et.al.
Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina/Non–ST-
Elevation Myocardial Infarction. A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines
(Writing Committee to Revise the 2002 Guidelines for the Management of
Patients With Unstable Angina/Non–ST-Elevation Myocardial Infarction).
2007;50(7).
PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut, Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Vol. 3.
Spinler SA., Denus SD. 2008. Acute Coronary Syndromes. In: Talbert RL, editors.
Pharmacotherapy – A Pathophysiologic Approach 7 thed. New York: The Mc
Grow-Hill Companies, Inc

Anda mungkin juga menyukai