Anda di halaman 1dari 14

II.

FORM SOAP
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE

Tn./Ny. RW
Jenis Kelamin : Perempuan Tgl. MRS :-
Usia : 55 Tahun Tgl. KRS :-
Tinggi badan : Ideal
Berat badan : Ideal
Presenting Complaint
Pasien tidak tidur sejak 3 hari yang lalu karena pasien merasa dirinya tidak capek atau lelah.
Pasien merasa jika tidur itu akan menghabiskan waktunya untuk memperbaiki sosok
dirinya. Pasien juga mengatakan aktif ikut dalam kegiatan sosial dan aktif melakukan
kegiatan rumah tangga. Setahun yang lalu pasien juga pernah mengalami kejadian serupa
dikarenakan ketakutan dan kecemasan yang berlebihan. Akhir tahun 2014, pasien
datangberobat karena pasien banyak melamun dan bicara tidak jelas. Awal tahun 2015,
pasien datang karena mengamuk dan membanting barang. Setelah menjalani pengobatan,
maka perilaku pasien banyak mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.

Diagnosa kerja : Gangguan afektif bipolar, episode kini mania yaitu hipomania
Diagnosa banding :-

Relevant Past Medical History


-

Drug Allergies: -

Tanggal
Tanda-tanda Vital
5 juni 2015

Tekanan darah (mmHg) 171/101

HR (x/menit) 127
RR (x/menit) 20
Suhu (oC) 36,3

Medication
No. Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi
digunakan (literatur)
carbamazepine Untuk pengobatan 3 X 3 tab (500 2 X 1 tab (200
1
bipolar yaitu hipomania mg) mg)

Laboratury Jauni 2015


test Tgl
WBC
Granulosit
Hb
GDP
GDA stick
BUN
NA+
NORMAL
Kalium
Klorida
TG
LDL-C
UA
Kolesterol
Total
No. Further Information Alasan Jawaban
Required
1 Bagaimana riwayat Agar dapat memberikan terapi Tidak ada
pengobatan pasien yang sesuai kepada pasien
sebelumnya ?
2 Apakah pasien saat ini Agar dapat memberikan terapi Mengkonsumsi
sedang mengkonsumsi yang sesuai kepada pasien carbamazepine
obat ?
3 Berapa lama episode gejala Untuk mengetahui klasifikasi Seminggu bias
berlangsung ? penyakit bipolar yag dialami terjadi 4- 5 kali
pasien
4 Apakah pasien cepat marah Untuk mengetahui klasifikasi Iya pasien mudah
atau mudah tersinggung ? penyakit bipolar yag dialami marah marah
pasien (intensitasnya
tinggi)

Problem List (Actual Problem)


No. Medical Pharmaceutical
1. Belum diberikan terapi untuk P1.3 Gejala atau indikasi yang tidak
menurunkan tekanan darah pasien, diobati.
diberikan terapi non farmakologi
2 Dosis carbamazepine yang diberikan C.3.2 Dosis obat terlalu tinggi
kepada pasien terlalu tinggi
PHARMACEUTICAL PROBLEM

 SUBJECTIVE (SYMPTOM
Pasien tidak tidur sejak 3 hari yang lalu karena pasien merasa dirinya tidak capek atau
lelah. Pasien merasa jika tidur itu akan menghabiskan waktunya untuk memperbaiki sosok
dirinya. Pasien juga mengatakan aktif ikut dalam kegiatan sosial dan aktif melakukan
kegiatan rumah tangga. Setahun yang lalu pasien juga pernah mengalami kejadian serupa
dikarenakan ketakutan dan kecemasan yang berlebihan. Akhir tahun 2014, pasien
datangberobat karena pasien banyak melamun dan bicara tidak jelas. Awal tahun 2015,
pasien datang karena mengamuk dan membanting barang. Setelah menjalani pengobatan,
maka perilaku pasien banyak mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.

 OBJECTIVE (SIGNS)
1. TD :171/101 mmHg
2. Nadi : 127 kali/menit
3. Respirasi : 20 kali/menit
4. Suhu : 36,30C

 ASSESSMENT
Berdasarkan gejala yang dialami pasien Ny. RW dapat ditegakan diagnosis bahwa
pasien mengalami bipolar klasifikasi mania yaitu hipomania
Problem Medik Terapi DRP
Tekanan darah pasien - - P1.3 Gejala atau
belum diberika terapi, indikasi yang tidak
diobati.
- Evidance Base Medicine
Untuk menurunkan tekanan darah pasien
diberikan terapi non farmakologi yaitu senam
yoga. Berdasarkan EBM Berdasarkan data
evidence base medicine latihan yoga
berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah
sistolik dan diastolik penderita hipertensi. Hal
ini sesuai dengan jurnal yang dikemukakan
oleh Cramer., et al., (2014) dengan judul
“Yoga For Hypertension” bahwa pemberian
yoga yang dilakukan secara rutin, yaitu selama
8 minggu, dapat berpengaruh secara signifikan
terhadap perubahan tekanan darah pada
penderita hipertensi. Selain itu menurut jurnal
yang dikemukakan oleh Hagins., et.al (2013)
yang berjudul ”Effectiveness Of Yoga For
Hypertension” dengan menggabungkan 3
unsur dari latihan yoga (postur, meditasi, dan
pernafasan) yang melibatkan 18 orang dewasa
dengan hipertensi, dapat menurunkan tekanan
darah sitolik 7 mmHg, dan tekanan diastolik 5
mmHg. Berdasarkan penelitian pada semua
lansia yang mengalami hipertensi di Kabupaten
Sidoarjo , diantaranya 50 responden dipilih
sesuai criteria inklusi, dengan menggunakan
teknik sampling probability sampling dengan
metode simple random sampling. Hasil yang
diperoleh yaitu Penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat perubahan tekanan darah
setelah dilakukan senam yoga selama 4
minggu yaitu 42 responden (84%) yang
mengalami penurunan dan 8 responden (16%)
tetap. Sehingga hasil penelitian ini
menunjukkan ada pengaruh senam yoga
terhadap perubahan tekanan darah pada lansia
yang mengalami hipertensi di Kabupaten
Sidoarjo, dengan nilai (p value = 0,000) < dari
standart significan (α = 0,05) (Erieska dan
Ardiyanti, 2018).
Problem Medik Terapi DRP
Dosis obat - - C 3.2 Dosis Obat
carbamazepine terlalu Terlalu tinggi
tinggi - Evidance Base Medicine
Menurut guidline dosis awal carbamazepine
yaitu 2 X 1 tab ( 200 mg) (Uzlifatul dkk, 2018)

 PLAN
a. Terapi farmakologi yang dapat direkomendasikan kepada pasien A berupa:
Problem Terapi Dosis EBM
medic
Carbamazepine Diberikan Evidance base medicine
dengan dosis 2 carbamazepine vs
X 1 tab (200 chlorpromazine yaitu dalam
mg)/ hari PO studi, sekitar 10% lebih banyak
(Uzlifatul dkk, pasien yang menerima
2018) carbamazepine menunjukkan
respons sedang sampai nyata
Bipolar dibandingkan dengan
klasifikasi chlorpromazine. Lerer et al.
mania (1987) menemukan perbedaan
yaitu nosignif dalam efek antimania
Hipomania antara carbamazepine dan
lithium lebih dari 4 minggu
(meskipun carbamazepine
memberikan efek yang lebih
rendah), dan Small et al. (1991)
mengamati peningkatan yang
sama selama 8 minggu.
Carbamazepine telah
menunjukkan efek antimania
serupa dengan antipsikotik dan
lithium. Perbandingan double-
blind (mulai dari 3 hingga 5
minggu) dengan
chlorpromazine
(carbamazepine dengan dosis
300-900 mg vs. chlorpromazine
dengan dosis 150-450 mg)
(Okuma et al., 1979) atau
haloperidol (carbamazepine
dengan dosis 600-1200 mg vs
haloperidol dengan dosis 5–30
mg / hari) (Stoll et al., 1986)
telah menunjukkan khasiat
yang sama, Dalam studi ini,
haloperidol dan chlorpromazine
dikaitkan dengan tingginya
tingkat kejadian episode.
Evidance base medicine
carbamazepine vs lithium yaitu
pada studi double-blind secara
konsisten serupa, dengan dosis
mulai dari 200 hingga 1200 mg
/ hari carbamazepine dan dari
400 hingga 1200 mg / hari
untuk lithium lebih dari 4-8
minggu. Efektivitas
carbamazepine untuk
mengobati gangguan bipolar
telah disarankan dalam
prospektif baru-baru ini,
penelitian terbuka yang
dilakukan dalam penggunaan
pada pasien rawat jalan,
carbamazepine (dititrasi
menjadi 7-10 mg/L)
dibandingkan dengan lithium
(dititrasi menjadi 0,8-1,2
mequiv./L) dan natrium
divalproex (85-110 mg/L) pada
42 pasien dengan episode
manic campuran atau episode
manic campuran (hipnomania).
Baik carbamazepine dan
lithium menunjukkan tingkat
respons 38% pada Young
Mania Rating Scale (YMRS).
beberapa penelitian lebih lanjut
perbandingan double-blind
telah menunjukkan efektivitas
kepada pasien rawat inap
penggunaan carbamazepine
yang tidak tahan terhadap
lithium, menunjukkan bahwa
monoterapi karbamazepine
cocok untuk kelompok ini
(Robert and Siegfried, 2005)
b. Terapi non farmakologi yang dapat direkomendasikan kepada pasien ny. RW dapat
berupa;
1. Terapi non farmakologi untuk penyakit bipolar klasifikasi hipomania yaitu :
Diberikan terapi intervensi social, berdasarkan data EBM bahwa intervensi
psikososial merupakan tambahan efektif untuk dalam stabilisasi dan pencegahan
episode bipolar. Sebuah meta-analisis dari 7 percobaan acak yang dilakukan
sebelum tahun 2003 menyimpulkan bahwa psikoterapi tambahan lebih efektif
daripada obat saja dalam pencegahan kambuh. Program Peningkatan Pengobatan
Sistemik untuk Gangguan Bipolar (STEP-BD) menemukan bahwa pasien bipolar
yang menerima pengobatan bersama dengan intervensi psikososial yang berbeda
pulih dari episode depresi rata-rata 110 hari lebih cepat daripada pasien yang
menerima obat dan psikoedukasi minimal (PE). Sebuah studi baru-baru ini
menemukan bahwa 17 dari 18 uji coba kontrol acak menunjukkan bahwa
perawatan individu, keluarga, kelompok dan perawatan sistematik efektif dalam
kombinasi dengan farmakoterapi dalam menunda kambuh, menstabilkan episode,
dan mengurangi panjang episode. Adapun intervensi psikoterapi yang digunakan
dalam pengobatan bipolar pada kasus yaitu
a. Cognitive behavioral therapy
Pendekatan perilaku kognitif dasar dan teknik mengatasi sikap
disfungsional dan skema kognitif pada depresi telah diterapkan pada pasien
bipolar.
 Berdasarkan data EBM yaitu Dalam 45 percobaan yang dilakukan hingga
September 2005 tentang efektivitas klinis dan ekonomi dari intervensi
untuk pencegahan kekambuhan bipolar, para penulis melaporkan bukti yang
menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif (CBT), dalam kombinasi
dengan pengobatan biasa, efektif untuk pencegahan kambuh. Dilaporkan
bahwa kelompok PE dan kemungkinan terapi keluarga mungkin juga
memiliki peran sebagai terapi tambahan untuk mencegah kekambuhan
 Sebuah uji coba terkontrol secara acak menguji remaja dengan secara
individual memberikan intervensi perilaku kognitif manual dan
menyimpulkan bahwa strategi pengobatan layak dan manjur.
 Sebuah studi kontrol acak dari intervensi perilaku kognitif individu
disampaikan dalam enam sesi untuk meningkatkan kepatuhan termasuk 28
pasien rawat jalan untuk jangka waktu 6 bulan dan menemukan bahwa
kelompok intervensi mendapat skor lebih baik daripada beberapa kelompok
kontrol, tetapi tidak semua, tindakan kepatuhan pengobatan. Namun,
perbedaannya menghilang setelah periode 3 bulan.
 Dalam sebuah studi kontrol acak dari 25 pasien rawat jalan yang menerima
intervensi berbasis manual atau tidak ada perawatan tambahan untuk jangka
waktu 6 bulan yang berfokus pada pendekatan kognitif standar bersama
dengan PE tentang penyakit, keterampilan perilaku untuk mengatasi gejala
prodromal dan gejala sisa fungsional pasien. Penyakit menemukan bahwa
subyek dalam kelompok intervensi memiliki lebih sedikit episode total dan
hipomania dan fungsi sosial yang lebih tinggi.
 Sebanyak 103 pasien bipolar secara acak diberikan farmakoterapi dan terapi
CBT untuk jangka waktu 6 bulan atau hanya diberikan farmakoterapi dan
perawatan rutin. Hasil selama periode 1 tahun lebih disukai kelompok CBT
pada pasien yang mengalami penurunan kekambuhan (44% vs 75%), lebih
sedikit rawat inap, jumlah hari rawat inap yang lebih sedikit, kepatuhan
pengobatan yang lebih baik dan fungsi sosial.
 Sebuah uji klinis mengevaluasi efektivitas terapi kelompok perilaku
kognitif manual yang diintegrasikan ke dalam perawatan rutin pada unit
rawat inap psikiatris dan untuk membandingkan dampak intervensi pada
pasien skizofrenia, depresi berat, bipolar, atau pasien gangguan
kepribadian. Persentase total penerimaan kembali menurun dari 38%
menjadi 24% di mana 17% wajib pada tahun 2001 dibandingkan dengan 0
pada tahun 2005. Ada juga peningkatan yang signifikan secara statistik
dalam kepuasan pasien, dan suasana bangsal dibandingkan dengan baseline
(Naik, 2015).
b. Psikoedukasi
Pendidikan tentang penyakit dan pengobatannya bila diterapkan pada
gangguan mental disebut sebagai PE.
 Psikoedukasi individu
Sebuah studi kontrol acak dalam kelompok 69 pasien bipolar rawat jalan
yang dibandingkan dengan PE dengan tidak ada intervensi tambahan dan
menemukan bahwa waktu untuk mania kambuh dan jumlah hari yang
dihabiskan dalam episode mania secara signifikan lebih rendah daripada
kontrol, tetapi tidak ada manfaat yang signifikan pada pasien dengan
episode depresi. Juga dilaporkan bahwa fungsi sosial dan pekerjaan
meningkat secara signifikan pada 18 bulan.
 Psikedukasi kelompok
Grup PE memberikan pengaturan interaktif dan suportif di mana pasien
belajar tentang gangguan yang mereka alami dan cara mengatasinya.
Sebuah uji klinis acak pada 62 pasien bipolar dengan gangguan
penyalahgunan obat dan secara acak subyek diberikan terapi untuk 20
minggu, terapi kelompok terpadu atau kelompok konseling penyalahgunaan
obat intensif. Kelompok yang menerima terapi kelompok terintegrasi
menghabiskan setengah hari menggunakan alkohol. Namun, itu tidak
mencegah episode BD (Naik, 2015).
2. Terapi non farmakologi untuk menurunkan tekanan darah pasien yaitu :
diberikan terapi senam yoga
Yoga merupakan suatu mekanisme penyatuan dari tubuh, pikiran dan jiwa.
Yoga mengkombinasikan antara teknik bernapas, relaksasi dan meditas serta
latihan peregangan (Jain, 2011). Yoga dianjurkan pada penderita hipertensi,
karena yoga memiliki efek relaksasi yang dapat meningkatkan sirkulasi darah
yang lancar, mengindikasikan kerja jantung yang baik (Ridwan, 2009). Peneitian
menemukan bahwa kombinasi antara yoga, meditas dan pemantauan kondisi
tubuh menggunakan peralatan elektronik telah membuat 25% dari pasien
penderita tekanan darah tinggi berhenti mengkonsumsi obat dan yang 35% mulai
menguranginya. Ada berbagai macam jenis latihan yoga yang intinya
menggabungkan antara teknik bernapas (pranayama), relaksasi dan meditasi serta
latihan peregangan, yoga dalam penelitian ini adalah jenis yoga dalam
dikhususkan untuk menurunkan tekanan darah pada lansia.
Berdasarkan data evidence base medicine latihan yoga berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik penderita hipertensi. Hal ini sesuai
dengan jurnal yang dikemukakan oleh Cramer., et al., (2014) dengan judul “ Yoga
For Hypertension” bahwa pemberian yoga yang dilakukan secara rutin, yaitu
selama 8 minggu, dapat berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan
tekanan darah pada penderita hipertensi. Selain itu menurut jurnal yang
dikemukakan oleh Hagins.,,et.al (2013) yang berjudul ” Effectiveness Of Yoga
For Hypertension” dengan menggabungkan 3 unsur dari latihan yoga (postur,
meditasi, dan pernafasan) yang melibatkan 18 orang dewasa dengan hipertensi,
dapat menurunkan tekanan darah sitolik 7 mmHg, dan tekanan diastolik 5 mmHg.
Berdasarkan penelitian pada semua lansia yang mengalami hipertensi di
Kabupaten Sidoarjo , diantaranya 50 responden dipilih sesuai criteria inklusi,
dengan menggunakan teknik sampling probability sampling dengan metode
simple random sampling. Hasil yang diperoleh yaitu Penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat perubahan tekanan darah setelah dilakukan senam yoga selama 4
minggu yaitu 42 responden (84%) yang mengalami penurunan dan 8 responden
(16%) tetap. Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh senam yoga
terhadap perubahan tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi di
Kabupaten Sidoarjo, dengan nilai (p value = 0,000) < dari standart significan (α =
0,05) (Erieska dan Ardiyanti, 2018).
 MONITORING
a. Efektivitas
1. Carbamazepin = mengembalikan kualitas tidur pasien serta menjaga mood
episode agar stabil tidak naik atau turun
b. Efek samping Obat
1. Carbamazepin =
 10% : Ataksia (15%), Pusing (44%), Mengantuk (32%), Mual (29%),
Muntah (18%).
 1-10% : Mulut kering (8%). (Medscape. 2019)
Dapus

Erieska Safitri Hendarti, Ardiyanti Hidayah. 2018. Pemberian Terapi Senam


Yoga Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia Yang Mengalami
Hipertensi Di Kabupaten Sidoarjo. Prosiding Seminar Nasional Unimus.
Volume : 1. Hal : 176-182

Uzlifatul Zannah, Irma Melyani Puspitasari, Rano Kurnia Sinuraya. 2018.


Review: Farmakoterapi Gangguan Bipolar. Farmaka Suplemen Vol.16
No: 1. Hal : 263-277

Robert M. A. Hirschfeld And Siegfried Kasper. 2005. A Review Of The Evidence


For Carbamazepineand Oxcarbazepine In The Treatment Ofbipolar
Disorder. International Journal Of Neuro Psycho Pharmacology. Vol : 7.
Hal : 507–522.

Naik, Sujit Kumar. 2015. Management Of Bipolar Disorders In Women By


Nonpharmacological Methods. Indian J Psychiatry. Vol : 57 (Suppl 2).
Hal : 264–S274.

Medscape application. 2019. Carbamazepine. Available in link :


https://reference.medscape.com/drug/tegretol-xr-equetro-carbamazepine-
343005#4. Accessed On 7 Juli 2019.

Anda mungkin juga menyukai