Anda di halaman 1dari 10

Edukasi dan

Pencegahan
GERD
Regita Herlianda Cahyani (2008260145)
Apa itu GERD?
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan
gejala atau komplikasi dari aliran balik isi lambung ke
arah esofagus sampai ke rongga mulut dan dapat juga
mengiritasi saluran pernapasan. Meskipun secara awam
GERD mungkin terkesan “penyakit ringan” karena
“hanya” menimbulkan gejala refluks, GERD perlu
ditangani dengan tepat karena gejala tersebut dapat sangat
mengganggu sehingga menurunkan kualitas hidup
penderitanya.
Mayoritas pasien GERD hingga saat ini menerima terapi empiris
dengan pengobatan proton pump inhibitor (PPI). Jika pasien memiliki
gejala yang persisten dan cukup tinggi tingkat keparahannya (disfagia,
anoreksia, penurunan berat badan secara drastis) dianjurkan untuk
dilakukan investigasi lebih lanjut dengan endoskopi
Modifikasi Gaya Hidup
Obesitas menjadi faktor risiko utama yang dapat
memperburuk kondisi GERD. Peningkatan berat badan dapat
memperburuk gejala GERD, sebaliknya penurunan berat
badan terbukti sebagai salah satu modifikasi gaya hidup yang
mampu memperbaiki keluhan GERD. Modifikasi gaya hidup
lain yang dapat diterapkan antara lain menaikkan posisi
kepala saat tidur serta menghindari makan selama rentang
waktu 3 jam sebelum tidur malam
Penurunan Berat Badan

Penurunan berat badan terbukti berhubungan dengan berkurangnya


gejala GERD. Efek penurunan berat badan yang diinduksi oleh
tindakan operasi atau endoskopik juga dievaluasi. Terjadi penurunan
signifikan paparan asam terhadap mukosa esofagus selama
penurunan berat badan menggunakan balon intragastrik.
Menaikkan Posisi Kepala ketika Tidur
Posisi berbaring datar ketika tidur diperkirakan
meningkatkan risiko refluks esofagus. Terdapat
penelitian terkait dengan manfaat menaikkan posisi
kepala ketika tidur. Penelitian membandingkan berbagai
posisi tubuh, Hasilnya, pasien yang menaikkan posisi
kepala ketika tidur dengan menggunakan
blok/penyangga setinggi 28 cm secara signifikan
mengalami episode dan gejala refluks lebih sedikit,
durasi refluks lebih singkat, dan pembersihan asam lebih
cepat.
Menghindari Makan Terlalu
Malam
Satu kajian sistematis dari penelitian menyelidiki efek waktu makan di malam hari terhadap
keasaman lambung selama 24 jam pada subyek sehat. Penelitian menunjukkan makan pada
pk. 18.00 menghasilkan pH lambung yang lebih rendah dibandingkan makan pada pk.
21.00, namun ini hanya terjadi antara tengah malam dan pk. 07.00 pagi. Studi kedua
dilakukan pada 10 pasien sehat menunjukkan bahwa keasaman lambung 24 jam dan malam
hari tidak dipengaruhi oleh perubahan waktu makan malam.9
Terapi Farmakologis
GERD yang belum tertangani dengan modifikasi
gaya hidup membutuhkan terapi dengan agen
farmakologis. Pilihan obat seperti golongan
antasida, histamine 2 receptor antagonist (H2RA),
proton pump inhibitor (PPI), dan sucralfate bisa
diberikan. Sampai saat ini, PPI masih menjadi
pilihan terapi farmakologis yang efektif dan
direkomendasikan oleh pedoman pengobatan untuk
GERD.
• Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti cokelat,
minuman mengandung kafein, alkohol, dan makanan berlemak, asam,
dan pedas
• Menghindari pemakaian obat-obatan yang memperburuk GERD
RESOURCES
● Tarigan R, Pratomo B. Analisis Faktor Risiko Gastroesofageal Refluks di RSUD Saiful Anwar
Malang. J Penyakit Dalam Indones. 2019;6(2):78.
● Saputera MD, Budianto W. Diagnosis dan tatalaksana gastroesophageal reflux disease (GERD) di
pusat pelayanan kesehatan primer. J Contin Med Educ. 2017;44(5):329–32.
● Patel A, Gyawali CP. Gastroesophageal reflux disease. Eval Manag Dysphagia An Evidence-Based
Approach. 2019;63–80.
● Surya H. Tatalaksana Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dalam Masa Pandemi Covid-19.
Medicinus. 2020;33(3):74–80.
● Gastroesophageal P, Disease R. Terapin. Drugs of Today. 1979;15(6):296–301

Anda mungkin juga menyukai