Anda di halaman 1dari 21

FARMAKOTERAPI

Gastro-oesophageal reflux disease ( GERD )

Kelompok 1

1. Betsy Murianda ( 202001201P) 1. Iin Ervina ( 202001206P)


2. Dinda Handayani ( 202001202P) 2. Ika Haryanti ( 202001207P)
3. Fifit Fitriani ( 202001203P) 3. Maida Nursanti ( 202001208P)
4. Fitri Antini ( 202001204P) 4. Mirda Suis ( 202001209P)
5. Himida ( 202001205P)
Definisi…. ?

 Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau yang biasa dikenal sebagai penyakit
lambung akibat refluks asam lambung. GERD merupakan gerakan membaliknya isi
lambung menuju esofagus.

 GERD juga dapat dipandang sebagai suatu kelainan yang menyebabkan cairan lambung
dengan berbagai kandungannya mengalami refluks ke dalam esofagus, dan menimbulkan
gejala khas seperti heartburn (rasa terbakar di dada yang kadang disertai rasa nyeri dan
pedih) serta gejala-gejala lain seperti regurgitasi (rasa asam dan pahit di lidah), nyeri
epigastrium, disfagia, dan odinofagia
Patofisiologi dan Patogenesis
 GERD merupakan penyakit multifaktorial di mana esofagitis dapat terjadi sebagai akibat
dari refluks kandungan lambung ke dalam esofagus apabila:
• Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa
esofagus.
• Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak antara
bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.
• Terjadi gangguan sensitivitas terhadap rangsangan isi lambung, yang disebabkan oleh
adanya modulasi persepsi neural esofageal baik sentral maupun perifer.
Kandungan isi lambung yang menambah potensi daya rusak bahan refluksat di antaranya
adalah: asam lambung, pepsin, garam empedu, dan enzim pankreas. Dari semua itu yang
memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah asam lambung. Beberapa hal yang berperan
dalam patogenesis GERD, di antaranya adalah: peranan infeksi Helicobacter pylori, peranan
kebiasaan/gaya hidup, peranan motilitas, dan hipersensitivitas viseral.
PATOGENESIS GERD
Metode yang menggambarkan adanya Patologi
GERD
 Pemantauan pH Esofageal Pemantauan pH esofagus selama 24 jam secara ambulatoir
memegang peranan penting dalam mendiagnosis GERD khususnya pada penderita asma
tanpa gejala klasik atau pada asma yang sulit diobati. Pemeriksaan ini gold standard untuk
mendeteksi GER karena dapat menunjukkan korelasi antara episode GERD dengan
wheezing atau gejala lain yang menunjukkan bronkospame.
 Proton Pump Inhibitor/PPI test (acid supression test) PPI merupakan obat pilihan utama
untuk diagnostic trial. Trial terapi dengan PPI dosis tinggi selama 1 minggu dapat dipakai
untuk mendukung diagnosis GERD (misalnya omeprazol 20 atau 40 mg 2 kali sehari).
Pada penelitian Amstrong dkk, pemberian omeprazole 40 mg 1- 2x/hari selama 1 minggu
terbukti menunjukkan ” positive predictive value” (PPV) tinggi sebagai acid supression
test, untuk menghilangkan keluhan heart burn akibat asam.
Lanjutan….
 Endoskopi Endoskopi merupakan metode yang paling dapat diandalkan untuk mendeteksi
esofagitis tetapi mungkin kurang diperlukan untuk diagnosis GERD karena sebagian besar
penderita GERD tidak diapatkan adanya bukti esofagitis (misalnya eritema mukosa,
edema, erosi atau ulserasi).
 Tes perfusi Asam (Tes Bernstein) Pemeriksaan ini tidak menunjukkan ada atau tidaknya
GERD tetapi lebih menunjukkan akibat dari paparan asam lambung yang lama pada
esofagus (misalnya esofagitis). Tes ini dilakukan dengan perfusi salin dan larutan 0.1 N
HCl bergantian secara lambat pada mid-esofagus melalui nasogastric tube. Tes positif bila
gejala yang diprovokasi dengan gejala yang terjadi spontan. Hasil yang negatif tidak
menyingkirkan adanya refluks.
 Manometri Esofagus (Studi Motilitas Esofagus) Manometri berguna untuk
mengevaluasi gangguan motor seperti akalasia, spasme esophagus yang difus, akan tetapi
kurang berguna untuk menilai GERD karena adanya overlapping tekanan LES yang rendah
pada penderita dengan dan tanpa refluks. Pada penderita dengan tekanan LES yang sangat
rendah (< 6 mmHg) lebih mudah untuk mengalami esofagitis.
 Esofagografi Barium (Upper Gastrointestinal Series) Pemeriksaan ini dapat
menyingkirkan adanya abnormalitas anatomik, mendeteksi esofagitis, ulkus peptikum,
striktur dan hernia hiatus serta memberikan informasi fungsi menelan .
Gejala GERD
No Klasifikasi Gejala Gejala
1 Gejala Tipikal ( Typical Symptom) Gejala yang umum diderita oleh pasien
GERD, Yaitu Herat burn, belching
(sendawa), dan regurgitasi

2 Gejala Alarm ( Alaram symptom) Gejala yang menunjukan GERD yang


berkepanjangan dan kemungkinan sudah
mengalami kompilasi. Pasien yang tidak
ditangani dengan baik dapat mengalami
komplikasi

3 Gejala Atipikal (Atypical Symptom) Kronis, faringitis, sakit dada, dan erosi gigi
adalah gejala yang terjadi diluar esophagus
dan cenderung mirip dengan gejala
penyakit lain. Contoh : Asma non alergi
dan batuk
PENATALAKSANAAN TERAPI

 Terapi GERD ditunjuk untuk mengurangi atau menghilangkan gejala gejala pasien,
mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esophageal, mempercepat
penyembuhan mukosa yang terluka dan mencegah berkembangnya komplikasi.

 Terapi GERD ada 2 jenis terapi yang digunakan yaitu Terapi Non Farmakologi
( Modifikasi Gaya Hidup dan Terapi Farmakologi).
TERAPI NON FARMAKOLOGI
(MODIFIKASI GAYA HIDUP)
 Mengangkat kepala saat tidur

 Menghindari makanan yang dapat menurunkan tekanan LES

 Menghindari makanan yang secara langsung mengiritasi mukosa esophagus

 Penurunan berat badan

 Berhenti merokok

 Menghindari minum alcohol

 Menghentikan, jika mungkin, penggunaan obat obatan yang dpat mengiritasi secara langsung mukosa
esophagus.
TERAPI FARMAKOLOGI

1. Antasida dan Produk Antasida- Asam Alginat

 Digunakan untuk perawatan ringan GERD. Antasida efektif mengurangi gejala gejala
dalam waktu yang singkat.

 Produk antacid yang dikombinasikan dengan asam alginiat adalah agen penetral yang tidak
ampuh d tidak menikatkan tekanan LES, namun membentuk larutan yang sangat kental
yang mengapung di atas permukaan isi lambung. Larutan kental ini diperkirakan sebagai
pelindung penghalang bagi kerongkongan terhadap refluks isi lambung dan mengurangi
frekuensi refluks
2. Penekanan Asam dengan Antagonis Reseptor H2 ( Simetidine, Famotodin,
Nizatidine dan Ranitidine

Terapi penekanan asam adalah pengobatan utama GERD. Antagonis reseptor H2 dalam
dosis terbagi efektif dalam mengobati pasien GERD ringan hingga sedang.

3. Proton Pump Inhibitor (PPI) ( Esomeprazole, Lansoprazole, Omeprazole,


Pantoprazole, Rabeprazole)

 PPI lebih unggul daripaada antagonis reseptor H2 dalam mengobati GERD sedang sampai
parah

 PPI memblok sekresi asam lambung dengan menghambat H­­-/K + Triphosphatase adenosine
lambung dalam sel pariental lambung. Ini menghasilkan efek antisekretori yang mendalam dan
tahan lama yang mampu mempertahankan PH lambung di tas 4, bahkan selama lonjakan asam
setelah makan
4. Agen Promotilitas
Khasiat dari agen prokinetik cisaprid, metokloperamid dan bethanecoltelah di evaluasi
dalam pengobatan GERD.
Cisapride : Memiliki khasiat yang sebanding dengan antagonis reseptor H2 dalam
mengobati pasien esophagus ringan. Tetapi cisapride tidak lagi tersedia untuk
penggunaan rutin karena efek aritmmia yang mengancam jiwa bila dikombinasikan
dengan obatobatan tertentu dan penyakit lainnya

Metoklapramid : Antagonis dopamine, meningkatkan tekanan LES, dan


mempercepat pengosongan lambung pada pasien GERD. Tidak seperto cisapride,
Metoklopramid dapat meredkan gejala GERD tetapi belum ada substintal yang
menyatakan bhwa obat ini dapat meperbaiki kerusakan esophagus.
5. Protektan Protein

Sucralfay, garam aluminium dari sukrosa oktasulfat yang tidak terserap, mempunyai
manfaat terbatas pada terapi GERD. Obat ini mempunyai laju pengobatan yang sama seperti
antagonis reseptor H2 pada pasien esophagitis ringan tapi kurang efektif pada antagonis
reseptor H2 dosis tingg pada pasien dengan esophagitis refrakter.
STUDI KASUS

 Seorang anak perempuan usia 10 tahun dengan riwayat asma selama 3 tahun terakhir.
Aktifitas fisik berat disertai dengan wheezing, tidur tidak terganggu. Pasien mendapat
terapi harian albuterol, budesonide, fluticason/salmeterol. Pasien juga mengeluh nyeri dada
dan ulu hati saat pagi hari, mual pada pagi hari, tidak ada disfagia dan penurunan berat
badan. Uji alergi, sekresi Cl keringat, dan rontgen toraks dalam batas normal. Riwayat
keluarga dengan asma, alergi debu dan makanan, ayah pasien dalam terapi PPI karena
GERD. Riwayat Penyakit Dahulu: regurgitasi sampai usia 7 bulan, diberikan terapi
antagonis H2RA dan PPI namun tidak memberi respon.
PENYELESAIAN KASUS
No Penilayan Tatalaksana
1 Apa yang anda harus segera lakukan Diagnosis ( identifikasi masalah dan
untuk menilai keadaan anak tersebut ? kebutuhan )
a. Deteksi kegawatan : kesadaran, pernapasan,
dan sirkulasi
b. Deteksi gangguan metabolik
Hasil penilaian yang ditemukan pada
keadaan tersebut adalah : Kesadaran compos
mentis, suhu 37 0C, nafas baik, wheezing
ekspiratoar (-), nadi baik, isi dan pulsasi cukup,
2 Berdasarkan pada temuan yang ada, Gastro Esophageal Reflux Disorder (memicu
apakah diagnosis anak tersebut? terjadinya asma)
3 Berdasarkan diagnosis A. Metode yang menggambarkan adanya patologi
tersebut apakah pemeriksaan GER
tambahan yang diperlukan 1. Pemantauan pH Esofageal
pada pasien ini ? 2. Proton Pump Inhibitor/PPI test (acid supression
test)
3. Endoskopi
4. Tes perfusi Asam (Tes Bernstein)
5. Manometri Esofagus (Studi Motilitas Esofagus)
6. Esofagografi Barium (Upper Gastrointestinal Series)

4 Berdasarkan diagnosis, - Menghindari pemakaian obat-obatan yang


lakukan tata laksana yang memperburuk GERD
sesuai. - Modifikasi gaya hidup:
 Pengentalan formula
 Posisi tidur (meninggikan kepala ±15 cm)
 Tidak makan 3 – 4 jam sebelum tidur
 Menghindari makan berlebihan, coklat, makanan
tinggi lemak
- Terapi medik (antasida, antagonis reseptor H2, PPI,
prokinetic agent, metoklopramid)
- Terapi pembedahan
5 Apakah yang harus dipantau
Selama uji terapeutik, harus dimonitor PEFR dan
untuk penatalaksanaan lebih
lanjut? gejala asma. Jika PEFR atau gejala asma membaik
dengan terapi supresi asam, terapi rumatan jangka
panjang harus dipertimbangkan. Terapi rumatan
dapat menggunakan antagonis reseptor H2 atau PPI
dosis terendah yang dapat mengontrol gejala dan
ditentukan secara individual. Penderita yang
memerlukan PPI untuk mengontrol GER
dipertimbangkan untuk pembedahan khususnya
penderita muda, karena belum ada jawaban pasti
mengenai keamanan proton pump inhibitor jangka
panjang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Modul Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), Fakultas Farmasi.
2. Harding SM, Coughlan HC. Anatomic regulation in asthmatic with gastroesophageal
reflux. Chest 1997; 111: 65−70.
3. Burton DM. Gastroesophageal refluks. Dalam: Pediatric laryngology and
bronchoesophagology. Philadelpia: Lippincott-Raven; 1997. h. 317−22.
4. Harding SM. Gastroesophageal reflux as an asthma trigger: acid stress. Chest 2004; 126:
1398−9.
5. Supriyatin J.1. Gastro Esophageal Reflux Diseases Pada Ibu Rumah Tangga Dewasa Muda
Dengan Stressor Financial Keluarga. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung
6. PERKUMPULAN GASTROENTEROLOGI INDONESIA (PGI). Revisi Konsensus
Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux
Disease/GERD) di Indonesia. Jakarta.
7. Nindya, dkk. Makalah Farmakologi Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), Fakultas
Farmasi 2013.
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai