Anda di halaman 1dari 16

HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Disusun Oleh :
1. Deka WAHYU KURNIAWAN 202001218P
2. YENI ROSLINA 202001215P
3. IKA HARYANI 202001217P
4. HIMIDA 2020012105P
5. FITRI ANTINI 2020012104P
6. BESTY MURIANDA 202001201P

PROGRAM STUDIS1FARMASI (KONVERSI) STIKESADILA


BANDARLAMPUNG
DEFINISI

 HIV adalah virus penyebab Acquired Immuno Deficiensi Syndrom (AIDS). Virus ini memiliki
kemampuan untuk mentransfer informasi genetic, mereka dari RNA ke DNA dengan
menggunakan enzim yang disebut Reverse Transcriptase, yang merupakan kebalikan dari
proses transkripsi dari RNA & DNA dan transflasi dari RNA ke protein pada umumnya
(Murma, et.al,1999).
ETIOLOGI
 Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV).
HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada
tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.
 Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flulikes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut
PATOFISIOLOGI
 virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus
masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus
dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada
akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru
kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit
yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4
adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia,
terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau
limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya
pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit
T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi
dan kanker.
KLASIFIKASI KLINIK
Stadium Gejala Klinis  
TB Paru dalam 1 tahun terakhir Limfadenitis TB
Infeksi bakterial yang berat: Pneumonia, Piomiosis
I Tidak ada penurunan berat badan
Anemia (<8 gr/dl), Trombositopeni Kronik (<50 109 per liter)
Tanpa gejala atau hanya Limfadenopati Generalisata Persisten

II Penurunan berat badan <10% IV Sindroma Wasting (HIV) Pneumoni


Pneumocystis
ISPA berulang: sinusitis, otitis media, tonsilitis, dan faringitis Pneumonia Bakterial yang berat berulang dalam 6 bulan
Kandidiasis esofagus
Herpes zooster dalam 5 tahun terakhir Luka di
sekitar bibir (Kelitis Angularis) Ulkus mulut Herpes Simpleks Ulseratif >1 bulan Limfoma
Sarkoma Kaposi
berulang
Kanker Serviks yang invasif Retinitis CMV
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo) TB Ekstra paru Toksoplasmosis
Dermatitis Seboroik Ensefalopati HIV Meningitis Kriptokokus
Infeksi jamur pada kuku Infeksi mikobakteria non-TB meluas Lekoensefalopati multifokal progresif
Kriptosporidiosis kronis, mikosis meluas

III Penurunan berat badan >10%


Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya >1 bulan
Kandidiasis oral atau Oral Hairy Leukoplakia
PENATALAKSANAAN TERAPI

 Penatalaksanaan Pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Imunnodeficiency Syndrome (AIDS)

Penanganan pada penderita HIV/AIDS meliputi perawatan (care), dukungan (support),


dan pengobatan (treatment). Jika pasien sudah ditetapkan positif HIV/AIDS maka langkah
selanjutnya adalah menentukan stadium klinis HIV/AIDS menurut WHO, skrining TB dan
infeksi oprtunistik lainnya, pemeriksaan CD4 untuk menentukan PPK (pengobatan pencegahan
kotrimoksasol) dan ARV, pemberian PPK jika tidak tersedia pemeriksaan CD4, identifikasi
kepatuhan, positive prevention dan konseling KB.
ALGORITMA HIV
KASUS
Bapak Tono sudah didiagnosis oleh RS menderita HIV sejak 10 tahun yang lalu, gejala saat ini
adalah dia mengalami komplikasi candidiasis, toksoplasmosis cerebral, CMV retinitis. Kondisi
fisiknya memburuk sejak 1 minggu lalu. Kadar SGOT dan SGPT meningkat. Pengembangan
kasus : Pasien menderita hepatitis LDL : 130 mg/dL, Trigliserida : 200 mg/dL Pasien sering
merokok dan alkoholik Diagnosa : HIV stage 3. Candidiasis, toksoplasmosis cerebral, CMV
retinitis Sebagai Farmasis, bagaimanakah rekomendasi terapi yang tepat untuk menyelesaikan
kasus HIV yang dialami pasien tersebut. Sertakan guideline terapinya. Pertanyaan :
1) Analisis kasus diatas dengan metode SOAP atau FARM (Pemeriksaan klinik normal / tidak)
2) Berikan terapi non farmakologi dan farmakologi yang tepat untuk pasien diatas
3) Berikan alasan pemilihan obatnya.
4) Berikan Monitoring dan follow up terapi yang diberikan
5) Berikan KIE yang tepat untuk pasien di atas
SOAP (SUBJEKTIF, OBJEKTIF.ASSESMEN,PLAN)
S komplikasi candidiasis, toksoplasmosis cerebral, CMV
retinitis, Pasien mengatakan sering merokok dan
meminum alkohol.

0 LDL : 130 mg/dL, Trigliserida : 200 mg/Dl


A AZT + 3TC + NVP (Zidovudine + Lamivudine +
Nevirapine)

AZT + 3TC + EFV (Zidovudine + Lamivudine +


Efavirenz)

TDF + 3TC (atau FTC) + NVP (Tenofovir + Lamivudine (atau


Emtricitabine) + Nevirapine)

TDF + 3TC (atau FTC) + EFV (Tenofovir + Lamivudine (atau


Emtricitabine) + Efavirenz)

P LANJUTKAN TERAPI!!!
TERAPI NON FARMAKOLOGI

a. Tidak merokok dan menghindari kosumsi alcohol


b. Nutrisi seimbang
c. Aktivitas fisik yang cukup
d. Istirahat yang cukup
e. Hindari stress
Populasi Target Pilihan yang direkomendasikan Catatan

Dewasa dan anak AZT atau TDF + 3TC Merupakan pilihan paduan yang sesuai untuk sebagian besar
(atau FTC) + EFV atau NVP pasien
Gunakan FDC jika tersedia

Perempuan hamil AZT + 3TC + EFV atau NVP Tidak boleh menggunakan EFV pada trimester pertama
TDF bisa merupakan pilihan

Ko-infeksi HIV/TB AZT atau TDF + 3TC (FTC) + EFV Mulai terapi ARV segera setelah terapi TB dapat
ditoleransi (antara 2 minggu hingga 8 minggu)
Gunakan NVP atau triple NRTI bila EFV tidak
dapat digunakan

Ko-infeksi HIV/Hepatitis B kronik aktif TDF + 3TC (FTC) + EFV Pertimbangkan pemeriksaan HBsAg terutama bila TDF
atau NVP merupakan paduan lini pertama. Diperlukan penggunaan 2 ARV
yang memiliki aktivitas anti-HBV
ALASAN PENGGUNAAN OBAT
 Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia)
dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Hal tersebut adalah untuk menentukan apakah
penderita sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah
rekomendasi cara memulai terapi ARV pada ODHA dewasa.
 a. Tidak tersedia pemeriksaan CD4 Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka
penentuan mulai terapi ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis.
 b. Tersedia pemeriksaan CD4 Rekomendasi :
Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4
MONITORING

Monitoring indicator kewaspadaan dini terhadap indicator kinerja terapi ARV di suatu fasilitas kesehatan
memberikan terapi ARV pada penderita HIV-AIDS. Indikator indicator tesebut memberikan indormasi
awal peluang terjadinya resistensi terhadap obat ARV. Monitoring berupa :
1. Pemantauan EWIs ( Monitoring indicator kewaspadaan dini )
2. ADR ( Surveilans resistensi obat ARV pd saat inisiasi terapi ARV)
3. PDR ( Surveilans resistensi obat ARV pd saat inisiasi terapi ARV, termasuk restart)
KIE

1. Ajurkan pasien atau keluarga pasien dapat patuh dalam penggunaan obat ARV
2. berikan informasi
diberi informasi dasar tentang pengobatan ARV, rencana terapi, kemungkinan timbulnya
efek samping dan konsekuensi ketidakpatuhan. Perlu diberikan informasi yang mengutamakan
aspek positif dari pengobatan sehingga dapat membangkitkan komitmen kepatuhan berobat
3. Perlu dibangun hubungan yang saling percaya antara klien dan petugas kesehatan. Perjanjian
berkala dan kunjungan ulang menjadi kunci kesinambungan perawatan dan pengobatan
pasien. Sikap petugas yang mendukung dan peduli, tidak mengadili dan menyalahkan pasien,
akan mendorong klien untuk bersikap jujur tentang kepatuhan makan obatnya.
DAFTAR PUSTAKA

 KEMENKES Sub Direktorat AIDS dan PMS, Petunjuk Teknis Pelaksaan


Monitoring Indikator Kewaspadaan Dini ( Early Earning Indicators- Ewis),
2015.
 KEMENKES, Direktorar Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Pedomanan Nasional Tatalaksana Klinik Infeksi HIV dan Terapi
Antiretrovial pada orang dewasa, 2011.

Anda mungkin juga menyukai