Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI IV

DIABETES MELLITUS

ANGGOTA KELOMPOK :
I Putu Nugraha (162200008)
Ketut Amyati Puji Lestari (162200009)
Lailia Rochmah (162200011)
Ngakan Gede Sunuarta (162200012)
Ni Ketut Ayu Priska Saraswati (162200013)
Ni Komang Ayu Dewi Patni (162200014)
Ni Komang Herni Sandiari (162200015)

KELOMPOK 2 / KELAS B1A

JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA
2018
DIABETES MELLITUS

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi diabetes melitus
2. Mengetahui patofisiologi diabetes melitus
3. Mengetahui tata laksana diabetes mellitus(farmakologi dan non farmakologi)
4. Dapat menyelelesaikan kasus terkait diabetes mellitus secara mandiri dengan
menggunakan metode soap

II. DASAR TEORI


1. Definisi
Diabetes adalah kondisi kronis yang disebabkan oleh kurangnya
absolutinsulin atau kekurangan insulin relatif sebagai akibat dari gangguan
insulinsekresi dan aksi. Ciri khas klinisnya adalahintoleransi glukosa bergejala yang
mengakibatkan hiperglikemia danperubahan dalam lipid dan metabolisme protein.
Dalam jangka panjang,kelainan metabolik ini berkontribusi pada
perkembangankomplikasi seperti penyakit kardiovaskular (CVD),
retinopathy,nefropati, dan neuropati dan risiko kanker (Alldredge et al,2013)

2. Epidemiologi
Menurut Internasional of Diabetic Ferderation (IDF, 2015) tingkat prevalensi
global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari keseluruhan penduduk di
dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 387juta kasus. Indonesia
merupakan negara menempati urutan ke 7 dengan penderita DM sejumlah 8,5 juta
penderita setelah Cina, India dan Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Mexico. Angka
kejadian DM menurut data Riskesdas (2013) terjadi peningkatan dari 1,1 % di tahun
2007 meningkat menjadi 2,1 % di tahun 2013 dari keseluruhan penduduk sebanyak
250 juta jiwa.
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh
dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya
terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta
jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah
jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang, peningkatan prevalensi
terbesar adalah di Asia dan di Afrika , ini akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya
hidup seperti pola makan yang tidak sehat.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riskesdas (2007) dari 24417 responden
berusia > 15 tahun , 10,2% mengalami toleransi glukosa tergangggu (kadar
glukosa140-200 mgdl setelah puasa selama 4 jam diberikan beban glucosa sebanyak
75 gram), DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding dengan pria, lebih
sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah, daerah dengan
angka penderita DM yang tertinggi adalah Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu
11.1% sedangkan kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13.5%,
beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah Obesitas, hipertensi,
kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya komsumsi sayur dan buah (Riskesdas, 2007).

3. Klasifikasi
Diabetes dapat diklasifikasikan ke dalam kategori umum sebagai berikut:
1. Diabetes tipe 1 (karena autoimun destruksi sel beta,biasanya menyebabkan
defisiensi absolute)
2. Diabetes tipe 2 (karena kehilangan progresif oleh sel beta sekresi insulin
sering Diakibatkan resistensi insulin)
3. Gestational diabetes mellitus (GDM) (diabetes didiagnosis pada yang kedua
atau ketigatrimester kehamilan yang tidak jelas diabetes sebelum kehamilan)
4. Jenis diabetes karena penyebab lain, misalnya, sindrom diabetes
monogenikdromes (seperti diabetes neonatal dan diabetes onset usia lanjut
pada anak muda), penyakit pankreas eksokrin (seperti kistikfibrosis), dan obat-
ataudiabetes yang diinduksi kimia (seperti dengan penggunaan glukokortikoid,
dalam pengobatanHIV / AIDS, atau setelah transplantasi organ.(American
diabetes association,2017)

4. Etiologi dan Patofisiologi


a. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,
diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.
Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan
sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula
yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie,
Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi
yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic
Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD
(glutamic acid decarboxylase). ICCA merupakan otoantibodi utama yang
ditemukan pada penderita DM Tipe 1. Hampir 90% penderita DM Tipe 1
memiliki ICCA di dalam darahnya. Di dalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA
hanya 0,5-4%. Oleh sebab itu, keberadaan ICCA merupakan prediktor yang cukup
akurat untuk DM Tipe 1. ICCA tidak spesifik untuk sel-sel β pulau Langerhans
saja, tetapi juga dapat dikenali oleh sel-sel lain yang terdapat di pulau
Langerhans.(Munchid et al,2005)
Sebagaimana diketahui, pada pulau Langerhans kelenjar pancreas terdapat
beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel δ. Sel-sel β memproduksiinsulin, sel-sel
α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel δ memproduksihormon somatostatin.
Namun demikian, nampaknya serangan otoimun secara selektif menghancurkan
sel-sel β. Ada beberapa anggapan yang menyatakan bahwa tingginya titer ICCA di
dalam tubuh penderita DM Tipe 1 justru merupakan respons terhadap kerusakan
sel-sel β yang terjadi, jadi lebih merupakan akibat, bukan penyebab terjadinya
kerusakan sel-sel β pulau Langerhans. Apakah merupakan penyebab atau akibat,
namun titer ICCA makin lama makin menurun sejalan dengan perjalanan
penyakit. .(Munchid et al,2005).
Otoantibodi terhadap antigen permukaan sel atau Islet Cell
SurfaceAntibodies (ICSA) ditemukan pada sekitar 80% penderita DM Tipe 1.
Samaseperti ICCA, titer ICSA juga makin menurun sejalan dengan lamanya
waktu.Beberapa penderita DM Tipe 2 ditemukan positif ICSA.Otoantibodi
terhadap enzim glutamat dekarboksilase (GAD) ditemukanpada hampir 80%
pasien yang baru didiagnosis sebagai positif menderita DMTipe 1. Sebagaimana
halnya ICCA dan ICSA, titer antibodi anti-GAD jugamakin lama makin menurun
sejalan dengan perjalanan penyakit. Keberadaanantibodi anti-GAD merupakan
prediktor kuat untuk DM Tipe 1, terutama padapopulasi risiko tinggi. Disamping
ketiga otoantibodi yang sudah dijelaskan di atas, adabeberapa otoantibodi lain
yang sudah diidentifikasikan, antara lain IAA (Anti-Insulin Antibody). IAA
ditemukan pada sekitar 40% anak-anak yang menderitaDM Tipe 1. IAA bahkan
sudah dapat dideteksi dalam darah pasien sebelum onset terapi insulin (munchid et
al,2005).
Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pancreas
langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah
yangmenyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1.
Selaindefisiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM
Tipe 1juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan
sekresiglukagon yang berlebihan oleh sel-sel α pulau Langerhans. Secara
normal,hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita
DMTipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam
keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah
satumanifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM Tipe 1
mengalamiketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin. Apabila
diberikanterapi somatostatin untuk menekan sekresi glukagon, maka akan
terjadipenekanan terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton. Salah
satumasalah jangka panjang pada penderita DM Tipe 1 adalah
rusaknyakemampuan tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai respon
terhadaphipoglikemia. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemia yang
dapatberakibat fatal pada penderita DM Tipe 1 yang sedang mendapat terapi
insulin.(Munchid et al,2005).
Walaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada
DMTipe 1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat
terjadipenurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin
yangdiberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal
ini,salah satu diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan
meningkatnyaasam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang
takterkendali di jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akanmenekan
metabolisme glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya dijaringan otot
rangka, dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaanglukosa oleh tubuh.
Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi daribeberapa gen yang
diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secaranormal, misalnya gen
glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporteryang membantu transpor
glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringanadiposa.(Munchid et
al,2005).
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebihbanyak
penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2mencapai 90-
95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnyaberusia di atas 45
tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalanganremaja dan anak-
anak populasinya meningkat.
Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum
sepenuhnyaterungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan
cukup besardalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet
tinggilemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.Obesitas atau kegemukan
merupakan salah satu faktor pradisposisiutama. Penelitian terhadap mencit dan
tikus menunjukkan bahwa adahubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab
terhadap obesitas dengangen-gen yang merupakan faktor pradisposisi untuk DM
Tipe 2 (munchid et al,2005).
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama
yangberada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang
cukupdi dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi,
awalpatofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin,tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon
insulinsecara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi
Insulin”.Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti
AmerikaSerikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang
gerak(sedentary), dan penuaan.(munchid et al,2005)
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga
timbulgangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang
berlebihan.Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans
secaraotoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan
demikiandefisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif,
tidakabsolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak
memerlukanterapi pemberian insulin. .(munchid et al,2005)
Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase.
Fasepertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan
glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan
sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan
DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama,
artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak
ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM
Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif,
yang seringkali akan mengakibatkandefisiensi insulin, sehingga akhirnya
penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa
pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu
resistensi insulin dan defisiensi insulin.

c. Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes
Mellitus)adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama
masakehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer.
Sekitar4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi
pada atau setelah trimester kedua(Munchid et al,2005).
Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat
pulihsendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat
burukterhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara
lainmalformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir
danmeningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang
pernahmenderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes
dimasa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko
tersebut(Munchid et al,2005)

5. faktor risiko
Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes selayaknya waspada
akan kemungkinan dirinya mengidap diabetes. Para petugas kesehatan, dokter,
apoteker dan petugas kesehatan lainnya pun sepatutnya memberi perhatian kepada
orang-orang seperti ini, dan menyarankan untuk melakukan beberapa pemeriksaan
untuk mengetahui kadar glukosa darahnya agar tidak terlambat memberikan
bantuanpenanganan. Beberapa faktor risiko untuk diabetes melitus, terutama untuk
DM Tipe 2
1. Riwayat Diabetes dalam keluarga Diabetes Gestasional Melahirkan bayi
dengan berat badan >4 kg Kista ovarium (Polycystic ovary syndrome) IFG
(Impaired fasting Glucose) atau IGT (Impairedglucose tolerance)
2. Obesitas >120% berat badan ideal
3. Umur 20-59 tahun : 8,7% > 65 tahun : 18%
4. Etnik/Ras
5. Hipertensi >140/90mmHg
6. Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35mg/dl
7. Kadar lipid darah tinggi >250mg/Dl
8. Faktor-faktor Lain : Kurang olah raga Pola makan rendah serat

6. Gejala dan Data Klinik (Clinical Presentation)


Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya :
1) Pengeluaran urin (Poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam
meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM
dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak
sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya
melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam
hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa.
2) Timbul rasa haus (Polidipsia)
Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan
cairan (Subekti, 2009).
3) Timbul rasa lapar (Polifagia)
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan
karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa
dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).
4) Peyusutan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh
terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi
(Subekti, 2009).
Presentasi klinis DM tipe 1 dan DM tipe 2 sangatberbeda . DM tipe 1
autoimun dapat terjadi kapan saja Pada usia. Sekitar 75% akan
mengembangkan gangguan sebelum usia 20tahun, tetapi 25% sisanya,
termasuk kerabat pasien indeks,mengembangkan penyakit saat dewasa.

Gambar1. Clinical Presentasi diabetes melitus (Dipiro, 2009)

7. Diagnosis
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khasDM
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikanpenderita antara
lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, matakabur, disfungsi
ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita. .(munchid et al,2005)
Untuk menegakkan diagnosis DM Tipe 1, perlu dilakukan konfirmasidengan
hasil uji toleransi glukosa oral. Kurva toleransi glukosa penderita DMTipe 1
menunjukkan pola yang berbeda dengan orang normal sebagaimanayang
ditunjukkan dalam gambar dibawah ini.

Gambar 2. Kurva toleransi glukosa normal dan pada penderita DM Tipe 1.Garis titik-
titik menunjukkan kisaran kadar glukosa darah normal(Munchid et al,2005).

8. Penatalaksanaan terapi
Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2
target utama, yaitu:
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi
diabetes.(munchid et al,2005).
a. Terapi non Farmakologi
1. Nutrisi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang, sesuaidengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan
memperhatikan jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan
terdiri dari karbohidrat45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium
kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari (PERKENI, 2011). Masukan
serat sangat penting bagi penderita diabetes. Disamping akan menolong menghambat
penyerapanlemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga
dapatmembantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanparisiko
masukan kalori yang berlebih (Munchid et al,2005)

2. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang
lebih 30 menit.Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan
santai, jogging, bersepeda danberenang. Latihan jasmani selain untuk
menjagakebugaran juga dapat menurunkan berat badandan meningkatkan sensitifitas
insulin (PERKENI, 2011). Latihan aerobik dapat meningkatkan resistensi insulin dan
kontrol glikemik pada kebanyakan pasien serta dapat mengurangi faktor risiko
kardiovaskular, berkontribusi terhadap penurunan berat badan atau pemeliharaan, dan
meningkatkan kesejahteraan. Pasien yang lebih tua dan orang-orang dengan penyakit
aterosklerosis harus memiliki evaluasi kardiovaskular sebelum memulai program
latihan yang cukup besar (Wells et al., 2009).

b.Terapi farmakologi
Terapi farmakologi Menurut American Diabetes Assosation 2017adalah
sebagai berikut :
1. DM tipe 1
a. Insulin
Kebanyakan orang dengan diabetes tipe 1 harus diobati
dengan beberapa suntikan harian insulin prandial dan insulin basal
atau infus insulin subkutan terus menerus. Insulin adalah terapi
utama bagi individu dengan diabetes tipe 1. Umumnya, dosis insulin
awal didasarkan pada berat badan, dengan dosis mulai dari 0,4
hingga 1,0 unit / kg / hari dari total insulin dengan jumlah yang
lebih tinggi yang diperlukan selama masa pubertas.
Insulin adalah hormon anabolik dan anticatabolic. Ia
memainkan peran utama dalam protein, karbohidrat, dan
metabolisme lemak. insulin yang diproduksi secara endogen dibelah
dari peptida proinsulin yang lebih besar dalam sel β ke peptida aktif
dari insulin dan C-peptida, yang dapat digunakan sebagai penanda
untuk produksi insulin endogen. Semua sediaan insulin yang
tersedia secara komersial hanya mengandung peptida insulin aktif.
Karakteristik yang biasanya digunakan untuk
mengkategorikaninsulin yaitu dilihat dari sumber daya, kekuatan,
onset, dan durasi reaksi. Berikut merupakan data insilusin yang
tersedia menurut Dipiro:

Insulin memperlambat perombakan glikogen dalam hati dan


menghambatkonversi asam amino dan asam lemak menjadi glukosa.
Hati dan otot rangka menyimpan gula sebagai glikogen, sementara
sel-sel jaringan adiposa mengubah glukosa menjadi lemak. Secara
normal, glukagon akan memberikan sinyal ke selsel hati untuk
meningkatkan hidrolisis glikogen, mengubah asam amino dan asam
lemak menjadi glukosa dan memulai pelepasan glukosa secara
perlahan-lahan kedalam sirkulasi
b. Pramlintide
Pramlintide, anamylin analog, adalah agen yang dapat
menunda pengosongan lambung, menumpulkan sekresi pankreas
glukagon, dan meningkatkan perasaan kenyang. Terapi ini telah
disetujui FDA untuk digunakan pada orang dewasa dengan diabetes
tipe 1. Hal ini telah terbukti dapat menyebabkan penurunan berat
badan dan dosis insulin yang lebih rendah. Pengurangan dosis
insulin prandial saat ini diperlukan untuk mengurangi risiko
hipoglikemia berat.
c. Investigational Agents
1. Metformin
Metformin memliki efek utama yaitu mengurangi produksi
glukosa hati (gluconeogenesis) dan memperbaiki ambilan glukosa
di jaringan perifer. Metformin juga menekan nafsu makan hingga
berat badan tidak meningkat sehingga layak diberikan pada
penderita yang Overweight.
2. DM tipe 2
Tatalaksana terapi farmakologi dengan antihiperglikemik pada diabetes
melitus tipe 2 menurut ADA 2017:

Gambar 3 Tatalasana terapi dengan antihiperglikemik pada pasien


diabetes melitus tipe 2 (ADA, 2017)
Gambar 4. Tatalaksana terapi kombinasi pada pasien diabetes melitus tipe 2
(ADA, 2017).
III. ALAT DAN BAHAN

ALAT :
1) Form SOAP.
2) Form Medication Record.
3) Catatan Minum Obat.
4) Kalkulator Scientific.
5) Laptop dan koneksi internet.
BAHAN :
1) Text Book (Dipiro, Koda Kimble, DIH, ECS, JNC).
2) Data nilai normal laboraturium.
3) Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis).

IV. STUDI KASUS


Table 1 data pasien
Namapasien Ny.H
Usia 70 tahun
MRS 29 DESEMBER 2014 JAM 18.40
ruangan Bangsal xx
Riwayat penyakit sebelumnya DM +/- 10tahun (terkontrol),HT 20 tahun
(terkontrol)
Bb/Tb 98kg/163cm
Riwayat alergi obat Tidak ada
Riwayat penyakit keluarga NA
Riwayat sosial NA
Diagnosis MRS CKD stage 4,DM nefropati,HT,Febris

Pasien MRS tanggal 29/12/14 dengan keluhan panas sejak 2 hari


lalu,membaik kemudian kumat lagi9diatasi dengan minum paracetamol0sesak sejak
2hari lalu,membaik dan kumat lagi 9diatasi dengan minum paracetamol. Pasien mual
tetapi tuidak muntah.
Pasien diketahui minum alcohol(-), merokok (-0, minum jamu-jamuan saat
tidak fit.pasien diketahui memiliki riwayat penyatkit terdahulu berupa DM dan
hipertensi. Dirumah sakit pasien mendapatkan terapi seperti yang ditampilkan pada
tabel 2.Berdasarkan kasus diatas, akan dibahas lebih lanjut pasien khusus dalam aspe
kajian farmasi klinis dengan menggunakan metode SOAP.

Tabel 2. Terapi yang Diberikan saat Dirawat di Rumah Sakit


Des-14 Jan-15
Nama Obat
29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lasix inj 1-0-0 √ √ - - - - - - - - - -
Lasix inj 2-0-0 - - √ √ √ √ - - - - - -
Lasix inj 1-0-0 - - - - - - √ √ √ √ √ √
Ranitidin tab 2x1 √ √ - - - - - - - - - -
Ondansentron inj 2x1 - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Omeprasol inj 2x1 - - - - - - - √ √ √ √ √
Fucoidan tab 3x1 - - - - - - - √ √ √ √ √
Captopril 25 mg tab 3x1 - √ √ √ √ √ √ √ - - - -
Candesartan TI 80 mg tab 1-0-0 - - - - - - - √ √ √ √ √
Amoxicillin inj √ √ √ - - - - - - - - -
Ciprofloxacin tab 2x1 - - - √ √ √ √ - - - - -
Cefoperazone inj - - - - - - - √ √ √ √ -
Cinam inj 3x1 - - - - - - - - - - - √
Transfusi PRC - - - - - - - √ √ √ √ -
Asam folat - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Paracetamol tab 3x1 Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp
NS atau RL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kidmin : flutrolit (1:1) - √ √ √ √ - - - - - - -
Comafusin : ivelip - - - - - - - √ √ √ - -
Lactulosa syr 3xCI - - - - - - - - - - √ -

Tabel 3. Tanda-tanda vital pasien


Des-14 Jan-15
TTV
29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BP(mmHg) 128/70 130/60 130/80 140/60 150/90 120/90 120/70 130/60 160/90 150/70 130/70 160/90
N(x/min) 88 86 72 88 80 82 80 84 80 80 88 80
Suhu (0C) 36,9 36,5 37 37 36,3 37 37,5 37,6 36,6 38,5 38,7 36,6
RR (x/min) 20 26 20 20 20 20 20 20 20 22 22 20

Tabel 4. Kondisi Klinis Pasien


Des-14 Jan-15
TTV
29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Panas +++ +++ +++ ++ ++ - + + + + + -
Mual +++ ++ ++ + + + + + + + + +
Muntah - - - - - - - - - - - -
Sesak +++ +++ ++ ++ ++ + + + + + + +
Pusing - - +++ ++ + - - - - - - -
Nyeri Perut +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++ ++ ++
Batuk ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + + + + +
Nyeri kencing - - - - - - ++ ++ - - - -
Udema perut +++ +++ +++ ++ ++ + + + + + + +
Susah BAB - - - - - - - - - + + -

Tabel 5. Tanda-tanda Laboratorium


Des-14 Jan-15
Parameter Lab Nilai Normal
28 29 30 31 1 4 5 6 7
Darah
WBC 4-10x103 u/µL 13 26,6 24,9 16,7 16,7
Trombosit 150-400 u/µL 233
HCT 37-54 26,2 25,6 25,4 24,6 24,6
Hb 11-16 8,7 8,5 8,3 7,8 7,8
Ureum 13-42 103
Cr 0,7-1,3 5,67 5,7 7
Glukosa 70-110 153 146
Na 135-145 138,7 113,7 131
K 3,5-5 4,65 4,67 4,66
Cl 95-108 114,8 112,3 105,6
BUN Okt-24 57 81
Cholesterol <200 102
TG <150 142
Albumin 3,5-5,5 3
SGPT 0-35 13
SGOT 0-37 18
UA <7 7,7
URIN
Leukosit 0-1 lbp 10-13
Eritrosit - 1-3
Protein - +
V. HASIL PRAKTIKUM

PHARMACEUTICAL CARE

PATIENT PROFILE

Ny H

Jenis Kelamin : Perempuan Tgl. MRS : 29 Desember 2014 18.40


Usia : 70 Tahun Tgl. KRS :
Tinggi badan :
Berat badan :

Presenting Complaint
Panas sejak 2 hari lalu, membaik kemudian kumat lagi(diatasi dengan minum
paracetamol) sesak sejak hari lalu, membaik dan kumat lagi (diatasi dengan minum
paracetamol), pasien mual tapi tidak muntah

Diagnosa kerja : CKD stage 4, DM nefropati, Hipertensi, Febris


Diagnosa banding :-

 Relevant Past Medical History: Lasix injeksi, Ranitidin , ondansentron injeksi,


omeprazole injeksi, fucoidan tab, captopril, kandesartan, amoxcilin
injeksi,ciprofloxacin tab, cefoperazen injeksi, cinam injeksi, tranfuss
PRC, asam folat, paracetamol tab, NS atau RL, kidmin, comafusin,
lactulosa syr

Drug Allergies:
Tidak Ada alergi obat

Des-14 Jan-15
TTV
29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BP(mmHg) 128/70 130/60 130/80 140/60 150/90 120/90 120/70 130/60 160/90 150/70 130/70 160/90
N(x/min) 88 86 72 88 80 82 80 84 80 80 88 80
Suhu (0C) 36,9 36,5 37 37 36,3 37 37,5 37,6 36,6 38,5 38,7 36,6
RR (x/min) 20 26 20 20 20 20 20 20 20 22 22 20
Medication

No. Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi


digunakan (literatur)
1 Lasix injeksi Diuretik 1x40 mg 20-40 mg iv/im,

2 Ranitidin 150 mg Asam lambung 2x 150 mg 50 mg im/iv @ 6-8


jam
3 Ondansentron Mual, muntah 2x 4 mg 0,15 mg/kg
injeksi
4 Omeprazol injeksi Asam lambung 2x 40 mg 40 mg/ hari

5 Fucoidan tab Suplemen lambung 3x 1 kapsul @ 1-2 kali

6 Captopril 25 mg Hipertensi 3x 25 mg Initial 25 mg @ 8-12


jam maintanence 25-
150 mg
7 Kandesartan 8 mg Hipertensi Pagi 8 mg 16 mg/ hari, titrasi 8-
32 mg/ hari atau @ 4
jam
8 Amoksilin injeksi Antibiotik - -

9 Ciprofloxacin tab Antibiotik 2 x 500 mg 500 mg@ 12 jam


7- 14 hari
10 Cefoperazen injeksi Antibiotik - 2-4 gram / hari dibagi
per 12 jam
11 Cinam injeksi Antibiotik 3x1 1,5 gr- 3 gr , iv/ im @
6 jam, tidak lebih 12
gr/ hari
12 Tranfuss PRC - - -

13 Asam folat Vitamin - Perempuan : 400-800


mcg/ hari
14 Paracetamol tab Demam 3 x 500 g 325-650 mg @ 4 jam
bila perlu
15 NS atau RL Elektrolit - -

16 Kidmin: futrolit Nutri untuk gagal ( 1: 1) -


ginjal kronik
17 Comafusin : ivelip Nutrisi - -
hepatoprotektor
18 Lactulosa sirup Pencahar 3x 15 ml 15-30 ml (10-20 gr)
1x sehari
Data Laboratorium

Parameter Des 14 Jan 15


Nilai Normal
Lab 28 29 30 31 1 2 3 4 5 6
DARAH
WBC 4-10x103 U/μL 13 26,6 24,9 16,7 16,7
Trombosit 150 U/μL 233
Hct 37-54 26,2 25,6 25,4 24,6 24,6
Hb 11-16 8,7 8,5 8,3 7,8 7,8
Ureum 13-42 103
Cr 0,7-1,3 5,67 5,7 7
Glukosa 70-110 153 146
Na 135-145 138,7 113,7 131
K 3,5-5 4,65 4,67 4,66
Cl 95-108 114,8 112,3 105,
6
Bun 10-24 57 81
Kolesterol <200 102
TG <150 142
Albumin 3,5-5,5 3
SGPT 0-35 13
SGOT 0-37 18
UA <7 7,7
URIN
Leukosit 0-1 lbp 10-
13
Eritrosit - 1-3
Protein - +
No Further Information Jawaban Alasan
Required
1. Apakah infeksi yang dialami Ganggren Untuk mengetahui faktor
pasien ? resiko
2. Apakah dokter memutuskan Tidak ada dialisis Menentukan terapi
untuk dialisis?
3. Apakah ada hasil kultur Enterobakteri anaerob Menentukan terapi
infeksi?
4. Apakah ada serum feritin? Serum feritin belum Menentukan terapi
terpenuhi

Problem List(Actual Problem)

Medical Pharmaceutical

1 Diabetes Melitus Nefropati 1 Masalah:


Tidak ada Pengobatan meskipun ada
indikasi
2 Hipertensi 2 Masalah:
Adanya interaksi obat
3 Anemia 3 Masalah:
Penggunaan obat yang tidak sesuai
dengan guideline
4 Infeksi 4 Masalah:
Kombinasi yang tidak tepat
5 Hiponatremi 5 Masalah:
Terlalu banyak obat yang diresepkan
untuk indikasi yang sama
6. Ulcer stres 6. Masalah:
Terlalu banyak obat yang diresepkan
untuk indikasi yang sama
7. Febris 7. Masalah:
Tidak ada DRP
8. Odema 8.Masalah:
Tidak ada DRP
9.Konstipasi 9. Masalah:
Tidak ada DRP
10 Hiperurisemia 10. Masalah:
Tidak ada DRP
11 Hipoalbumin 11. Masalah:
Ada indikasi yang tidak diterapi
Subjective (symptom)
Panas sejak 2 hari lalu, membaik kemudian kumat lagi (diatasi dengan minum
paracetamol) sejak 2 hari lalu, membaik kumat lagi (diatasi dengan minum
paracetamol) pasien mual tetapi tidak muntah. Pasien diketahui alkohol (-),
merokok (-), minum jamu-jamuan saat tidak fit

Objective (signs)
1.Tanda- tanda vital

Des-14 Jan-15
TTV
29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BP(mmHg) 128/70 130/60 130/80 140/60 150/90 120/90 120/70 130/60 160/90 150/70 130/70 160/90
N(x/min) 88 86 72 88 80 82 80 84 80 80 88 80
Suhu (0C) 36,9 36,5 37 37 36,3 37 37,5 37,6 36,6 38,5 38,7 36,6
RR (x/min) 20 26 20 20 20 20 20 20 20 22 22 20

2,Kondisi klinis pasien


Des-14 Jan-15
TTV
29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Panas +++ +++ +++ ++ ++ - + + + + + -
Mual +++ ++ ++ + + + + + + + + +
Muntah - - - - - - - - - - - -
Sesak +++ +++ ++ ++ ++ + + + + + + +
Pusing - - +++ ++ + - - - - - - -
Nyeri Perut +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++ ++ ++
Batuk ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + + + + +
Nyeri kencing - - - - - - ++ ++ - - - -
Udema perut +++ +++ +++ ++ ++ + + + + + + +
Susah BAB - - - - - - - - - + + -

3.Terapi yang Diberikan saat Dirawat di Rumah Sakit


Des-14 Jan-15
Nama Obat
29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lasix inj 1-0-0 √ √ - - - - - - - - - -
Lasix inj 2-0-0 - - √ √ √ √ - - - - - -
Lasix inj 1-0-0 - - - - - - √ √ √ √ √ √
Ranitidin tab 2x1 √ √ - - - - - - - - - -
Ondansentron inj 2x1 - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Omeprasol inj 2x1 - - - - - - - √ √ √ √ √
Fucoidan tab 3x1 - - - - - - - √ √ √ √ √
Captopril 25 mg tab 3x1 - √ √ √ √ √ √ √ - - - -
Candesartan TI 80 mg tab 1-0-0 - - - - - - - √ √ √ √ √
Amoxicillin inj √ √ √ - - - - - - - - -
Ciprofloxacin tab 2x1 - - - √ √ √ √ - - - - -
Cefoperazone inj - - - - - - - √ √ √ √ -
Cinam inj 3x1 - - - - - - - - - - - √
Transfusi PRC - - - - - - - √ √ √ √ -
Asam folat - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Paracetamol tab 3x1 Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp
NS atau RL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kidmin : flutrolit (1:1) - √ √ √ √ - - - - - - -
Comafusin : ivelip - - - - - - - √ √ √ - -
Lactulosa syr 3xCI - - - - - - - - - - √ -
4.Tanda-tanda Laboratorium
Des-14 Jan-15
Parameter Lab Nilai Normal
28 29 30 31 1 4 5 6 7
Darah
WBC 4-10x103 u/µL 13 26,6 24,9 16,7 16,7
Trombosit 150-400 u/µL 233
HCT 37-54 26,2 25,6 25,4 24,6 24,6
Hb 11-16 8,7 8,5 8,3 7,8 7,8
Ureum 13-42 103
Cr 0,7-1,3 5,67 5,7 7
Glukosa 70-110 153 146
Na 135-145 138,7 113,7 131
K 3,5-5 4,65 4,67 4,66
Cl 95-108 114,8 112,3 105,6
BUN Okt-24 57 81
Cholesterol <200 102
TG <150 142
Albumin 3,5-5,5 3
SGPT 0-35 13
SGOT 0-37 18
UA <7 7,7
URIN
Leukosit 0-1 lbp 10-13
Eritrosit - 1-3
Protein - +

Assesment (With evidence)


1. Diabetes Melitus nefropati
Obat: Kidmin :Futrolit (1:1)
Masalah:
C1.6 : Tidak ada pengobatan meskipun ada indikasi yaitu diabetes melitus.
Nefropati Diabetikum yang merupakan perjalanan dari komplikasi Diabetes
Melitus dapat terjadi karena kadar gula darah yang tinggi, secara perlahan akan
merusak membran penyaring pada ginjal yang mengakibatkan penghalang protein
rusak dan terjadi kebocoran protein pada urin (albuminuria), hal inilah yang
menyebabkan malnutrisi. Menurut hasil penelitian di Amerika, pasien GGK
dengan DM yang mengalami malnutrisi dengan albumin < 3,5 g/dl, asupan
protein < 1,0 g/kg/hr, asupan energi < 25 kkal/kg/hr dan Lingkar lengan atas
(LLA) < 90% terbukti meningkatkan angka mortalitas (De Arau'jo, 2006).

Kidmin mengandung asam amino rantai panjang yaitu leucine, isoleucine dan
valin yang berfungsi untuk pasien gagal ginjal akut maupun kronik yang
mengalami hipoproteinemia dan malnutrisi.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan keadaan dimana terjadi penurunan
fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menahun) disebabkan oleh
berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif dan umumnya tidak dapat
pulih kembali (irreversible). Diabetes Melitus (DM) sebagai penyebab yang
paling utama GGK, yaitu sekitar 30% dari DM tipe 1 dan 40% dari DM tipe 2.
Fase awal tidak diketahui tanda-tandanya, dan gejala tersebut timbul setelah 10
tahun menderita DM tipe 1 atau 5-8 tahun setelah menderita DM tipe 2 (McCance
dan Huether, 2006).

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik (Suwitra, 2014) meliputi :

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya


a. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung
mempergunakan rumus Kockcroft – Gault. Kadar kreatinin serum
saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
b. Kelainan biokomiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia,
hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, asidosis metabolik.
c. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria,
cast, isosteinuria. Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi
:1 1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid ( comorbid condition ).
3. Memperlambat perburukkan fungsi ginjal.
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.

2. Hipertensi
Masalah:
Obat: Lasix injeksi (furosemid), Captopril 25 mg, Candesartan TI 8 mg.
C1.5 : Adanya interaksi obat
Hipertensi yang dialami oleh pasien diabetes dengan gagal ginjal kronis diberikan
lebih dari 1 agen yang dikombinasi untuk menjaga tekanan darah tetap stabil.
Kombinasi captopril sebagai agen ACE inhibitor dan Candesartan agen
angiotensin reseptor bloker mempunyai interaksi dengan mekanisme blokade
sistem RAAS dua kali karena kerja kedua agen adalah sama sehingga
meningkatkan resiko hipotensi, hiperkalemia dan gangguan ginjal, disarankan
untuk menggunakan alternatif lain.
Insidensi hipertensi sekunder mencapai 5-10% dari seluruh kasus hipertensi.
Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal
(hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-
lain (Nafrialdi, 2008). Hiperglikemik, kadar angiotensin II yang tinggi
(meningkatkan hipertensi glomerulus) dan adanya penimbunan produk AGEs
(Advanced Glycosylation Products) dalam glomerulus maupun tubulus ginjal
yang merupakan faktor pemburuk terjadinya kerusakan membran penyaring pada
ginjal, yang akan mengakibatkan penghalang protein rusak sehingga terjadi
kebocoran protein pada urin (albuminuria) lebih banyak dari pada pasien GGK
(De Arau'jo, 2006).

Menurut Canadian Diabetes Association Clinical Practice Guidelines tatalaksama


Pasien GGK yang hipertensi dengan diabetes:

a. Terapi antihipertensi seharusnya termasuk ACE inhibitor atau angiotensin


receptor blocker
b. Tekanan darah seharusnya ditargetkan kurang dari 130mm Hg sistolik dan
kurang dari 80 mmHg diastolik.
Hipertensi Kebanyakan pasien dengan hipertensi dan CKD membutuhkanrejimen
obat yang mencakup tiga atau lebih agen antihipertensi untukmencapai tekanan
darah target. Pengurangan tekanan darah bisadicapai dengan agen di semua kelas
antihipertensi, meskipun di sanaadalah preferensi untuk agen yang menghambat
sistem renin-angiotensin,dan pilihan harus dipandu oleh pasien secara
bersamaankeadaan penyakit.Terapi diuretik bermanfaat untuk manajemen tekanan
darahpada pasien dengan CKD dini; Namun, diuretik thiazide tidakumumnya
efektif pada pasien dengan GFR <30 mL / menit. Loopdiuretik dapat digunakan di
seluruh tahapan CKD; namun,pasien dengan ESRD yang memiliki minimal tanpa
sisa ginjalfungsi akan sering tidak menanggapi agen-agen ini.ACEI atau
angiotensin receptor blockers adalah agen yang disukai untukpasien dengan CKD
progresif dan proteinuria. Mereka juga disukaipada pasien dengan ESRD karena
potensi manfaatnya,termasuk regresi LVH, pengurangan aktivitas saraf
simpatikdan kecepatan gelombang-pulsa, peningkatan fungsi endotel,
danmengurangi stres oksidatif. Dosis awal yang lebih rendah dari agen ini
mungkindiperlukan karena eliminasi paruh kehidupan dari senyawa
induk(captopril dan lisinopril) atau metabolit aktif (enalapril, benazepril,dan
ramipril) diperpanjang pada pasien ESRD. Angiotensin tersediablocker reseptor
tidak memerlukan penyesuaian dosis untuk menurunfungsi ginjal dan mereka
tidak secara efektif dihapus oleh hemodialisis. Calcium channel blockers yang
selektif menurunkan vaskular sistemikresistensi juga tampak efektif dalam
pengobatan hipertensipada pasien dengan ESRD dan berhubungan dengan
penurunan total danmortalitas kardiovaskular. β-Blocker mungkin sangat berguna
dalampasien CKD hipertensi diberikan efek menguntungkan setelah
miokardialinfark. Agen seperti esmolol, timolol, pindolol, metoprolol,atau
labetalol, yang dimetabolisme dan tidak secara signifikan dihilangkandialisis,
mungkin lebih mudah untuk dosis titrasi dari agen yang keduanyadialyzable dan
secara ekstensif dihilangkan tidak berubah oleh ginjal (misalnya,acebutolol,
atenolol, bisoprolol, dan nadolol). Agen yang membutuhkan lebih sedikitdosis
dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan pasien.Penggunaan agen
antihipertensi lainnya pada pasien dengan CKDharus didasarkan pada
rekomendasi dalam populasi umum. Dalam populasi ESRD, agen yang bertindak
pada simpatiksistem saraf, seperti prazosin, terazosin, doxazosin,
clonidine,guanabenz, dan guanfacine, mungkin diperlukan pada pasien yangtidak
responsif terhadap ACEI, calcium channel blockers, atau β-blockerterapi, dan
digunakan bersama dengan dialisis yang adekuat. Central α2-agonis seperti
clonidine tampaknya menjadi yang paling aman dari agen-agen ini;Namun, efek
buruk, seperti mulut kering, dapat menyebabkan cairan ekstrakonsumsi pada
beberapa pasien. Α-blocker postsynaptic (misalnya,prazosin)berhubungan dengan
hipotensi postural setelah hemodialisis.Guanethidine dan methyldopa harus
dihindari karenakomplikasi potensial, termasuk hipotensi postural yang
parah,hipotensi berat terkait dialisis, dan impotensi. Tambahan darivasodilator
seperti minoxidil mungkin terbukti berguna pada pasien yang resistenuntuk
kombinasi dari agen yang disebutkan sebelumnya (Dipiro, 2008).

Kontrol BP yang ketat ke tujuan kurang dari 130/80 mm Hg bisamemperlambat


penurunan fungsi ginjal. Meskipun tujuan BP yang ketat inidirekomendasikan
pada penyakit ginjal kronis yang signifikan, manfaat jangka panjangTujuan BP
yang lebih rendah ini sebagian besar telah ditunjukkan pada pasiendengan kedua
penyakit ginjal kronis yang signifikan dan diabetes. Inikontrol yang ketat sering
membutuhkan dua atau lebih obat antihipertensi.Selain menurunkan BP, ACE
inhibitor dan ARB juga berkurangtekanan intraglomerular, yang secara teoritis
dapat memberikan tambahanmanfaat dengan semakin mengurangi penurunan
fungsi ginjal. ACE inhibitor dan ARB telah terbukti mengurangi
perkembanganpenyakit ginjal kronis pada diabetes dan pada mereka tanpa
diabetes.Sulit untuk membedakan apakah perlindungan ginjalmanfaat dari
blokade RAAS atau menurunkan BP. Metaanalisis baru-baru inigagal
menunjukkan proteksi ginjal jangka panjang yang unikefek obat penghambat
RAAS dibandingkan dengan antihipertensi lainnyadrugs. Selain itu, analisis
subkelompok pasien dariALLHAT dikelompokkan berdasarkan nilai GFR dasar
yang berbeda juga tidakmenunjukkan perbedaan dalam hasil jangka panjang
dengan chlorthalidone versuslisinopril. Meskipun demikian, pedoman konsensus
merekomendasikan salah satunyaACE inhibitor atau ARB sebagai terapi lini
pertama untuk mengontrol BP dan memperlihatkan fungsi ginjal pada penyakit
ginjal kronis.Beberapa data menunjukkan bahwa kombinasi inhibitor ACE
denganARB mungkin lebih efektif daripada agen tunggal saja.
Namun,penggunaan rutin kombinasi ini pada semua pasien dengan ginjal
kronisPenyakit ini kontroversial. Karena pasien ini biasanya membutuhkan
banyakagen antihipertensi, diuretik dan antihipertensi ketigakelas obat (misalnya,
β-blocker, CCB) sering dibutuhkan (Dipiro, 2008).

3. Anemia
Obat: Transfusi PRC dan asam folat
Masalah:
C1.1 : penggunaan obat yang tidak sesuai dengan guideline
Berdasarkan further information required bahwa serum feritin pasien rendah,
sehingga perlu diberikan tambahan zat besi untuk mencukupi kebutuhan besi
dalam tubuh, sedangkan penggunaan asam folat adalah untuk anemia
megaloblastik. Tranfusi darah adalah pilihan lini ketiga pada anemia. Transfusi
darah mempunyai banyak resiko, maka penggunaannya hanya untuk situasi
tertentu seperti tindakan yang kehilangan bnyak darah seperti bedah.

Berdasarkan teori, pada pasien GGK baik dengan DM dan Non DM sering terjadi
anemia sekitar 80-90%.15 Penyebab utama anemia adalah berkurangnya
pembentukan sel-sel darah merah, yang disebabkan oleh defisiensi pembentukan
eritropoietin oleh ginjal. Faktor kedua yang ikut berperan pada anemia adalah
masa hidup sel darah merah pada pasien GGK hanya sekitar separuh dari masa
hidup sel darah merah normal (120 hari). Asupan makanan yang rendah asam
folat, vitamin B12 dan Fe, serta adanya inhibitor penyerapan kadar Fe, dan
kehilangan darah pada saat pengambilan sampel uji laboratorium memperburuk
keadaan anemia. Anemia mengakibatkan pasien merasakan lemah, pucat,
kelelahan, perubahan denyut jantung karena pengangkutan oksigen berkurang dari
paru-paru ke seluruh tubuh. The National Kidney Foundation’s Kidney Dialysis
Outcome Quality Initiative (KDOQI) menyarankan penggunaan protein sebaiknya
0,6 g/kg BB/hari dan 35 kkal/kg BB/hari pada pasien yang tidak mendapat terapi
dialisis. Produk protein yang berlebihan akan menjadi toksik didalam darah
karena gagal ginjal dapat mengakibatkan sindrome uremik yang mengganggu
sistem organ tubuh menjadi abnormal seperti gangguan hormon, gangguan
gastrointestinal dan lain-lain, dengan pemberian terapi konservatif, yaitu
pemberian diit rendah protein yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien (Parsudi, 2009).
Untuk pasien dengan anemia dan cadangan besi yang adekuat, agen yang
menstimulasi eritropoiesis seharusnya dimulai jika kadar hemoglobin berkurang
di bawah 100g/L. Untuk pasien yang tidak menerima agen yang menstimulasi
eritropoiesis dan yang kadar hemoglobin <119g/L, besi seharusnya diberikan
untuk mempertahankan kadar feritin >100ng/mL dan saturasi transferin>20%.
Untuk pasien yang mendapat agen yang stimulasi eritropoiesis, besi seharusnya
diberikan untuk mempertahankan kadar feritin>100ng/mL dan saturasi transferin
>20%. Bentuk besi oral merupakan terapi lini pertama yang dipilih untuk pasien
dengan gagal ginjal kronik. Pasien yang tidak mencapai target serum feritin atau
saturasi transferin atau keduanya ketika mengonsumsi bentuk besi oral atau yang
tidak menolerir bentuk oral seharuanya menerima bentuk besi intravena.
Transfusi dan Terapi Tambahan Transfusi sel darah merahsaat ini pilihan
pengobatan lini ketiga untuk anemia CKD.Transfusi sel darah merah membawa
banyak risiko dan karenanya harus hanya digunakan dalam situasi tertentu, seperti
manajemen akutanemia simtomatik, setelah kehilangan darah akut yang
signifikan, dansebelum prosedur bedah yang membawa risiko tinggi kehilangan
darah, dengantujuan mencegah oksigenasi jaringan atau jantung yang tidak
adekuat (Dipiro, 2008).
4. Infeksi
Obat: amoxicillin injeksi, Ciprofloxacin tablet, Cefoperazon injeksi, Cinam
injeksi.
Masalah: Duplikasi yang tidak tepat dari kelompok terapeutik atau bahan aktif
Diketahui pasien mengalami infeksi foot gangren yang hasil kulturnya adalah
karena adanya bakteri enterobacter anaerob yang menginfeksi gangren tersebut.
Menurut Dipiro (2008), infeksi oleh enterobacter dapat diobati dengan antibiotik
imipenem, meropenem, cefeepim, golongan aminodlikosida, ciprofloxacin,
levofloxacin, piperacilin-tazobactam.
Sebagian besar infeksi menyebabkan peningkatan jumlah WBC
(leukositosis)karena peningkatan produksi dan mobilisasi granulosit(neutrofil,
basofil, dan eosinofil), limfosit, atau baik untuk menelan dan menghancurkan
mikroba penyerang. Secara umumrentang nilai normal yang diterima untuk
perhitungan WBC adalah antara 4.000dan 10.000 sel / mm3. Nilai di atas atau di
bawah rentang ini dipertahankannilai prognostik dan diagnostik yang
penting.Infeksi bakteri dikaitkan dengan peningkatan granulositjumlah, sering
dengan bentuk yang belum matang (neutrofil band) terlihat padapemeriksaan
darah perifer. Neutrofil dewasa juga disebut sebagaitersegmentasi neutrofil atau
polimorfonuklear (PMN) leukosit. Itubentuk yang belum matang (shift kiri)
merupakan indikasi dari suatupeningkatan respon sumsum tulang terhadap
infeksi. Dengan infeksi,jumlah WBC perifer bisa sangat tinggi, tetapi mereka
jarang lebih tinggidari 30.000 hingga 40.000 sel / mm3. Karena leukositosis
menunjukkantanggapan tuan rumah yang normal terhadap infeksi, jumlah leukosit
rendah setelahawitan infeksi menunjukkan respons abnormal dan umumnyaterkait
dengan prognosis yang buruk.Cacat granulosit yang paling umum adalah
neutropenia, suatu penurunandalam jumlah absolut dari neutrofil yang
bersirkulasi. Limfositosis, bahkan dengan WBC total normal atau sedikit lebih
tinggijumlah, umumnya dikaitkan dengan tuberkulosis dan virus atau
jamurinfeksi. Peningkatan monosit dapat dikaitkan dengan tuberkulosisatau
limfoma, dan peningkatan eosinofil dapat dikaitkandengan reaksi alergi terhadap
obat-obatan atau infeksi yang disebabkan oleh metazoa.Banyak jenis infeksi yang
bisa disertai sepenuhnyajumlah dan diferensial WBC normal.
5. Hiponatremi
Obat: Futrolit, NaCL, Ringer laktat.
Masalah:
C1.7 : Terlalu banyak obat yang diresepkan untuk indikasi yang sama.
Futrolit adalah sediaan infus yang mengandung ion elektrolit seperti natrium,
kalium, calsium magnesium, dan lain-lain yang berguna untuk memenuhi
kebutuhan cairan eletrolit dalam tubuh. Sedangkan NaCl dan Ringer laktat juga
merupakan cairan infus mengandung ion elektrolit sehingga sebaiknya dipilih
salah satu sediaan tersebut.
Pada orang dengan fungsi ginjal normal, keseimbangan natrium dipertahankan
pada asupan natrium 120-150 mEq / hari. Fraksi ekskresi natrium (FeNa) adalah
sekitar 1% hingga 3%. Keseimbanganair juga dipertahankan, dengan kisaran
normal osmolalitas kemih50 hingga 1.200 mOsm /kg (kisaran rata-rata 500
hingga 800 mOsm / kg). Sebuahdiuresis osmotik terjadi dengan peningkatan FeNa
yang mengarah ke hilangnyacairan dan gangguan dalam kemampuan ginjal untuk
mengencerkan konsentrat urin (osmolalitas kemih seringkali difiksasi pada
plasmaatau sekitar 300 mOsm / L). Nocturia terjadi relatif awalperjalanan CKD
(tahap 3) sekunder untuk defek di saluran kencing. Pada pasien dengan CKD berat
(stadium 4 dan 5),konsentrasi natrium serum umumnya dipertahankan sebagai
hasil dari suatupeningkatan FeNa sebanyak 30%, tetapi menghasilkan volume
yang diperluas. Total ekskresi natrium ginjal menurun meskipun
peningkatanekskresi natrium oleh nefron yang tersisa. Volume kelebihan
denganedema paru dapat terjadi, tetapi manifestasi paling umum daripeningkatan
volume intravaskuler adalah hipertensi sistemik (Dipiro, 2008).

6. Stress Ulcer
Obat: Ranitidin tablet, ondasetron injeksi, omeprazol injeksi, fucoidan tablet.
Masalah: terlalu banyak obat yang diresepkan untuk indikasi yang sama.
Pasien yang mengalami diabetes yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
gastroparesis yaitu penundaan pengosongan lambung. Hal ini dapat menyebabkan
makanan semakin lama berada pada lambung. Akibatnya adalah makan sedikit
sudah terasa kenyang, reflux asam lambung, dan gejala yang biasanya dialami
pasien adalah, mual, muntah, kembung.
Gejala-gejala yang bisa ditemukan pada penderita gastroparesis diabetika antara
lain mual, muntah, anoreksia, nyeri abdomen, rasa cepat kenyang, rasa tidak enak
diperut bagian atas, rasa terbakar di dada (heart burn), regurgitasi asam, sendawa,
halitosis dan penurunan berat badan. Karena gastroparesis diabetika sering disertai
gangguan pada saluran cerna lainnya maka gejala-gejala disgfagi (disfungsi
esophagus), diare dan atau konstipasi (disfungsi usus halus dan colon) sering pula
ditemui. Sampai saat ini tindakan pengobatan lebih ditujukan kepada kasus-kasus
yang simptomatik, pada yang asimptomatik apalagi dengan kendali diabetes yang
baik belum diperlukan pengobatan, namun dalam rangka membantu mencapai
kendali gula darah yang lebih baik dan memperbaiki nutrisi, pengobatan terhadap
kasus asimptomatik dapat diberikan. Penggunaan obat-obat prokinetik untuk
meningkatkan kecepatan pengosongan lambung merupakan pendekatan paling

efektif dalam pengobatan penderita gastroparesis yang simptomatik. Sebelum


terapi prokinetik dimulai seharusnya waktu pengosongan lambung diukur, namun
karena tidak praktis dapat diberikan terapi pengobatan selama 4 minggu, bila
symptom tidak berkurang ataupun muncul kembali setelah terapi dihentikan maka
waktu pengosongan lambung harus diukur (Sutadi, 2003).
7. Febris
Obat: Paracetamol tablet
Masalah: tidak ada DRP
Febris atau demam adalah gejala terhadap suatu penyakit. Pada pasien ini demam
disebabkan oleh infeksi foot gangren.
Kehadiran suhu lebih besar dari yang diharapkan 37 ° CSuhu tubuh "normal"
(98,6 ° F) dianggap sebagai ciri khaspenyakit menular. Suhu tubuh dikendalikan
oleh hipotalamus.Selain itu, ritme sirkadian, suhu built-insiklus, juga operasional.
Ritme temperatur harian bisa bervariasisetiap individu. Pada orang yang sehat,
termostat internal diaturantara pagi hari dengan suhu rendah dan puncak sore
haridikendalikan oleh ritme sirkadian. Selama demam, hipotalamusdi-reset pada
tingkat suhu yang lebih tinggi.Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu
tubuh terkontroldi atas kisaran normal. Suhu tubuh normal rata-rata kisaran
diambil secara lisan adalah 36,7 hingga 37 ° C (98,0 hingga 98,6 ° F). Suhu
tubuhdiperoleh rektal umumnya adalah 0,6 ° (1 ° F) lebih tinggi dan aksilasuhu
0,6 ° C (1 ° F) lebihrendah dari suhu oral, masing-masing.Suhu kulit juga kurang
dari suhu mulut tetapidapat bervariasi tergantung pada metode pengukuran
spesifik. Demam bisamenjadi manifestasi dari keadaan penyakit selain infeksi.
Kolagenvaskular(gangguan autoimun) dan beberapa keganasan dapat
terjadidemam sebagai manifestasi. Demam asal tidak diketahui atau tidak
ditentukanadalah dilema diagnostik dan ditinjau secara luas di tempat lainBanyak
obat telah diidentifikasi sebagai penyebab demam. Diinduksi obatdemam
didefinisikan sebagai demam persisten tanpa adanya infeksi atau lainnyakondisi
dasar. Demam harus bersamaan dengan waktuadministrasi agen yang
menyinggung dan menghilang segerapenarikan, setelah itu suhu tetap normal.
Mungkinmekanisme demam akibat obat adalah hipersensitivitasreaksi atau
pengembangan kompleks antigen-antibodi yang dihasilkandalam stimulasi
makrofag dan pelepasan interleukin 1(IL-1). Meskipun ini bukan efek obat umum
(akuntansi nolebih dari 5% dari semua reaksi obat), harus dicurigai kapanalasan
yang jelas untukdemam tidak hadir. Hampir semua obat bisamenghasilkan
demam, tetapi antibiotik β-laktam, antikonvulsan, allopurinol,hidralazin,
nitrofurantoin, sulfonamid, fenotiazin, danmethyldopa tampaknya lebih sering
bertanggung jawab daripada yang lain. Etiologi demam yang tidak menular dapat
disebut sebagai "falseposit".Meskipun ini tentu dapat membingungkan dokter,
bahkanlebih merepotkan adalah negatif palsu: tidak adanya demam pada
pasiendengan tanda dan gejala yang konsisten dengan penyakit
menular.Pertanyaan yang hati-hati dari pasien atau keluarga sangat penting untuk
menilaikonsumsi obat apa pun yang dapat menutupi demam (mis., aspirin,
acetaminophen,agen antiinflamasi nonsteroid, dan kortikosteroid).Penggunaan
antipiretik harus berkecil hati selamapengobatan infeksi kecuali benar-benar
diperlukan karena mereka bisamenutupi respons terapeutik yang buruk. Apalagi
suhu tubuh yang tinggi,kecuali sangat tinggi (> 40,5 ° C [105 ° F]), tidak
berbahayadan mungkin berbahayabermanfaat (Dipiro, 2008).
Demam yang dialami pasien adalah karena infeksi pada gangren kaki akibat
diabetes melitus.

8. Hiperurisemia
Obat: tidak ada
Masalah: tidak ada DRP
Pada pasien ini dengan kadar asam urat 7,7 mg/dl, terjadi kelebihan asam urat
tetapi tidak menimbulkan gejala klinik. Penderitan hiperurisemia ini harus di
upayakan untuk menurunkan kelebihan urat tersebut dengan mengubah pola
makan atau gayahidup.
Asam urat adalah produk katabolisme asam nukleat purin. Walaupun asam urat
difiltrasi oleh glomerulus dan disekresikan oleh tubulus distal ke dalam urin,
sebagian besar asam urat direabsorpsi di tubulus proksimal. Pada kadar yang
tinggi, asam urat akan disimpan pada persendian dan jaringan, sehingga
menyebabkan inflamasi. Protein yang berasal dari diet atau kerusakan jaringan
dipecah menjadi adenosin dan guanin untuk selanjutnya akan dikonversi menjadi
asam urat di dalam hati. Asam urat diangkut dalam plasma dari hati ke ginjal. Di
dalam ginjal, asam urat akan difiltrasi oleh glomerulus. Sekitar 98-100% asam
urat direabsorpsi di tubulus proksimal setelah melewati filtrasi glomerulus.
Sebagian kecil asam urat akan disekresikan oleh tubulus distalis ke dalam urin.
Eliminasi asam urat sekitar 70% dilakukan oleh ginjal, selebihnya akan
didegradasi oleh bakteri di dalam traktus gastrointestinal. Asam urat akan
dioksidasi menjadi allantoin. Kerusakan ginjal kronis akan menyebabkan
peningkatan kadar asam urat karena kegagalan dalam filtrasi glomerulus
(Verdiansah, 2016).
9. Udema
Obat: Lasix injeksi (Furosemid)
Masalah: tidak ada DRP
GGK disebabkan dengan berbagai macam keadaan seperti Gangguan pada
pulmoner yaitu nafas dangkal, kussmaul, dan batuk dengan sputum. Gangguan
cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa. Gangguan pada kardiovaskuler
seperti hipertensi, nyeri dada, gangguan irama jantung dan edema. Edema
merupakan tanda dan gejala yang umum pada kelebihan volume cairan. Edema
merujuk kepada penimbunan cairan di jaringan subkutis dan menandakan ketidak
seimbangan gaya-gaya starling (kenaikan tekanan intravaskuler atau penurunan
tekanan intravaskuler) yang menyebabkan cairan merembes ke dalam ruang
interstisial. Edema akan terjadi pada keadaan hipoproteinemia dan gagal ginjal
yang parah seperti GGK (Thomas & Tanya, 2012).

10. Hipoalbumin
Obat: tidak ada
Masalah: tidak adaDRP
Nefropati Diabetikum yang merupakan perjalanan dari komplikasi Diabetes
Melitus dapat terjadi karena kadar gula darah yang tinggi, secara perlahan akan
merusak membran penyaring pada ginjal yang mengakibatkan penghalang protein
rusak dan terjadi kebocoran protein pada urin (albuminuria), hal inilah yang
menyebabkan malnutrisi. Menurut hasil penelitian di Amerika, pasien GGK
dengan DM yang mengalami malnutrisi dengan albumin < 3,5 g/dl, asupan
protein < 1,0 g/kg/hr, asupan energi < 25 kkal/kg/hr dan Lingkar lengan atas
(LLA) < 90% terbukti meningkatkan angka mortalitas (De Arau'jo, 2006).

11. Konstipasi
Obat: Laktulosa sirup
Masalah: tidak ada DRP
Kelainan organik sebagai penyebab konstipasi jarang terjadi, walaupun demikian
tetap harus dipertimbangkan sebagai suatu kelainan yang mendasari kejadian
konstipasi setiap kali menangani anak dengan konstipasi. Beberapa kelainan
organik yang sering dilaporkan sebagai penyebab konstipasi pada anak, antara lain
kelainan neurologis (penyakit Parkinson,multiple sclerosis, spinal cord lesions,
distrofia muskular, neuropati), endokrin (hipotiroid, diabetes), psikologis (depresi,
kesulitan makan), obat-obatan (narkotik, antikolinergik, antipsikosis, calcium
channel blockers, anti-parkinson, antikonvulsan, tricyclic antidepressants, besi,
calcium, aluminum antacids, sucralfate) dan metabolik (hiperkalsemia,
hipokalemia). Selain itu, gangguan pada kolon dan dasar pelvis seperti kelainan
struktur dan obstruksi perlu dipertimbangkan (Endyarni dan Syarif, 2004).

Planning (including primary care implications

Problem Medik Treatment Planning


Diabetes - Diberikan insulin rapid acting dimana
Melitus
asosiasi diabetes dan asosiasi Eropa
nefropati
untuk studi tentang pedoman diabetes
merekomendasikan gaya hidup
modifikasi terlebih dahulu dan
kemudian usulkan penambahan
insulin, jika HbA1c masih
Melebihi tahap awal DN. Dengan
dosis starting dose: 0,1-0,2
unit/kgBBhari atau 0.1-0.2
unit/kg/hari.
Hipertensi Lasix injeksi Dilanjutkan penggunaan kaptopril 25
(furosemid), mg dengan dosis 25 mg tiap 8 jam.
Captopril 25 mg, Stop penggunaan candesartan karena
Candesartan TI 8 jika digunakan bersama dengan
mg. kaptopril dapat menimbulkan
interaksi. Studi Hipertensi Optimal
Treatment (HOT) telah menunjukkan
nilai bertujuan untuk tekanan diastolik
kurang dari 80mmHg untuk
mengurangi komplikasi
kardiovaskular dan diabetes lainnya.
(14) Namun
ini bisa sulit dicapai dan banyak (2
atau lebih) obat mungkin
diperlukan.
• Pilihan agen antihipertensi harus
individual, disesuaikan dengan
komorbiditas pasien. Diuretik, beta-
blocker, kalsium
blocker saluran, ACEI atau ARB dapat
digunakan untuk mencapai target
tekanan darah.
• ACEI atau ARB dapat dianggap
sebagai terapi lini pertama untuk
pengobatan hipertensi pada penderita
diabetes tanpa adanya kontraindikasi.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa ACEI dan ARB dapat terjadi
memberikan manfaat kardioprotektif
di luar efek tekanan darah mereka
penderita diabetes meskipun penelitian
lain tidak menunjukkan keuntungan
tertentu.

Evidence:

Anemia Transfusi PRC dan Terapi yang disarankan untuk anemia


asam folat dengan diabetes nefropati adalah
dengan eritropoetin yang merupakan
first line terapi dalam mencegah atau
mengurangi anemia pada diabetes
mellitus dosis eritropoetin yang
disarankan adalah 100-180 IU / kg
berat badan setiap minggu,
dibagi menjadi 3 dosis selama
seminggu. Tetapi harus dipenuhi
terlebih dahulu serum feritinnya
dengan penambahan zat besi atau ferro
sulfas 1000mg/hari dibagi dalam 2-3
kali minum.
Infeksi amoxicillin injeksi, Dilanjutkan pemberian cinam injeksi
ganggreng
Ciprofloxacin dengan dosis3x1.
tablet 2x1 tablet, Bakteri Gram-negatif, pasti bisa
Cefoperazon bersifat patogenik di dalam
injeksi, Cinam kaki diabetik terutama ketika mereka
injeksi 3x1. dalam pertumbuhan murni atau
sebagai bagian dari infeksi dalam
polymicrobial. Agen oral itu
tersedia untuk mengobati Gram-
negatif ini ciprofloxacin dan kuinolon
dan trimetoprim lainnya. Agen
parenteral termasuk ceftazidime,
aminoglikosida, meropenem,
piperacillin / tazobactam, ticarcillin /
klavulanat, tigecycline dan
ertapemem. Sangat penting untuk
mendapatkan pola sensitivitas dengan
organisme Gram negatif dan tidak
bergantung pada empiris
terapi saja.
Hiponatremi Futrolit, NaCL, Stop penggunaan futrolit dan lanjutkan
Ringer laktat. penggunaan nacl atau ringer laktat
karena Futrolit adalah sediaan infus
yang mengandung ion elektrolit
seperti natrium, kalium, calsium
magnesium, dan lain-lain yang
berguna untuk memenuhi kebutuhan
cairan eletrolit dalam tubuh.
Sedangkan NaCl dan Ringer laktat
juga merupakan cairan infus
mengandung ion elektrolit sehingga
sebaiknya dipilih salah satu sediaan
tersebut.

Strees ulcer Ranitidine tablet Disarankan menggunakan dengan


2x1 omeprazol dengan dosis 20mg tiap 12
Ondansentron jam atau 40mg per hariuntuk
injeksi 2x1 mengatasi strees ulcer.
Omeprazol inj 2x1
tablet
Fucoidan tablet 3x1
febris Paracetamol tablet Lanjutkan pemberian parasetamol
3 x 1 tablet dengan dosis 500 mg tiap8 jam.
Dimana Febris atau demam adalah
gejala terhadap suatu penyakit. Pada
pasien ini demam disebabkan oleh
infeksi foot gangren. Kehadiran suhu
lebih besar dari yang diharapkan 37 °
C Suhu tubuh "normal" (98,6 ° F)
dianggap sebagai ciri khas penyakit
menular. Suhu tubuh dikendalikan
oleh hipotalamus.
Hiperurisemia - Dilakukan perubahan pola hidup yang
lebih sehat karena kadar asam urat
kurang dari 8 dan tidak ada gejala
klinis yang muncul.
Udema Lasix injeksi 1-0-0 Dilanjutkan pemakaian lasix injeksi
dengan dosis 1-0-0.

Hipoalbumin - Pemberian human albumin dari luar


tidak efisien dalam cost juga tidak
efektif mempertahankan status
homeostasis tubuh, sehingga di
anjurkan mengkonsumsi putih telur
yang mengandung banyak protein
albumin.
Konstipasi Lactulosa sirup 3 x Lanjutkan penggunaan obat lactulosa
c1 dengan dosis 3 x C1.

Planning Non Farmakologi

1. Edukasi:
Hal ini dilakukan untuk mencapai perubahan prilaku, melalui pemahaman
tentang penyakit DM, makna dan perlunya pemantauan dari pen gendalian
DM, penyulit DM, intervensi farmakologis dan non-farmakologis, hipog
likemia, masalah khusus yang dihadapi, dll.

2. Pengaturan diet atau Perencanaan makan:


Perencanaan makan pada penderita DM dengan komplikasi penyakit ginjal
diabetik disesuaikan dengan penatalaksanaan diet pada pender ita gagal
ginjal kronis. Perencanaan diet yang diberikan adalah diet tinggi kalori,
rendah protein dan rendah garam. Dalam upaya mengurangi progresivitas
nefropati maka pemberian diet rendah protein sangat penting. Dalam
suatu penelitian klin ik selama 4 tahun pada penderita DM Tipe I diberi
diet mengandung protein 0,9 gr/kgBB/hari selama 4 tahun menurunkan
resiko terjadinya penyakit gagal ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD)
sebanyak 76 %. Pada umumnya dewasa ini disepakati p emberian diet
mengandung protein sebanyak 0,8 gr/kgBB/hari yaitu sekitar 10 % dari
kebutuhan kalori pada penderita dengan nefropati overt, akan tetapi bila
LFG telah mulai menurun, maka pembatasan protein dalam diet menjadi
0,6 gr/kgBB/hari mungkin bermanfaat untuk memperlambat penurunan
LFG selanjutnya. Jenis prote in sendiri juga berperan dalam terjadinya
dislipidemia. Pemberian diet rendah protein ini harus diseimbangkan
dengan pemberian diet tinggi kalori, yaitu rata-rata 40-50 Kal/24 jam.
Penderita DM sendiri cenderung mengalami keadaan dislipidemia.
Keadaan Ini perlu diatasi dengan diet dan obat bila diperlukan.
Dislipidemia diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol <
100mg/dl pada penderita DM dan < 70 mg/dl bila sudah ada kelainan
kardiovaskuler.
3. Latihan Jasmani atau olah raga:
Dilakukan teratur 3-4 kali seminggu, selama kurang lebih 30 menit.
Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitifitas terhadap insulin, tapi tetap harus disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani penderita. Contoh latihan jasmani yang
dimaksud adalah jalan, sepeda santai, joging, berenang. Prinsipnya
CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance).
4. Hindari merokok.
5. Diet rendah purin:
kadang tidak dapat dilaksanakan dan hanya dapat sedikit menurunkan
kadar asam urat. Suatu studi menunjukkan bahwa diet rendah kalori yang
dapat meningkatkan sensitivitas insulin berhasil menurunkan berat badan
7,7 kg dan hiperurisemia sebesar 17%.
Monitoring:
1. Efektifitas:
No Problem Medis Obat Monitoring
1 Diabetes Insulin Rapid Monitoring kadar gula darah,
Melitus acting HbA1C. Target yang diharapkan
Nefropati ialah, untuk glukosa darah puasa
antara 72–125 mg/dl, dan 2 jam
setelah makan antara 90–180
mg/dL 13,7.pemeriksaan kadar
HbA1c / A1C. Targetnya adalah <
7,0%.
2 Hipertensi Kaptopril 25 mg Monitoring tekanan darah dengan
goal terapi 130/80 mmHg.
3 Anemia Fero sulfas, Monitoring kadar hemoglobin
eritropoetin, darah terlebih lagi untuk pasien
Transfusi PRC dengan rencana hemodialisa.
4 Infeksi gangren Ampisilin- Monitoring tanda dan gejala infeksi
sulbaktam seperti demam dan inflamasi.
5 Hiponatremia NaCl Monitoring kadar natrium dalam
tubuh.
6 Stress ulcer Omeprazol Monitoring tanda dan gejala.
injeksi
7 Febris Paracetamol Monitoring suhu tubuh
tablet
8 Hiperurisemia - Monitoring kadar asam urat dalam
tubuh.
9 Udema Lasix injeksi Monitoring berkurangnya bengkak
yang terjadi karena udema.
10 Hipoalbumin - Monitoring kadar albumin dalam
tubuh.
11 Konstipasi Laktulosa sirup Monitoring konstipasi pasien
Efek samping
No Problem Medis Obat Monitoring
1 Diabetes Insulin Rapid Hipoglikemia
Melitus acting
Nefropati
2 Hipertensi Kaptopril 25 mg Hipotensi, Batuk kering
3 Anemia Fero sulfas, Konstipasi, diare
eritropoetin,
Transfusi PRC
4 Infeksi gangren Ampisilin- Diare, kemerahan
sulbaktam
5 Hiponatremia NaCl Hipernatremia
6 Stress ulcer Omeprazol Sakit kepala, nyeri abdomen, mual,
injeksi muntah
7 Febris Paracetamol Kemerahan
tablet
8 Hiperurisemia - -
9 Udema Lasix injeksi Hiperurisemia, hipokalemia
10 Hipoalbumin - -
11 Konstipasi Laktulosa sirup Dehidrasi, diare, hipokalemia,
hipernatremia
VI. kesimpulan
1. Definisi diabetes mellitus adalah kondisi kronis yang disebabkan oleh
kurangnya absolutinsulin atau kekurangan insulin relatif sebagai akibat
dari gangguan insulinsekresi dan aksi
2. Patofisiologi diabetes melitus salah satunya yaitu Destruksi otoimun dari
sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pancreas langsung mengakibatkan
defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yangmenyebabkan
gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1
3. Tata laksana diabetes mellitus yaitu Diberikan insulin rapid acting dimana
asosiasi diabetes dan asosiasi Eropa untuk studi tentang pedoman diabetes
merekomendasikan gaya hidup modifikasi terlebih dahulu dan kemudian
usulkan penambahan insulin, jika HbA1c masih Melebihi tahap awal DN.
Dengan dosis starting dose: 0,1-0,2 unit/kgBBhari atau 0.1-0.2
unit/kg/hari.

2. Form Medication Record

Nama Tanggal Waktu Nama Obat Dosis Alergi Tanda


Pasien Diberikan Pemberian Obat Obat dan Tangan
Obat Obat Reaksi Apoteker
Alergi
Seterusnya Insulin rapid 0,1 Tidak ada
Setiap 8 jam acting unit/KgBB
Seterusnya Kaptopril 25 mg Tidak ada
Setiap 8 jam

Nyonya Seterusnya Fero sulfas 200 mcg Tidak ada


Setiap 8 jam
H
Seterusnya Ampisilin- - Tidak ada
Setiap 8 jam sulbaktam
Seterusnya NaCl - Tidak ada
Setiap 8 jam
Seterusnya Omeprazol 40 mg Tidak ada
Setiap 24 jam injeksi
Seterusnya Paracetamol 500 mg Tidak ada
Setiap 8 jam tablet
Seterusnya Lasix injeksi 40 mg Tidak ada
Setiap 24 jam

Seterusnya Laktulosa - Tidak ada


Setiap 8 jam sirup
3. Form Medication Reminder

Nama Pasien : Nyonya H Dokter Pemeriksa : Dr

Umur : 70 Tahun Apoteker : S.Farm., Apt

Tanggal Pemberian Obat


Nama Obat Waktu
Seterusnya Dst
Insulin rapid Pagi  
acting Siang
Sore
Malam  
Captopril Pagi  
Siang  
Sore
Malam  
Fero sulfas Pagi  
Siang  
Sore
Malam  
Cinam injeksi Pagi  
Siang  
Sore
Malam  
NaCl Pagi  
Siang
Sore
Malam
Omeprazol Pagi  
injeksi Siang
Sore
Malam
Paracetamol Pagi  
tablet Siang  
Sore
Malam  
Lasix injeksi Pagi  
Siang
Sore
Malam
Laktulosa sirup Pagi  
Siang  
Sore
Malam  
DAFTAR PUSTAKA

Alldredge, B.K., Corelli, R.L., dan Ernst, M.E., 2012. Koda-Kimble and Young’s
Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs. Lippincott Williams &
Wilkins.

American Diabetes Association (ADA), 2017, Standards of Medical Care in


Diabetes–2017. Diabetes Care, Vol. 29 (Sup1)(january) DOI:
10.2337/dc17-.

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke,G.R., Wells, B.G& Posey, L.M. ,
2009. Pharmacotherapy A pathophysiological approach seventh edition,
The McGraw-Hill Companies, IncUnited States.

Muchid, A., Umar,f.,GintingM.N.,basri,C.,Wahyuni,R,Helmi,R.and


Istiqomah,S,N, 2005., Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes
Melitus. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2007,Badan Litbangkes, Depkes RI. Jakarta

Subekti,2009,Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

PERKENI. 2011,Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe


2 di Indonesia. Jakarta

Wells, B.G., J. Dipiro, T.L. Schwinghammer, and C.V. Dipiro. 2009.


Pharmacotherapy Handbook, 7th Edition. USA: McGraw-Hill. Page 207-
225.
Thomas, J & Tanya. M. (2012). Pemeriksaan Fisik dan Keterampilan
Praktis.Jakarta : EGC

Endyarni Barnie, Syarif BH. 2004. Konstipasi Fungsional. Sari Pediatri. Volume
6(2). Page:75-80.

McCance LK, Huether SE. Pathophysiology. Edisi 5. USA: Mosby INC;2006, p;


716

De Arau’jo. Nutritional Parameters and Mortality in Incident Hemodialysis


Patient, Journal of Renal Nutrition, vol 16, No I. 2006, p; 27-35

Parsudi A.I. Ginjal Dan Hipertensi Pada Usia Lanjut dalam Geriatri Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta: FK-UI; 2009, hal; 489.\
Bruyne D. Pinna. Whitney. Nutrition And Diit Theraphy Seventh Edition.
Thomson: USA; 2008, p; 638

Nafrialdi., 2008. Antihipertensi. In: Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi.,


Elizabeth., 2008. Farmakologi Dan Terapi. 5th ed, Jakarta: Balai Penerbit
FK UI, pp. 341-343.

Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sehati S, Alwi I, Sudoyo AW,
dkk, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta Pusat
: Interna Publishing : 2014 ; 2159-2165.

Canadian Diabetes Association Clinical Practice Guidelines Expert Committee.


Canadian Diabetes Association 2008 clinical practice guidelines for the
prevention and management of diabetes in Canada. Can J Diabetes
2008;32(Suppl 1):S1-S201.

Anda mungkin juga menyukai