DIABETES MELLITUS
ANGGOTA KELOMPOK :
I Putu Nugraha (162200008)
Ketut Amyati Puji Lestari (162200009)
Lailia Rochmah (162200011)
Ngakan Gede Sunuarta (162200012)
Ni Ketut Ayu Priska Saraswati (162200013)
Ni Komang Ayu Dewi Patni (162200014)
Ni Komang Herni Sandiari (162200015)
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA
2018
DIABETES MELLITUS
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi diabetes melitus
2. Mengetahui patofisiologi diabetes melitus
3. Mengetahui tata laksana diabetes mellitus(farmakologi dan non farmakologi)
4. Dapat menyelelesaikan kasus terkait diabetes mellitus secara mandiri dengan
menggunakan metode soap
2. Epidemiologi
Menurut Internasional of Diabetic Ferderation (IDF, 2015) tingkat prevalensi
global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari keseluruhan penduduk di
dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 387juta kasus. Indonesia
merupakan negara menempati urutan ke 7 dengan penderita DM sejumlah 8,5 juta
penderita setelah Cina, India dan Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Mexico. Angka
kejadian DM menurut data Riskesdas (2013) terjadi peningkatan dari 1,1 % di tahun
2007 meningkat menjadi 2,1 % di tahun 2013 dari keseluruhan penduduk sebanyak
250 juta jiwa.
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh
dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya
terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta
jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah
jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang, peningkatan prevalensi
terbesar adalah di Asia dan di Afrika , ini akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya
hidup seperti pola makan yang tidak sehat.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riskesdas (2007) dari 24417 responden
berusia > 15 tahun , 10,2% mengalami toleransi glukosa tergangggu (kadar
glukosa140-200 mgdl setelah puasa selama 4 jam diberikan beban glucosa sebanyak
75 gram), DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding dengan pria, lebih
sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah, daerah dengan
angka penderita DM yang tertinggi adalah Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu
11.1% sedangkan kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13.5%,
beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah Obesitas, hipertensi,
kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya komsumsi sayur dan buah (Riskesdas, 2007).
3. Klasifikasi
Diabetes dapat diklasifikasikan ke dalam kategori umum sebagai berikut:
1. Diabetes tipe 1 (karena autoimun destruksi sel beta,biasanya menyebabkan
defisiensi absolute)
2. Diabetes tipe 2 (karena kehilangan progresif oleh sel beta sekresi insulin
sering Diakibatkan resistensi insulin)
3. Gestational diabetes mellitus (GDM) (diabetes didiagnosis pada yang kedua
atau ketigatrimester kehamilan yang tidak jelas diabetes sebelum kehamilan)
4. Jenis diabetes karena penyebab lain, misalnya, sindrom diabetes
monogenikdromes (seperti diabetes neonatal dan diabetes onset usia lanjut
pada anak muda), penyakit pankreas eksokrin (seperti kistikfibrosis), dan obat-
ataudiabetes yang diinduksi kimia (seperti dengan penggunaan glukokortikoid,
dalam pengobatanHIV / AIDS, atau setelah transplantasi organ.(American
diabetes association,2017)
5. faktor risiko
Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes selayaknya waspada
akan kemungkinan dirinya mengidap diabetes. Para petugas kesehatan, dokter,
apoteker dan petugas kesehatan lainnya pun sepatutnya memberi perhatian kepada
orang-orang seperti ini, dan menyarankan untuk melakukan beberapa pemeriksaan
untuk mengetahui kadar glukosa darahnya agar tidak terlambat memberikan
bantuanpenanganan. Beberapa faktor risiko untuk diabetes melitus, terutama untuk
DM Tipe 2
1. Riwayat Diabetes dalam keluarga Diabetes Gestasional Melahirkan bayi
dengan berat badan >4 kg Kista ovarium (Polycystic ovary syndrome) IFG
(Impaired fasting Glucose) atau IGT (Impairedglucose tolerance)
2. Obesitas >120% berat badan ideal
3. Umur 20-59 tahun : 8,7% > 65 tahun : 18%
4. Etnik/Ras
5. Hipertensi >140/90mmHg
6. Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35mg/dl
7. Kadar lipid darah tinggi >250mg/Dl
8. Faktor-faktor Lain : Kurang olah raga Pola makan rendah serat
7. Diagnosis
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khasDM
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikanpenderita antara
lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, matakabur, disfungsi
ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita. .(munchid et al,2005)
Untuk menegakkan diagnosis DM Tipe 1, perlu dilakukan konfirmasidengan
hasil uji toleransi glukosa oral. Kurva toleransi glukosa penderita DMTipe 1
menunjukkan pola yang berbeda dengan orang normal sebagaimanayang
ditunjukkan dalam gambar dibawah ini.
Gambar 2. Kurva toleransi glukosa normal dan pada penderita DM Tipe 1.Garis titik-
titik menunjukkan kisaran kadar glukosa darah normal(Munchid et al,2005).
8. Penatalaksanaan terapi
Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2
target utama, yaitu:
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi
diabetes.(munchid et al,2005).
a. Terapi non Farmakologi
1. Nutrisi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang, sesuaidengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan
memperhatikan jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan
terdiri dari karbohidrat45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium
kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari (PERKENI, 2011). Masukan
serat sangat penting bagi penderita diabetes. Disamping akan menolong menghambat
penyerapanlemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga
dapatmembantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanparisiko
masukan kalori yang berlebih (Munchid et al,2005)
2. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang
lebih 30 menit.Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan
santai, jogging, bersepeda danberenang. Latihan jasmani selain untuk
menjagakebugaran juga dapat menurunkan berat badandan meningkatkan sensitifitas
insulin (PERKENI, 2011). Latihan aerobik dapat meningkatkan resistensi insulin dan
kontrol glikemik pada kebanyakan pasien serta dapat mengurangi faktor risiko
kardiovaskular, berkontribusi terhadap penurunan berat badan atau pemeliharaan, dan
meningkatkan kesejahteraan. Pasien yang lebih tua dan orang-orang dengan penyakit
aterosklerosis harus memiliki evaluasi kardiovaskular sebelum memulai program
latihan yang cukup besar (Wells et al., 2009).
b.Terapi farmakologi
Terapi farmakologi Menurut American Diabetes Assosation 2017adalah
sebagai berikut :
1. DM tipe 1
a. Insulin
Kebanyakan orang dengan diabetes tipe 1 harus diobati
dengan beberapa suntikan harian insulin prandial dan insulin basal
atau infus insulin subkutan terus menerus. Insulin adalah terapi
utama bagi individu dengan diabetes tipe 1. Umumnya, dosis insulin
awal didasarkan pada berat badan, dengan dosis mulai dari 0,4
hingga 1,0 unit / kg / hari dari total insulin dengan jumlah yang
lebih tinggi yang diperlukan selama masa pubertas.
Insulin adalah hormon anabolik dan anticatabolic. Ia
memainkan peran utama dalam protein, karbohidrat, dan
metabolisme lemak. insulin yang diproduksi secara endogen dibelah
dari peptida proinsulin yang lebih besar dalam sel β ke peptida aktif
dari insulin dan C-peptida, yang dapat digunakan sebagai penanda
untuk produksi insulin endogen. Semua sediaan insulin yang
tersedia secara komersial hanya mengandung peptida insulin aktif.
Karakteristik yang biasanya digunakan untuk
mengkategorikaninsulin yaitu dilihat dari sumber daya, kekuatan,
onset, dan durasi reaksi. Berikut merupakan data insilusin yang
tersedia menurut Dipiro:
ALAT :
1) Form SOAP.
2) Form Medication Record.
3) Catatan Minum Obat.
4) Kalkulator Scientific.
5) Laptop dan koneksi internet.
BAHAN :
1) Text Book (Dipiro, Koda Kimble, DIH, ECS, JNC).
2) Data nilai normal laboraturium.
3) Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis).
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE
Ny H
Presenting Complaint
Panas sejak 2 hari lalu, membaik kemudian kumat lagi(diatasi dengan minum
paracetamol) sesak sejak hari lalu, membaik dan kumat lagi (diatasi dengan minum
paracetamol), pasien mual tapi tidak muntah
Drug Allergies:
Tidak Ada alergi obat
Des-14 Jan-15
TTV
29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BP(mmHg) 128/70 130/60 130/80 140/60 150/90 120/90 120/70 130/60 160/90 150/70 130/70 160/90
N(x/min) 88 86 72 88 80 82 80 84 80 80 88 80
Suhu (0C) 36,9 36,5 37 37 36,3 37 37,5 37,6 36,6 38,5 38,7 36,6
RR (x/min) 20 26 20 20 20 20 20 20 20 22 22 20
Medication
Medical Pharmaceutical
Objective (signs)
1.Tanda- tanda vital
Des-14 Jan-15
TTV
29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BP(mmHg) 128/70 130/60 130/80 140/60 150/90 120/90 120/70 130/60 160/90 150/70 130/70 160/90
N(x/min) 88 86 72 88 80 82 80 84 80 80 88 80
Suhu (0C) 36,9 36,5 37 37 36,3 37 37,5 37,6 36,6 38,5 38,7 36,6
RR (x/min) 20 26 20 20 20 20 20 20 20 22 22 20
Kidmin mengandung asam amino rantai panjang yaitu leucine, isoleucine dan
valin yang berfungsi untuk pasien gagal ginjal akut maupun kronik yang
mengalami hipoproteinemia dan malnutrisi.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan keadaan dimana terjadi penurunan
fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menahun) disebabkan oleh
berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif dan umumnya tidak dapat
pulih kembali (irreversible). Diabetes Melitus (DM) sebagai penyebab yang
paling utama GGK, yaitu sekitar 30% dari DM tipe 1 dan 40% dari DM tipe 2.
Fase awal tidak diketahui tanda-tandanya, dan gejala tersebut timbul setelah 10
tahun menderita DM tipe 1 atau 5-8 tahun setelah menderita DM tipe 2 (McCance
dan Huether, 2006).
2. Hipertensi
Masalah:
Obat: Lasix injeksi (furosemid), Captopril 25 mg, Candesartan TI 8 mg.
C1.5 : Adanya interaksi obat
Hipertensi yang dialami oleh pasien diabetes dengan gagal ginjal kronis diberikan
lebih dari 1 agen yang dikombinasi untuk menjaga tekanan darah tetap stabil.
Kombinasi captopril sebagai agen ACE inhibitor dan Candesartan agen
angiotensin reseptor bloker mempunyai interaksi dengan mekanisme blokade
sistem RAAS dua kali karena kerja kedua agen adalah sama sehingga
meningkatkan resiko hipotensi, hiperkalemia dan gangguan ginjal, disarankan
untuk menggunakan alternatif lain.
Insidensi hipertensi sekunder mencapai 5-10% dari seluruh kasus hipertensi.
Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal
(hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-
lain (Nafrialdi, 2008). Hiperglikemik, kadar angiotensin II yang tinggi
(meningkatkan hipertensi glomerulus) dan adanya penimbunan produk AGEs
(Advanced Glycosylation Products) dalam glomerulus maupun tubulus ginjal
yang merupakan faktor pemburuk terjadinya kerusakan membran penyaring pada
ginjal, yang akan mengakibatkan penghalang protein rusak sehingga terjadi
kebocoran protein pada urin (albuminuria) lebih banyak dari pada pasien GGK
(De Arau'jo, 2006).
3. Anemia
Obat: Transfusi PRC dan asam folat
Masalah:
C1.1 : penggunaan obat yang tidak sesuai dengan guideline
Berdasarkan further information required bahwa serum feritin pasien rendah,
sehingga perlu diberikan tambahan zat besi untuk mencukupi kebutuhan besi
dalam tubuh, sedangkan penggunaan asam folat adalah untuk anemia
megaloblastik. Tranfusi darah adalah pilihan lini ketiga pada anemia. Transfusi
darah mempunyai banyak resiko, maka penggunaannya hanya untuk situasi
tertentu seperti tindakan yang kehilangan bnyak darah seperti bedah.
Berdasarkan teori, pada pasien GGK baik dengan DM dan Non DM sering terjadi
anemia sekitar 80-90%.15 Penyebab utama anemia adalah berkurangnya
pembentukan sel-sel darah merah, yang disebabkan oleh defisiensi pembentukan
eritropoietin oleh ginjal. Faktor kedua yang ikut berperan pada anemia adalah
masa hidup sel darah merah pada pasien GGK hanya sekitar separuh dari masa
hidup sel darah merah normal (120 hari). Asupan makanan yang rendah asam
folat, vitamin B12 dan Fe, serta adanya inhibitor penyerapan kadar Fe, dan
kehilangan darah pada saat pengambilan sampel uji laboratorium memperburuk
keadaan anemia. Anemia mengakibatkan pasien merasakan lemah, pucat,
kelelahan, perubahan denyut jantung karena pengangkutan oksigen berkurang dari
paru-paru ke seluruh tubuh. The National Kidney Foundation’s Kidney Dialysis
Outcome Quality Initiative (KDOQI) menyarankan penggunaan protein sebaiknya
0,6 g/kg BB/hari dan 35 kkal/kg BB/hari pada pasien yang tidak mendapat terapi
dialisis. Produk protein yang berlebihan akan menjadi toksik didalam darah
karena gagal ginjal dapat mengakibatkan sindrome uremik yang mengganggu
sistem organ tubuh menjadi abnormal seperti gangguan hormon, gangguan
gastrointestinal dan lain-lain, dengan pemberian terapi konservatif, yaitu
pemberian diit rendah protein yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien (Parsudi, 2009).
Untuk pasien dengan anemia dan cadangan besi yang adekuat, agen yang
menstimulasi eritropoiesis seharusnya dimulai jika kadar hemoglobin berkurang
di bawah 100g/L. Untuk pasien yang tidak menerima agen yang menstimulasi
eritropoiesis dan yang kadar hemoglobin <119g/L, besi seharusnya diberikan
untuk mempertahankan kadar feritin >100ng/mL dan saturasi transferin>20%.
Untuk pasien yang mendapat agen yang stimulasi eritropoiesis, besi seharusnya
diberikan untuk mempertahankan kadar feritin>100ng/mL dan saturasi transferin
>20%. Bentuk besi oral merupakan terapi lini pertama yang dipilih untuk pasien
dengan gagal ginjal kronik. Pasien yang tidak mencapai target serum feritin atau
saturasi transferin atau keduanya ketika mengonsumsi bentuk besi oral atau yang
tidak menolerir bentuk oral seharuanya menerima bentuk besi intravena.
Transfusi dan Terapi Tambahan Transfusi sel darah merahsaat ini pilihan
pengobatan lini ketiga untuk anemia CKD.Transfusi sel darah merah membawa
banyak risiko dan karenanya harus hanya digunakan dalam situasi tertentu, seperti
manajemen akutanemia simtomatik, setelah kehilangan darah akut yang
signifikan, dansebelum prosedur bedah yang membawa risiko tinggi kehilangan
darah, dengantujuan mencegah oksigenasi jaringan atau jantung yang tidak
adekuat (Dipiro, 2008).
4. Infeksi
Obat: amoxicillin injeksi, Ciprofloxacin tablet, Cefoperazon injeksi, Cinam
injeksi.
Masalah: Duplikasi yang tidak tepat dari kelompok terapeutik atau bahan aktif
Diketahui pasien mengalami infeksi foot gangren yang hasil kulturnya adalah
karena adanya bakteri enterobacter anaerob yang menginfeksi gangren tersebut.
Menurut Dipiro (2008), infeksi oleh enterobacter dapat diobati dengan antibiotik
imipenem, meropenem, cefeepim, golongan aminodlikosida, ciprofloxacin,
levofloxacin, piperacilin-tazobactam.
Sebagian besar infeksi menyebabkan peningkatan jumlah WBC
(leukositosis)karena peningkatan produksi dan mobilisasi granulosit(neutrofil,
basofil, dan eosinofil), limfosit, atau baik untuk menelan dan menghancurkan
mikroba penyerang. Secara umumrentang nilai normal yang diterima untuk
perhitungan WBC adalah antara 4.000dan 10.000 sel / mm3. Nilai di atas atau di
bawah rentang ini dipertahankannilai prognostik dan diagnostik yang
penting.Infeksi bakteri dikaitkan dengan peningkatan granulositjumlah, sering
dengan bentuk yang belum matang (neutrofil band) terlihat padapemeriksaan
darah perifer. Neutrofil dewasa juga disebut sebagaitersegmentasi neutrofil atau
polimorfonuklear (PMN) leukosit. Itubentuk yang belum matang (shift kiri)
merupakan indikasi dari suatupeningkatan respon sumsum tulang terhadap
infeksi. Dengan infeksi,jumlah WBC perifer bisa sangat tinggi, tetapi mereka
jarang lebih tinggidari 30.000 hingga 40.000 sel / mm3. Karena leukositosis
menunjukkantanggapan tuan rumah yang normal terhadap infeksi, jumlah leukosit
rendah setelahawitan infeksi menunjukkan respons abnormal dan umumnyaterkait
dengan prognosis yang buruk.Cacat granulosit yang paling umum adalah
neutropenia, suatu penurunandalam jumlah absolut dari neutrofil yang
bersirkulasi. Limfositosis, bahkan dengan WBC total normal atau sedikit lebih
tinggijumlah, umumnya dikaitkan dengan tuberkulosis dan virus atau
jamurinfeksi. Peningkatan monosit dapat dikaitkan dengan tuberkulosisatau
limfoma, dan peningkatan eosinofil dapat dikaitkandengan reaksi alergi terhadap
obat-obatan atau infeksi yang disebabkan oleh metazoa.Banyak jenis infeksi yang
bisa disertai sepenuhnyajumlah dan diferensial WBC normal.
5. Hiponatremi
Obat: Futrolit, NaCL, Ringer laktat.
Masalah:
C1.7 : Terlalu banyak obat yang diresepkan untuk indikasi yang sama.
Futrolit adalah sediaan infus yang mengandung ion elektrolit seperti natrium,
kalium, calsium magnesium, dan lain-lain yang berguna untuk memenuhi
kebutuhan cairan eletrolit dalam tubuh. Sedangkan NaCl dan Ringer laktat juga
merupakan cairan infus mengandung ion elektrolit sehingga sebaiknya dipilih
salah satu sediaan tersebut.
Pada orang dengan fungsi ginjal normal, keseimbangan natrium dipertahankan
pada asupan natrium 120-150 mEq / hari. Fraksi ekskresi natrium (FeNa) adalah
sekitar 1% hingga 3%. Keseimbanganair juga dipertahankan, dengan kisaran
normal osmolalitas kemih50 hingga 1.200 mOsm /kg (kisaran rata-rata 500
hingga 800 mOsm / kg). Sebuahdiuresis osmotik terjadi dengan peningkatan FeNa
yang mengarah ke hilangnyacairan dan gangguan dalam kemampuan ginjal untuk
mengencerkan konsentrat urin (osmolalitas kemih seringkali difiksasi pada
plasmaatau sekitar 300 mOsm / L). Nocturia terjadi relatif awalperjalanan CKD
(tahap 3) sekunder untuk defek di saluran kencing. Pada pasien dengan CKD berat
(stadium 4 dan 5),konsentrasi natrium serum umumnya dipertahankan sebagai
hasil dari suatupeningkatan FeNa sebanyak 30%, tetapi menghasilkan volume
yang diperluas. Total ekskresi natrium ginjal menurun meskipun
peningkatanekskresi natrium oleh nefron yang tersisa. Volume kelebihan
denganedema paru dapat terjadi, tetapi manifestasi paling umum daripeningkatan
volume intravaskuler adalah hipertensi sistemik (Dipiro, 2008).
6. Stress Ulcer
Obat: Ranitidin tablet, ondasetron injeksi, omeprazol injeksi, fucoidan tablet.
Masalah: terlalu banyak obat yang diresepkan untuk indikasi yang sama.
Pasien yang mengalami diabetes yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
gastroparesis yaitu penundaan pengosongan lambung. Hal ini dapat menyebabkan
makanan semakin lama berada pada lambung. Akibatnya adalah makan sedikit
sudah terasa kenyang, reflux asam lambung, dan gejala yang biasanya dialami
pasien adalah, mual, muntah, kembung.
Gejala-gejala yang bisa ditemukan pada penderita gastroparesis diabetika antara
lain mual, muntah, anoreksia, nyeri abdomen, rasa cepat kenyang, rasa tidak enak
diperut bagian atas, rasa terbakar di dada (heart burn), regurgitasi asam, sendawa,
halitosis dan penurunan berat badan. Karena gastroparesis diabetika sering disertai
gangguan pada saluran cerna lainnya maka gejala-gejala disgfagi (disfungsi
esophagus), diare dan atau konstipasi (disfungsi usus halus dan colon) sering pula
ditemui. Sampai saat ini tindakan pengobatan lebih ditujukan kepada kasus-kasus
yang simptomatik, pada yang asimptomatik apalagi dengan kendali diabetes yang
baik belum diperlukan pengobatan, namun dalam rangka membantu mencapai
kendali gula darah yang lebih baik dan memperbaiki nutrisi, pengobatan terhadap
kasus asimptomatik dapat diberikan. Penggunaan obat-obat prokinetik untuk
meningkatkan kecepatan pengosongan lambung merupakan pendekatan paling
8. Hiperurisemia
Obat: tidak ada
Masalah: tidak ada DRP
Pada pasien ini dengan kadar asam urat 7,7 mg/dl, terjadi kelebihan asam urat
tetapi tidak menimbulkan gejala klinik. Penderitan hiperurisemia ini harus di
upayakan untuk menurunkan kelebihan urat tersebut dengan mengubah pola
makan atau gayahidup.
Asam urat adalah produk katabolisme asam nukleat purin. Walaupun asam urat
difiltrasi oleh glomerulus dan disekresikan oleh tubulus distal ke dalam urin,
sebagian besar asam urat direabsorpsi di tubulus proksimal. Pada kadar yang
tinggi, asam urat akan disimpan pada persendian dan jaringan, sehingga
menyebabkan inflamasi. Protein yang berasal dari diet atau kerusakan jaringan
dipecah menjadi adenosin dan guanin untuk selanjutnya akan dikonversi menjadi
asam urat di dalam hati. Asam urat diangkut dalam plasma dari hati ke ginjal. Di
dalam ginjal, asam urat akan difiltrasi oleh glomerulus. Sekitar 98-100% asam
urat direabsorpsi di tubulus proksimal setelah melewati filtrasi glomerulus.
Sebagian kecil asam urat akan disekresikan oleh tubulus distalis ke dalam urin.
Eliminasi asam urat sekitar 70% dilakukan oleh ginjal, selebihnya akan
didegradasi oleh bakteri di dalam traktus gastrointestinal. Asam urat akan
dioksidasi menjadi allantoin. Kerusakan ginjal kronis akan menyebabkan
peningkatan kadar asam urat karena kegagalan dalam filtrasi glomerulus
(Verdiansah, 2016).
9. Udema
Obat: Lasix injeksi (Furosemid)
Masalah: tidak ada DRP
GGK disebabkan dengan berbagai macam keadaan seperti Gangguan pada
pulmoner yaitu nafas dangkal, kussmaul, dan batuk dengan sputum. Gangguan
cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa. Gangguan pada kardiovaskuler
seperti hipertensi, nyeri dada, gangguan irama jantung dan edema. Edema
merupakan tanda dan gejala yang umum pada kelebihan volume cairan. Edema
merujuk kepada penimbunan cairan di jaringan subkutis dan menandakan ketidak
seimbangan gaya-gaya starling (kenaikan tekanan intravaskuler atau penurunan
tekanan intravaskuler) yang menyebabkan cairan merembes ke dalam ruang
interstisial. Edema akan terjadi pada keadaan hipoproteinemia dan gagal ginjal
yang parah seperti GGK (Thomas & Tanya, 2012).
10. Hipoalbumin
Obat: tidak ada
Masalah: tidak adaDRP
Nefropati Diabetikum yang merupakan perjalanan dari komplikasi Diabetes
Melitus dapat terjadi karena kadar gula darah yang tinggi, secara perlahan akan
merusak membran penyaring pada ginjal yang mengakibatkan penghalang protein
rusak dan terjadi kebocoran protein pada urin (albuminuria), hal inilah yang
menyebabkan malnutrisi. Menurut hasil penelitian di Amerika, pasien GGK
dengan DM yang mengalami malnutrisi dengan albumin < 3,5 g/dl, asupan
protein < 1,0 g/kg/hr, asupan energi < 25 kkal/kg/hr dan Lingkar lengan atas
(LLA) < 90% terbukti meningkatkan angka mortalitas (De Arau'jo, 2006).
11. Konstipasi
Obat: Laktulosa sirup
Masalah: tidak ada DRP
Kelainan organik sebagai penyebab konstipasi jarang terjadi, walaupun demikian
tetap harus dipertimbangkan sebagai suatu kelainan yang mendasari kejadian
konstipasi setiap kali menangani anak dengan konstipasi. Beberapa kelainan
organik yang sering dilaporkan sebagai penyebab konstipasi pada anak, antara lain
kelainan neurologis (penyakit Parkinson,multiple sclerosis, spinal cord lesions,
distrofia muskular, neuropati), endokrin (hipotiroid, diabetes), psikologis (depresi,
kesulitan makan), obat-obatan (narkotik, antikolinergik, antipsikosis, calcium
channel blockers, anti-parkinson, antikonvulsan, tricyclic antidepressants, besi,
calcium, aluminum antacids, sucralfate) dan metabolik (hiperkalsemia,
hipokalemia). Selain itu, gangguan pada kolon dan dasar pelvis seperti kelainan
struktur dan obstruksi perlu dipertimbangkan (Endyarni dan Syarif, 2004).
Evidence:
1. Edukasi:
Hal ini dilakukan untuk mencapai perubahan prilaku, melalui pemahaman
tentang penyakit DM, makna dan perlunya pemantauan dari pen gendalian
DM, penyulit DM, intervensi farmakologis dan non-farmakologis, hipog
likemia, masalah khusus yang dihadapi, dll.
Alldredge, B.K., Corelli, R.L., dan Ernst, M.E., 2012. Koda-Kimble and Young’s
Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs. Lippincott Williams &
Wilkins.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke,G.R., Wells, B.G& Posey, L.M. ,
2009. Pharmacotherapy A pathophysiological approach seventh edition,
The McGraw-Hill Companies, IncUnited States.
Endyarni Barnie, Syarif BH. 2004. Konstipasi Fungsional. Sari Pediatri. Volume
6(2). Page:75-80.
Parsudi A.I. Ginjal Dan Hipertensi Pada Usia Lanjut dalam Geriatri Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta: FK-UI; 2009, hal; 489.\
Bruyne D. Pinna. Whitney. Nutrition And Diit Theraphy Seventh Edition.
Thomson: USA; 2008, p; 638
Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sehati S, Alwi I, Sudoyo AW,
dkk, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta Pusat
: Interna Publishing : 2014 ; 2159-2165.