Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diagnosis
DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Secara epidemiologik diabetes
seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya adalah 7 tahun sebelum diagnosis
ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi
(Soegondo, et al., 2005).
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan terjadinya
berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit
pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata, ginjal, dan syaraf. Jika kadar glukosa darah dapat selalu
dikendalikan dengan baik, diharapkan semua penyakit menahun tersebut dapat dicegah, atau
setidaknya dihambat. Berbagai faktor genetik, lingkungan dan cara hidup berperan dalam perjalanan
penyakit diabetes (Soegondo, et al., 2005).
Berbagai penelitian menunjukan bahwa kepatuhan pada pengobatan penyakit yang bersifat
kronis baik dari segi medis maupun nutrisi, pada umumnya rendah. Dan penelitian terhadap
penyandang diabetes mendapatkan 75% diantaranya menyuntik insulin dengan cara yang tidak tepat,
58 % memakai dosis yang salah, dan 80 % tidak mengikuti diet yang tidak dianjurkan.(Endang Basuki
dalam Sidartawan Soegondo, dkk 2004).
Jumlah penderita penyakit diabetes melitus akhir-akhir ini menunjukan kenaikan yang
bermakna di seluruh dunia. Perubahan gaya hidup seperti pola makan dan berkurangnya aktivitas fisik
dianggap sebagai faktor-faktor penyebab terpenting. Oleh karenanya, DM dapat saja timbul pada orang
tanpa riwayat DM dalam keluarga dimana proses terjadinya penyakit memakan waktu bertahun-tahun
dan sebagian besar berlangsung tanpa gejala. Namun penyakit DM dapat dicegah jika kita mengetahui
dasar-dasar penyakit dengan baik dan mewaspadai perubahan gaya hidup kita (Elvina Karyadi, 2006).
Penderita diabetes mellitus dari tahun ke tahun mengalami peningkatan menurut Federasi
Diabetes Internasional (IDF), penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus sudsh mencakupi
sekitar 197 juta jiwa, dan dengan angka kematian sekitar 3,2 juta orang.
WHO memprediksikan penderita diabetes mellitus akan menjadi sekitar 366 juta orang pada
tahun 2030. Penyumbang peningkatan angka tadi merupakan negara-negara berkembang, yang
mengalami kenaikan penderita diabetes mellitus 150 % yaitu negara penderita diabetes mellitus
terbanyak adalah India (35,5 juta orang), Cina (23,8 juta orang), Amerika Serikat (16 juta orang), Rusia
(9,7 juta orang), dan Jepang (6,7 juta orang).
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI, terakhir tahun 2013
sudah mencapai angka 9,1 juta jiwa. Dan jumlah ini terus bertambah, diprediksi pada tahun 2030 akan
mencapai 21,3 juta jiwa.
“Hasil penelitian ini mengindikasikan saat ini 1 dari 10 orang warga mengidap Diabetes
Mellitus,” kata Staf Divisi Endokrin Metabolik RSUP H Adam Malik, dr Santi Syafril, SpPDKEMD,
FINASIM, dalam seminar kesehatan “Perananan Complementary and Alternative Medicine Dalam
Manajemen Pengobatan Diabetes Mellitus Tipe 2”.
Dengan jumlah tersebut, posisi Indonesia menurut dr Santi saat ini berada di urutan ke 7
negara dengan jumlah penduduk tertinggi mengidap DM di dunia. Ironisnya lagi menurutnya, 90 %
pasen kencing manis terdiagnosa DM tipe 2. Dan dari jumlah tersebut sebagian besar tidak menyadari
jika mereka mengidap DM. “Ketidaktahuan ini yang berisiko membuat komplikasi,” ujarnya.
Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara
global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian adalah Diabetes
Melitus (DM). Di Indonesia DM merupakan ancaman serius bagi pembangunan kesehatankarena dapat
menimbulkan kebutaan, gagal ginjal, kaki diabetes (gangrene) sehingga harus diamputasi, penyakit
jantung dan stroke.
Global status report on NCD World Health Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa
60% penyebab kematian semua umur di duniaadalah karena PTM. DM menduduki peringkat ke-6
sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4 persenmeninggal
sebelum usia 70 tahun. Pada Tahun 2030 diperkirakan DM menempati urutan ke-7 penyebab kematian
dunia. Sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 akan memiliki penyandang DM
(diabetisi) sebanyak 21,3 juta jiwa.
Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (Dirjen P2PL) Kemenkes RI Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H,
DTCE, pada acara Blue print For Change yaitu sebuah laporan studi mengenai penyakit diabetes, di
lingkungan Kemenkes RI (3/9).
International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa lebih dari 371 juta orang di dunia
yang berumur 20-79 tahun memiliki diabetes. Sedangkan Indonesia merupakan negara urutan ke-7
dengan prevalensi diabetes tertinggi, di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico, tutur
Dirjen P2PL.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah “bagaimana tinjauan mengenai penyakit
Diabetes Melitus baik darisegi pengertian, klasifikasi etiologis, epidemiologi, gambaran klinis,
patofisiologi, diagnosa, komplikasi, dan pemberian obat atau prngobatan pasian Diabetes Melitus”?

C. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah mengetahui tinjauan mengenai penyakit Diabetes Melitus baik
darisegi pengertian, klasifikasi etiologis, epidemiologi, gambaran klinis, patofisiologi, diagnosa,
komplikasi, dan pemberian obat atau prngobatan pasian Diabetes Melitus.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus adalah:
1. Suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh adanya
peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Subekti, et al.., 1999).
2. Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes
Association, 2003; Soegondo, 1999).
3. Keadaan hiperglikemia kronis sebagai akibat dari berbagai faktor lingkungan dan
genetik, sering keduanya bersama-sama (WHO, 1980, disadur dari Wiyono, 2000)
4. Merupakan gangguan metabolisme dan distibusi gula oleh tubuh penderita.
5. Suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena
tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup.

B. Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus Menurut ADA 2003


1. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut)
a. Melalui proses imunologik
b. Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2
(bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai
yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
a. Defek genetik fungsi sel beta:
b. Kromosom 12, HNF-1 alfa (dahulu MODY 3)
c. Kromosom 7, Glukokinase (dahulu MODY 2)
d. Kromosom 20, HNF-4 alfa (dahulu MODY 1)DNA mitochondria.
e. Defek genetik kerja insulin
f. Penyakit eksokrin pangkreas:
 Pangkreatitis
 Trauma/pangkreatektomi
 Neoplasma
 Cystic Fibrosis
 Hemochromatosis
 Pangkreatopati fibro kalkulus
4. Endokrinopati:
a. Akromegali
b. Sindroma cushing
c. Feokromositoma
d. Hipertiroidisme
5. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidine, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon
tiroid, tiazid, dilantin, interferon alfa.
6. Infeksi : rubella kongenital dan CMV
7. Imunologi (jarang) : antibodi anti reseptor insulin
8. Sindroma genetik lain : Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington Chorea,
Sindroma Prader Willi.

C. Epidemiologi
Secara epidemiologi DM seringkali tidak terdeteksi. Berbagai faktor genetik, lingkungan dan
cara hidup berperan dalam perjalanan penyakit diabetes. Ada kecenderungan penyakit ini timbul dalam
keluarga. Disamping itu juga ditemukan perbedaan kekerapan dan komplikasi diantara ras, negara dan
kebudayaan.
Dari segi epidemiologi, ada beberapa jenis diabetes. Dulu ada yang disebut diabetes pada
anak, atau diabetes juvenilis dan diabetes dewasa atau “maturity-onset diabetes”. Karena istilah ini
kurang tepat, sekarang yang pertama disebut DM tipe 1 dan yang kedua disebut DM tipe 2. Ada pula
jenis lain, yaitu diabetes melitus gestasional yang timbul hanya pada saat hamil, dan diabetes yang
disebabkan oleh karena kerusakan pankreas akibat kurang gizi disebut MRDM (Malnutrition Related
DM) atau Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi (DMTM).
Kekerapan DM tipe 1 di negara Barat ± 10% dari DM tipe 2. Bahkan di negara tropik jauh lebih
sedikit lagi. Gambaran kliniknya biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa
akil balik. Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa.
DM tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul makin sering
setelah umur 40 dengan catatan pada dekade ke 7 kekerapan diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih
tinggi daripada rata-rata orang dewasa.
Pada keadaan dengan kadar glukosa darah tidak terlalu tinggi atau belum ada komplikasi,
biasanya pasien tidak berobat ke rumah sakit atau ke dokter. Ada juga yang sudah di diagnosis
sebagai diabetes tetapi karena kekurangan biaya biasanya pasien tidak berobat lagi. Hal ini
menyebabkan jumlah pasien yang tidak terdiagnosis lebih banyak daripada yang terdiagnosis. Menurut
penelitian keadaan ini pada negara maju sudah lebih dari 50% yang tidak terdiagnosis dan dapat
dibayangkan berapa besar angka itu di negara berkembang termasuk Indonesia (Slamet Suyono
Dalam Pusat Diabetes dan Lipid, 2007).
Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi DM tipe 2 akan
meningkat menjadi 5 – 10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban.
Faktor resiko yang berubah secara epidemiologis adalah bertambahnya usia, jumlah dan lamanya
obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini
berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2
(Soegondo, 1999).
Tanpa intervensi yang efektif, kekerapan DM tipe 2 akan meningkat disebabkan oleh berbagai
hal misalnya bertambahnya usia harapan hidup, berkurangnya kematian akibat infeksi dan
meningkatnya faktor resiko yang disebabkan oleh karena gaya hidup yang salah seperti kegemukan,
kurang gerak/ aktivitas dan pola makan tidak sehat dan tidak teratur (Slamet Suyono Dalam Pusat
Diabetes dan Lipid, 2007).

D. Gambaran Klinis
Kejadian DM diawali dengan kekurangan insulin sebagai penyebab utama. Di sisi lain
timbulnya DM bisa berasal dari kekurangan insulin yang bersifat relatif yang disebabkan oleh adanya
resistensi insulin (insuline recistance). Keadaan ini ditandai dengan ketidakrentanan/ ketidakmampuan
organ menggunakan insulin, sehingga insulin tidak bisa berfungsi optimal dalam mengatur
metabolisme glukosa. Akibatnya, kadar glukosa darah meningkat (hiperglikemi) (M.N Bustan, 2007).
Gejala klasik DM adalah rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama pada malam
hari , banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Disamping itu kadang-kadang ada
keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur,
gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi diatas 4 kg. Kadang-
kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan. Mereka mengetahui adanya
DM hanya pada saat chek up ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi (Suyono Dalam Pusat Diabetes
dan Lipid, 2007).

E. Patofisiologi
Seperti suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti
sel yang rusak. Disamping itu juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik.
Energi sebagai bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, protein dan
lemak.
Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu.
Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat
makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan diedarkan ke
seluruh untuk dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat
berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di
dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yan hasil akhirnya
adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin (suatu
zat/ hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas) memegang peranan yang sangat penting yaitu
bertugas memasukan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
yang dikeluarkan oleh sel beta dalam pulau-pulau Langerhans (kumpulan sel yang berbentuk pulau di
dalam pankreas dengan jumlah ± 100.000) yang jumlahnya sekitar 100 sel beta tadi dapat diibaratkan
sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian
dimetabolisir menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk sel. Dan
akibatnya glukosa akan tetap berada didalam pembuluh darah, yang artinya kadarnya didalam darah
meningkat. Dalam keadaan seperti ini tubuh akan menjadi lemas karena tidak ada sumber energi di
dalam sel. Inilah yang terjadi pada DM tipe 1. Tidak adanya insulin pada DM tipe 1 karena pada jenis
ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan karena adanya peradangan pada sel beta (insulitis). Insulitis
bisa disebabkan karena macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubela, CMV,
herpes, dan lain-lain. Kerusakan sel beta tersebut dapat terjadi sejak kecil ataupun setelah dewasa
(Suyono, 1999).
Sedangkan pada DM tipe2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak. Tetapi jumlah
reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor ini dapat diibaratkan
sebagai lubang kunci pintu masuk kedalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya
yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya
(reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit sehingga sel akan kekurangan bahan
bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah akan meningkat. Dengan demikian keadaan ini
sama dengan pada DM tipe 1. Perbedaanya adalah pada DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi,
juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin (Suyono, 1999).
Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor di
bawah ini banyak berperan, antara lain:
1. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3. Kurang gerak badan
4. Faktor keturunan (herediter)
Baik pada DM tipe 1 maupun pada DM tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila
kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin. Mungkin inilah
sebabnya penyakit ini disebut juga penyakit kencing manis (Suyono, 1999).

F. Diagnosa
Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakan
hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosa DM harus diperhatikan asal
bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosa DM, pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah kapiler (Perkeni,
1998).
Diagnosis diabetes dipastikan bila:
1. Terdapat keluhan khas diabetes (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) disertai dengan satu nilai pemeriksaan glukosa
darah tidak normal (glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126
mg/dl).
2. Terdapat keluhan khas yang tidak lengkap atau terdapat keluhan tidak khas (lemah,
kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulvae) disertai dengan dua nilai
pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dan atau
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl yang diperiksa pada hari yang sama atau pada hari yang
berbeda).

G. Komplikasi
Apabila glukosa darah tidak terkontrol dengan baik, beberapa tahun kemudian hampir
selalu akan timbul komplikasi. Komplikasi akibat diabetes dapat dibagi dalam dua kelompok besar:
1. Komplikasi akut.
Timbul secara mendadak. Ini merupakan keadaan gawat darurat. Keadaan ini bisa menjadi
fatal apabila tidak ditangani dengan segera. Termasuk dalam kelompok ini adalah
hipoglikemia(glukosa darah terlalu rendah), hiperglikemia(glukosa darah terlalu tinggi), dan
terlalu banyak asam dalam darah (ketoasidosis diabetik).
2. Komplikasi kronis.
Timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi akhirnya berangsur menjadi makin berat
dan membahayakan. Misalnya, komplikasi pada saraf (neoropati), mata (retinopati, katarak,
glaukoma), ginjal (nefropati), jantung (angina, serangan jantung, tekanan darah tinggi, PJK),
pembuluh darah, hati(hepatitis, perlemakan hati/ fatty liver, batu empedu), tuberkulosis paru,
gangguan saluran makan, infeksi sehingga mengganggu fungsi kekebalan tubuh dan penyakit
kulit(Bruise,vitiligo, necrobiosis lipoidica, xanthelasma, alopecia, lipohypertrophy / hipertropi
insulin, lipoatropi insulin, kulit kering karena kerusakan saraf otonom sehingga keringat menjadi
berkurang, infeksi jamur seringkali diantara jari kaki, acanthosis nigricans/ penimbunan pigmen
gelap dibelakang leher dan ketiak, kulit yang menebal pada penderita DM yang lebih dari 10
tahun).

H. Pemberian Obat/ Pengobatan Pasien DM


Pemberian obat kepada pasien sesuai petunjuk dokter merupakan suatu tindakan/ praktek
kesehatan yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kesehatan sebagai
bagian dari perilaku seseorang terhadap stimulus atau objek kesehatan (yang dalam hal ini adalah
masalah kesehatan, termasuk penyakit DM yang diderita seseorang), yang kemudian dalam
proses selanjutnya akan melaksanakan atau mempraktekkan sesuai apa yang diketahuinya dan
disikapi/ dinilainya baik untuk dilakukan ( Notoadmodjo S, 2007).
Menurut Sidartawan Soegondo, prinsip pemberian obat/ pengobatan terhadap pasien DM
terdiri atas 2 yaitu:
 Pengobatan dengan insulin dan,
 Pengobatan dengan Obat Hipoglikemik Oral.

1. Pengobatan dengan Insulin


Indikasi pemberian obat bagi pasien dengan terapi insulin, diberikan untuk:
a. Semua orang dengan diabetes tipe 1 yang memerlukan insulin eksogen karena
produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
b. Orang dengan diabetes tipe 2 tertentu yang mungkin membutuhkan insulin bila terapi
jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah atau apabila mengalami stres
fisiologi seperti pada tindakan pembedahan.
c. Orang dengan diabetes kehamilan (diabetes yang timbul selama kehamilan)
membutuhkan insulin bila diet tidak saja dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
d. Orang yang diabetes dengan ketoasidosis.
e. Orang dengan diabetes yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan
suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara
bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan
kebutuhan insulin.
f. Pengobatan sindroma hiperglikemi non-ketotik-hiperosmolar

 Cara Penggunaan Insulin


Sekresi insulin dapat dibagi menjadi sekresi insulin basal (saat puasa atau sebelum
makan) dan insulin prandial (setelah makan).
- Insulin basal
Ialah insulin yang diperlukan untuk mencegah hiperglikemia puasa akibat
glukoneogenesis dan juga mencegah ketogenesis yang tidak terdeteksi.
- Insulin Prandial
Ialah jumlah insulin yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan nutrien ke
dalam bentuk energi cadangan sehingga tidak terjadi hiperglikemia postprandial.
- Insulin Koreksi (supplement)
Ialah insulin yang diperlukan akibat kenaikan kebutuhan insulin yang
disebabkan adanya penyakit atau stres. Pemberian insulin tergantung pada
kondisi pasien dan fasilitas yang tersedia. Untuk pasien yang non-emergensi,
pemberian suntikan subkutan atau intramuskular (jarang dilakukan). Pada pasien
dengan kondisi kegawatan diberikan dengan pompa infus atau secara bolus intra
vena. Insulin dapat juga diberikan secara subkutan dengan menggunakan pompa
insulin atau yang dikenal dengan continuous subcutaneous insulin infusion (CSII) .
Sebelum menyuntikan insulin, kedua tangan dan daerah yang harus disuntik
haruslah bersih. Tutup vial insulin harus diusap dengan isopropil alkohol 70%. Untuk
semua macam insulin kecuali kerja cepat, harus digulung-gulung secara perlahan-
lahan dengan kedua telapak tangan (Jangan dikocok) untuk melarutkan kembali
suspensi. Ambilah udara sejumlah insulin yang akan diberikan dan suntikanlah
kedalam vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama
diperlukan bila akan dipakai campuran insulin.
Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja menengah atau panjang,
maka insulin yang jernih atau kerja cepat harus diambil terlebih dahulu. Setelah insulin
masuk ke alat suntik, periksalah apa mengandung gelembung udara. Satu atau dua
ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat mengurangi gelembung
tersebut. Gelembung tersebut sebenarnya tidaklah terlalu berbahaya tetapi dapat
mengurangi dosis insulin.
Penyuntikan dilakukan pada jaringan subkutan. Pada umumnya disuntikan
dengan sudut 90 derajat. Pada pasien kurus dan anak-anak, setelah kulit dijepit dan
insulin disuntikan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikan intra
muskular. Aspirasi tidak perlu dilakukan secara rutin. Bila suntikan terasa sakit atau
mengalami perdarahan setelah proses penyuntikan maka daerah tersebut sebaiknya
ditekan selama 5-8 detik.

 Karateristik Insulin Berdasarkan Waktu Kerja


Sediaan insulin yang ada di pasaran Indonesia, berdasarkan waktu kerja dapat dilihat
pada tabel di halaman berikut ini:
Tabel 1. Karateristik Insulin Berdasarkan Waktu Kerja
Sediaan Insulin Awal Kerja Puncak Lama Kerja
Kerja
Insulin Prandial
Insulin Kerja cepat
Regular (Actrapid; Humulin R) 30-60 mnt 30-90 mnt 5-8 jam
Insulin analog, kerja sangat cepat
Insulin glulisine (apidra*) 5-15 mnt 30-90 mnt 3-5 jam
Insulin aspart (Novo Rapid *) 5-15 mnt 30-90 mnt 3-5 jam
Insulin lispro (Humalog) 5-15 mnt 30-90 mnt 3-5 jam
Insulin Kerja Menengah
NPH (Insulatard, Humulin N) 2-4 jam 4-10 jam 10-16 jam
Lente 3-4 jam 4-12 jam 12-18 jam
Insulin Kerja Panjang
Insulin glargine (Lantus) 2-4 jam Tdk ada
Ultralente* 6-10 jam puncak
Insulin detemir (Levemir*) 2-4 jam 8-10 jam
Tdk ada
puncak
Insulin Campuran
(kerja cepat dan menengah)
70%NPH/ 30% reguler )Mixtard: Humulin 30-60 mnt Dual 10-16 jam
70/30)
70%NPH/ 30% analog rapid (NovoMix 30)
Sumber: Soegondo S dalam Penatalaksanaan DM Terpadu, 2007

2. Pengobatan dengan OHO (Obat Hipoglikemik Oral)


Menurut Tjokroprawiro Askandar, dkk, 2007, syarat OHO berhasil baik bila diet dan latihan fisik
harus dilaksanakan dengan benar (3J), Jumlah-Jadwal-Jenis dan diberikan pada penderita
yang:
a. Umur > 40 tahun.
b. Lama DM-nya kurang dari 5 tahun.
c. Belum pernah suntik insulin, atau bila pernah suntik insulin, kebutuhan insulin kurang
dari 20 unit/ hari

Anda mungkin juga menyukai