Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

“KASUS DIABETES MELLITUS”

DISUSUN OLEH :

1. MUHAMMAD ANDIKA (1604015089)

2. RIMA KUSUMA CAHYANI (1604015141)

3. WERI LIA YULIANA (1604015084)

KELAS: E1

KELOMPOK : 2

DOSEN : Nurhasnah , M.Farm.Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas
DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi
dan dikatakan onset atau mulai terjadinya adalah 7 tahun sebelum diagnosis
ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak
terdeteksi (Soegondo, et al., 2005).
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan
terjadinya berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit
jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata, ginjal, dan
syaraf. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan
semua penyakit menahun tersebut dapat dicegah, atau setidaknya dihambat. Berbagai
faktor genetik, lingkungan dan cara hidup berperan dalam perjalanan penyakit
diabetes (Soegondo, et al., 2005).
Berbagai penelitian menunjukan bahwa kepatuhan pada pengobatan penyakit
yang bersifat kronis baik dari segi medis maupun nutrisi, pada umumnya rendah. Dan
penelitian terhadap penyandang diabetes mendapatkan 75 % diantaranya menyuntik
insulin dengan cara yang tidak tepat, 58 % memakai dosis yang salah, dan 80 % tidak
mengikuti diet yang tidak dianjurkan.(Endang Basuki dalam Sidartawan Soegondo,
dkk 2004).
Jumlah penderita penyakit diabetes melitus akhir-akhir ini menunjukan kenaikan
yang bermakna di seluruh dunia. Perubahan gaya hidup seperti pola makan dan
berkurangnya aktivitas fisik dianggap sebagai faktor-faktor penyebab terpenting.
Oleh karenanya, DM dapat saja timbul pada orang tanpa riwayat DM dalam keluarga
dimana proses terjadinya penyakit memakan waktu bertahun-tahun dan sebagian
besar berlangsung tanpa gejala. Namun penyakit DM dapat dicegah jika kita
mengetahui dasar-dasar penyakit dengan baik dan mewaspadai perubahan gaya hidup
kita (Elvina Karyadi, 2006).Penderita diabetes mellitus dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), penduduk
dunia yang menderita diabetes mellitus sudsh mencakupi sekitar 197 juta jiwa, dan
dengan angka kematian sekitar 3,2 juta orang.WHO memprediksikan penderita
diabetes mellitus akan menjadi sekitar 366 juta orang pada tahun 2030. Penyumbang
peningkatan angka tadi merupakan negara-negara berkembang, yang mengalami
kenaikan penderita diabetes mellitus 150 % yaitu negara penderita diabetes mellitus
terbanyak adalah India (35,5 juta orang), Cina (23,8 juta orang), Amerika Serikat (16
juta orang), Rusia (9,7 juta orang), dan Jepang (6,7 juta orang). WHO menyatakan,
penderita diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan akan mengalamikenaikan 8,4
juta jiwa pada tahun 2000,menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Tingginya angka
kematian tersebut menjadikan Indonesia menduduki ranking ke-4 dunia setelah
Amerika Serikat, India dan Cina (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), terjadi pengukuran
prevalensi Diabetes mellitus (DM) dari tahun 2001 sebesar 7,5 % menjadi 10,4 %
pada tahun 2004, sementara hasil survey BPS tahun 2003 menyatakan bahwa
prevalensi diabetes mellitus mencapai 14,7 % di perkotaan dan 7,2 % di pedesaan.
Berdasarkan data rawat jalan di Rumah Sakit Umum Propinsi Sulawesi Tenggara
(Poli Interna) tahun 2009 penderita diabetes melitus sebanyak 779 orang atau 16,1 %
dari jumlah pasien sebanyak 4837 pasien, tahun 2010 penderita diabetes mellitus
sebanyak 1124 orang atau 25,8 % dari jumlah pasien sebanyak 4345 pasien,
sedangkan pada tahun 2011 dari Januari sampai dengan Juni 2011 jumlah penderita
diabetes mellitus 793 orang atau 38,7 % dari jumlah pasien sebanyak 2044 orang.
Olehnya itu, makalah ini akan membahas penyakit Diabetes Militus secara terperinci.
B. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan tentang Patofisiologi dan Patologi klinik penyakit (Etiologi,
manifestasi klinis, interpretasi data laboratorium, dan patogenesisnya)
2. Menjelaskan farmakologi obat-obat yang digunakan
3. Memilih pengobatan yang sesuai alogaritma pengobatan
4. Menjelaskan Drug Related Problems (DRP) atau masalah-masalah yang
terkait penggunaan obat
5. Praktek pemberian informasi obat kepada pasien atau praktek konseling obat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit
Diabetes mellitus adalah kelompok kelainan metabolisme lemak, karbohidrat,
dan metabolisme protein yang dihasilkan dari cacatpada sekresi insulin, aksi insulin
(sensitivitas), atau keduanya. Kejadian diabetes mellitus tipe 2 (DM) meningkat.Hal
ini disebabkan peningkatan obesitas, gaya hidup tak berpindah-pindah, dan populasi
minoritas yang meningkat. Dua klasifikasi diabetes mellitus yang utama adalah tipe1
(kekurangan insulin) dan tipe 2 (gabungan resistensi insulin dan defisiensi sekresi
insulin yang relatif). ( Dipiro,2015 hal 1333)
B. Epidemiologi dan Etiologi
Epidemiologi
Tipe khas DM 1 adalah kelainan autoimun yang berkembang di masa kanak-
kanak atau awal masa dewasa, meskipun beberapa bentuk laten memang terjadi. Tipe
1 DM accounts hingga 10% dari semua kasus DM dan kemungkinan diprakarsai oleh
paparan individu yang rentan secara genetis terhadap lingkungan agen. Gen kandidat
dan faktor lingkungan dilaporkan lazim pada populasi umum, namun pengembangan
autoimunitas sel βterjadi kurang dari 10% populasi dan berlanjut untuk diabetes
mellitus kurang dari 1% populasi Prevalensi autoimunitas β-sel tampak sebanding
dengan Kejadian DM tipe 1 di berbagai populasi. Misalnya, negara-negara Swedia,
Sardinia, dan Finlandia memiliki prevalensi tertinggidari antibodi sel islet (3%
sampai 4,5%) dan dikaitkan dengan kejadian DM tipe 1 tertinggi, 22 sampai 35 per
100.000,4
Penanda autoimmunity telah terdeteksi pada 14% sampai 33%orang dengan tipe 2
DM pada beberapa populasi dan bermanifestasi dengan Kegagalan awal agen oral dan
ketergantungan insulin. Jenis DM ini juga telah disebut sebagai diabetes autoimun
laten pada orang dewasa (LADA) . Tipe idiopatik DM tipe 1 adalah bentuk diabetes
yang tidak umum terlihat pada kelompok minoritas dengan kebutuhan insulin
intermiten Prevalensi DM tipe 1 telah meningkat dari yang 6 tahun terakhir Maturity
onset diabetes masa muda (MODY), yang memiliki cacat genetik yang dapat di
identifikasi pada gen glukokinase, dan endokrin Kelainan seperti akromegali dan
sindrom Cushing, bisa Sebagai penyebab sekunder DM. Namun etiologi yang tidak
biasa initerhitung 1% sampai 2% dari total kasus tipe 2 DM. (dipiro 2015, hal 1334)

Etiologi
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-
95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun,
tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak
populasinya meningkat. Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum
sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup
besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi
lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan (Depkes, 2005).
Penyebab DM adalah aktivitas insulin yang tidak memadai baik karena
sekresi insulin yang berkurang (IDDM) atau karena adanya resistensi insulin pada
jaringan-jaringan yang peka insulin (NIDDM) (Suharmiati, 2003). Menurut Utami
(2003), faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan diabetes melitus adalah sebagai
berikut:
a.       Genetik atau Faktor Keturunan
Para ahli kesehatan menyebutkan bahwa sebagian besar penderita diabetes
melitus juga memiliki riwayat keluarga penderita diabetes. Dengan begitu dapat
dikatakan bahwa diabetes melitus cenderung diturunkan bukan ditularkan (Utami et
al, 2003).
b.      Virus dan Bakteri
Virus yang diduga menyebabkan diabetes melitus adalah rubella, mumps, dan
human coxsackievirus B4. Virus-virus tersebut menyerang mekanisme infeksi sitolitik
pada sel beta yang mengakibatkan destruksi atau perusakan sel melalui reaksi
autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun pada sel beta (Utami et al,
2003).
c.       Bahan Toksik dan Obat-Obatan
Beberapa bahan toksik yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah
aloksan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozotosin (produk dari sejenis jamur),
glikosida sianogenik dari singkong yang dapat melepaskan sianida (Utami et al,
2003). Beberapa obat-obatan juga diperkirakan dapat mengganggu proses pelepasan
insulin dari sel beta pankreas yakni fenitoin, diuretika terutama tiazid, dan sebagian
lagi dengan cara menginduksi resistensi insulin yakni golongan obat kortikosteroid
dan beberapa kontrasepsi oral, misalnya estrogen dan progesteron (Greenspan dan
Baxter, 2000).
d.   Nutrisi
    Nutrisi yang berlebihan merupakan faktor resiko pertama yang diketahui dapat
menyebabkan diabetes melitus. Obesitas memainkan suatu peranan dalam
perkembangan diabetes klinis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah
reseptor insulin di otot rangka, hati dan jaringan adiposa pada orang obese lebih
sedikit daripada jumlah reseptor pada orang yang kurus. Namun kebanyakan
resistensi insulin disebabkan kelainan jarak sinyal yang menghubungkan reseptor
yang teraktivasi dengan berbagai efek selular. Gangguan sinyal insulin disebabkan
efek toksik dari akumulasi lipid di jaringan seperti otot rangka dan hati akibat
kelebihan berat badan (Guyton dan Hall, 2007).

C. Patofisiologi
Diabetes melitus (DM) tipe 2 ini disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM). Penderita DM tipe 2 mencapai 90% dari kasus diabetes (Wells et
al, 2009). DM Tipe 2 memiliki ciri khas yaitu onset hiperglikemia terjadi dengan
lambat dan sedikit demi sedikit, serta terkadang tidak menunjukan gejala. Penyebab
terjadinya disfungsi metabolik pada DM tipe 2 yaitu kombinasi faktor genetik dan
faktor lingkungan atau gaya hidup, seperti kalori yang berlebihan, latihan yang tidak
memadai, dan obesitas. Peningkatan kadar glukosa darah pada DM tipe 2 terjadi
akibat peningkatan resistensi insulin (kualitas insulin tidak baik) sedangkan sekresi
insulin tidak memadai, sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi insulin (Burns et
al., 2008).

Pada kondisi kerja insulin normal, ketika periode puasa, glukosa diproduksi di
hati melalui glikogenolisis. Glukosa diproduksi untuk memberikan suplai pada otak.
Ketika periode makan, kadar glukosa darah akan meningkat dan  respon sekresi-
insulin terjadi dalam 2 fase. Fase awal respon insulin yang terjadi kira-kira 10 menit
dan akan menekan produksi glukosa hepatik. Aksi insulin ini akan meminimalisasi
hiperglikemia selama waktu makan dan selama periode setelah makan. Pada fase
kedua, terjadi peningkatan sekresi insulin sedikit demi sedikit yang menstimulasi
penyerapan glukosa oleh jaringan perifer. Sekitar 80% hingga 85% metabolisme
glukosa pada fase ini terjadi di otot. Pelepasan insulin secara perlahan akan
memberikan waktu untuk tubuh merespon pemasukan glukosa baru dari sistem
pencernaan, sementara kadar glukosa darah dikontrol (Burns et al., 2008).
Dalam keadaan normal, artinya sekresi insulin cukup dan insulin sensitif,
insulin akan ditangkap oleh reseptor insulin pada permukaan sel otot, kemudian
membuka pintu masuk sel sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel untuk
kemudian dimetabolisme menjadi energi. Akibatnya kadar glukosa darah tetap
normal (Suyono, dkk., 2011). Patogenesis DM tipe 2 disebabkan terjadi resistensi
insulin. Resistensi insulin dapat terjadi pada otot skeletal dan pada hati. Resistensi
insulin memberikan dampak yaitu penyerapan glukosa menjadi terganggu akibat
reseptor  sel tidak respon terhadap insulin, serta produksi glukosa hepatik selama
periode makan tidak dapat dihentikan. Kedua dampak ini merupakan pencetus
terjadinya peningkatan kadar glukosa darah dan hiperglikemia (Burns et al., 2008).
Resistensi insulin dapat terjadi akibat sel penghasil insulin, yaitu sel β
mengalami penurunan fungsi. Kondisi obesitas merupakan kondisi yang memicu
penurunan fungsi sel β. Jaringan lemak yang tinggi pada penderita obesitas
menyebabkan peningkatan produksi asam lemak bebas melalui proses lipolisis. Asam
lemak bebas dilepaskan ke sirkulasi darah dan mengalir ke hati, kemudian mengalami
metabolisme non oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel β hingga
terjadi apoptosis sel beta. Selain itu, kadar glukosa darah yang tinggi dalam jangka
waktu lama akan menyebabkan peningkatan stress oksidatif, IL-1β dan  NF-kB
dengan akibat peningkatan apoptosis sel β (Dipiro et al., 2005; Suyono, dkk., 2011). 

D. Gejala
Pasien dengan DM tipe 2 sering tidak menunjukkan gejala dan diketahui
mengalami penyakit ini setelah melakukan tes glukosa darah. Namun gejala seperti
kelesuan, sering berkemih (poliuria), nokturia, dan polidipsia dapat dilihat pada
diagnosis diabetes tipe 2, tapi penurunan berat badan yang signifikan jarang diamati
pada pasien diabetes tipe ini (Dipiro et al., 2008). Presentasi klinik yang terjadi pada
pasien diabetes melitus tipe 2 ditampilkan dalam tabel berikut.
Tabel 1 Data Klinik (Clinical Presentation) Pasien DM Tipe 2 (Dipiro et al., 2008)
Karakteristik Diabetes Melitus Tipe 2
Usia >30 tahun
Onset Bertahap
Body habitus Obesitas atau riwayat obesitas
Resistensi insulin Terdapat resistensi insulin
Autoantibodi Autoantibodi jarang hadir
Gejala Sering asimtomatik
Diagnosis keton Tidak ada
Kebutuhan terapi insulin Beberapa tahun setelah diagnosis

Komplikasi akut Hiperglikemia, hiperosmolar

Komplikasi mikrovaskuler pada Sering terjadi


diagnosis
Komplikasi makrovaskuler pada Sering terjadi
diagnosis

E. Diagnosis
Kriteria diagnosis DM termasuk salah satu dari berikut ini:
(Sumber Dipiro 2015, edisi 9, halaman 161)
1. A1C 6,5% atau lebih
2. Puasa (tidak ada asupan kalori minimal 8 jam) glukosa plasma 126 mg / dL
(7,0 mmol / L) atau lebih.
3. Glukosa plasma dua jam 200 mg / dL (11,1 mmol / L) atau lebih selama
oral.Uji toleransi glukosa (OGTT) menggunakan beban glukosa yang
mengandung ekuivalen 75 g glukosa anhidrat dilarutkan dalam air.
4. Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg / dL (11,1 mmol / L) atau lebih
dengan gejala klasik hiperglikemia atau hiperglikemik.
Dengan tidak adanya hiperglikemia yang tidak pasti, kriteria 1 sampai 3 harus
dikonfirmasi dengan mengulangi pengujian :
• Glukosa plasma puasa normal (FPG) kurang dari 100 mg / dL (5,6 mmol / L).
• Gangguan glukosa puasa (IFG) adalah FPG 100 sampai 125 mg / dL (5,6-6,9
mmol/L).
• Gangguan toleransi glukosa (IGT) didiagnosis saat sampel postload 2 jam
OGTT adalah 140 sampai 199 mg per dL (7,8-11,0 mmol / L).
• Wanita hamil harus menjalani penilaian risiko untuk GDM pada saat
kunjungan
prenatal pertama dan memiliki pengujian glukosa jika berisiko tinggi
(misalnya,
riwayat keluarga positif, riwayat pribadi GDM, ditandai obesitas, atau
anggota
kelompok etnis berisiko tinggi).

F. Penatalaksanaan Penyakit
1. Non-Farmakologi
Diet
Terapi nutrisi medis direkomendasikan untuk semua orang dengan
DM.Paramount untuk semua terapi nutrisi medis adalah pencapaian hasil
metabolik yang optimal dan pencegahan dan penanganan komplikasi. Bagi
individu dengan DM tipe 1, fokusnya adalah pada pengaturan pemberian
insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan menjaga berat badan
yang sehat. Meski masih diperdebatkan, kebanyakan penderita diabetes
memerlukan rencana makan yang sedang dalam karbohidrat dan rendah
lemak jenuh, dengan fokus pada makanan seimbang. Sangat penting bahwa
pasien memahami hubungan antara karbohidrat dan kontrol glukosa. Selain
itu, penderita DM tipe 2 sering memerlukan pembatasan kalori untuk
meningkatkan berat badan. Alih-alih diet diabetes, menganjurkan diet
dengan menggunakan makanan yang berada dalam jangkauan finansial dan
lingkungan budaya pasien. Waktu makan dan makan siang antara makanan
ringan biasanya tidak diperlukan jika manajemen farmakologis sesuai.
Aktivitas
Secara umum, kebanyakan pasien dengan DM dapat memperoleh
manfaat dari peningkatan aktivitas. Latihan aerobik meningkatkan
resistensi insulin dan kontrol glikemik pada sebagian besar individu, dan
mengurangi faktor risiko kardiovaskular, berkontribusi pada penurunan
berat badan atau perawatan, dan meningkatkan kesejahteraan. Pasien harus
memilih aktivitas yang dia inginkan untuk melanjutkan. Mulailah
berolahraga secara perlahan pada pasien yang sebelumnya tidak banyak
duduk. Pasien yang lebih tua, pasien dengan penyakit lama (usia> 35 tahun,
atau> 25 tahun denganDM≥10 tahun), pasien dengan beberapa faktor risiko
kardiovaskular, adanya penyakit mikrovaskular, dan pasien dengan bukti
penyakit aterosklerotik sebelumnya harus mendapat evaluasi
kardiovaskular. mungkin termasuk tes latihan bergradasi dengan
pencitraan, sebelum memulai rejimen olahraga sedang sampai berat. Selain
itu, beberapa komplikasi (neuropati otonom, kaki peka, dan retinopati)
mungkin memerlukan pembatasan pada aktivitas yang direkomendasikan.
2. Farmakologi
Hanya dua pilihan untuk pengobatan farmakologis yang tersedia untuk
pasien diabetes; sulfonilurea (hanya DM tipe 2) dan insulin (untuk tipe 1
atau 2) , lima kelas agen oral disetujui untuk pengobatan diabetes tipe 2:
inhibitor α-glukosidase, biguanida, meglitinida, peroksisom proliferator
aktif reseptor γ agonis (yang juga umum diidentifikasi sebagai
thiazolidinediones atau glitazones), dan sulfonilurea. Agen oral
diindikasikan untuk digunakan pada pasien DM tipe 2 yang tidak dapat
mencapai tujuan pengendalian glikemik meskipun diet dan olahraga. Agen
antidiabetes oral sering dikelompokkan menurut mekanisme tindakan
penurunan glukosa mereka. Biguanides dan thiazolidinediones sering
dikategorikan sebagai sensitizer insulin karena kemampuan mereka untuk
mengurangi resistensi insulin. Sulfonylurea dan meglitinide sering
dikategorikan sebagai secretagog insulin karena meningkatkan pelepasan
insulin endogen.
3. Alogaritma
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM

A. Tanggal dan Waktu


Jum’at 1 November 2019. Pukul 08.00-10.30. WIB
B. Judul Paraktikum
Kasus Diabetes Mellitus.
C. Resep dan Pertanyaan
Kasus
Tn. US, usia 45 tahun, 160 cm, 80 kg, dengan riwayat DM sejak 5
tahun yang lalu datang ke dokter dengan keluhan badan lemah, pegal-pegal,
kaki sering kesemutan dan terdapat gangguan gangrene dikaki. Data klinik
menunjukkan TD 140/90 mmHg, suhu 38oC.
Hasil pemeriksaan laboratorium
GDP 220 mg/dL, GD 2 jam PP 490 mg/dL, HbA1c 11 %, HDL 35 mg/dL,
LDL 210 mg/dL, Kolestrol total 285 mg/dL, TGA 278 mg/dL.
Riwayat pengobatan sebelumnya
Gibenklamid, Metformin, Simvastatin.
Diagnosa
DM tipe 2-neuropati dan ulkus dikaki.
Assessment
Asma exacerbasi dengan virus pneumonia.
Obat yang digunakan pasien sekarang adalah :
R/ Captropil 12,5 mg
s 2 dd 1 tab
R/ Furosemide tab
s 1 dd 1 tab
R/ Metformin 500 mg
s 3 dd 1 tab

R/ Novoramid flex pen


s 2 dd 16 unit
R/ Lantus flex pen
s 1 dd 5 unit
R/ Lipitor
s 1 dd 1 tab

Pertanyaan

1. Lakukan pemantauan obat dengan metode SOAP!

2. Isi formulir pelayanan dan lakukan konseling obat pada pasien diatas
dengan metode 3 prime question.

3. Jelaskan penggunaan insulin dengan alat peraga.


BAB IV
PEMBAHASAN

Diabetes melitus merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi disebabkan


oleh berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering disebabkan oleh diabetes
melitus. Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam darah sehingga gagal masuk ke
dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon insulin jumlahnya kurang atau
cacat fungsi. Hormon insulin merupakan hormon yang membantu masuknya gula
darah (WHO, 2016). Penyakit kronis seperti DM sangat rentan terhadap gangguan
fungsi yang bisa menyebabkan kegagalan pada organ mata, ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah. Gangguan fungsi yang terjadi karena adanya gangguan sekresi
insulin dan gangguan kerja insulin maupun keduanya. Menurut International Diabetes
Federation-7 tahun 2015, dalam metabolisme tubuh hormon insulin bertanggung
jawab dalam mengatur kadar glukosa darah. Hormon ini diproduksi dalam pankreas
kemudian dikeluarkan untuk digunakan sebagai sumber energi. Apabila di dalam
tubuh kekurangan hormon insulin maka dapat menyebabkan hiperglikemi (IDF,
2015).

1. Lakukan analisa metode SOAP!


SUBJEKTIF
• keluhan Pasien :
Badan lemah,pegal-pegal, kaki sering kesemutan dan terdapat gangrene di
kaki
• Riwayat Pengobatan :
Glibenklamid, Metformin, Simvastatin
OBJEKTIF
- Dokter mendiagnosa pasien mengalami DM tipe 2
- TD 140/90 mmHg
- Suhu 38ºC
- GDP 220 mg/dL
- GD 2 jam PP 490 mg/dL
- HbA1c 11%
- HDL 35 mg/dL, LDL 210 mg/dL
- Kolestrol total 285 mg/dL
- TGA 278 mg/dL
ASSESMENT
- Metformin 500mg sehari 1 tab

- Tidak digunakan obat kombinasi untuk hipertensi

- Furosemide (berinteraksi dengan captopril dan dapat menurunkan tekanan


darah)

- Tepat obat : , captopril tepat ( dosis tepat ) , Metformin (dosis tepat ) ,


Furosemid ( tidak tepat obat , tidak di gunakan ).

PLANNING

- Dosis captopril tepat yaitu 12,5 mg-25 mg diminum 2-3x sehari

- Metformin 500 mg diberikan 2xsehari

- Novorapid 3x 10 unit

- Lantus 1x 10 unit
- Tidak disarankan menggunakan furosemid

Pada kasus kali ini obat yang diberikan adalah :

1) Captropil 12,5 mg diminum 2x sehari


Obat golongan ACE Inhibitor ini adalah first line therapy untuk hipertensi stage I,
karna pada kasus kali ini tekanan darah pasien berada pada stage I maka
pemilihan Captopril amat tepat.

2) Metformin 500 mg diberikan 2x sehari


Metformin adalah anti-diabetes oral yang termasuk pada kelas biguanid.
Metformin merupakan obat pilihan pertama untuk penderita diabetes tipe 2,
khususnya untuk orang-orang dengan kelebihan berat badan dan gemuk serta
orang-orang dengan fungsi ginjal yang normal. Metformin digunakan untuk
penderita diabetes yang baru terdiagnosis setelah dewasa. Obat ini dapat
digunakan sebagai kombinasi terapi pada penderita yang tidak responsif atau
tidak mempan setelah penggunaan terapi tunggal sulfonilurea. Selain itu, kadang
digunakan pula untuk mengurangi dosis insulin apabila dibutuhkan.
3) Novorapid flex pen 3x 10 unit
Novoramid berisikan Novolog (insulin aspart) golongan insulin kerja rapid
acting (aksi cepat), insulin ini tepat digunakan karena pemeriksaan laboratorium
menyatakan pasien memiliki Gula Darah 2 jam Pros-prandial (GD2PP) dengan
nilai yang tinggi.
4) Lantus flex pen 1x 10 unit
Lantus (insulin glargine) golongan insulin kerja long acting (aksi panjang),
insulin ini tepat digunakan karena pemeriksaan laboratorium menyatakan pasien
memiliki Gula Darah Puasa (GDP) dengan nilai yang tinggi.
5) Lipitor 1x sehari
Penggunaan Atorvastatin perlu diberikan berkaitan dengan kadar kolesterol total
dan LDL yang tinggi, karena obat golongan statin ini dapat menurunkan nilai
kolesterol total dan LDL yang tinggi.

Sumber : Basic Pharmacology and Drug Notes, Dipiro dkk 2015 hal.455, Perkeni
2015.
2. Isi formulir pelayanan dan lakukan konseling obat pada pasien diatas dengan
metode 3 prime question?
DIALOG PASIEN DENGAN APOTEKER
Pada suatu hari seorang Bapak datang ke apotik “KUSUMA FARMA”.
Beliau datang menebus resep yang diberikan oleh Dokter.
( Percakapan antara Apoteker dengan Pasien)
Ada seorang Bapak datang ke apotek KUSUMA FARMA dengan membawa
resep.
APOTEKER : Selamat siang pak, saya Werry apoteker di apotek ini ada
yang bisa saya bantu?
PASIEN : Iya mbak, saya mau menebus resep (Sambil menyerahkan
resepnya).
APOTEKER : Baik resepnya atas nama Bapak Andika umur 45 tahun,
apakah ini resep untuk Bapak ?
PASIEN : Iya mbak, untuk saya.
APOTEKER : Mohon maaf kalau boleh alamat dan nomer Hpnyaibu?
PASIEN : jl. Delima 4 no 14. 087898888888.
APOTEKER : Saya cek terlebih dahulu obatnya ya pak, nanti saya panggil
kembali. Oh iya pak, silahkan tunggu sebentar ya pak di ruang tunggu.
PASIEN : Iya mba
(Kemudian apoteker menerima resep tersebut dan langsungmenyiapkan
obatnya dan menyerahkan ke pasien )
APOTEKER : Pasien atas nama anak Bapak Andika.
PASIEN : Iya mbak (Bapak tersebut menghampiri apoteker).
APOTEKER : Bapak, ini obatnya sudah saya siapkan, apakah bapak ada
waktu sebentar buat saya menjelaskan aturan pakainya?
PASIEN : Kira-kira berapa lama ya mbak?
APOTEKER : ± 10 menit bu, bagaimana? Apakah bapak bisa?
PASIEN : Iya mbak saya bisa.
APOTEKER : Baik pak mari ikut saya keruang konseling.
PASIEN : Iya mbak,
(Bapak tersebut menuju ruang konseling)
APOTEKER : Mari Bapak, silahkan duduk.
PASIEN : Iya mbak terimakasih.
APOTEKER : Mohon maaf Pak, apakah sebelumnya dokter sudah
menjelaskan tentang penyakit dan pengobatannya ini?
PASIEN : Dokter hanya bilang kalo saya terkena diabetes lalu terdapat
juga luka di kaki, dan obat ini digunakan untuk mengatasi sakitnya.
APOTEKER : Apakah dokter sudah memberikan penjelasan cara pemakaian
obatnya?
PASIEN : sudah sih mba tadi, tapi ada beberapa obat yang masih kurang
jelas penggunaanya
APOTEKER : Baik Pak. Apakah yang diharapkan dokter setelah pemakaian
obat tersebut?
PASIEN : Untuk hal itu dokter tidak menyampaikan informasi apa-apa
mbak.
APOTEKER : Baik pak. Kalau begitu saya akan menjelaskan sedikit tentang
penyakit dan obat yang dokter berikan ini. Jadi, dokter sudah memberitahu
kalau Bapak terkena diabetes mellitus ya pak?
Diabetes mellitus merupakan gangguan yang ditandai dengan hiperglikemia
atau kondisi dimana gula darah dalam tubuh lebih tinggi dari normalnya.
Apakah sebelumnya bapak sudah pernah mengalami sakit diabetes mellitus?
PASIEN : sebelumnya 5 tahun yang lalu memang saya pernah menderita
sakit diabetes mellitus 2 mba
APOTEKER : lalu kalau boleh tau gejala gejala seperti apa yang dialami
oleh bapak?
PASIEN : gejala yang saya alami berupa badan lemah,pegal-pegal, kaki
sering kesemutan dan terdapat luka di kaki.
APOTEKER : apa boleh saya tahu tindakan apa yg sudah mba lakukan untuk
mengatasi diabetes melitusnya dan luka pada kakinya ?
PASIEN : kalo untuk diabetes nya saya hanya menyuruh suami saya
mengurangi makanan yang terlalu banyak mengandung gula, kalo untuk luka
di kaki nya blm di lakukan apapun, makannya saya langsung bawa ke dokter
buat di obati.
APOTEKER : baik ibu, kalau seperti itu ini obatnya pertama ada Captropil
12,5 mg diminum 2x sehari ini untuk obat antihipertensi nya ya bu, lalu obat
kedua ada Metformin 500 mg diberikan 2x sehari untuk obat diabetes nya
obat ini diminum pas banget setelah habis makan ya bu, lalu obat ketiga ada
Novorapid flex pen 3x 10 unit, dan obat Lantus flex pen 1x 10 unit, kedua
obat tersebut jenisnya insulin digunakannya dengan cara menyuntikan ke
bagian tubuh yang terdapat banyak lemak nya, bisa di bagian paha, lengan
bagian atas dan disekitar perut, lalu ketiga ada obat Lipitor 1x sehari, obat ini
digunakan untuk menurunkan kadar kolestrol ayah mba dan obat Hypercol
200 M 1x sehari obat ini juga digunakan untuk menurunkan kadar trigliserida
ayah mba, lalu yang terkahi rada obat Albiotin 300 mg 4x sehari obat ini
digunakan untuk mengatasi luka atau ulkus pada kaki suami i bu. Maaf ibu
sebelumnya apakah ibu sudah mengetahui cara penyuntikan obat insulin nya ?
PASIEN : belum mba
APOTEKER : baik pak kalo gitu saya akan sedikit menjelaskan cara
penggunaan obat insulin nya
1) Lepaskan penutup pen
gerakan menggulung pen terlebih dahulu di telapak tangan selama 15 detik
agar tercampur.
2) Lepas kertas penutup pen dan penutup jarum
lepaskan penutup jarum bagian luar dan penutup jarum sehingga jarum
tampak.
3) Cek pen, apakah sudah dapat mengeluarkan larutan insulin
putar tombol pemilih dosis pada akhir pen. Kemudian pegang pen dengan
jarum mengarah ke atas. Tekan dosis kenop sepenuhnya sambil melihat aliran
insulin yang muncul. Ulangi, jika perlu, sampai insulin terlihat di ujung
jarum. Kemudian pengatur dosis harus kembali nol setelah menyelesaikan
langkah ini.
4) Atur dosis Insulin yang akan Anda gunakan
Putar tombol dosis dalam keadaan "dial in" dosis insulin. . Periksa juga
jendela dosis untuk menjamin dosis yang digunakan tepat
5) Pilih tempat yang akan diaplikasikan
Pilih tempat untuk pengaplikasian suntikan insulin. Perut adalah tempat
pilihan yang tepat antara bagian bawah tulang rusuk dan garis kemaluan,
hindari 3-4 inci sekitar pusar. Posisi bagian paha atas dan lengan belakang
bagian atas juga dapat digunakan.
6) Menyuntikkan insulin
Berikut beberapa langkah yang perlu Anda lakukan untuk menyuntikan
insulin pada tubuh
 Gunakan jari untuk menahan ujung pen.
 Lakukan gerakan mencubit dan menarik pada kulit dengan tangan
 Suntikan dengan cepat untuk memasukkan jarum pada sudut 90 derajat
dan lepaskan cubitan.
 Gunakan ibu jariuntuk menekan pada tombol dosis sampai berhenti
(jendela dosis akan kembali nol). Biarkan pen dalam keadaan menancap
selama 5-10 detik untuk membantu mencegah insulin bocor dari tempat
injeksi. Kemudian tarik pen jarum dari kulit dan hindari memijat daerah
tersebut. Setetes darah atau memar tentu akan muncul namun tidak masalah
cukup mengusapnya dengan tisu atau kapas.
7) Persiapan kembali insulin pen untuk penggunaan mendatang
Posisikan kembali pen seperti kondisi awal kemudian simpan dalam tempat
yang bersih dan kering. Dan jangan lupa siapkan selalu peralatan ini agar
kapanpun dibutuhkan sudah siap.
APOTEKER : bagaimana pak apakah sudah bisa dipahami?
PASIEN : sudah mba
APOTEKER : maaf ibu sebelumnya agar saya benar-benar tau jika ibu sudah
mengerti mengenai cara penggunaan obatnya, apa saya boleh minta tolong
untuk diulang bu penjelasan saya mengenai cara penggunaan obat nya ?
PASIEN : pertama ada Captropil 12,5 mg diminum 2x sehari ini untuk
obat antihipertensi nya, lalu obat kedua ada Metformin 500 mg diberikan 2x
sehari untuk obat diabetes nya obat ini diminum pas banget setelah habis
makan, lalu obat ketiga ada Novorapid flex pen 3x 10 unit, dan obat Lantus
flex pen 1x 10 unit, kedua obat tersebut jenisnya insulin digunakannya dengan
cara menyuntikan ke bagian tubuh yang terdapat banyak lemak nya, bisa di
bagian paha, lengan bagian atas dan disekitar perut, lalu ketiga ada obat
Lipitor 1x sehari, obat ini digunakan untuk menurunkan kadar kolestrol dan
obat Hypercol 200 M 1x sehari obat ini juga digunakan untuk menurunkan
kadar trigliserida, lalu yang terkahir ada obat Albiotin 300 mg 4x sehari obat
ini digunakan untuk mengatasi luka atau ulkus pada kaki. Lalu cara
menyuntikan insulin nya.
1. Lepaskan penutup pen
gerakan menggulung pen terlebih dahulu di telapak tangan selama 15 detik
agar tercampur.
2. Lepas kertas penutup pen dan penutup jarum
lepaskan penutup jarum bagian luar dan penutup jarum sehingga jarum
tampak.
3. Cek pen, apakah sudah dapat mengeluarkan larutan insulin
putar tombol pemilih dosis pada akhir pen. Kemudian pegang pen dengan
jarum mengarah ke atas. Tekan dosis kenop sepenuhnya sambil melihat aliran
insulin yang muncul. Ulangi, jika perlu, sampai insulin terlihat di ujung
jarum. Kemudian pengatur dosis harus kembali nol setelah menyelesaikan
langkah ini.

4. Atur dosis Insulin yang akan Anda gunakan


Putar tombol dosis dalam keadaan "dial in" dosis insulin. . Periksa juga
jendela dosis untuk menjamin dosis yang digunakan tepat
5. Pilih tempat yang akan diaplikasikan
Pilih tempat untuk pengaplikasian suntikan insulin. Perut adalah tempat
pilihan yang tepat antara bagian bawah tulang rusuk dan garis kemaluan,
hindari 3-4 inci sekitar pusar. Posisi bagian paha atas dan lengan belakang
bagian atas juga dapat digunakan.
6. Menyuntikkan insulin
Berikut beberapa langkah yang perlu Anda lakukan untuk menyuntikan
insulin pada tubuh
 Gunakan jari untuk menahan ujung pen.
 Lakukan gerakan mencubit dan menarik pada kulit dengan tangan
 Suntikan dengan cepat untuk memasukkan jarum pada sudut 90 derajat
dan lepaskan cubitan.
 Gunakan ibu jariuntuk menekan pada tombol dosis sampai berhenti
(jendela dosis akan kembali nol). Biarkan pen dalam keadaan menancap
selama 5-10 detik untuk membantu mencegah insulin bocor dari tempat
injeksi. Kemudian tarik pen jarum dari kulit dan hindari memijat daerah
tersebut. Setetes darah atau memar tentu akan muncul namun tidak masalah
cukup mengusapnya dengan tisu atau kapas.
7. Persiapan kembali insulin pen untuk penggunaan mendatang
Posisikan kembali pen seperti kondisi awal kemudian simpan dalam tempat
yang bersih dan kering. Dan jangan lupa siapkan selalu peralatan ini agar
kapanpun dibutuhkan sudah siap.

APOTEKER : Iya pak begitu benar sekali


PASIEN : baik mba. Makasih ya tas informasinya
APOTEKER : iya pak sama-sama. Semoga lekas sembuh yaa bapak. Lalu
jika ada pertanyaan yang ingin di pertayakan lagi bapak bisa menghubungi
kontak saya yang ada di kartu mana saya ini
PASIEN : Iya mba baik
APOTEKER : Apa ada yang ingin ditanyakan lagi bapak?
PASIEN : Tidak mbak, sudah cukup jelas. Ini bayarnya langsung
kekasir ya mbak?
APOTEKER : Iya pak langsung kekasir saja.
PASIEN : Iya mbak kalau begitu saya permisi.
APOTEKER : Iya pak, semoga Bapak lekas sembuh.
PASIEN : Iya mbak terimakasih.
BAB V

PENUTUP
a. Kesimpulan
Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme yang
ditandai oleh hiperglikemia dan kelainan pada metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein. Tujuan terapi dari diabetes mellitus yaitu memperbaiki gejala,
mengurangi risiko komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskular, mengurangi
angka kematian, dan meningkatkan kualitas hidup. Pada kasus kali ini
penggunaan obat yang diberikan adalah Captropil 12,5 mg 2x sehari, Metformin
500 mg 2x sehari, Novorapid flex pen 3x 10 unit, Lantus flex pen 1x 10 unit,
Lipitor 1x sehari.
b. Saran
Saran dari kelompok kami terhadap pasien yang menderita penyakit diabetes
melitus adalah monitoring kadar gula darah yang sering, atur pola hidup yang
sehat dan lebih hati- hati dalam mengkonsumsi makanan.
DAFTAR PUSTAKA

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V. 2015.


Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edith., McGraw-Hill Education.
Companie : Inggris.

Grigoropoulou Pinelopi, Ioanna Eleftheriadou, Edward B. Jude, Nikolaos


Tentolouris. 2017.

Diabetic Foot Infections: an Update in Diagnosis and Management. Curr Diab Rep
17:3.

PERKENI Konsensus Pengelolan dan Pencegahan DM tipe 2. 2015. Hal 34

Ansa, DA dkk. 2010. Kaian penggunaan obat hipertensi pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 di instalasi rawat inap Blu RSIP DR. D. KANDOU Manado. FMIPA
UNSRAT Manado.

Ramadhan, Nur Dan Marissa, Nelly. 2015. Karakteristik Penderita Diabetes Melitus
Tipe 2 Berdasarkan Kadar Hba1c Di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh.
Loka Penelitian Dan Pengembangan Biomedis Aceh.

Gotera Dkk. 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (Kad). Bagian/Smf Ilmu


Penyakit Dalam, Fk Unud/Rsup Sanglah Denpasar

Binfar. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Departemen


Kesehatan Ri

Rini, Sandra. 2015. Sindrom Metabolik. Fakultas Kedokteran : Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai