Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Hormon berasal dari bahasa Yunani, yaitu horman yang artinya


yang menggerakkan, jadi hormon adalah pembawa pesan kimiawi
antar sel atau antar kelompok sel. Hormon merupakan suatu
kelompok heterogen pesan-pesan kimia yang berperan
mengkoordinasi aktifitas berbagai jaringan dalam tubuh. Hormon
adalah suatu pesan kimia yang disintesa pada sel-sel khusus dan
ditranspor ke sel sasaran yang jauh letaknya melalui darah.
Kebanyakan hormon disekresi langsung ke sirkulasi.
Akan tetapi, beberapa hormon disekresi oleh jaringan yang
secara primer bukan jaringan endokrin. Hormon lainnya disekresi oleh
lebih dari satu jaringan. Suatu jaringan merupakan sasaran untuk
hormon tertentu hanya bila jaringan tersebut mengandung protein
reseptor spesifik yang mengikat hormon dan menimbulkan respon
selular. Hormon meng atur aktifitas jaringan sasarannya melalui 2 cara
umum: (1) dengan mengatur aktivitas protein yang sudah ada dalam
sel pada saat kerja hormonal, dan (2) dengan mengatur sintesis atau
degradasi protein.
Penggunaan obat-obatan herbal di dalam negeri maupun di
luar negeri semakin meluas dalam kurun 20 tahun terakhir. Sebagian
besar masyarakat memilih obat herbal karena b e r a s u m s i
bahw a efek samping yang ditimbulkan oleh obat herbal sangat rendah
atau bahkan tidak ada sama sekali.
Berikut akan dibahas mengenai gangguan hormon pada
penderita penyakit diabetes militus dan pada penyakit gondok.
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam
amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan
normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan

1
kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk
keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa
darah yang baik diatur bersama dengan hormon. glukagon yang
disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.
Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan
terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara
absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala yang
dikeluhkan pada penderita diabetes melitus yaitu polidipsia, poliuria,
polifagia, penurunan berat badan, kesemutan. Diabetes bukan
penyakit yang menakutkan, hanya perlu pengendalian agar penderita
dapat hidup dengan penyakit diabetes. Diabetes bila diremehkan
akan menyerang seluruh anggota tubuh. Perawatan dan pengobatan
diabetes melitus yang tertib dan baik dapat mencegah kelanjutan
komplikasi-komplikasi selanjutnya.
Obat-obat paten untuk penderita diabetes semakin beragam.
Biaya untuk pengobatan diabetes pun juga semakin mahal dan hampir
tidak terjangkau. Hal ini dirasakan benar terutama oleh penderita di
negara-negara berkembang seperti indonesia. Kemampuan negara-
negara berkembang sendiri untuk mengobati. penyakit diabetes
sangat diragukan. Diperlukan modal manajemen yang lebih murah
dan efektif .WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional
termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit
kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO mendukung upaya-
upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional.

Penyakit gondok sudah sangat dikenal dikalangan masyarakat.


Penyakit ini bukan penyakit menular dan sering dianggap sebagai
penyakit yang tidak berbahaya karena tidak mengancam jiwa.
Penanganan gondok lebih dikarenakan alasan estetika. Akan tetapi

2
hasil penelitian medis menunjukkan bahwa penyakit gondok dapat
menimbulkan efek yang merugikan bagi janin (Sulistyowati et al.,
2000; Duarsa, 2013) anak-anak (Satriono et al., 2010) remaja
(Budiman dan Sunnarno, 20A7) maupun orang dewasa. Sehubungan
dengan itu, informasi mengenai gejala, penyebab dan konsekuensi
penyakit gondok perlu diberikan kepada masyarakat pencegahan dan
penanganannya dapat dilakukan dengan baik.
Iodium merupakan mineral yang terdapat di alam, baik di dalam
tanah maupun air. Mineral ini merupakan zat gizi mikro yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup.
Apabila makanan dan air yang dikonsumsi kurang mengandung
iodium maka kelenjar tiroid akan bekerja keras untuk mencukupi
kebutuhan hormon tiroksin tubuh sehingga lama- kelamaan akan
terjadi pembesaran kelenjar tersebut, yang kita kenal sebagai penyakit
gondok. Hormon tiroksin berperan penting dalam metabolisem dan
pertumbuhan, serta memacu perkembangan dan pematangan sistem
saraf. Untuk itu akan dibahas mengenai mendukung upaya-upaya
peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional pada
gangguan gondok untuk meningkatkan pemanfaatan bahan alam.

3
II.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari penyakit Miabetes Melitus dan Gondok secara
umum ?
2. Bagaimana patofisiologi penyakit diabetes militus dan gondok ?
3. Apa saja tanaman dan senyawa aktif yang digunakan sebagai anti
Diabetes Melitus dan anti Gondok ?

II.3. TUJUAN MASALAH


1. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit Diabetes Melitus dan
gondok secara umum.
2. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi penyakit Diabetes
Melitus dan Gondok.
3. Untuk mengetahui apa saja tanaman dan senyawa aktif yang
digunakan sebagai anti Diabetes Melitus dan Gondok.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit yang


mengakibatkan tidak seimbangnya kemampuan tubuh menggunakan
makanan secara efisien yang disebabkan oleh pankreas gagal
memproduksi insulin atau terjadi misfungsi tubuh yang tidak bisa
menggunakan insulin secara tepat (DAdamo, 2008).
Jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia tahun 2000
mencapai 8,43 juta jiwa dan diperkirakan mencapai 21,257 juta jiwa
pada tahun 2030, Berdasarkan data Departemen Kesehatan
(DepKes) angka prevalensi penderita diabetes di Indonesia pada
tahun 2008 mencapai 5,7% dari jumlah penduduk Indonesia atau
sekitar 12 juta jiwa. Penyakit DM terdiri dari DM tipe 1 dan DM tipe 2
masuk dalam kategori penyakit tidak menular.
Penyakit DM tipe 2 merupakan salah satu penyebab utama
kematian atau sekitar 2,1% dari seluruh kematian. Jumlah penderita
DM tipe 2 semakin meningkat pada kelompok umur dewasa
terutama umur > 30 tahun dan pada seluruh status sosial ekonomi
(Perkeni, 2010). Obesitas terutama yang bersifat sentral merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit DM Tipe 2.
Timbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh dapat
mengakibatkan resistensi insulin yang berpengaruh terhadap kadar
gula darah penderita diabetes mellitus (Waspadji, 2004). Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah
penderita DM adalah dengan pencapaian status gizi yang baik.
Antropometri merupakan salah satu cara penentuan status gizi.

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang


melibatkan hormon endokrin pankreas, antara lain insulin dan

5
glukagon. Manifestasi utamanya mencakup gangguan metabolisme
lipid, karbohidrat, dan protein yang pada gilirannya merangsang
kondisi hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia tersebut akan
berkembang menjadi diabetes mellitus dengan berbagai macam
bentuk manifestasi komplikasi (Unger dan Foster, 1992). Terdapat
beberapa definisi yang dapat merepresentasikan penyebab,
perantara dan wujud komplikasi tersebut. Diabetes mellitus menurut
Beenen (1996) adalah suatu sindrom yang mempunyai ciri kondisi
hiperglikemik kronis, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, terkait dengan defisiensi sekresi dan/atau aksi insulin secara
absolut atau relatif, sedangkan Kahn (1995) memberikan definisi
diabetes mellitus sebagai sindrom kompleks yang terkait dengan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dengan ciri-ciri
hiperglikemik dan gangguan metabolisme glukosa, serta terkait
secara patologis dengan komplikasi mikrovaskuler yang spesifik,
penyakit mikrovaskuler sekunder pada perkembangan
aterosklerosis, dan beberapa komplikasi yang lain meliputi neuropati,
komplikasi dengan kehamilan, dan memperparah kondisi infeksi.

II.2 Patofisiologi Diabetes mellitus


Diabetes mellitus dibagi menjadi 2 kategori utama
berdasarkan sekresi insulin endogen untuk mencegah munculnya
ketoasidosis, yaitu (1) Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM =
insulin dependent diabetes mellitus) atau tipe I, dan (2) Diabetes
mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM = non-insulin dependent
diabetes mellitus) atau tipe II (Rowland dan Bellush, 1989; Kahn,
1995). Diabetes mellitus (DM) tipe I diperantarai oleh degenerasi sel
Langerhans pankreas akibat infeksi virus, pemberian senyawa
toksin, diabetogenik (streptozotosin, aloksan), atau secara genetik
(wolfram sindrome) yang mengakibatkan produksi insulin sangat
rendah atau berhenti sama sekali. Hal tersebut mengakibatkan

6
penurunan pemasukan glukosa dalam otot dan jaringan adiposa.
Secara patofisiologi, penyakit ini terjadi lambat dan membutuhkan
waktu yang bertahun-tahun, biasanya terjadi sejak anak-anak atau
awal remaja. Penurunan berat badan merupakan ciri khas dari
penderita DM I yang tidak terkontrol. Gejala yang sering mengiringi
DM I yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia. Peningkatan volume urin
terjadi disebabkan oleh diuresis osmotik (akibat peningkatan kadar
glukosa darah atau hiperglikemik) dan benda-benda keton dalam
urin. Lebih lanjut, diuresis osmotik tersebut akan mengakibatkan
kondisi dehidrasi, kelaparan dan shock. Gejala haus dan lapar
merupakan akibat dari kehilangan cairan dan ketidakmampuan tubuh
menggunakan nutrisi (Lawrence, 1994; Karam et al., 1996).
Pada DM I, kadar glukosa darah sangat tinggi, tetapi tubuh
tidak dapat memanfaatkannya secara optimal untuk membentuk
energi. Oleh karena itu, energi diperoleh melalui peningkatan
katabolisme protein dan lemak. Seiring dengan kondisi tersebut,
terjadi perangsangan lipolisis serta peningkatan kadar asam lemak
bebas dan gliserol darah. Dalam hal ini terjadi peningkatan produksi
asetil-KoA oleh hati, yang pada gilirannya diubah menjadi asam
asetoasetat dan pada akhirnyadireduksi menjadi asam -
hidroksibutirat atau mengalami dekarboksilasi menjadi aseton. Pada
kondisi normal,konsentrasi benda-benda keton relatif rendah karena
insulin dapat menstimulasi sintesis asam lemak dan menghambat
lipolisis. Hanya dibutuhkan kadar insulin yang kecil untuk
menghambat lipolisis (Unger dan Foster, 1992; Lawrence, 1994).

Pada kondisi DM II, insulin masih cukup untuk mencegah


terjadinya benda-benda keton sehingga jarang dijumpai ketosis.
Namun demikian, koma hiperosmolar non-ketotik dapat terjadi. DM II
tersebut cenderung terjadi pada individu usia lanjut dan biasanya
didahului oleh keadaan sakit atau stres yang membutuhkan kadar

7
insulin tinggi. Pada DM II, kehadiran insulin tidak cukup untuk
mencegah glukosuria. Seiring dengan itu, terjadi kehilangan cairan
dan elektrolit tubuh yang diikuti dengan dehidrasi berat. Lebih lanjut,
terjadi penurunan ekskresi glukosa dan pada akhirnya menghasilkan
peningkatan osmolaritas serum (hiperosmolaritas) dan glukosa darah
(hiperglikemik) (Unger dan Foster, 1992; Lawrence, 1994; Kahn,
1995). Secara patofisiologi, DM tipe II disebabkan karena dua hal
yaitu (1) penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin,
peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan (2) Penurunan
kemampuan sel pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon
terhadap beban glukosa. Sebagian besar DM tipe II diawali dengan
kegemukan karena kelebihan makan. Sebagai kompensasi, sel
pankreas merespon dengan mensekresi insulin lebih banyak
sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia).Konsentrasi
insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya
melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan
jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini membawa dampak
pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan
terjadinya resistensi insulin. Di lain pihak, kondisi hiperinsulinemia
juga dapat mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap
postreseptor, yaitu penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi
glucose transporterdan aktivasi glycogen synthase. Kejadian ini
mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Dua kejadian tersebut
terjadi pada permulaan proses terjadinya DM tipe II. Secara
patologis, pada permulaan DM tipe II terjadi peningkatan kadar
glukosa plasma dibanding normal, namun masih diiringi dengan
sekresi insulin yang berlebihan (hiperinsulinemia). Hal tersebut
mengindikasikan telah terjadi defek pada reseptor maupun
postreseptor insulin. Pada resistensi insulin, terjadi peningkatan
produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga
mengakibatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemik).

8
Seiring dengan kejadian tersebut, sel pankreas mengalami adaptasi
diri sehingga responnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang
sensitif, dan pada akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin.
Sedangkan pada DM tipe II akhir telah terjadi penurunan kadar
insulin plasma akibat penurunan kemampuan sel pankreas untuk
mensekresi insulin, dan diiringi dengan peningkatan kadar glukosa
plasma dibandingkan normal. Pada penderita DM II, pemberian obat-
obat oral antidiabetes sulfonilurea masih dapat merangsang
kemampuan sel Langerhans pankreas untuk mensekresi insulin
(Unger dan Foster, 1992; Lawrence, 1994; Kahn, 1995)

II.3 Tanaman dan Senyawa Aktif sebagai anti Diabetes Melitus


a. Contoh tanaman
1. Herba Ciplukan

Gambar 1. Herba ciplukan


Physalis angulata L. (ciplukan) adalah tanaman
semusim berupa herba dari famili Solanaceae. Tanaman ini
tumbuh di dataran rendah hingga 1200 m di atas permukaan
laut, sebagai tumbuhan pengganggu di ladang, kebun,
semak dan ditepi jalan. Kandungan senyawa kimia
tumbuhan ini antara lain alkaloid, flavonoid , saponin, fisalin
A, fisalin B, witafisalin A , witafisalin B, terpen dan asam
sitrat. Secara tradisional tumbuhan ini digunakan sebagai
pencahar, obat bisul, gusi berdarah, mulas, jantung lemah,
terkilir, perut nyeri, kencing nanah, kencing manis (daun dan
buahnya), susah kencing, ayan, encok, kecacingan, radang

9
saluran pernafasan, infeksi kerongkongan, radang testis,
diuretik, dan sakit kuning dari buahnya yang telah masak. Di
daerah jawa Barat Physalis angulata L. (ciplukan) telah
digunakan sebagai obat diabetea millitus (Sutjiatmo AB, dan
Soegiarso NC, 1996).
2. Daun Salam

Gambar 2. Daun salam


Tanaman Eugenia polyantha telah banyak dikenal
oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini tersebar diberbagai
daerah, baik di pegunungan maupun di dataran rendah, dan
banyak dikenal dengan nama pohon salam. Tanaman ini
tumbuh di wilayah iklim tropis dan subtropis, termasukdi Asia
Tenggara dan Cina. Di Indonesia pohon ini tumbuh di
pegunungan, tetapi ada juga yang ditanam orang untuk
pelengkap bumbu masak atau dimanfaatkan sebagai tempat
berteduh (Mardisiswojo dan Radjakmangunsudarso, 1968;
Heyne, 1987).
Daun salam selain dimanfaatkan untuk pelengkap
bumbu masak, juga dikenal memiliki khasiat untuk
menyembuhkan diare, sakit mag dan mabuk akibat alkohol.
Selain itu, dituliskan juga bahwa daun tersebut dapat
digunakan untuk mengobati kencing manis atau diabetes
melitus (Hembing, 1996; Aliadi, 1996). Kandungan kimia
yang terdapat dalam Eugenia polyantha adalah minyak atsiri
(0,05%) yang mengandung sitral dan eugenol, tannin, dan

10
flavonoid. Sebagian masyarakat memanfaatkan daun salam
untuk mengobati kencing manis.
3. Daun Pandan Wangi

Gambar3. Daun pandan wangi


Pandan wangi (atau biasa disebut pandan) adalah
jenis tumbuhan monokotil dari famili Pandanaceae yang
memiliki daun beraroma wangi yang khas. Daunnya
merupakan komponen penting dalam tradisi masakan
Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Tumbuhan ini mudah dijumpai di pekarangan atau tumbuh
liar di tepi-tepi selokan yang teduh. Akarnya besar dan
memiliki akar tunggang yang menopang tumbuhan ini bila
telah cukup besar. Daunnya memanjang seperti daun palem
dan tersusun secara roset yang rapat, panjangnya dapat
mencapai 60cm.

Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)


mengandung senyawa bioaktif yang diperlukan sebagai
antidiabetik. Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
termasuk genus Pandanus dari suku Pandanaceae, tersebar
di daerah tropika, di tepi-tepi pantai dan sungai sungai
(Sukandar, et. al., 2010). Pandan wangi selain memiliki
aroma yang baik, juga mengandung senyawa alkaloid,
saponin, flavonoid, tannin, polifenol dan lain-lain (Anjani et
al., 2014)

11
b. Senyawa Aktif
1. Herba Ciplukan
Menurut penelitian ( Sutjiatmo et al., 2011)
menunjukkan bahwa ekstrak air herba ciplukan dosis 10
mg/kgbb mempunyai efek hipoglikemia yang sama dengan
glibenklamid 0,65 mg/kgbb (P>0,05). Hasil penapisan
fitokimia simplisia dan ekstrak air herba ciplukan (Physalis
angulata L.) menunjukkan adanya alkoloid, flafonoid,
saponin, polifenol, steroid dan terpenoid, monoterpenoid dan
seskuiterpenoid.
2. Daun Salam
Salah satu kandungan daun salam adalah senyawa
golongan flavonoid. Golongan senyawa ini, terutama yang
berada dalam bentuk glikosidanya mempunyai gugus-gugus
gula. Dalam penelitian ini, diduga glikosida flavonoid yang
terkandung dalam daun salam tersebut bertindak sebagai
penangkap radikal hidroksil seperti halnya amygdalin,
sehingga dapat mencegah aksi diabetogenik dari aloksan.
Amygladin adalah salah satu senyawa yang dapat
bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil. Struktur kimia
senyawa ini mempumyai sebuah cincin benzena dan gugus
gula yang menyebabkan sangat reaktif terhadap radikal
hidroksil dan dikatakan sebagai penangkap radikal hidroksil
(Dorfman Adman, 1973)
3. Daun Pandan Wangi
Penurunan kadar glukosa darah dengan terapi
ekstrak daun pandah wangi dapat disebabkan oleh adanya
senyawa bioaktif yang terkandung dalamnya yang dapat
mencegah terjadinya oksidasi pada sel pakreas sehingga
kerusakan dapat dihindarkan. Senyawa bioaktif yang

12
terdapat dalam ekstrak daun pandan wangi diantaranya
adalah tanin, alkaloid, flavonoid, dan polifenol.
Tanin diketahui dapat memacu metabolisme glukosa
dan lemak sehingga timbunan kedua sumber kalori ini dalam
darah dapat dihindari. Tanin mempunyai aktivitas
antioksidan dan menghambat pertumbuhan tumor. Tanin
juga mempunyai aktivitas hipoglikemik yaitu dengan
meningkatkan glikogenesis. Selain itu, tanin juga berfungsi
sebagai astringent atau pengkhelat yang dapat mengerutkan
membran epitel usus halus sehingga mengurangi
penyerapan sari makanan dan sebagai akibatnya
menghambat asupan gula dan laju peningkatan gula darah
tidak terlalu tinggi.
Alkaloid bekerja dengan menstimulasi hipotalamus
untuk meningkatkan sekresi Growth Hormone Releasing
Hormone (GHRH), sehingga sekresi Growth Hormone (GH)
pada hipofise meningkat. Kadar GH yang tinggi akan
menstimulasi hati untuk mensekresikan Insulin-like Growth
Factor-1 (IGF-1). IGF-1 mempunyai efek dalam menginduksi
hipoglikemia dan menurunkan glukoneogenesis sehingga
kadar glukosa darah dan kebutuhan insulin menurun. IGF-1
melalui negative feed back system akan menormalkan
kembali kadar GH.
Flavonoid dapat mencegah komplikasi atau
progresifitas diabetes mellitus dengan cara membersihkan
radikal bebas yang berlebihan, memutuskan rantai reaksi
radikal bebas, mengikat ion logam (chelating), dan
memblokade jalur poliol dengan menghambat enzim aldose
reduktase [22]. Flavonoid juga memiliki efek penghambatan
terhadap enzim alfa gukosidase melalui ikatan hidroksilasi
dan Memblokade jaluepoliol dengan menghambat enzim

13
aldose, reduktase. Flavonoid juga memiliki penghambatan
terhadap enzim -gukosidase melalui ikatan hidroksilasi dan
substitusi pada cincin . Prinsip penghambatan ini serupa
dengan acarbose yang selama ini digunakan sebagai obat
untuk penanganan diabetes melitus, yaitu dengan
menghasilkan penundaan hidrolisis karbohdrat dan
disakarida dan absorbsi glukosa serta menghambat
metabolisme sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
Polifenol dalam ekstrak daun pandan wangi juga
menurunkan kadar glukosa darah. Beberapa penelityian
terdahulu membuktikan bahwa antioksidan polifenol teh hijau
mamppu mengurangi stres oksidatif dengan cara mencegah
terjadinya reaksi berantai pengubahan superoksida menjadi
hidrogen superoksida dan mendonodrkan atom hidrogen
dari kelompok aromatik hidroksil (-OH) polifenol untuk
mengikat radikal bebas dan membuangnya dari dalam tubuh
melalui sistem eksresi. Peran polifenol senbagai antioksidan
di duga mampu melindungi sel pankreas dari efek toksik
radikal bebas yang di produksi di bawah kondisi
hiperglikemia kronis. Aktivitas antioksodan dalam ekstrak
daun pandan wangi berdasarkan hasil penelitian terhitung
besar yaitu 66,82%. Antioksidan dalam ekstrak daun pandan
wangi berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah
dengan cara mencegah terjadinya oksidasi yang berlebihan
sehingga kerusakan pada sel pankreas dapat di cegah dan
menjaga kandungan insuluin di dalamnya.

14
II.4 Definisi Gondok

Gambar 4. Penyakit gondok

Penyakit gondok adalah kondisi pembesaran kelenjar


gondok (kelenjar tiroid) yang diakibatkan oleh meningkatnya aktivitas
kelenjar tersebut dalam upaya meningkatkan produksi hormon
tiroksin maupun triiodotironin. Secara morfologi penyakit ini dapat
dikenali dari adanya benjolan di leher bagian depan bawah. Kelenjar
gondok berupa kelenjar berbentuk kupu-kupu yang terdapat di leher.
Kelenjar ini membentuk hormon tiroksin dan triiodotironin dari bahan
baku iodium.
Pembesaran pada kelenjar tiroid biasa disebut sebagai
struma nodosa atau struma. Pembesaran pada tiroid yang
disebabkan akibat adanya nodul, yang disebut struma nodosa
(Tonacchera, Pinchera & Vitty, 2009). Biasanya dianggap membesar
bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pembesaran ini dapat
terjadi pada kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang
kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi
hormon (hipertiroidisme) (Black and Hawks, 2009).

Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan


yodium (Black and Hawks, 2009). Defisiensi yodium dapat
menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar. Hal tersebut
memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang
berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid

15
mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar ke dalam
folikel, dan asuhan keperawatan (Isti Chahyani, FIK UI, 2013).
Kelenjar menjadi bertambah besar penyebab lainnya karena
adanya cacat genetik yang merusak metabolisme yodium, konsumsi
goitrogen yang tinggi (yang terdapat pada obat, agen lingkungan,
makanan, sayuran), kerusakan hormon kelenjar tiroid, gangguan
hormonal dan riwayat radiasi pada kepala dan leher (Rehman dkk,
2006).
Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma
nodosa non tosik adalah respon dari sel-sel folikular tiroid yang
heterogen dalam satu kelenjar tiroid pada tiap individu. Dalam satu
kelenjar tiroid yang normal, sensitivitas sel-sel dalam folikel yang
sama terhadap stimulus TSH dan faktor perumbuhan lain (IGF dan
EGF) sangat bervariasi. Terdapat sel-sel autonom yang dapat
bereplikasi tanpa stimulasi TSH dan sel-sel sangat sensitif TSH yang
lebih cepat bereplikasi. Sel-sel akan bereplikasi menghasilkan sel
dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel dengan daya replikasi yang
tinggi ini tidak tersebar merata dalam satu kelenjar tiroid sehingga
akan tumbuh nodul-nodul.

II.3 Patofisiologi
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh
untuk pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium
diserap usus, masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap paling
banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, yodium dioksida menjadi
bentuk yang aktif yang distimulasikan oleh Tiroid Stimulating Hormon
(TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi
pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukan pengaturan umpan balik negatif dari
seksesi TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis,

16
sedangkan T3 merupakan hormon metabolik yang tidak aktif. Akibat
kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4
dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat
bertambah berat sekitar 300-500 gram. Beberapa obat dan keadaan
dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid
sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan
umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran (Isti Chahyani, FIK
UI, 2013).
Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena
pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar
tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita
dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa
keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu
pernafasan karena menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral.
II.4 Tanaman dan Senyawa Aktif sebagai anti Gondok
a. Contoh tanaman
1. Buah Merah

Gambar 5. Buah merah


Buah merah (Pandanus conoideus Lam) merupakan
tanaman asli Papua yang tumbuh di kawasan pegunungan
Jayawijaya di ketinggian 1.200-2.500 meter di atas
permukaan laut suhu sekitar 170-230C, intensitas cahaya
1.000-3.000 lux dan curah hujan rata-rata 186 mm/bulan.

17
Buah merah juga dapat ditemukan di Papua New Guinea dan
Maluku. Buah merah termasuk jenis tanaman keluarga
pandan-pandanan karena pohonnya yang menyerupai
pandan tetapi tingginya dapat mencapai 16 m. Tinggi batang
bebas, cabang 5-6 m di atas permukaan tanah yang
diperkokoh oleh akar-akar tunjang pada bagian bawah
batang (Anonimus, 2009).
Buah merah oleh masyarakat setempat secara turun
temurun disajikan dalam pesta adat bakar batu sebagai
penambah enerji, daya tahan tubuh dan mencegah
kebutaan. Penelitian oleh Wuryastuty et al. (2009, 2011)
membuktikan bahwa ekstrak buah merah memiliki potensi
dan kemampuan sebagai obat herbal anti-gondok.
Kesimpulan tersebut didasarkan atas hasil uji pre-klinik
terhadap hewan coba kelinci lokal (Oryctolagus cuniculus)
dan tikus putih (Sprague Dawley).
b. Senyawa Aktif
1. Buah Merah
Menurut (Budi danPaimin 2005) berdasarkan penelitian
dalam ekstrak buah merah terkandung senyawa aktif
karotenoid 12.000 ppm, betakaroten 700 ppm, tokoferol
11.000 ppm, asam oleat 74,6%, asam linoleat 8% serta
mineral makro dan mikro Ca dan Fe dalam jumlah yang
memadai.

18
BAB III
PENUTUP

III.1. KESIMPULAN
Berdasrkan uarian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Hormon merupakan suatu kelompok heterogen pesan-pesan
kimia yang berperan mengkoordinasi aktifitas berbagai jaringan
dalam tubuh.
2. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang melibatkan
hormon endokrin pankreas, antara lain insulin dan glukagon.
Tanaman yang digunakan untuk mengobati diabetes melitus yaitu
herba ciplukan, daun salam dan daun pandan wangi.
3. Gondok adalah kondisi pembesaran kelenjar gondok (kelenjar
tiroid) yang diakibatkan oleh meningkatnya aktivitas kelenjar
tersebut dalam upaya meningkatkan produksi hormon tiroksin
maupun triiodotironin. Tanaman yang di gunakan untuk mengobati
penyakit gondok yaitu buah merah.
III.2. SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu perlu dilakukan
pengujian praklinis dan pengujian klinis untuk lebih membuktikan
penggunaan bahan alam sebagai obat yang lebih efektif.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anjani, Putri Puncak, Shelly Andrianty, dan Tri Dewanti Widyaningsih.


2014. Pengaruh Penambahan Pandan Wangi Dan Kayu Manis
Pada Teh Herbal Kulit Salak Bagi Penderita Diabetes. Jurnal
Pangan dan Agroindustri Vol.3 No 1 p.203-214

Beenen, H.M., 1996, Diabetes Mellitus and Hypertension, General


Introduction, Dissertation, Universiteit Van Amsterdam,
Netherlands

Budiman B dan I. Sumarno . 2007. Hubungan antara konsumsi iodium dan


gondok pada siswi berusia 15-17 tahun. (Jniversa Medica26e): 90-
99

Black & Hawks. (2009). Medical-surgical nursing : clinical management for


positive outcomes.8th Edition. Saunders Elsevier

Dadamo, Peter, J. 2008. Diet Sehat Diabetes sesuai Golongan Darah.


Yogyakarta: Delapratasa.

Duarsa A.B. 2013. Perkembangan neurologik bayi dari umur 0 - 6 bulan


dari ibu hamil dengan defisiensi Yodium yang mendapat kapsul
yodiol pada trimrster I, II dan III di daerah gondok endemik
kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tesis.

Hermus, A.R.M.M & Huysmans, D.A.K.C. (2004). Encylopedia of


endocrine disease. Elsevier

Isti, Chahyani. 2013. Asuhan Keperawatan Post Operative Pasca


Tiroidektomi Pada Ny. R Dengan Struma Nodosa Non Toxic Di
Lantai 5 Bedah Rspad Gatot Soebroto. Universitas Indonesia.
Depok.

Kahn, C.R. 1995, Disorder of Fuel Metabolism, In Becker, K.L. (Ed.),


Priciples and Practice of Endocrinology and Metabolism, 2nd Ed.,
1148- 54,

Karam, J.H., Patricia, P.R., Salber, and Forsham, P.H., 1996, Pancreatic
Hormones and Diabetes Mellitus, In Greenspan, F.S., Basic and
Clinical Endocrinology, 3rd Ed, 593-649, Prentice-Hall
International Inc., London.

20
Lawrence, J.C., 1994, Insulin and Oral Hypoglycemic Agents, In Brody,
T.M., Larner, J., Minneman, K.P., and Neu, H.C. (Ed.), Human
Pharmacology, 2nd Ed., 523-539, Mosby, London

Rehman, SU., Hutchison, FN., Basile, JN. (2006). Goitre in Older Adults.
Journal of Aging Health. 2 (5). 823 831. USA : Medical Center
and Medical University of South Carolina.

Roy, H. 2011. Short textbook of surgery : with focus on clinical skills. New
Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers.

Rowland, N.E. and Bellush, L.L., 1989, Diabetes Mellitus : Stress.


Neurochemistry and Behavior, Neuroscience and Biobehavioral
Reviews, 13 (4) : 199-206.

Santosa Hadi Mulja dan Studiawan Herra. 2005. Uji Aktivitas Penurun
Kadar Glukosa Darah Ekstrak Daun Eugenia polyantha pada
Mencit yang Diinduksi Aloksan. Universitas Airlangga Surabaya :
Surabaya

Satriono, R., D. Daud dan Yulius. 2010. Pengaruh Pemberian Hormon


Tiroksin Terhadap Intelligence Quotient pada Anak Sekolah yang
Menderita Gondok di Daerah Endemik: Penelitian Terkontrol Acak
Tersamar Ganda. Sari Pediatri 12 (2):124-127

Sukandar, Dede, Sandra Hermanto, dan Imamah Al Mabrur. 2010.


Aktivitas Senyawa Antidiabetes Ektrak Etil Asetat Daun Pandan
Wangi (Pandanus Amaryllifolius Roxb.). Jurnal Valensi hlm. 269-
273, Kimi FST-UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta

Sulistyowati, N., J. Pradono, Y. Wiryawan dan Y. Meida. 2000. Prestasi


belajar m,urid di tiga Sekolah Dasar di daerah gondok endemik di
Kecamatan Kandangan, Propinsi Jawa Tengah. Medio Litbang
KesehatanX(1):20-27

Sutjiatmo B. Afifah, Sukandar Elin Yulina, Ratnawati Yulia, Kusmaningati


Suswini, Wulandari Asri, Narvikasari Susi. 2011. Efek Antidiabetes
Herba Ciplukan (Physalis angulata LINN.) Pada Mencit Diabetes
Dengan Induksi Aloksan : ITB : Bandung

Tonacchera, M., Pinchera, A., & Vitty, P., (2009). Assesment of nodular
goiter. Journal of best practice & research clinical endocrinology
and metabolism. Pisa : Elsevier.

21
Unger, R.H. and Foster, D.W., 1992, Diabetes Mellitus, In Wilson, J.D. and
Foster, D.W., Endocrinology, 1255-1317, W.B Sunders Company,
A Division of Harcourt Brace and Company, London

Wasito dan Wuryastuty Hastari. 2014. Kajian Sitotoksisitas Buah Merah (


Pandanus conoideus Lam) Sebagai Obat Herbal Anti-Gndok Pada
Tikus Putih Sprague Dawley. Universitas gadjah Mada Yogyakarta
: Yogyakarta

Waspadji S. 2004. Diabetes Mellitus: Mekanisme Dasar dan


Pengelolaannya Yang Rasional. Dalam Soegondo S, Soewondo P
dan Subekti I (eds). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu,
Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo-
FKUI, Jakarta.

Widjanarko Bambang Simon dan Prameswari Meidiana Oki. 2014. Uji Efek
Ekstrak Air Daun Pandan Wangi Terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah Dan Histopatologi Tikus Diabetes Mellitus.
Universitas Brawijaya Malang : Malang

22

Anda mungkin juga menyukai