Anda di halaman 1dari 3

A.

Contoh Studi Cross Sectional


 Studi cross sectional dengan satu faktor

Misal peneliti ingin mencari hubungan antara penggunaan obat nyamuk semprot dengan batuk
kronik berulang (BKB) pada balita. Berikut langkah-langkahnya:

1. Penetapan pertanyaan penelitian dan hipotesis

Pertanyaan penelitian: Apakah terdapat hubungan antara kebiasaan memakai obat nyamuk
semprot dengan kejadian BKB pada anak balita?

Hipotesis: Pemakaian obat nyamuk semprot berhubungan dengan kejadian BKB pada anak balita

2. Identifikasi variabel

Faktor risiko yang diteliti: Pemakaian obat nyamuk semprot

Efek: BKB pada balita

Faktor risiko yang tidak diteliti: adanya riwayat asma dalam keluarga, tingkat sosial ekonomi
keluarga, jumlah anak dll.

Semua variabel harus dibuat definisi operasionalnya

3. Penetapan subyek penelitian

Populasi terjangkau: semua balita pengunung poliklinik yang tidak memiliki riwayat asma dalam
keluarga, memiliki tingkat sosial ekonomi tertentu, serta jumlah anak dalam keluarga tertentu.

Sampel: dipilih sejumlah anak balita sesuai dengan sampel yang diperlukan (misal berdasarkan
perhitungan yaitu sebesar 250 anak). Pemilihan subyek dilakukan dengan simple random
sampling dengan menggunakan tabel angka random.

4. Pengukuran

Faktor risiko: ditanyakan apakah dirumah subyek digunakan obat nyamuk semprot

Efek: dengan kriteria tertentu ditentukan apakah subyek tersebut menderita BKB.
5. Analisis

Gambar 4. Hasil pengamatan cross sectional untuk mengetahui hubungan antara pemakaian
obat nyamuk semprot dengan kejadian BKB pada balita. RP = 30/100 : 15/150 = 3

Selanjutnya perlu dihitung interval kepercayaan RP tersebut. Pada data hipotesis dinliai interval
kepercayaan 95%,RP tersebut selalu di atas nilai 1 (yakni antar 1.70 sampai 5.28), artinya dalam
populasi t95% RP terletak diantara 1.70-5.28 sehingga dapat disimpulkan bahwa benar
pemakaian obat nyamuk semprot merupakan faktor risiko untuk terjadinya BKB pada anak.
Namun meski (pada data lain) RP nya 3, bila interval kepercayaan mencakup angka 1 (misal
antara 0.9-6.7) maka pemakaian obat nyamuk semprot belum dapat dikatakan secara definif
sebagai faktor risiko. Ini dapat disebabkan oleh 2 hal: (1) obat nyamuk semprot memang bukan
faktor risiko untuk terjadinya BKB pada anak. (2) jumlah subyek yang diteliti kurang banyak,
bila ini yang terjadi maka penambahan subyek akan mempersempit interval kepercayaan.

Dari contoh diatas tampak bahwa pada rancangan penelitian cross sectional faktor
prevalens adalah penting. Prevalens adalah proporsi subyek yang sakit pada suatu waktu tertentu
(kasus lama dan baru), yang harus dibedakan dengan insidens pada rancangan penelitian kohort
yang berarti proporsi subyek yang semula sehat kemudia menjadi sakit (kasus baru) dalam
periode tertentu.

 Studi cross sectional dengan beberapa faktor risiko

Untuk data ini dapat dilakukan analisis multivariat. Dua jenis analisis multivariat yang
sering digunakan adalah regresi multipel dan regresi logistik.

1. Bila semua faktor risiko adalah variabel berskala numerik dan efek juga berskala
numerik, maka yang digunakan adalah regresi multipel.
Contoh: ingin diketahui peran kadar kolesterol total, trigliserida, Hb, jumlah konsumsi
rokok, dan usia terhadap tekanan darah diastolik guru lelaki di Jakarta.
2. Bila variabel efek berskala nominal dan variabel bebas berskala numerik ordinal dan
nominal, maka yang digunakan adalah regresi logistik.
Contoh : ingin diketahui peran faktor jenis kelamin, status gizi, kadar gula puasa, dan
kadar trigliserida untuk terjadinga gangren diabetikum. Variabel efek berskala nominal
(gangren – tidak gangren). Variabel bebas berskala numerik (usia, kadar gula, kadar
trigliserida) dan nominal (jenis kelamin, status gizi)

Anda mungkin juga menyukai