Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengue adalah infeksi virus dari nyamuk yang dapat menyebabkan
penyakit seperti flu yang parah dan dapat menyebabkan komplikasi yang
berpotensi mematikan (WHO, 2016). Sedangkan menurut CDC (2012),
Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh salah satu dari empat virus
dengue (DENV 1, DENV2, DENV3, DENV4) yang ditularkan dari manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus. Dengue dapat
menyebabkan DBD (Demam Berdarah Dengue), yaitu suatu kondisi dengue
dalam bentuk infeksi yang lebih parah. DBD disebabkan oleh infeksi virus
dengue (CDC, 2012). Virus tersebut dapat menyerang bayi, anak-anak dan
orang dewasa (Depkes, 2013).
Virus Dengue termasuk dalam kelompok B arthropode-borne virus
(arbovirus) dan sekarang dikenal dengan genus flavivirus, famili Flaviviridae.
Di Indonesia sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe yang berbeda namun
memiliki hubungan genetik satu dengan yang lain, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang
paling banyak sebagai penyebab. Infeksi dengan salah satu serotype akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype yang lain. Disamping itu
urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor risiko karena lebih dari 20%
urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2 mengakibatkan renjatan,
sedangkan faktor risiko terjadinya renjatan untuk urutan virus DEN-3 yang
diikuti oleh DEN-2 adalah 2% (Frans, 2010)
Pada tahun 2014, hingga pertengahan bulan Desember tercatat penderita
DBD di 34 provisi di Indonesia sebangyaak 71.668, dan 641 diantaranya
meningga dunia (Depekes, 2015). Kementerian Kesehatan RI (2016) mencatat
jumlah penderita DBD di Indonesia pada bulan Januari-Februari 2016
sebanyak 8.487 orang penderita DBD dengan jumlah kematian 108 orang.
Golongan terbanyak yang mengalami DBD di Indonesia pada usia 5-14 tahun
mencapai 43,44% dan usia 15-44 tahun mencapai 33,25%.
DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama
mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam
jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun.
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respon antibodi
anamnestik yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti
dengue titer tinggi. Ikatan antara kompleks virus-antibodi (IgG) dengan
reseptor Fc gama pada sel akan menimbulkan peningkatan infeksi virus DEN.
Tanda bahaya direkomedasikan untuk kriteria rawat inap, dimana
sensitifitas dan spesifisitas sangat penting. Spesifistas yang tinggi adalah
penting untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya rumah sakit untuk
mengelola perkembangan demam berat. Pada saat yang sama sensitivitas
sangat penting untuk memastikan bahwa pasien dengue tidak dipulangkan
dengan DBD atau SD yang berkembang setelahnya. Bahaya penyakit DBD
merupakan tanda yang mengawali manifestasi syok dan muncul menjelang
akhir fase demam, antara hari ke-3 sampai 7 pada penderita penyakit DBD.
Tanda bahaya penyakit dengue meliputi nyeri perut, muntah berkepanjangan,
letargi, pembesaran hepar >2 cm, perdarahan mukosa, trombositopeni dan
penumpukan cairan di rongga tubuh karena terjadi peningkatan permeabilitas
pembuluh darah kapiler.
World Health Organization (WHO) mengestimasi 50 juta orang terinfeksi
penyakit demam berdarah setiap tahunnya. DBD mempunyai kecenderungan
kasus yang mudah meningkat dan meluas. Selain itu penyebaran DBD sulit
dikendalikan. Distribusi geografi secara potensial telah menyebabkan
perluasan tempat perkembangan vektor. Hal tersebut dipengaruhi oleh ledakan
pertumbuhan penduduk yang cepat dan pengaruh iklim. Saat ini diperkirakan
terdapat 100 negara yang berstatus endemis DBD dan 40% populasi dunia
berisiko tinggi karena tinggal di wilayah tropis (2,5 milyar orang) (WHO,
2009).
Insiden Rate (IR) penyakit DBD dari tahun 2013-2015 cenderung
mengalami peningkatan. IR DBD pada tahun 2013 mencapai 41,25 per
100.000 penduduk, IR DBD tahun 2014 mengalami penurunan yaitu 33,8 per
100.000 penduduk. Pada tahun 2015 kembali mengalami peningkatan dengan
IR mencapai 49,5 per 100.000 penduduk. IR berdasarakan provinsi tahun
2015, terdapat tiga provinsi dengan IR tertinggi yaitu Provinsi Bali
(208,7/100.000 penduduk), Provinsi Kalimantan Timur (183,2/100.000
penduduk), dan Provinsi Kalimantan Tenggara (208,7/100.000 penduduk).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk menyusun
makalah dengan topik DBD (Infodatin, 2016).

B. Tujuan
a. Mendeskripiskan tentang penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), virus
DBD, dan vektor DBD
b. Menggambarkan besarnya masalah penyakit DBD.
c. Menjelaskan patofisiologis penyakit DBD.
d. Mendeskripsikan cara pencegahan dan pengendalian penyakit DBD.

C. Manfaat
a. Bagi Masyarakat
Memberikan gambaran distribusi frekuensi penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD).
b. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk
meningkatkan program pencegahan dan pengendalian penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD).
c. Bagi Penulis
Memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang penyakit penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD), dan besarnya masalah DBD di Indnesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi DBD
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan oleh vektor nyamuk. Penyakit ini ditemukan di
daerah tropis dan sub-tropis dan menyebar luas di berbagai negara di Asia
Tenggara. Agen dari DBD ini merupakan virus dengue genus Flaviridae. Virus
ini ditularkan ke manusia melalui vektor nyamuk yang terinfeksi, terutama
nyamuk Aedes aegypti dan Ae. Albopictus (Candra, 2010).
Virus dengue berukuran 50 nm dan mengandung RNA rantai tunggal.
Genom virus dengue berukuran panjang sekitar 11.000 pasangan basa, dan
terdiri dari tiga gen protein struktural yang mengkodekan nukleokapsid atau
protein inti, satu protein terikat membran, satu protein penyelubung, dan tujuh
gen protein nonstruktural. Virus dengue stabil pada pH 7-9 dan suhu rendah.
Pada suhu yang relatif tinggi infektivitasnya akan menurun. (WHO, 2004; )
Virus dengue ini memiliki empat jenis serotipe virus yaitu DEN 1, DEN 2,
DEN 3, dan DEN 4. Masing-masing serotipe ini memiliki subtipe (strain)
yang berjumlah ratusan sesuai daerah atau tempat asal virus. Serotipe DEN 2
dan DEN 3 merupakan penyebab wabah demam berdarah di Asia Tenggara.
Karakter serotipe virus dengue dapat dibedakan juga melalui uruan rantai
nukleotida. Infeksi yang terjadi dengan serotipe manapun akan memicu
imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut.
B. Vektor DBD
Virus dengue ditransimisikan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
(Ae) dari subgenus Stegomiya. Aedes aegypti dan Ae.Albopictus merupakan
vektor primer, sedangkan Ae.polynesiensis , Ae. Scutellaris dan Ae. Finlaya
merupakan vektor sekunder. Penularan juga dapat terjadi melalui transeksual
darri nyamuk jantan ke nyamuk betina dan penularan transovarial yaitu
penularan dari induk nyamuk ke keturunannya.
C. Patogenesis DBD
Hal yang membedakan antara demam berdarah dengue dengan demam
dengue adalah tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya
volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik.
Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan
dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah
ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak yang mengakibatkan menurunnya
volume plasma dan meningginya nilai hematokrit (Asep, 2014).
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada
saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia,
virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel
pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Sel
monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan
menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel
sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah
komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel.
Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi
fisiologis, yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxicity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
(ADE). Secara invivo antibodi terhadap virus DEN berperan dalam 2 hal
yaitu, antibodi netralisasi memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah
infeksi infeksi virus dan antibodi non netralisasis yang memiliki peran reaktif
silang dalam meningkatkan infeksi yang dalam patogenesis DBD dan DSS
(Candra, 2016).
Patofisiologis DBD dan DSS dapat dijelaskan oleh hipotesis infeksi
sekunder. DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama
mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam
jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun.
Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan hipotesis infeksi sekunder dicoba
dirumuskan oleh Suvatte.
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respon antibodi
anamnestik yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti
dengue titer tinggi. Ikatan antara kompleks virus-antibodi (IgG) dengan
reseptor Fc gama pada sel akan menimbulkan peningkatan infeksi virus DEN.
Kompleks antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi tersebut
akan bersifat opsonisasi dan internalisasi sehingga makrofag akan mudah
terinfeksi sehingga akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNFα dan juga
“Platelet Activating Factor” Selanjutnya dengan peranan TNFα akan terjadi
kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya plasma ke jaringan tubuh
karena endotel yang rusak, hal ini dapat berakhir dengan syok.
Replikasi virus dengue terjadi akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang
banyak. Hal-hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen
antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan
C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui
endotel dinding pembuluh darah.
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa
demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah trombosit
secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya
tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit. Kelainan sistem

koagulasi juga berperan sebagai sebab perdarahan pada penderita DBD.


Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V, VII, IX, X dan
fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi
disebabkan oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu
dan aktifasi sistem koagulasi (Asep, 2014).

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan populasi limfosit CD2+, CD4+,
dan CD8+. Demikian pula juga didapati penurunan respon prroliferatif dari
sel-sel mononuklear. Di dalam plasma pasien DBD/DSS terjadi peningkatan
konsentrasi IFN-γ, TNF-α dan IL-10. Peningkatan TNF-α berhubungan
dengan manifestasi perdarahan sedangkan IL-10 berhubungan dengan
penurunan trombosit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi penekanan
jumlah dan fungsi limfosit T, sedangkan sitokin proinflamasi TNF-α berperan
penting dalam keparahan dan patogenesis DBD/DSS, dan meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan trombosit (Frans, 2010).
D. Faktor Risiko DBD
Faktor risiko penularan DBD salah satunya dipengaruhi oleh pertumbuhan
penduduk perkotaan yang sangat cepat disertai dengan mobilisasi penduduk
cepat yang berisiko untu terjadinya KLB. Faktor risiko yang lain adalah
kemiskinan yang menyebabkan seseorang tidak bisa menyediakan rumah yang
layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar.
Reaksi infeksi primer erjadi ketika munculnya antibodi IgM antigen dengue
yang didapatkan dari perpaduan faktor risiko jenis kelamin laki-laki,
kemiskinan dan migrasi. sedangkan faktor risiko sekunder DBD adalah jenis
kelamin, riwayat terkena DBD dan migrasi ke perkotaan.
E. Tanda dan Gejala DBD
Demam berdarah dengue (DBD) memiliki tiga fase yaitu fase demam,
kritis dan penyembuhan. Pada fase demam, penderita akan merasakan demam
tinggi secara mendadak selama 2-7 hari dan sering dijumpai dengan wajah
kemerahan, eritema kulit, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital, rasa sakit di
seluruh tubuh, fotofobia dan sakit kepala. Gejala umum seperti anoreksia,
mual dan muntah. Beberapa pasien mungkin merasakan sakit tenggorokan,
faring dan konjuntiva.
Saat transisi dari fase demam menjadi tidak demam, pasien yang tidak
diikuti dengan peningkatan pemeabilitas kapiler tidak akan berlanjut menjadi
fase kritis. Ketika meningkatnya penurunan demam tinggi, pasien dengan
peningkatan permeabilitas mungkin menunjukan tanda bahaya, yang
terbanyak adalah kebocoran plasma.
Pada fase kritis terjadi penurunan suhu menjadi 37.5-38°C atau 18 kurang,
ini terjadi pada hari ke 3-8 dari penyakit. Progesivitas leukopenia yang diikuti
oleh penurunan jumlah platelet mendahului kebocoran plasma. Peningkatan
hematokrit sebagai tanda awal yang mengawali perubahan pada tekanan darah
dan denyut nadi. Plasma leakage dapat berkurang dengan terapi cairan. Efusi
pleura dan asites secara klinis dapat dideteksi setelah terapi cairan intravena.
Pada pemeriksaan radiografi toraks lateral dekubitus kanan terdapat cairan
bebas di toraks dan abdomen atau edema kelenjar empedu.
Dan fase terakhir adalah fase penyembuhan. Setelah pasien bertahan
selama 24-48 jam fase kritis, reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler bertahap
terjadi selama 48-72 jam. Keadaan umum membaik, nafsu makan kembali,
gejala gastrointestinal mereda dan status hemodinamik stabil (Rena et al,
2009)
Derajat demam berdarah dengue ( DBD )

Derajat 1 Demam dan gejala yang tidak spesifik dengan tes tourniquet
positif sebagai satu-satunya manifestasi perdarahan

Derajat 2 Manifestasi derajat 1 ditambah perdarahan spontan di kulit dan


atau perdarahan lain

Derajat 3 Manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut


dengan kulit dingin, pasien gelisah dan tekanan nadi turun atau
hipotensi (≤ 20 mmHg )

Derajat 4 Syok berat dengan nadi atau tekanan darah yang tidak teraba

F. Akibat yang ditimbulkan


Warning sign (tanda bahaya) direkomedasikan untuk kriteria rawat inap,
dimana sensitifitas dan spesifisitas sangat penting. Spesifistas yang tinggi
adalah untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya rumah sakit untuk
mengelola perkembangan demam berat. Pada saat yang sama sensitivitas
sangat penting untuk memastikan bahwa pasien dengue tidak dipulangkan
dengan DBD atau SD yang berkembang setelahnya. Warning sign pada
penyakit DBD merupakan tanda yang mengawali manifestasi syok dan
muncul menjelang akhir fase demam, antara hari ke 3-7 pada penderita
penyakit DBD. Tanda bahaya penyakit dengue meliputi nyeri perut, muntah
berkepanjangan, letargi, pembesaran hepar >2 cm, perdarahan mukosa,
trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh karena terjadi
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler (Zein, et al, 2015)
G. Pencegahan DBD
Pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan dengan pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
a. Pencegahan Primer
Pencegan ini dilakukan untuk mempertahankan orang yang sehat atau
mencegah terjadinya sakit. Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
1. Pengendalian vektor yang dilakukan sebagai upaya menurunkan
kepadatan populasi nyamuk, misalnya dengan penggunaan insektisida,
menggunakan kelambu saat tidur, tidak menggantung pakaian.
2. Surveilans vektor untuk menentukan distribusi, kepadatan populasi,
habitat larva, faktor risiko, tingkat kerentanan dan kekebalan
insektisida yang dipakai sehingga pengendalan vektor dapat
dilaksanakan dengan efektif.
3. Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Dalam membasmi jentik nyamuk A. aegepty dan A. albopictus dapat
dilakukan dengan praktek 3M plus, yaitu : 1) menguras bak mandi dan
tempat penampungan air lainnya; 2) menutup rapat penampungan air;
3) mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai; 4)
menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan; 5) menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3)
menggunakan kelambu saat tidur; 6) memelihara ikan pemangsa jentik
nyamuk; 7) menanam tanaman pengusir nyamuk; 8) mengatur cahaya
dan ventilasi dalam rumah; 9) menghindari kebiasaan menggantung
pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk,
dan lain-lain (Depkes RI, 2016)
b. Pencegahan Sekunder
1. Pertolongan, penemuan dan pelaporan kasus secepatnya ke palayanan
kesehatan terdekat.
2. Diagnosis klinis dan diagnosis laboratorium
3. Pengobatan penderita yang bersifat simptomatik dan suportif dengan
memberikan cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
4. Penyelidikan epidemiologi, yaitu dengan mancaripenderita yang sakit
dan dilakukan pemeriksaan jenitik di rumah dan sekitar rumahnya.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersierdilakukan untuk mencegah kematian akibat DBD dan
sebagai upaya rehabilitasi, hal ini dapat dilakukan dengan cara :
1. Transfusi darah secepatnya
2. Melakukan stratifikasi daerah yang rawan DBD seperti tempat
endemis, sporadis, potensial, dan bebas
BAB III
PEMBAHASAN

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


virus dengue yang ditularkan oleh vektor nyamuk yang terinfeksi, terutama
nyamuk Aedes aegypti dan Ae. Albopictus. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis
dan sub-tropis dan menyebar luas di berbagai negara di Asia Tenggara, termasuk
Indonesia. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita
dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk.
Insiden Rate (IR) penyakit DBD dari tahun 2013-2015 cenderung
mengalami peningkatan. IR DBD pada tahun 2013 mencapai 41,25 per 100.000
penduduk, IR DBD tahun 2014 mengalami penurunan yaitu 33,8 per 100.000
penduduk. Pada tahun 2015 kembali mengalami peningkatan dengan IR mencapai
49,5 per 100.000 penduduk. IR berdasarakan provinsi tahun 2015, terdapat tiga
provinsi dengan IR tertinggi yaitu Provinsi Bali (208,7/100.000 penduduk),
Provinsi Kalimantan Timur (183,2/100.000 penduduk), dan Provinsi Kalimantan
Tenggara (208,7/100.000 penduduk). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan topik DBD (Infodatin, 2016).
Setiap tahun, kejadian penyakit demam berdarah dengue (DBD) di
Indonesia cenderung meningkat pada pertengahan musim penghujan sekitar bulan
Januari, dan cenderung turun pada bulan Februari hingga ke penghujung tahun.
Oleh karena itu, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dini dan mengenali
tanda dan gejalanya, sehingga pencegahan dan DBD dapat dilakukan secara
optimal.
Tingginya angka kasus DBD di Indonesia disebabkan oleh ………….

Bagaimana menanggulangi DBD?


Masyarakat perlu mewaspadai dan mengantisipasi serangan penyakit DBD dengan
menjaga kebersihan lingkungan di dalam rumah maupun di luar rumah, antara lain
melalui peningkatan Gerakan Jumat Bersih untuk membrantas sarang dan jentik-
jentik nyamuk.

Saat ini, pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien adalah kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu: 1) Menguras,
adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti
bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es,
dan lain-lain; 2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan
air seperti drum, kendi, toren air, dan sebagainya; dan 3) Memanfaatkan kembali
atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat
perkembangbiakan nyamuk penular DBD. Adapun yang dimaksud dengan Plus
adalah segala bentuk kegiatan pencegahan, seperti: 1) Menaburkan bubuk larvasida
pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk
atau anti nyamuk; 3) Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan
pemangsa jentik nyamuk; 5) Menanam tanaman pengusir nyamuk; 6) Mengatur
cahaya dan ventilasi dalam rumah; 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian
di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.

PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba, karena
meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan
nyamuk penular DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB)
terutama pada saat musim penghujan, tambah Pprof. Tjandra.

Untuk itu, perlu menjaga kesehatan dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap


penularan demam berdarah, sehingga diperlukan kepedulian peran serta aktif
masyarakat untuk bergotong-royong melakukan langkah-langkah pencegahan
penularan penyakit DBD, melalui kegiatan pemberantasan nyamuk dan jentik secara
berkala dan PSN 3M Plus, karena saat ini telah memasuki musim penghujan,
bahkan pola curah hujan yang tak menentu hingga awal tahun 2015.
- See more at: http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demam-berdarah-
biasanya-mulai-meningkat-di-januari.html#sthash.y8zubvpW.dpuf

Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan kasus ini sangat
menentukan. Oleh karenanya program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan sepanjang tahun
khususnya pada musim penghujan. Program PSN , yaitu: 1) Menguras, adalah
membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak
mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es dan
lain-lain 2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air
seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3) Memanfaatkan kembali
atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat
perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah.
Adapun yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan
seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3) Menggunakan
kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5) Menanam
tanaman pengusir nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; 7)
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi
tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.

PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba, karena
meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan
nyamuk penular DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB)
terutama pada saat musim penghujan.

Selain PSN 3M Plus, sejak Juni 2015 Kemenkes sudah mengenalkan program 1
rumah 1 Jumantik (juru pemantau jentik) untuk menurunkan angka kematian dan
kesakitan akibat Demam Berdarah Dengue. Gerakan ini merupakan salah satu
upaya preventif mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD) dari mulai pintu masuk
negara sampai ke pintu rumah.

Terjadinya KLB DBD di Indonesia berhubungan dengan berbagai faktor risiko, yaitu:
1) Lingkungan yang masih kondusif untuk terjadinya tempat perindukan nyamuk
Aedes; 2) Pemahaman masyarakat yang masih terbatas mengenai pentingnya
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus; 3) Perluasan daerah endemic
akibat perubahan dan manipulasi lingkungan yang etrjadi karena urbanisasi dan
pembangunan tempat pemukiman baru; serta 4) Meningkatnya mobilitas penduduk.

Untuk mengendalikan kejadian DBD, Kementerian Kesehatan terus berkoordinasi


dengan Daerah terutama dalam pemantauan dan penggiatan surveilans DBD. Selain
itu, bantuan yang diperlukan Daerah juga telah disiagakan untuk didistribusikan. -
See more at: http://www.depkes.go.id/article/view/16020900002/kendalikan-dbd-
dengan-psn-3m-plus.html#sthash.qsHFID2n.dpuf
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
http://www.depkes.go.id/article/view/16020900002/kendalikan-dbd-dengan-
psn-3m-plus.html
http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demam-berdarah-
biasanya-mulai-meningkat-di-januari.html
https://www.cdc.gov/dengue/faqfacts/index.html
http://www.who.int/denguecontrol/disease/en/

Asep, Sukohar. 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD). Jurnal Medula. Vol.2
No.2 : 1-15.
Candra, Aryu. 2010. Demam Berdarah Dengue : Epidemiologis, Petogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Jurnal Aspirator. Vol.2 No.2 : 110-119.
Frans, Efisina Hanafiati. Patogenesis Infeksi Virus Dengue.
Marbawati. 2006. Virus Dengue Edisi 03 No.2 : 21-22.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/blb/article/view/2412 (diakses
tanggal 10 April 2017)
Rena, Ni Made Renny A, Susila Utama, dan Tuty Parwati M. 2009. Kelainan
Hematologi Pada Demam Berdarah Dengue. J Peny Dalam. Vol.10 (3).
Bagian Ilmu Penyakit Dalam, FK Unud RSUP Sanglah Denpasar.
WHO. 2009. “Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention And
Control”.http://www.who.int/tdr/publications/documents/dengue-
diagnosis.pdf (diakses tanggal 12 April 2017)
WHO. 2004. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah.
Jakarta : Buku Kedoteran EGC.
Zein, Dila Apriliani, Hapsari, dan Nur Farhanah. 2015. Gambaran Karakteristik
Warning Sign WHO 2009 Pada Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Anak dan Dewasa. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dalam
http://eprints.undip.ac.id/46202/1/Dila_Apriliani_Zein_22010111130085_L
ap.KTI_Bab0.pdf diakses pada 11 April 2017

Anda mungkin juga menyukai