Anda di halaman 1dari 21

Bab B - Strrdi kasus-kontrol

Rulina Suradi, Corry M Siahaan*, Rachma F Boediang,


Sudiyanto, Iswari Setyaningsih, Soepardi Soedibio

enelitian kasus-kontrol (case-control study), sering juga


disebut sebagai case-comparison study, case-compeer study,
case-referent study, atau retrospectiae study, merupakan
penelitian epidemiologis analitik observasional yang
menelaah hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan)
tertentu dengan faktor risiko tertentu. Desain penelitian kasus-
kontrol dapat dipergunakan untuk menilai berapa besarkah peran
faktor risiko dalam kejadian penyakit (cause-ffict relationship),
seperti hubungan antara kejadian kanker serviks dengan perilaku
seksual, hubungan antara tuberkulosis anak dengan pemberian
vaksinasi BCG, atau hubungan antara status gizibayiusia 1 tahun
dengan pemakaian KB suntik pada ibu.
Dalam kekuatan hubungan sebab-akibat, studi kasus-kontrol
berada di bawah desain eksperimental dan studi kohorf namun
desian ini lebih kuat daripada studi cross-sectional,karena pada studi
kasus-kontrol terdapat dimensi waktu, sedangkan pada studi cross-
sectional tidak. Desain kasus-kontrol mempunyai kelemahan
khususnya akibat recall bias, tetapi juga mempunyai beberapa
keuntunga+ sehingga cukup banyak dilakukan dalam penelitian
klinis. Pada keadaan tertentu, yakni pada kasus yang jarang
dftemukan, desain kasus-kontrol bahkan merupakan safu-satunya
yang mungkin digunakan untuk mencari hubungan sebab-akibat.

i tau
Rulina Suradi dkk. 147

Dengan perencanaan yang bark, pelaksanaan yang cermaf dan analisis


dan interpretasi yang tepat, sfudi kasus-kontrol dapat memberikan
sumbangan yang bermakna dalam pelbagai aspek kedokteran klinis,
terutama untuk penyakitpenyakit atau kondisi yang jarang atau amat
jarang ditemukan, seperti kebanyakan kasus keganasan.
Dalam bab ini diuraikan seraca ringkas hal-hal terpenting pada
sfudi kasus-kontrol, yang mencakup pengertian dasar desain kasus-
kontrol, langkah-langkah yang diperlukan dalam penelitian kasus-
kontrol, serta kelebihan dan kekurangannya. Pada akhir bab juga
disajikan contoh studi kasus-kontrcl dengan dan tanpa matching.

PENcnnuAN DASAR sruDr KASUS-KoNTRoL


Seperti telah diuraikan dalam bab terdahulu, pada studi cross-
sectional (Bab 7l yang mempelajari risiko terjadinya efek, faktor
risiko dan efek dinilai pada satu waktu tertentu. Pada penelitian
kohort (Bab 9), studi dimulai dengan subyek tanpa efek yang
terpajan faktor risiko, kemudian diikuti secara prospektif untuk
mengetahui siapa mengalami efek dan siapa yang tidak. Sedangkan
pada studi kasus kontrol, penelitian dimulai dengan identifikasi
pasien dengan efek atau penyakit tertentu (yang disebut sebagai
kasus) dan kelompok tanpa efek (disebut kontrol); kemudian
secara retrospektif ditelusur faktor risiko yang dapat menerangkan
mengapa kasus terkena efek, sedangkan kontrol tidak. Feinstein
menyebut desain sfudi kasus-kontrol sebagai studitrohoc, kebalikan
dari kata cohort, namun tampaknya istilah ini hanya digunakan
oleh Feinstein sendiri. Skema desain studi kasus-kontrol tampak
pada Gambar 8-1.
Pada studi kasus-kontrol sekelompok kasus (yakni pasien yang
menderita efek atau penyakit yang sedang diteliti) dibandingkan
dengan kelompok kontrol (mereka yang tidak menderita penyakit
atau efek). Dalam studi ini ingin diketahui apakah suatu faktor
risiko tertentu benar berpengaruh terhadap terjadinya efek yang
diteliti dengan membandingkan kekerapan pajanan faktor risiko
tersebut pada kelompok kasus dengan kekerapan pajanan pada
kelompok kontrol. Hipotesis yang diajukan adalah: Pssien penyakit

.t
148 P en elit ian kas us -ko n tr ol

il@
F**.d-l
fil'i'ii"o-l

F;-"d-l
f'r.**.,i-l
Gambar 8-L. Skema dasar studi kasus-kontrol. Penelitian dimulai
dengan mengidentifikasikan subyek dengan efek (kelompok kasus),
dan mencari subyek yang tidak mengalami efek (kelompok kontrol).
Faktor risiko yang diteliti ditelusur secara retrospektif pada kedua
kelompok, kemudian dibandingkan.

Kosus Konlrol Jumlqh

Fqktor risiko * o*b

Foktor risiko (-) c*d

Jumloh o*c b+d o*b*c*d

Gambar 8-2. Tabel 2x2 menunjukan hasil pengamatan pada studi


kasus-kontr o7 (tanp a matching).
Sel a = kasus yang mengalami pajanan
Sel b = kontrol yang mengalami pajanan
Sel c = kasus yang tidak mengalami pajanan
Sel d = kontrol yang tidak mengalami pajanan
Risiko relatif yang dinyatakan dalam rasio odds (RO) =
{a(a+b) : b/(a+b)} /{c(c+d): d/(c+d)} = alb cld= ad lbc

{n

i
Rulina Suradi dkk. 149

X lebih sering mendapat pajanan faktor risiko Y dibandingkan dengan


mereks yang tidak berpenyakit X. Pertanyaan yang perlu dijawab
dengan penelitian ini adalah: apakah ada asosiasi antara variabel
efek (penyakit, keadaan lain) dengan variabel lain (yang diduga
memengaruhi terjadinya penyakit tersebut) pada populasi yang diteliti?
Studi kasus-kontrol sering digunakan karena dibanding dengan
studi kohort ia lebih murah, lebih cepat memberi hasil, dan tidak
memerlukan jumlah subyek yang banyak. Seperti telah disebut,
untuk kasus yang jarang desain kasus-kontrol merupakan satu-
satunya desain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor
risiko. Misalnya penelitian ingin menentukan apakah pemberian
estrogen pada ibu di sekitar masa konsepsi mempertinggi risiko
terjadinya penyakit jantung bawaan (PJB) pada bayinya. Karena
insidens PJB pada bayi lahir hidup dari ibu yang tidak mendapat
estrogen adalah 8 per 1000, pada studi kohort diperlukan 4000
ibu terpajan dan 4000 ibu tidak terpajan faktor risiko untuk dapat
mendeteksi peninggian risiko sebanyak 2kali, sedang dengan studi
kasus-kontrol hanya diperlukan 188 kasus dan LB8 kontrol. Bila
yang diteliti ialah PJB khusus, misalnya malformasi konotrunkus
yang kekerapannya hanya 2 per 1000 kelahiran hidup, maka untuk
studi kohort diperlukan 15.700 ibu terpajan dan 15.700 ibu tidak
terpajan estrogen" sedangkan untuk studi kasus-kontrol tetap hanya
diperlukan sejumlah 188 kasus dan 188 kontrol.

LnNcxeH-tANGKAH PADA PENELITTAN


KASUS-KONTROL
Pada studi kasus-kontrol tahapan yang diperlukan adalah:
1 Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai
2 Mendiskripsikan variabel penelitian: faktor risiko, efek
3 Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus, kontrol),
,dan cara untuk pemilihan subyek penelitian
4 Melakukan pengukuran variabel efek dan faktor risiko
5 Menganalisis data

il

:l
150 P enelitian kasus-kontrol

T MEnuvTuSKAN PERTANYAAN PENELITIAN /


HIPOTESIS

Setiap penelitian diawali dengan penetapan pertanyaan penelitiary


kemudian disusun hipotesis yang akan diuji validitasnya.
Misalnya pertanyaannya adalah:
Apakah terdapat hubungan antara konsumsi jamu peluntur
pada kehamilan muda dengan kejadian penyakit jantung
bawaan pada bayi yang dilahirkan?
Hipotesis yang ingin diuji adalah:
Pajanan terhadap jamu peluntur lebih sering terjadi pada
ibu
yang anaknya menderita penyakit jantung bawaan gPlB)
dibanding pada ibu yang anaknya tidak menderita PJB.

2 MENorTINISIKAN VARIABEL PENELITIAN

Faktor risiko
Intensitas pajanan faktor risiko dapat dinilai dengan cara mengukur
dosis, frekuensi, atau lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap
faktor risiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat bersifat:
o Dikotom,yaitu apabila hanya terdapat 2kategori, misalnya
pernah minum jamu peluntur atau tidak
o Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat, misal
tidak pernatr, kadang-kadang, atau sering terpajan
o Kontinu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik,
misalnya umur dalam tahury paritas, berat lahir.
Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa:
o Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian
AKDR) dan apakah pajanan itu berlangsung terus-menerus
o Saat mendapat pajanan pertama
o Bilakah terjadi pajanan terakhir

t
RulinaSuradidk*. 151

Di antara pelbagai ukuran tersebuf yang paling sering digunakan


adalah variabel independen (faktor risiko) berskala nominal dikotom
(ya atau tidak) dan variabel dependen (efek, penyakit) berskala
nominal dikotom (ya atau tidak) pula.
Untuk masalah kesehatan, terutama kesehatan reproduksi,
apakah pajanan terjadi sebelum, selama, atau sesudah keadaan
tertentu sangatlah penting. Misalnya pemakaian kontrasepsi oral
oleh perempuan yang belum pemah mengalami kehamilan sampai
cukup bulan dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara.
Kita juga yahu pajanan beberapa obat atau bahan aktif tertentu
selama kehamilan muda mungkin berkaitan dengan kejadian
kelainan bawaan pada janin.
Dalam mencari informasi tentang pajanan suatu faktor risiko
yang diteliti maka perlu diupayakan sumber informasi yang akurat.
Informasi tersebut dapat diperoleh antara lain dari:
o Catatan medis rumah sakif laboratorium patologi anatomi
o Data dari catatan kantor wilayah kesehatan
o Kontak dengan subyek penelitian, baik secara langsung,
telepory atau surat)
Cara apa pun yang digunakan, prinsip utamanya adalah pada
kelompok kasus dan kontrol ditanyakan hal-hal yang sama dengan
cara yang sama pula, dan pewawancara sedapat mungkin tidak
mengetahui apakah subyek termasuk dalam kelompok kasus atau
kelompok kontrol. Pengambilan data dari catatan medis sebaiknya
juga secara buta atau tersamar, unfuk mencegah peneliti mencari
data lebih teliti pada kasus dibandingkan dengan pada kontrol. Perlu
pula diketahui bahwa informasi yang ingrn diperoleh harus tercatat
sama baiknya pada kelompok kasus maupun pada kontrol. Misalnya
informasi mengenai pemakaian kontrasepsi hormonal lebih lengkap
dicatat pada perempuan yang berobat untuk kanker payudara bila
dibandingkan dengan pada perempuan yang berobat untuk fraktur
tulang. Apabila informasi rekam medis kurang lengkap, maka data
perlu dilengkapi dengan cara menghubungi subyek (dengan tatap
muka langsung, hubungan telepon, surat, atau cara komunikasi
yang lain ).

.f
152 P enelitian kasus-kontral

Efek atau outcotne


Karena efek./ outcome merupakan hal yang sentral, maka diagnosis
atau penentuan efek harus mendapat perhatian utama. Untuk
penyakit atau kelainan dasar yang diagnosisnya mudatu misalnya
anensefali, penentuan subyek yang telah mengalami atau tidak
mengalami efek tidak sukar. Namun pada banyak penyakit lain
sering sulit diperoleh kriteria klinis yang obyektif untuk diagnosis
yang tepat, sehingga diperlukan cara diagnosis dengan pemeriksaan
laboratorium, pencitraan, pemeriksaan patologi-anatomik, dan lain-
lain. Meskipun demikian kadang diagnosis masih sulit terutama
pada penyakit yang manifestasinya bergantung pada stadiumnya.
Misalnya artritis rheumatoid dapat mempunyai manifestasi klinis
dan hasil laboratorium yang bervariasi, sehingga perlu dijelaskan
lebih dahulu kriteria diagnosis mana yang dipergunakan untuk
memasukkan seseorang menjadi kasus. Unfuk beberapa penyakit
tertentu telah tersedia kriteria baku untuk diagnosis, namun tidak
jarang kriteria diagnosis yang telah baku pun perlu dimodifikasi
agar sesuai dengan pertanyaan penelitian.

3 MuxrxruraN sUBYEK PENELTTTAN


Kasus
Cara yang terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil
secara acak subyek dari populasi yang menderita efek. Namun
dalam praktik hal ini hampir tidak mungkin dilaksanakary karena
penelitian kasus-kontrol lebih sering dilakukan pada kasus yang
jarar'g, yang diagnosisnya biasanya ditegakkan di rumah sakit.
Mereka ini dengan sendirinya bukan subyek yang representatif
karena tidak menggambarkan kasus dalam masyarakat. Pasien
yang tidak datang ke rumah sakit, yang salah diagnosis, atau yang
meninggal sebelum terdiagno-sis, menjadi tidak terwakili pada
sampel yang diambil dari rumah sakit. Beberapa hal berikut perlu
dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan kasus untuk
studi kasus-kontrol agar sampel yang dipergunakan mendekati
keadaan dalam populasi.

i
Rulina Suradi dkk. 153

Kasus insidens (baru) atau kasus prevalens (baru+lama)


Dalam pemilihan kasus sebaiknya kita memilih kasus insidens
(kasus baru). Kalau kita mengambil kasus prevalens (kasus lama
dan baru) maka untuk penyakit yang masa sakitnya singkat atau
mortalitasnya sangat tinggr, kelompok kasus tidak menggambarkan
keadaan dalam populasi (bias Neyman). Misalnya,pada penelitian
kasus-kontrol untuk mencari faktor-faktor risiko penyakit jantung
bawaary apabila dipergunakan kasus prevalens, maka hal ini tidak
menggambarkan keadaan sebenarnya, mengingat sebagian pasien
penyakit jantung bawaan mempunyai angka kematian tertinggi
pada periode neonatus atau masa bayi. Dengan demikian pasien
yang telah meninggal tersebut tidak terwakili dalam penelitian.

Tempat pengumpulan kasus


Bita di suatu daerah terdapat registry kesehatan masyarakat yang
baik dan lengkap, maka pengambilan kasus sebaiknya dari sumber
di masyarakat (population based), karena kasus yang ingin diteliti
tercatat dengan baik. Sayangnya di Indonesia belum ada daerah
yang benar-benar mempunyai registrasi yang baik, sehingga
terpaksa diambil kasus dari pasien yang berobat ke rumah sakit
(hospital based). Hal ini menyebabkan terjadinya bias yang cukup
penting (bias Berkson), karena karakteristik pasien yang berobat
ke rumah sakit mungkin berbeda dengan karakteristik pasien yang
tidak berobat ke rumah sakit.

Saat diagnosis
Untuk penyakit yang perlu pertolongan segera (misalnya patah
tulang) maka saat ditegakkannya diagnosis boleh dikatakan sama
dengan mula timbulnya penyakit (onset). Tetapi banyak penyakit
yang mula timbulnya perlahan dan sulit dipastikan dengan tepat
(contohnya keganasan atau pelbagai jenis penyakit kronik). Dalam
keadaan ini maka pada saat mengidentifikasikan faktor risiko perlu
diyakinkan bahwa pajanan faktor yang diteliti terjadi sebelum
terjadinya efek, dan bukan terjadi setelah setelah timbulnya efek
atau penyakit yang dipelajari.

t
154 P enelitian kasus -kontrol

Contoh
Ingin diketahui hubungan antara diet dengan kejadian
kanker'kolon. Pertanyaan harus ditujukan terhadap diet
sebelum timbul gejala, sebab mungkin saja subyek telah
mengubah dietnya oleh karena terdapatnya gejala penyakit.
Penelitian terhadap penyakit yang timbulnya manifestasi
memerlukan waktu lama, misalnya sklerosis multipel, perlu
perhatian ekstra untuk menentukan saat gejala pertama
timbul. Bila gejala sudah lama terjadi, sebaiknya kasus
jangan dipakai, sebab sulit dihindarkan kemungkinan
terjadinya pajanan setelah timbul penyakit.

Kontrol
Pemilihan kontrol memberi masalah yang lebih besar daripada
pemilihan kasus, oleh karena kontrol sematl-mata ditentukan oleh
peneliti, sehingga sangat terancam bias. Perlu ditekankan bahwa
kontrol harus berasal dari populasi yang sama dengan kasus, agar
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpajan oleh faktor
risiko yang diteliti. Bila peneliti ingin mengetahui apakah kanker
payudara berhubungan dengan penggunaan pil KB, maka kriteria
inklusi untuk kontrol adalah subyek yang memiliki peluang untuk
minum pil KB yaitu wanitayangmenikah" dalam usia subur (wanita
yang tidak menikah atau belum mempunyai anak tidak minum
pil kontrasepsi).
Ada beberapa cata untuk memilih kontrol yang baik.
1 Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama.
Misalnya kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu
sedangkan kontrol diambil secara acak dari populasi sisanya.
Dapat juga kasus dan kontrol diperoleh dari populasi yang telah-
ditentukan sebelumny a y angbiasanya lebih kecil (misalnya dari
studi kohort).
2 Matching. Cara kedua untuk mendapatkan kontrol yang baik
ialah dengan cara melakukan matching, yaitu memilih kontrol
dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua
variabel yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali
variabel yang diteliti. Bila matching dilakukan denganbaik, maka

la

.*
Rulina Surqdi dkk. 155

pelbagai variabel yang mungkin berperan terhadap kejadian


penyakit (kecuali yang sedang diteliti) dapat disa'makan,
sehingga dapat diperoleh asosiasi yang lebih kuat antara variabel
yang sedang diteliti dengan penyakit. Teknik ini mempunyai
keuntungan lain, yakni jumlah subyek yang diperlukan lebih
sedikit. Namun jangan terjadi oaermatching, yaitu matching pada
variabel yang tidak memengaruhi pajanan faktor risiko, sehingga
diperoleh nilai risiko relatif yang terlalu rendah. Apabila terlalu
banyak faktor yang disamakan juga akan menyebabkan kesulitan
dalam mencari subyek kelompok kontrol. Di lain sisi harus pula
dihindarka n un der mat chin g y akni tidak dilakukan penyetaraan
terhadap variabel-variabel yang potensial menjadi perancu
(confounder) penting.
3. Cara lainnya adalah dengan memilih lebih dari satu kelompok
kontrol. Karena sukar mencari kelompok kontrol yang benar-
benar sebanding maka dapat dipilih lebih dari satu kelompok
kontrol. Misalnya bila kelompok kasus diambil dari rumah sakif
maka satu kontrol diambil dari pasien lain di rumah sakit yang
sama, dan kontrol lainnya berasal dari daerah tempat tinggal
kasus. Apabila ratro odds yang didapatkan dengan menggunakan
2 kelompok kontrol tersebut tidak banyak berbeda, hal tersebut
akan memperkuat asosiasi yang ditemukan. Apabila ratio odds
antara kasus dengan masing-masing kontrol sangat berbeda,
berarti salah satu atau kedua hasil tersebut tidak sahitr, dengan
kata lain terdapat bias, dan perlu diteliti letak bias tersebut.

Contoh
Suatu penelitian kasus-kontrol ingin mencari hubungan
antara penyakit AIDS pada pria dengan homoseksualitas.
Sebagai kasus diambil semua pasien dengan diagnosis AIDS
di rumah sakit A. Untuk kelompok kontrol pertama dipilih
secara acak dari pasien dengan penyakit lain yang dirawat di
rumah sakit tersebut dan tidak menderita AIDS (diperoleh
rasio odds sebesar 6,3), sedangkan kelompok kontrol kedua
dipilih secara acak dari pria sehat yang tinggal berdekatan
dengan tiap pasien dalam kelompok kasus (diperoleh rasio
odds 9,0). Walaupun pada kelompok kontrol pertama lebih

&

.*
156 P enelitian kasus-ko ntrol

banyak penyakit lain dibanding pada konhol kedua, ternyata


pada kedua kelompok kontrol praktik homoseksualitas jauh
lebih sedikit dibanding dengan kelompok kasus, sehingga
rasio odds pada kedua kelompok kontrol hampir sama. Hal
ini jelas memperkuat simpulan terdapatnya hubungan antara
homoseksualitas dengan terjadinya AIDS.

4 MnwrrepxaN BESAR sAMPEL

Jumlah subyek yang perlu diteliti untuk memperlihatkan adanya


hubungan antara faktor risiko dengan penyakit perlu ditentukan
sebelum penelitian dimulai. Pada dasamya untuk penelitian kasus-
kontrol jumlah subyek yang diteliti bergantung pada:
1 Berapa frekuensi pajanan faktor risiko pada suatu populasi; ini
penting terutama apabila kontrol diambil dari populasi. Apabila
densitas pajanan risiko terlalu kecil atau terlalu besar, mungkin
pajanan risiko pada kasus dan kontrol hampir sama'sehingga
diperlukan sampel yang besar untuk mengetahui perbedaannya.
2 Rasio odds terkecil yang dianggap bermakna (R).
3 Derajat kemaknaan (cr) dan kekuatan (power: 1-B) yang dipilih.
Biasa dipilih u: 5%, P = 10% atau 20"/o (power = 90% atau 80%).
4 Rasio antara jumlah kasus dan kontrol. Bila dipilih kontrol lebih
banyak, maka jumlah kasus dapat dikurangi. Bila jumlah kontrol
diambil c kali jumlah kasus, maka jumlah kasus dapat dikurangi
dari n menjadi (c+lln/Zc. Contoh: Penelitian yang menggunakan
100 kasus dan 100 kontrol mempunyai kekuatan yang sama
dengan rasio kasus/kontrol sebesar 751150, atau 631252, atatt
55/550. Perhatikan bahwa penurunan jumlah kasus yang hanya
sedikit akan menaikkan besar sampel total yang cukup banyak.
Lihatlah uraian lebih rinci dalam Bab 17.
5 Apakah pemilihan kontrol'dilakukan dengan matching aLatt
tidak. Di atas telah disebut bahwa dengan melakukan matching
maka jumlah subyek yang diperlukan untuk diteliti menjadi
lebih sedikit. Formula untuk menghitung besar sampel pada
studi kasus-kontrol dapat dilihat padaBab 77.

f;

.i
Rulina Suradi dkk. 157

5 MErarureN PENGUKURAN
Pengukuran.variabel efek dan faktor risiko merupakan hal yang
sentral pada studi kasus-kontrol. Penentuan efek harus sudah
didefinisikan dengan jelas dalam usulan penelitian. Pengukuran
faktor risiko atau pajanan yang terjadi pada waktu lampau juga sering
menimbulkan kesulitan. Kadang tersedia data obyektif, misal rekam
medis, kumpulan preparat hasil pemeriksaan patologi-anatomik,
hasil laboratorium, atau pelbagai jenis hasil pencitraan. Namun lebih
sering penentuan pajanan pada masa lalu dilakukan semata-mata
dengan anamnesis atau wawancara dengan responden, jadi hanya
dengan mengandalkan daya ingat responden yang mungkin
dipengaruhi oleh statusnya (mengalami outcome atau tidak).
Contoh sebelumnya, yakni penentuan apakah terdapat pajanan
jamu peluntur atau pil KB pada saat hamil muda, menduduki
tempat sentral pada studi kasus-konkol. Namun data yang penting
tersebut semata-mata hanya didasarkan pada daya ingat seseorang. Bias
yang dapat mengancam dalam konteks ini adalah recall bias.Ibu
yang anaknya cacat (kelompok kasus) lebih bersungguh-sungguh
berusaha untuk mengingat apakah pada waktu hamil muda ia
minum obat atau jamu tertentu. Sebaliknya, Tbu yang anaknya sehat
tidak merasa perlu untuk berupaya mengingat, bahkan cenderung
untuk menjawab "tidak" terhadap pertanyaan yang sama.
J adi recall bias adalahkesalahan sistematik akibat perbedaan lupay a
untuk mengingat hal yang terjadi pada masa lampau antara kelompok
kasus dan kontrol, bukan sekedar kesalahan mengingat (kesalahan
pengukuran, measurement error) saja. Bias ini merupakan kelemahan
utama studi kasus-kontrol (bahkan built in); karenanya peneliti harus
mempunyai kiat untuk menyiasatinya misabrya dengan membawa
alat peraga fumu peluntur, pil KB) pada wawancara.

6 MENcaNNTISIS HASIL PENELITIAN


Analisis hasil studi kasus-kontrol dapat hanya bersifat sederhana
yaitu penentuan ratio odds, sampai pada yang kompleks yakni
dengan analisis multivariat pada studi kasus-kontrol dengan lebih

i
158 P enelitian kasus-kontr ol

dari satu faktor risiko. Ini ditentukan oleh apa yang ingin diteliti,
bagaimana cara memilih kontrol (matched atau tidak), dan
terdapatnya'variabel yang mengganggu ataupun yang tidak.

Penenfuan ratro odds

A Studi kasus-kontrol tanpa'matching'


Ratro odds (RO) pada studi kasus-kontrol dapat diartikan sama dengan
risiko relatif (RR) pada studi kohort. Marilah kita lihat kembali tabel
2x2 pada Gambar 8-2. Pada penelitian kohort kita mulai dengan
populasi yang terpajan (a+b) dan populasi yang tidak terpajan (c+d).
Dengan perjalanan waktu maka dengan sendirinya akan timbul efek
pada populasi yang terpajan (a) dan pada populasi yang tidak terpajan
(d). Kemudian kita dapat menghitung kejadian e{ek pada populasi
terpajan (a/[a+bl) dan efek pada populasi yang tidak terpajan (c/[c+d]),
sehingga dapat dihitung risiko relatif yaitu:

oo _ (insidens pada kelompok dengan faktor risiko) _ a/(a - b)


(insidens pada kelompok t anpa faktor risiko) c/(c + d)

Pada penelitian kasus-kontrol kita mulai dengan mengambil


kelompok kasus (a+c) dan kelompok kontrol (b+d). Oleh karena
kasus adalah subyek yang sudah sakit dan kontrol adalah mereka
yang tidak sakit maka tidak dapat dihitung insidens penyakit baik
pada kasus maupun kontrol. Yang dapat dinilai adalah berapa
sering terdapat pajanan pada kasus dibandingkan pada kontrol;
hal inilah yang menjadi alat analisis pada studi kasus-kontrol, yang
disebut ratio odds (RO).
odds podo kelompok kosus
RO=
odds podo kelompok konlrol

hA (proporsikosusdengonrisiko) (proprosikontroldengonrisiko)
(proporsikosusdengonrisiko) (proporsikonlrollonporisiko)
o/(o- c):c/(e _alc qd
c)
b/(brd):d/(b-rd) b/d bc

il

J)
Rulina Suradi dl<k. 159

B Studi kasus-konfrol dengan'mntching'


Pada studi kasus-kontrol dengan matching individual, harus dilakukan
analisis dengan menjadikan kasus dan kontrol sebagai pasangan-
pasangan. Jadi, bila misalnya terdapat 50 kasus yang masing-masing
berpasangan dengan tiap subyek dari 50 kontrol, maka kita lakukan
pengelompokan menjadi 50 pasangan sebagai berikut (lihat
Gambar 8-3). Hasil pengamatan studi kasus-kontrol biasanya
disusun dalam tabel 2 x 2 dengan keterangan sebagai berikut:
Sel a: kasus dan kontrol mengalami pajanan
Sel b: kasus mengalamai pajanan, kontrol tidak
Sel c: kasus tidak mengalami pajanan, kontrol mengalami
Sel d: kasus dan kontrol tidak mengalami pajanan

Konlrol

Risiko + Risiko -

Risiko +
Kosus

Risiko -

Gambar 8-3. Tabel2x2 menunjukan hasil pengamatan studi kasus-


kontrol dengan matching individual. Rasio odds =blc

Rasio o d ds p ada studi kasus-kontrol dengan m at chin g ini dihitung


dengan mengabaikan sel a Karen baik kasus maupun kontrol
terpajary dan sel d, karena baik kasus maupun kontrol tidak terajan.
Rasio odds dlhitttng dengan formula:

RO= !
c

i
160 P enelitian kasus-kontrol

RO, walaupun tidak sama dengan risiko relatif akan tetapi dapat
dipakai sebafai indikator adanya kemungkinan hubungan sebab
akibat antara faktor risiko dan efek. Nilai RO dianggap mendekati
risiko relatif apabila:
1 Insidens penyakit yang diteliti kecil, biasanya dianggap tidak
lebih dari 20% populasi terpajan
2 Kelompok kontrol merupakan kelompok representatif dari
populasi dalam hal peluangnya untuk terpajan faktor risiko
3 Kelompok kasus harus representatif
lnterprestasi nilai RO dengan interval kepercayaa nny a (co nfi den ce
intera aI) sama dengan interpretasi pada penehtian cross-sectional, yakni
RO yang > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti memang benar
merupakan faktor risiko, bila RO: 1 atau mencakup angka 1 berarti
bukan faktor risiko, dan bila kurang dari 1 berarti merupakan faktor
yang melindungi atau protektif.

Cowron sruDl r(Asus-KoMrRoL TANpA 'MATCmrrG'

Masalah. Apakah abortus berhubungan dengan risiko kejadian


plasenta previa pada kehamilan berikutnya?
Hipotesis. Terdapat asosiasi u.,turu abortus dengan kejadian
plasenta previa pada kehamilan berikutnya
Desain penelitian. Studi kasus-kontrol,. hospital-based
Kasus. Wanita melahirkan di RSCM dari 1 Januari 1996 sampai
dengan 31 Desemb er 1999 secara bedah kaisar atas indikasi plasenta
previa totalis yang dibuktikan dengan USG dan klinis perdarahan
antepartum (PAP).
Kontrol. Wanita yang melahirkan di RSCM dalam kurun waktu
yang sama tanpa plasenta previa dan dipilih secara acak.
Kontrol.
Faktor risiko yang ingin diteliti. Riwayat terdapatnya abortus
sebelum persalinan sekarang.
Pengumpulan data. Dengan wawancara dan pengisian kuesioner
diperoleh data dari 68 kasus dan 68 kontrol.

f,

t
RulinaSuradidkk. 161

Analisis data. Meskipun RO lebih dari 1, namun karena interval


kepercayaannya mencakup angka L, maka simpulannya adalah
abortus tidak mempunyai hubungan dengan terjadinya plasenta
previa pada keha*ilutr kemudian, atau diperlukan lebilrbanyak
kasus untuk membuktikannya.

Plosenlo previo

Yq Tidqk Jumlqh

Ya 12 21

Riwayat aborsi
Tidok 56 59 115

Jumloh 68 68 136

Rotio odds - (12 x 59) / (9 x 561 = 1,4


lnternol kepercoyoon 95Yo = 0,5 ; 3,6

Gambar 8-5. Analisis hasil studi kasus-kontrol tanpa matchingyang


meneliti hubungan antara riwayat aborsi sebelumnya dengan
kejadian plasenta previa.

Studi kasus-kontrol dengan'matching'


Bila pemilihan kontrol dilakukan secara matching individual, maka
analisisnya perlu disesuaikan. Misalnya kita ingin meneliti
hubungan antara sindrom X dengan penggunaan obat Y
sebelumnya, dengan desain kasus-kontrol dengan matching.
Kontrol diambil yangmatched te:rhadap beberapa variabel penting,
misalnya umur, jenis kelamin, status gizi. Direkrut 40 kasus
sindrom X. Tiap individu dalam kelompok kasus dicarikan
pasangannya sehingga diperoleh 40 pasang kasus dan 40 kontrol.
Dalam tabulasi hasil, tiap pasang dikelompokkan sebagai berikut:

i .iu
162 P enelitian kasus-kontr ol

Sel a: Kasus dan kontrol menggunakan Y


Sel b: Kasus menggunakan Y, kontrol tidak
. menggunakan Y
Sel c: Kasus tidak menggunakan t kontrol
menggunakan Y
Sel d: Kasus dan kontrol tidak menggunakan Y
Misalnya didapatkan hasil sebagai berikut: a="10,b=22, c=2, d=6;
maka akan didapatkan RO sebesar 11 dengan IK95"/" antara 8,6
dan 25,2. Dapat disimpulkan bahwa Y merupakan faktor risiko
terjadinya sindrom X. Lihat Gambar 8.5.

Konlrol

Y+ Y - Jumloh

Y+ 10 22 32
Kosus

Jumloh 12 28 40

Gambar 8-6. Rasio odds untuk studi-kontrol denganmntchlrg dihitung


dengan melibatkan pasangan-pasangan yang berbeda pajanan
faktor risikonya. Tiap pasangan kasus dan kontrol yang keduanya
terpajan obat Y yakni sel a, atau keduanya tidak terpajan obat Y
yakni sel d diabaikan . RO-4 I c=221 2:17. Intewal kepercay aan 95o/":
8,6 sarnpai 25,2.

Bns DALAM STUDI KASUS-KoNTRoL


Kesahihan suatu penelitian kasus-kontrol sebagian besar tergantung
pada cara menentukan subyek yang (a) terkena efek, (c) terpajan,
dan (d) tidak terpajan dengan faktor risiko yang sedang diteliti.

{G

.r
RulinaSuradidkk 163

Kesalahan pengelompokan subyek ke dalam kategori masing-


masing menyebabkan perhitungan asosiasi antara pajanan dan efek
menjadi tidak benar.
Kesalahan sistematis yang menyebabkan hasil penelitian tidak
sesuai dengan kenyataan disebut bias. Pada penelitian kasus-kontrol
terdapat tiga kelompok bias yang dapat memengaruhi hasil studi,
yakni (a) bias seleksi, (b) bias informasi, dan (c) bias perancu
(confounding bias). Sackett mencatat beberapa hal yang dapat
menyebabkan atau mengancam terjadinya bias dalam studi kasus
kontrol, di antaranya adalah:
1 Informasi tentang faktor risiko atau faktor perancu (confounding
factors) mungkin terlupakan oleh subyek penelitian atau tidak
tercatat dalam catatan medik kasus (recall bias).
2 Subyek yang mengalami efek (kasus), karena ingin mengetahui
penyebab penyakitnya lebih sering untuk melaporkan pajanan
faktor risiko dibandingkan dengan subyek yang tidak terkena
efek (kontrol).
3 Peneliti kadang sukar untuk menentukan dengan tepat apakah
pajanan sesuatu agen menyebabkan penyakit ataukah justru
terdapatnya penyakit yang menyebabkan subyek menjadi lebih
mudah terpajan oleh agen.
4. Identifikasi subyek sebagai kasus maupun sebagai kontrol yang
representatif seringkali sangat sulit. Penegakan diagnosis memang
merupakan salah satu hal yang harus sangat diperhatikary karena
merupakan data utama untuk analisis.
Seperti dalam tiap penelitian klinis, pada studi kasus-kontrol
bias dapat terjadi pada setiap tahapan penelitian. Bias dapat terjadi
pada waktu penentuan diagnosis, pada saat pemilihan kasus atau
kontrol, penghitungan pajanan faktor risiko, bahkan pada tahapan
analisis hasil pengamatan. Oleh karena itu seyogianya sebelum
penelitian dimulai telah diidentifikasikan dengan tuntas pelbagai
sumber yang memiliki potensi untuk menyebabkan bias sehingga
dapat diambil langkah-langkah yang memadai untuk mencegah
terjadinya kesalahan yang dapat menyebabkan penelitian menjadi
tidak sahih.

fi

i
164 P enelitian kasus-kantr ol

KETESIHAN DAN KELEMAHAN PENETITIAN


KASUS.KONTROL

Kelebihan
1 Studi kasus-kontrol dapaf atau kadang bahkan merupakan satu-
satunya, cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa
latennya panjang
2 Hasil dapat diperoleh dengan cepat
3 Biaya yang diperlukan relatif murah
4 Memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit
5 Dapat digunakan untuk mengidentifikasikan pelbagai faktor
risiko sekaligus dalam satu penelitian.

Kelemahan
1 Data mengenai pajanan terhadap faktor risiko diperoleh dengan
mengandalkan daya ingat atau rekam medis. Daya ingat
responden ini menyebabkan terjadinya recall bias, karena
responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat
pajanan terhadap faktor risiko dari pada responden yang tidak
mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini rekam medis
yang seringkali dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu
akurat.
2 Validasi mengenai informasi kadang-kadang sukar diperoleh.
3 Oleh karena kasus maupun kontrol dipilih oleh peneliti maka
sukar untuk meyakinkan bahwa kedua kolompok tersebut
benar sebanding dalam pelbagai faktor eksternal dan sumber
bias lainnya.
4 Tidak dapat memberikan incidence rates.
5 Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari L variabel
dependen" hanya berkaitan dengan satu penyakit atau efek.

J} e*,
Rulina Suradi dkk. 165

Darren PUSTAKA
Doll R, Vutt"y ME. Evaluation of rare adverse effects of systemic
contraceptives. Br Med Bull 1970;26:33-8
Foxman B, Valdez B, Brook RH. Childhood enuresis; prevalence, perceived
impact, and prescribed treatment. Pediatrics 1986;77 :482-7
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designing clinical research - An epidemiologic approach . Edisi ke-3.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
KelseyJL, Thompson WD, Evans AS. Methods in observational epidemiology.
New York: Oxpord University Press; 1986.
Kahn HA" Sempos CT. Statistical methods in epidemiology. New York: Oxpord
University Press; 1989
Knapp RG, Miller III MC. Clinical epidemiology and biostatistics.
Pennsylvania: Harwal Publishing Company;'L992.
Schlesselmen JJ. Case-control studies. Design, conduct, analysis. New York:
Oxpord University Press; 1982.
Walter SD. Calculation of attributabel risks from epidemiological data. Int j
Epidemiol 197 8;7 :L7 5-82.
Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman &.Hall, 1999.

il

.* *u
166 P en eI it ian kas us -ka ntr ol

ffi-d * s
# s#ffi#ee-€%dw

Studi kosus-kontrol marupokon studi observosionol


onolitik yong berdimensi retrospektif .
Penelition dimuloi dengan merekrut sejumloh subyek dangon
ef ek (kelompok kosus), kemudian dicari subyek loin yong
karokteristiknyo sebonding nomun tidok mempunyai ef ek
(kelompok kontrol)

Podo kelompok kosus don kontrol ditelusur retrospektif


opokoh subyak mangolomi pojonon foktor risiko yong ditelifi.
Proporsi pojonon podo kelompok kosus don kontrol
dibondingkon.
Pamilihon kosus horus dengan kriterio yong jelos, demikion
pulo pemilihon kontrol, yong dopot dilokukon secaro
maf ch i ng alou tonpo match i ng.

Anolisis untuk studi kosus-kontrol odoloh penentuon nosio


odds @.A)yokni odds podo kalompok kasus dibonding odds
podo kalompok kontrol. Odds adoloh perbondingon ontoro
peluong terjodinyo ef ekdibagr paluong fidok terjodinyaef ek
(p/(t-p).
Niloi RO = 1 menunjukkon bohwo pojonon bukon merupokon
foktor risiko, niloi RO > 1 menunjukan bohwo pojonon benon
merupokon foktor risko, don nilai RO <1 menunjukkon voriobel
tersebut merupokon foktor protektif, nomun semuo horus
d iIi hot intervol kepercoyoonnyo.
Studi kosus-kontrol dopot merupokon sotu-sotunyo desoin
untuk menentukon atiologi pado kosus-kosus yong jorong
ditemukon.

Kekurongon terpenting poda studi kosus-kontrol odoloh


terdopotny a recal I b ias.

il

.i

Anda mungkin juga menyukai