i tau
Rulina Suradi dkk. 147
.t
148 P en elit ian kas us -ko n tr ol
il@
F**.d-l
fil'i'ii"o-l
F;-"d-l
f'r.**.,i-l
Gambar 8-L. Skema dasar studi kasus-kontrol. Penelitian dimulai
dengan mengidentifikasikan subyek dengan efek (kelompok kasus),
dan mencari subyek yang tidak mengalami efek (kelompok kontrol).
Faktor risiko yang diteliti ditelusur secara retrospektif pada kedua
kelompok, kemudian dibandingkan.
{n
i
Rulina Suradi dkk. 149
il
:l
150 P enelitian kasus-kontrol
Faktor risiko
Intensitas pajanan faktor risiko dapat dinilai dengan cara mengukur
dosis, frekuensi, atau lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap
faktor risiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat bersifat:
o Dikotom,yaitu apabila hanya terdapat 2kategori, misalnya
pernah minum jamu peluntur atau tidak
o Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat, misal
tidak pernatr, kadang-kadang, atau sering terpajan
o Kontinu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik,
misalnya umur dalam tahury paritas, berat lahir.
Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa:
o Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian
AKDR) dan apakah pajanan itu berlangsung terus-menerus
o Saat mendapat pajanan pertama
o Bilakah terjadi pajanan terakhir
t
RulinaSuradidk*. 151
.f
152 P enelitian kasus-kontral
i
Rulina Suradi dkk. 153
Saat diagnosis
Untuk penyakit yang perlu pertolongan segera (misalnya patah
tulang) maka saat ditegakkannya diagnosis boleh dikatakan sama
dengan mula timbulnya penyakit (onset). Tetapi banyak penyakit
yang mula timbulnya perlahan dan sulit dipastikan dengan tepat
(contohnya keganasan atau pelbagai jenis penyakit kronik). Dalam
keadaan ini maka pada saat mengidentifikasikan faktor risiko perlu
diyakinkan bahwa pajanan faktor yang diteliti terjadi sebelum
terjadinya efek, dan bukan terjadi setelah setelah timbulnya efek
atau penyakit yang dipelajari.
t
154 P enelitian kasus -kontrol
Contoh
Ingin diketahui hubungan antara diet dengan kejadian
kanker'kolon. Pertanyaan harus ditujukan terhadap diet
sebelum timbul gejala, sebab mungkin saja subyek telah
mengubah dietnya oleh karena terdapatnya gejala penyakit.
Penelitian terhadap penyakit yang timbulnya manifestasi
memerlukan waktu lama, misalnya sklerosis multipel, perlu
perhatian ekstra untuk menentukan saat gejala pertama
timbul. Bila gejala sudah lama terjadi, sebaiknya kasus
jangan dipakai, sebab sulit dihindarkan kemungkinan
terjadinya pajanan setelah timbul penyakit.
Kontrol
Pemilihan kontrol memberi masalah yang lebih besar daripada
pemilihan kasus, oleh karena kontrol sematl-mata ditentukan oleh
peneliti, sehingga sangat terancam bias. Perlu ditekankan bahwa
kontrol harus berasal dari populasi yang sama dengan kasus, agar
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpajan oleh faktor
risiko yang diteliti. Bila peneliti ingin mengetahui apakah kanker
payudara berhubungan dengan penggunaan pil KB, maka kriteria
inklusi untuk kontrol adalah subyek yang memiliki peluang untuk
minum pil KB yaitu wanitayangmenikah" dalam usia subur (wanita
yang tidak menikah atau belum mempunyai anak tidak minum
pil kontrasepsi).
Ada beberapa cata untuk memilih kontrol yang baik.
1 Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama.
Misalnya kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu
sedangkan kontrol diambil secara acak dari populasi sisanya.
Dapat juga kasus dan kontrol diperoleh dari populasi yang telah-
ditentukan sebelumny a y angbiasanya lebih kecil (misalnya dari
studi kohort).
2 Matching. Cara kedua untuk mendapatkan kontrol yang baik
ialah dengan cara melakukan matching, yaitu memilih kontrol
dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua
variabel yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali
variabel yang diteliti. Bila matching dilakukan denganbaik, maka
la
.*
Rulina Surqdi dkk. 155
Contoh
Suatu penelitian kasus-kontrol ingin mencari hubungan
antara penyakit AIDS pada pria dengan homoseksualitas.
Sebagai kasus diambil semua pasien dengan diagnosis AIDS
di rumah sakit A. Untuk kelompok kontrol pertama dipilih
secara acak dari pasien dengan penyakit lain yang dirawat di
rumah sakit tersebut dan tidak menderita AIDS (diperoleh
rasio odds sebesar 6,3), sedangkan kelompok kontrol kedua
dipilih secara acak dari pria sehat yang tinggal berdekatan
dengan tiap pasien dalam kelompok kasus (diperoleh rasio
odds 9,0). Walaupun pada kelompok kontrol pertama lebih
&
.*
156 P enelitian kasus-ko ntrol
f;
.i
Rulina Suradi dkk. 157
5 MErarureN PENGUKURAN
Pengukuran.variabel efek dan faktor risiko merupakan hal yang
sentral pada studi kasus-kontrol. Penentuan efek harus sudah
didefinisikan dengan jelas dalam usulan penelitian. Pengukuran
faktor risiko atau pajanan yang terjadi pada waktu lampau juga sering
menimbulkan kesulitan. Kadang tersedia data obyektif, misal rekam
medis, kumpulan preparat hasil pemeriksaan patologi-anatomik,
hasil laboratorium, atau pelbagai jenis hasil pencitraan. Namun lebih
sering penentuan pajanan pada masa lalu dilakukan semata-mata
dengan anamnesis atau wawancara dengan responden, jadi hanya
dengan mengandalkan daya ingat responden yang mungkin
dipengaruhi oleh statusnya (mengalami outcome atau tidak).
Contoh sebelumnya, yakni penentuan apakah terdapat pajanan
jamu peluntur atau pil KB pada saat hamil muda, menduduki
tempat sentral pada studi kasus-konkol. Namun data yang penting
tersebut semata-mata hanya didasarkan pada daya ingat seseorang. Bias
yang dapat mengancam dalam konteks ini adalah recall bias.Ibu
yang anaknya cacat (kelompok kasus) lebih bersungguh-sungguh
berusaha untuk mengingat apakah pada waktu hamil muda ia
minum obat atau jamu tertentu. Sebaliknya, Tbu yang anaknya sehat
tidak merasa perlu untuk berupaya mengingat, bahkan cenderung
untuk menjawab "tidak" terhadap pertanyaan yang sama.
J adi recall bias adalahkesalahan sistematik akibat perbedaan lupay a
untuk mengingat hal yang terjadi pada masa lampau antara kelompok
kasus dan kontrol, bukan sekedar kesalahan mengingat (kesalahan
pengukuran, measurement error) saja. Bias ini merupakan kelemahan
utama studi kasus-kontrol (bahkan built in); karenanya peneliti harus
mempunyai kiat untuk menyiasatinya misabrya dengan membawa
alat peraga fumu peluntur, pil KB) pada wawancara.
i
158 P enelitian kasus-kontr ol
dari satu faktor risiko. Ini ditentukan oleh apa yang ingin diteliti,
bagaimana cara memilih kontrol (matched atau tidak), dan
terdapatnya'variabel yang mengganggu ataupun yang tidak.
hA (proporsikosusdengonrisiko) (proprosikontroldengonrisiko)
(proporsikosusdengonrisiko) (proporsikonlrollonporisiko)
o/(o- c):c/(e _alc qd
c)
b/(brd):d/(b-rd) b/d bc
il
J)
Rulina Suradi dl<k. 159
Konlrol
Risiko + Risiko -
Risiko +
Kosus
Risiko -
RO= !
c
i
160 P enelitian kasus-kontrol
RO, walaupun tidak sama dengan risiko relatif akan tetapi dapat
dipakai sebafai indikator adanya kemungkinan hubungan sebab
akibat antara faktor risiko dan efek. Nilai RO dianggap mendekati
risiko relatif apabila:
1 Insidens penyakit yang diteliti kecil, biasanya dianggap tidak
lebih dari 20% populasi terpajan
2 Kelompok kontrol merupakan kelompok representatif dari
populasi dalam hal peluangnya untuk terpajan faktor risiko
3 Kelompok kasus harus representatif
lnterprestasi nilai RO dengan interval kepercayaa nny a (co nfi den ce
intera aI) sama dengan interpretasi pada penehtian cross-sectional, yakni
RO yang > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti memang benar
merupakan faktor risiko, bila RO: 1 atau mencakup angka 1 berarti
bukan faktor risiko, dan bila kurang dari 1 berarti merupakan faktor
yang melindungi atau protektif.
f,
t
RulinaSuradidkk. 161
Plosenlo previo
Yq Tidqk Jumlqh
Ya 12 21
Riwayat aborsi
Tidok 56 59 115
Jumloh 68 68 136
i .iu
162 P enelitian kasus-kontr ol
Konlrol
Y+ Y - Jumloh
Y+ 10 22 32
Kosus
Jumloh 12 28 40
{G
.r
RulinaSuradidkk 163
fi
i
164 P enelitian kasus-kantr ol
Kelebihan
1 Studi kasus-kontrol dapaf atau kadang bahkan merupakan satu-
satunya, cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa
latennya panjang
2 Hasil dapat diperoleh dengan cepat
3 Biaya yang diperlukan relatif murah
4 Memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit
5 Dapat digunakan untuk mengidentifikasikan pelbagai faktor
risiko sekaligus dalam satu penelitian.
Kelemahan
1 Data mengenai pajanan terhadap faktor risiko diperoleh dengan
mengandalkan daya ingat atau rekam medis. Daya ingat
responden ini menyebabkan terjadinya recall bias, karena
responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat
pajanan terhadap faktor risiko dari pada responden yang tidak
mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini rekam medis
yang seringkali dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu
akurat.
2 Validasi mengenai informasi kadang-kadang sukar diperoleh.
3 Oleh karena kasus maupun kontrol dipilih oleh peneliti maka
sukar untuk meyakinkan bahwa kedua kolompok tersebut
benar sebanding dalam pelbagai faktor eksternal dan sumber
bias lainnya.
4 Tidak dapat memberikan incidence rates.
5 Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari L variabel
dependen" hanya berkaitan dengan satu penyakit atau efek.
J} e*,
Rulina Suradi dkk. 165
Darren PUSTAKA
Doll R, Vutt"y ME. Evaluation of rare adverse effects of systemic
contraceptives. Br Med Bull 1970;26:33-8
Foxman B, Valdez B, Brook RH. Childhood enuresis; prevalence, perceived
impact, and prescribed treatment. Pediatrics 1986;77 :482-7
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designing clinical research - An epidemiologic approach . Edisi ke-3.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
KelseyJL, Thompson WD, Evans AS. Methods in observational epidemiology.
New York: Oxpord University Press; 1986.
Kahn HA" Sempos CT. Statistical methods in epidemiology. New York: Oxpord
University Press; 1989
Knapp RG, Miller III MC. Clinical epidemiology and biostatistics.
Pennsylvania: Harwal Publishing Company;'L992.
Schlesselmen JJ. Case-control studies. Design, conduct, analysis. New York:
Oxpord University Press; 1982.
Walter SD. Calculation of attributabel risks from epidemiological data. Int j
Epidemiol 197 8;7 :L7 5-82.
Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman &.Hall, 1999.
il
.* *u
166 P en eI it ian kas us -ka ntr ol
ffi-d * s
# s#ffi#ee-€%dw
il
.i