I WIRA DARAMATASIA
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA
Wira Daramatasia
Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES Widyagama Husada
ABSTRACT
Dendritic cells are antigen presenting cells (APC) that initiate professional cellular
immune response and humoral immunity. Differentiation and maturation of dendritic
cells affects their capacity. Known differentiation and maturation of dendritic cells is
affected vitamin D. The purpose of this paper was to determine the mechanism of
vitamin D in regulating the immune response by dendritic cells. Vitamin D has the
effect of inhibiting monocyte differentiation into dendritic cells and inhibits dendritic cell
maturation process, and maintain in a state of immature dendritic cells. Vitamin D
inhibits T cell-dependent activation of dendritic cells, reduce the secretion of Th1 and
Th2 cytokines and induce regulatory T cell development.
55
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA I VOLUME 01/NOMOR 01/AGUSTUS 2012
ABSTRAK
Sel dendritik merupakan antigen presenting cells (APC) profesional yang mengawali respon imunitas
seluler dan imunitas humoral. Differensiasi dan maturasi sel dendritik mempengaruhi kapasitasnya.
Diketahui differensiasi dan maturasi sel dendritik dipengaruhi vitamin D. Tujuan dari makalah ini
adalah mengetahui mekanisme vitamin D dalam regulasi sistem imun melalui sel dendritik. Vitamin D
memiliki efek menghambat differensiasi sel monosit menjadi sel dendritik dan menghambat proses maturasi
sel dendritik, kemudian mempertahankan sel dendritik dalam kondisi imatur. Vitamin D menghambat
aktivasi sel T yang tergantung sel dendritik, menurunkan sekresi sitokin Th1 dan Th2 serta menginduksi
perkembangan sel T regulator.
Tahap bioaktifasi vitamin D, yaitu dari termasuk prostat, payudara, kolon, paru, sel beta
25(OH)D menjadi 1,25(OH) 2 D terjadi pada pankreas, sel monosit, dan sel paratiroid (Dusso
kondisi fisiologis, terutama terjadi di ginjal. Selain et al., 2005).
di ginjal, produksi 1,25(OH) 2 D juga terjadi di 25-hidroksivitamin D [25(OH)D] merupakan
berbagai sel atau jaringan. Produksi 1,25(OH)2D bentuk sirkulasi utama vitamin D, waktu paruh
ekstrarenal ini memiliki fungsi autokrin/parakrin 25(OH)D serum sekitar 10 hari sampai 3 minggu.
dengan fungsi yang spesifik. Saat ini, 1a-OHase Konsentrasi 25(OH)D serum adalah indikator
dilaporkan terdapat di berbagai sel dan jaringan status vitamin D, karena memberikan gambaran
57
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA I VOLUME 01/NOMOR 01/AGUSTUS 2012
yang baik dari efek kumulatif paparan sinar Secara fenotipik berdasarkan ekspresi penan-
matahari dan asupan makanan, oleh karena itu da permukaan/Cluster of Differentiation (CD) sel
konsentrasi 25(OH)D digunakan sebagai kriteria dendritik diidentifikasikan sebagai sel dendritik
diagnostik defisiensi vitamin D (Vanamerongen imatur (immature dendritic cells/iDC) dan sel den-
et al., 2004). dritik matur (mature dendritic cells/mDC). Pada
Sebagian ahli berpendapat bahwa nilai permukaan sel dendritik matur sebagian besar
konsentrasi serum 25(OH)D pada populasi sehat mengekspresikan CD83 yang merupakan salah
merupakan indikator terbaik untuk menilai sta- satu molekul transmembran yang paling karak-
tus vitamin D pada pasien dengan penyakit- teristik pada permukaan sel dendritik, termaksuk
penyakit yang berhubungan dengan vitamin D sel dendritik di timus, sel langerhans di kulit, zona
(Holick, 2006). Hal ini didukung karena : T pada organ limfoid dan monocyte-derived dendritic
1. Tidak tersedianya uji klinik khusus vitamin D. cells (moDCs) (Kuwano et al., 2007).
2. Metabolisme vitamin D3 menjadi 25(OH)D3 Kapasitas sel dendritik tergantung pada
oleh enzim 25-hidroksilase dihati tidak maturasi dan aktivasinya. Sel dendritik imatur
diregulasi, sehingga konsentrasi serum (iDC) memiliki kapasitas tinggi untuk meng-
25(OH)D3 merupakan nilai akurat vitamin identifikasi patogen karena permukaan sel yang
D baik yang berasal dari makanan ataupun dari mampu mengenali pathogen-associated molecular
hasil sintesis di kulit, sedangkan pengukuran patterns (PAMPs) melalui pattern recognition recep-
1,25(OH) 2D tidak memberikan gambaran tors (PRRs). pattern recognition receptors (PRRs) yang
tentang status vitamin D pasien. 1,25(OH)2D terbaik adalah tool-like receptors (TLRs), TLRs ter-
sering normal atau kadang-kadang meningkat dapat di berbagai sel, termasuk sel dendritik
pada pasien defisiensi vitamin D, hal ini (Maddur et al., 2010). Kemampuan sel dendritik
disebabkan karena kadar 1,25(OH)2D, 1000 kali imatur (iDC) dalam mengekspresikan molekul
lebih rendah dibandingkan kadar 25(OH)D dan kostimulator sangat kurang bahkan tidak ada,
saat seseorang mengalami defisiensi vitamin D hal ini menyebabkan sel dendritik imatur (iDC)
dan konsentrasi 25(OH)D menurun, kadar dalam menstimulasi sel T berkurang (Vlad et al.,
1,25(OH)2D dipertahankan dalam batas normal 2005).
melalui mekanisme kompensasi peningkatan Setelah priming dengan stimulasi inflamasi
sekresi hormon paratiroid, yang menstimulasi atau infeksi melalui pengenalan PRRs, sel den-
ginjal untuk memproduksi lebih banyak dritik imatur (iDC) menjalani proses maturasi
1,25(OH)2D. melalui beberapa tahapan: 1) perubahan dalam
3. Waktu paruh 25(OH)D sekitar 2 minggu bentuk morfologi, hilangnya struktur adesi, dan
sedangkan 1,25(OH)2D kurang dari 4 jam. perubahan motilitas; 2) Meningkatkan molekul
4. Berbagai uji klinik tersedia untuk mengukur kostimulator; 3) Migrasi ke organ limfoid
25(OH)D sekunder yaitu limpa dan kelenjar getah bening;
4) Mobilisasi molekul MHC II dari dalam vesikel
di sitoplasma ke permukaan sel; 5) Sekresi dari
Sel Dendritik
kemokin dan sitokin (Ferreira et al., 2010). Proses
Sel dendritik berasal dari dalam sumsum tulang maturasi dan aktivasi sel dendritik tergantung
atau dari prekursor monosit di dalam darah. dari rangsangan di lingkungannya, molekul
Keberadaan sel dendritik hanya 1%-3% dari periph- tersebut meliputi pathogen-derived molecules (seperti
eral blood mononuclear cells (PBMC), tetapi di LPS), komponen sel apoptosis, heparin sulfat,
distribusikan di dalam berbagai jenis jaringan imun komplek dan sitokin inflamator (Nie et al.,
(Ferreira et al., 2010). Ada 2 subset sel dendritik di 2010). Setelah sel dendritik matur (mDC) kapasitas
perifer yang diidentifikasi berdasarkan ekspresi menangkap antigen berkurang, namun sangat
CD11c, yaitu CD11c+ myeloid dendritic cells (M-DC) efisien dalam menstimulasi sel limfosit T (Ferreira
dan CD11c - plasmacytoid dendritic cells (P-DC). et al., 2010). Sel dendritik yang teraktivasi
Distribusi kedua subset sel dendritik tersebut mensekresi sitokin yang berpengaruh terhadap
berbeda, CD11c- plasmacytoid dendritic cells (P-DC) imunitas innate maupun adaptive.
terutama pada jaringan limfoid, sedangkan
CD11c + myeloid dendritic cells (M-DC) terutama
berlokasi di kulit dan jaringan mukosa (Gambar
2). Subset CD11c + mengikuti jalur diferensiasi
myeloid dimana sel monosit sebagai prekursor
(Rossi and James., 2005).
58
PERAN VITAMIN D DALAM REGULASI SISTEM IMUNITAS... I WIRA DARAMATASIA
59
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA I VOLUME 01/NOMOR 01/AGUSTUS 2012
untuk apoptosis dan menghambat aktivasi sel T 2005). Dengan menekan maturasi sel dendritik
(Cutolo, 2009). Selanjutnya 1,25(OH)2D3 meng- dan meningkatkan ekspresinya pada sitokin
hambat ekspresi dari sitokin inflamasi monosit, khusus seperti IL-10, 1,25(OH) 2 D dapat
termasuk IL-1, IL-6, TNF-á, IL-8, dan IL-12 meningkatkan tolerogenesis melalui supresi pada
(Baeke et al., 2010) (Gambar 4). 1,25(OH)2D3 juga perkembangan sel Th1 dan menginduksi
memodulasi sel dendritik mengekspresikan sito- perkembangan Treg (Ghoreishi et al., 2009).
kin dan kemokin, dengan menghambat produksi Ekspresi VDR pada sel imun dikontrol oleh
IL-12 dan IL-23 (dikenal sebagai sitokin yang sinyal sistem imun. sel T naive sangat rendah
berperan dalam differensiasi Th1 dan diferensiasi tingkat VDR-nya, reseptor ini berlimpah setelah
Th17), dan meningkatkan pelepasan IL-10 dan sel T teraktivasi. Sebaliknya, diferensiasi monosit,
kemokin CCL22, suatu kemokin yang berperan baik menjadi makrofag atau sel dendritik disertai
dalam perekrutan CCR4 Treg (Baeke et al., 2010). dengan penurunan ekspresi VDR, sehingga
1,25-dihidroksi vitamin D [1,25(OH)‚ D] juga membuat sel dendritik kurang sensitif terhadap
meregulasi peningkatan reseptor ILT3 di sel 1,25(OH)2D3. Selain itu, aktivasi jalur sinyal VDR
dendritik, yang berasosiasi dengan toleransi juga menghambat pematangan sel dendritik,
terhadap induksi dan modulasi dari produksi sebagaimana dibuktikan oleh adanya penurunan
chemokine. Kombinasi dari efek sel T tersebut ekpresi MHC kelas II, molekul kostimulator
menyebabkan supresi pada sel T (Dusso et al, (CD40, CD80, CD86 dan), dan menghambat
60
PERAN VITAMIN D DALAM REGULASI SISTEM IMUNITAS... I WIRA DARAMATASIA
maturasi sel dendritik penanda permukaan CD83. nya, kerena dengan itu sel-sel limfosit bisa menge-
Menariknya, 1,25(OH)2D3 memainkan peran nal dan selanjutnya reaksi sistem imun secara
penting sel dendritik dalam mengikat dan bertahap akan dilaksanakan (Maddur et al., 2010).
menangkap antigen asing yang menginisiasi Induksi imunitas adaptive dimulai ketika
respon imun, karena hormon ini diregulasi oleh patogen dicerna oleh sel dendritik imatur (iDC)
ekspresi reseptor manosa, molekul terlibat dalam pada jaringan yang terinfeksi. Sel dendritik bera-
serapan antigen, dan ini berkorelasi dengan sal dari prekursor dalam sumsum tulang ber-
peningkatan kapasitas endocytotic sel dendritik migrasi menuju jaringan periperal tempat ber-
imatur (iDC) (Baeke et al., 2010). hentinya, pada tempat ini sel dendritik berperan
Sel dendritik merupakan APC yang profe- untuk menjaga lingkungannya dari serangan
sional yang mengawali respon imun innate dan patogen. Sel dendritik yang telah memperoleh
respon imun adaptive, khususnya mempunyai antigen akan segera memasuki pembuluh limfa
peranan penting dalam meregulasi aktivasi, dan masuk lymph node. Pada lymph node sel
proliferasi, dan fungsi sel T (Ding et al., 2006). dendritik akan mengenalkan antigen yang
Sel dendritik memiliki tugas untuk menelan an- dibawa kepada sel T naive (Abbas and Lichtman,
tigen dan mempresentasikan kembali antigen 2006) (gambar 5). Sel dendritik matur (mDC)
yang telah disederhanakan ke permukaan sel. memiliki kemampuan dalam mengaktivasi sel T
Presentasi antigen yang telah sederhana pada naïve dan menginisiasi respons sel T.
permukaan sel dendritik sangat penting makna-
61
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA I VOLUME 01/NOMOR 01/AGUSTUS 2012
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan pada makalah dapat
disimpulkan :
1. Vitamin D memiliki efek menghambat diferen-
siasi sel monosit menjadi sel dendritik dan
menghambat proses maturasi sel den-dritik,
kemudian mempertahankan sel dendritik
dalam kondisi imatur.
2. Vitamin D menghambat aktivasi sel T yang
tergantung sel dendritik, menurunkan sekresi
sitokin Th1 dan Th2 serta menginduksi per-
kembangan sel T regulator.
62
PERAN VITAMIN D DALAM REGULASI SISTEM IMUNITAS... I WIRA DARAMATASIA
63
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA I VOLUME 01/NOMOR 01/AGUSTUS 2012
64