Anda di halaman 1dari 17

➢ Helmiya Apriliana (1905015103)

➢ Nadhilah Putri (1905015038)


➢ Nindya Erlinasari (1905015218)
➢ Nur Muzizah Siregar (1905015130)
➢ Sherly Rosa Lestari (1905015004)
Definisi Tinea Pedis
(Kutu Air) Penyebab

Tinea pedis atau yang


lebih dikenal dengan kutu air
Penyebab penyakit Tinea Pedis adalah
adalah penyakit akibat infeksi seluruh genus dermatofita terutama
jamur dermatofita yang Trichophyton rubrum, dan Trichophytonn,
mengenai kulit pada jari-jari mentagrophytes. Namun penyebab tersering
yaitu, Trichophyton rubrum, Trichophyton
kaki, telapak kaki, dan bagian mentagrophytes, dan Trichophyton
lateral kaki. epidermophyton floccosum.
Faktor Yang
Mempengaruhi

4) Pemakaian kaus kaki dengan


3) Pecahnya kulit karena
1) Pemakaian bahan yang tidak dapat menyerap
mekanis, dan paparan
sepatu tertutup keringat dapat menambah
terhadap jamur di gedung
untuk waktu kelembaban disekitar kaki yang
olahraga atau kolam renang.
yang lama cenderung mendukung jamur
dapat tumbuh subur.

2) Bertambahnya 5) Kondisi sosial ekonomi (insiden penyakit jamur


kelembaban pada sosial ekonomi lebih rendah lebih sering terjadi
karena keringat daripada sosial ekonomi yang lebih baik, hal ini terkait
dengan status gizi yang mempengaruhi daya tahan
tubuh seseorang terhadap penyakit).

6) Kebersihan pribadi (mencuci


kaki setiap hari, menjaga kaki
selalu kering) yang kurang
diperhatikan turut mendukung
tumbuhnya jamur.
Analisis Situasi Kasus

Jurnal 1 “Prevalensi Dan Identifikasi Jamur


Penyebab Tinea Pedis pada Satuan Polisi
Pamong Praja Pontianak”

Berdasarkan hasil pencatatan dari Badan


Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
menunjukkan bahwa temperatur suhu udara harian
Kota Pontianak rata-rata berkisar antara 23˚C sampai
dengan 32˚C dan kelembaban 66% sampai dengan
98%. Kondisi alam yang optimal ini mendukung
terjadinya infeksi Tinea pedis.

Berdasarkan hasil pengamatan di tempat penelitian,


tampaknya yang menjadi faktor utama yang berkaitan
dengan infeksi Tinea pedis adalah hygiene pribadi yang
kurang, yaitu menggunakan sepatu tertutup sepanjang
hari dengan kaus kaki yang jarang diganti, sehingga dapat
menyebabkan keadaan kaki lembab dan mudah terinfeksi
jamur.
Kelompok usia terbanyak yang secara klinis positif
Tinea pedis dalam penelitian ini adalah kelompok usia
antara 22-27 tahun yaitu dua orang. Kelompok usia
terbanyak yang secara klinis positif Tinea unguium/
Onychomycosis dalam penelitian ini adalah kelompok usia
antara 40-45 tahun yaitu tiga orang. Kelompok usia
terbanyak yang secara klinis positif Tinea pedis dan Tinea
unguium/Onychomycosis dalam penelitian ini adalah
kelompok usia antara 34-39 tahun yaitu dua orang..

Tingginya angka kejadian pada kelompok


usia tersebut dapat disebabkan tidak meratanya
jumlah sampel pada setiap kelompok usia,
sehingga dengan jumlah yang sama atau
bahkan lebih kecil dapat menghasilkan
presentase kasus yang lebih besar.
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan
bahwa tipe yang paling banyak pada subjek penelitian
yaitu tipe Interdigitalis (di antara sela jari kaki keempat
dan kelima) sebanyak enam orang, dengan rincian tiga
orang pada subjek positif Tinea pedis dan tiga orang
pada subjek Tinea pedis disertai Tinea
unguium/Onychomycosis.
Berdasarkan hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis
pada medium SDA, menunjukkan bahwa jamur yang paling banyak
menginfeksi pada subjek penelitian dengan klinis positif Tinea pedis
adalah Trichophyton rubrum sebanyak empat spesimen, dengan
gambaran makroskopis pada SDA tampak koloni datar/sedikit
meningkat, berwarna putih hingga krem, lunak-seperti berbulu halus,
dengan warna kuning-coklat hingga merah pada bagian tepinya,
sedangkan pada gambaran mikroskopis terlihat mikrokonidia banyak,
kecil, berdinding tipis dan berbentuk lonjong tersusun secara satu per
satu pada sisi hifa (en thyrse) dengan makrokonidia berbentuk seperti
pensil dan terdiri dari beberapa sel.
Analisis Situasi
Kasus
Jurnal 2 “Pengaruh Intervensi Edukasi dan
Monitoring Personal Foot Hygiene terhadap Insiden
Tinea Pedis pada Pekerja Pemakai Sepatu Boot di
Pabrik Pengolahan Karet di Palembang”

Terjadinya tinea pedis tertinggi yaitu pada


kelompok usia > 50 tahun (37,5%), diikuti oleh
kelaompok usia 31 – 50 tahun (33,3%) dan
selanjutnya usia 18 - 30 tahun (4,8%).

Perbedaan proporsi tinea pedis berdasarkan kelompok umur secara statistik dinyatakan
bermakna ( p<0,05). Dengan menggunakan kelompok umur 18-30 tahun sebagai rujukan
diperoleh bahwa besar risiko terjadinya tinea pedis meningkat dengan bertambahnya usia
yaitu kelompok umur 31-50 tahun memiliki risiko sebesar 10,000 dan kelompok umur >50
tahun memiliki risiko sebesar 12,000. Setelah intervensi sama tetapi besar risiko untuk
kelompok umur 31-50 menurun menjadi 4,8 kali. Menurut Hefferman, insiden tinea pedis akan
meningkat pada usia dengan penurunan daya tahan tubuh. Umumnya tinea akan terjadi pada
usia 20-50 tahun. Dari hasil penelitian ini peningkatan risiko tinea pedis berdasarkan faktor
penurunan daya tahan tubuh sesuai dengan Hefferman.
Pada penelitian di pabrik karet ini setelah
dilakukan intervensi berupa edukasi tentang
penyakit tinea pedis dan monitoring perilaku
untuk personal foot hygiene yang sebaiknya
dilakukan oleh pekerja yang memaki APD
sepatu boot selama 3 minggu ternyata
proporsi kejadian tinea pedis pada kelompok
yang diberikan intervesi kurang ( 11,6% )
dibandingkan dengan yang tidak diberikan
intervensi yaitu sebesar 16,3%.

Namun secara statistik hubungannya tidak bermakna


(p=0,757 RR=0,677 95%CI=0,197-2,326 )
Proporsi tinea pedis setelah intervensi
berdasarkan kelompok umur berkurang. Pada usia
>50 tahun tetap 3 orang (37,5%), pada usia 31-50
tahun berkurang menjadi 7 orang (19,4%) dan usia
18-30 tahun tetap 2 orang (4,8%). Secara statistik
bermakna dengan nilai p=0,024 RR=12,000 95% CI=
1,598 – 90,128 dan p= 0,073 RR=4,828 95%
CI=0,934-24,951.
Pemberian intervensi berupa edukasi tentang penyakit
tinea pedis dan monitoring perilaku yang benar dalam
pemakaian APD sepatu boot kepada kelompok intervensi
ternyata menurunkan insiden kejadian tinea pedis. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja dapat
memahami dan melaksanakan perilaku yang benar
dalam pemakaian APD sepatu boot. Seperti yang
dijelaskan dalam Asian journal of Medical Sciences,
pemberian edukasi dan instruksi simpel seperti
bagaimana pentingnya menjaga hygiene kaki
merupakan pencegahan terhadap kejadian tinea
pedis
Teknik
Pemeriksaan
• Pemeriksaan dilakukan berdasarkan anamnesis,
gambaran klinis (Wujud Kelainan Kulit/UKK) dan
pemeriksaan sediaan langsung menggunakan KOH
10%
• Pengambilan spesimen dilakukan dengan melakukan
pengerokan pada kulit yang terinfeksi jamur dengan
ujung kaca objek atau skapel.
• Bahan kerokan diletakkan pada gelas alas yang sudah
dilabel dan diteteskan 1 tetes KOH 10% lalu ditutup
dengan kaca penutup.
• Hasil dari porsitif KOH ditanam dalam medium SDA.
Untuk identifikasi jamur, terutama untuk melihat
mikrokonidia dan makrokonidia dilanjutkan
pemeriksaan slide kultur.
Pencegahan
1. Menjaga kebersihan dan kelembapan kaki.
2. Sepatu yang sudah dipakai dikeringkan dan tidak boleh basah dan
yakinkan sebelum dipakai kembali dalam keadaan kering dan pemberian
bedak dapat membantu agar kaki tetap kering.
3. Menggunakan sandal di tempat-tempat yang merupakan habitat jamur
seperti kamar mandi, ruang ganti, lantai lembab.
4. Menghindari pemakaian bersama terhadap alat-alat yang dipakai seperti
sepatu, handuk baju, topi, kaos kaki untuk mencegah penularan.
5. Selalu menjaga kebersihan diri secara keseluruhan terutama setelah
bekerja agar tubuh terhindar dari reinfeksi ,dan dapat digunakan anti
jamur.
6. Pada pekerja yang menggunakan sepatu tertutup seperti boot, setiap hari
harus diganti agar tetap terjaga kebersihan dan kekeringannya. Jadi
hendaknya setiap pekerja mempunyai minimal 2 pasang sepatu.
7. Menggunakan kaos kaki yang terbuat dari katun dan selalu menggantinya
dengan yang baru bila basah.
Pengobata
n
Pengobatan umumnya menggunakan griseofulvin
Dosis pemberian 0,5 - 1 gram perhari untuk dewasa sampai
sembuh dan dilanjutkan sampai 2 minggu agar tidak residif.
Obat lain yang berkhasiat yaitu
ketokonazol dengan dosis untuk dewasa adalah 200 mgr per
hari selama 10 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal 1
● Weeks, D. P. C. C. L. E. Y. N. to K. in 20. (2015). Pengaruh Intervensi Edukasi dan Monitoring Personal
Foot Hygine Terhadap Insiden Tinea Pedis pada Pekerja Pemakai Sepatu Boots di Pabrik Pengolahan
Karet di Palembang. Dk, 53(9), 1689–1699.
Jurnal 2
● Natalia, D., Pratiwi, S. E., & Fakihun, S. (2018). Prevalensi dan Identifikasi Jamur Penyebab Tinea Pedis
Pada Satuan Polisi Pamong Praja Pontianak. Jurnal FKU Pontianak, 1, 35–50.

Anda mungkin juga menyukai