Anda di halaman 1dari 8

Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

PROFIL KUMAN PADA SEKRET HIDUNG PENDERITA RINOSINUSITIS


KRONIS DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN

The Bacterial Profile on Nose Patient Secret of Chronic Rhinosinusitis in Haji Hospital
Medan

Nahda Ismi Karunia Harahap1, Siti Masliana Siregar2, Muhammad


Edy Syahputra Nasution2
1
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
2
Departemen THT Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara

Abstrak
Latar Belakang. Rinosinusitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa hidung dan
sinus paranasal. Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek
dokter sehari-hari dan juga dianggap sebagai salah satu penyebab kesehatan tersering di
seluruh dunia. Rinosinusitis menyebabkan beban ekonomi yang tinggi dan penurunan
kualitas hidup yang cukup besar, produktivitas menurun dan juga konsentrasi dalam bekerja.
Tujuan. Rhinosinusitis kronis adalah proses inflamasi mukosa karena infeksi dan
berlangsung lebih dari 3 bulan. Perubahan pola bakteri dan jamur diperkirakan
mempengaruhi peningkatan prevalensi rinosinusitis kronis. Metode. Penelitian deskriptif
dengan cross-sectional study tentang pola mikroorganisme pada pasien dengan rinosinusitis
kronis di RSU Haji Medan. Sampel diambil dengan operasi sinus endoskopi fungsional dan
kemudian dikultur dalam medium. Hasil. Dari 26 pasien, ditemukan 57,7% pria, 42,3%
wanita. Kelompok umur 0-20 tahun 7,7%, 21-40 tahun 65,4% dan >40 tahun 26,9%. Jenis
sinusitis maksilaris 42,3%, multisinusitis 30,8% dan pansinusitis 26,9%. Gejala sumbatan
hidung 50%, sakit kepala 34,6%, hidung berbau 3,9% dan nyeri wajah 11,5%. Bakteri yang
paling banyak ditemukan adalah Staphylococcus aureus 34,6% dan Proteus sp 23,1% dan
yang paling sedikit Staphylococcus albus dan Staphylococcus sp 7,7%. Jenis jamur yang
ditemukan adalah Candida sp 42,3%. Kesimpulan. Pola mikroorganisme yang sering
ditemukan pada pasien rinosinusitis kronis di RSU Haji Medan September-Desember 2017
adalah Staphylococcus aureus dan Candida sp.
Kata kunci: bakteri, kronis, FESS, jamur, rinosinusitis

Abstract
Background. Rhinosinusitis is an inflammation of the paranasal sinus mucosa.
Rhinosinusitis is a disease commonly found in daily physician pratice as well as one of the
most common of health worldwide. Rhinosinusitis causes a high economic burden and a
considerable decreased in quality of life, decreased productivity and also concentration in
work. Objective. Chronic rhinosinusitis is a inflammatory process of the mucosa due to
infection and lasted more than 3 months. Change in pattern of bacteria and fungi are thought
to affect the increase the prevalence of chronic rhinosinusitis. Methods. Descriptive study
was cross-sectional study of the patterns of microorganism in patients with chronic

57
Ibnu Sina Biomedika Volume 2, No. 1 (2018)
Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

rhinosinusitis in RSU Haji Medan. Sample was taken by a functional endoscopic sinus
surgery and then cultur in medium. Results. From 26 patients, found 57,7% male, 42,3%
female. Age group 0-20 years 7,7%, 21-40 years 65,4% and >40 years 26,9%. Type of
maxillaris sinusitis 42,3%, multisinusitis 30,8% and pansinusitis 26,9%. Symptom of nasal
obstruction 50%, headache 34,6%, smelling nose 3,9% and facial pain 11,5%. The most
bacterial is Staphylococcus aureus 34,6% and than Proteus sp 23,1% and the least are
Staphylococcus albus and Staphylococcus sp 7,7%. The most fungal is Candida sp 42,3%.
Conclusion. The mostmicroorganisms pattern in patients with chronic rhinosinusitis in RSU
Haji Medan September-Desember 2017 is Staphylococcus aureus and Candida sp.
Keywords : bacterial, chronic, FESS, fungal, rhinosinusitis

PENDAHULUAN Technology Assessment (HTA) 2012, di


Rinosinusitis merupakan suatu Indonesia prevalensi rinosinusitis kronik
proses inflamasi pada mukosa hidung dan belum diketahui secara pasti tetapi
sinus paranasal.1 Rinosinusitis merupakan diperkirakan cukup tinggi karena masih
penyakit yang sering ditemukan dalam tingginya angka kejadian infeksi saluran
praktek dokter sehari-hari dan juga napas akut yang merupakan salah satu
dianggap sebagai salah satu penyebab penyebab terjadinya rinosinusitis.7
kesehatan tersering di seluruh dunia.2 Penelitian di RSUP Haji Adam Malik
Rinosinusitis menyebabkan beban Medan pada tahun 2011 didapatkan
ekonomi yang tinggi dan penurunan prevalensi penderita rinosinusitis kronis
kualitas hidup yang cukup besar, sebanyak 190 penderita dengan distribusi
produktivitas menurun dan juga kunjungan terbanyak adalah kelompok
konsentrasi dalam bekerja.3 umur 31-45 tahun.8
Berdasarkan data dari European Bakteri penyebab rinosinusitis
Position Paper on Rhinosinusitis and kronis adalah bakteri aerob dan anaerob.
Nasal Polyps 2012 (EPOS), rinosinusitis Beberapa bakteri aerob yang ditemukan
kronik memiliki prevalensi yang tinggi adalah Haemophilus influenzae,
dimasyarakat yaitu sebanyak 10,9% Streptococcus pneumoniae, Moraxella
dengan variasi geografis.4 Sinusitis kronik catarrhalis, Pseudomonas aeruginosa, α-
merupakan salah satu penyakit kronis hemolytic streptococci, dan
9
dengan prevalensi tinggi di Amerika Staphylococcus aureus. Penelitian
Serikat yang memengaruhi semua dengan kultur, diagnostik molekul dan
kelompok umur. Prevalensinya sekitar deteksi biofilm pada tahun 2013
146 per 1000 populasi dan insidensinya ditemukan kuman yang terbanyak adalah
akan terus meningkat tiap tahun.5 Staphylococcus aureus dan Streptococcus
Pada penelitian di Thailand, dari 154 epidermidis. Beberapa bakteri yang jarang
pasien anak-anak yang didiagnosis ditemukan yaitu seperti bakteri
rinosinusitis, 103 anak diantaranya Corynebacterium pseudodiphthericum,
merupakan rinosinusitis akut dan 51 anak Moraxella catarrhalis, Streptococcus
menderita rinosinusitis kronis. Penderita pneumonia dan Pseudomonas
dengan rinitis alergi mempunyai resiko aeruginosa.10
lebih besar berkembang menjadi Jamur juga memiliki peran terhadap
rinosinusitis kronis.6 Menurut Health penyebab terjadinya rinosinusitis kronis

58
Ibnu Sina Biomedika Volume 2, No. 1 (2018)
Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

yang lebih sering disebut rinosinusitis Endoskopi Fungsional) dan identifikasi


jamur. Penelitian yang pernah dilakukan mikroorganisme akan dilaksanakan di
Pagella di Italia terhadap 26 kasus Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
rinosinusitis bola jamur dengan hasil Kedokteran Universitas Muhammadiyah
kultur Aspergillus fumigatus terdapat pada Sumatera Utara.
22 kasus (84,6%), Penicilium 3 kasus dan Besar sampel sama dengan populasi
1 kasus Paecilomycetes.11 Penelitian yang yaitu seluruh pasien yang terdiagnosis
sama pernah dilakukan di India pada tahun rinosinusitis kronis di bagian THT-KL
2012 dengan hasil jamur Dematiaceous Rumah Sakit Haji Medan dengan syarat
pada 142 penderita (89%) dari 180 adalah pasien tersebut mendapatkan
penderita rinosinusitis alergi jamur, indikasi terapi pembedahan sinus
Aspergillus 107 penderita (51%) dari 161 endoskopi fungsional dan pasien tidak
rinosinusitis bola jamur.12 mengonsumsi antibiotik 3 hari
Penelitian di Medan pada tahun sebelumnya.
2014-2015 dari 74 kasus rinosinusitis Sampel dari sekret langsung
kronis yang dilakukan pemeriksaan kultur penderita rinosinusitis kronis yang telah
jamur, terdapat 30 kasus positif jamur diambil akan dimasukkan kedalam
yang paling banyak dijumpai pada rentang medium pertumbuhan yaitu natrium broth
usia 21-40 tahun yaitu sebanyak 60%. dan akan diinkubasi selama 24 jam dalam
Distribusi jamur dari 30 kasus tersebut inkubator. Kemudian akan dilakukan
yang paling banyak tumbuh adalah pewarnaan gram untuk identifikasi bakteri
Aspergilus fumigatus yaitu 15 sampel gram positif dan bakteri gram negatif.
(50%), Aspergillus sp sebanyak 7 sampel Selanjutnya bakteri gram positif akan
(23,3%), Aspergillus niger 4 sampel dikultur pada media MSA/agar darah dan
(13,3%), Candida sp sebanyak 3 sampel bakteri gram negatif akan dikultur pada
(10%) dan yang paling sedikit adalah media MacConkey dan akan dilakukan uji
Aspergillus versicolor hanya 1 sampel.13 biokimia. Sampel juga akan dikultur pada
media Sabaroud Dextrose Agar untuk
METODE PENELITIAN mengidentifikasi jamur. Kemudian akan
Penelitian ini mendapat persetujuan dilakukan pembacaan atau identifikasi
etik penelitian kesehatan dari Fakultas jenis bakteri atau jamur yang
15,16,17,18
Kedokteran Universitas Muhammadiyah ditemukan.
Sumatera Utara No.05/KEPK FK
UMSU/2017. Penelitian ini merupakan HASIL
penelitian deskriptif dengan desain cross Pada penelitian ini sampel yang
sectional yang bertujuan untuk terkumpul sebanyak 26 sampel dari
mengidentifikasi mikroorganisme September sampai dengan Desember 2017
rinosinusitis kronis dengan metode kultur di Rumah Sakit Haji Medan.
yang dilakukan dengan sekali pengamatan Dari tabel 1 dapat terlihat jenis
pada waktu tertentu.14 Penelitian ini bakteri terbanyak adalah Staphylococcus
dilakukan dalam dua tahap ditempat yang aureus terdapat pada 9 sampel (34,6%),
berbeda : Pengumpulan sampel dan data Proteus sp sebanyak 6 sampel (23,1%),
akan dilaksanakan di RS. Haji Medan Streptococcus sp sebanyak 4 sampel
dengan metode BSEF (Bedah Sinus (15,4%), Klebsiella pneumoniae pada 3

59
Ibnu Sina Biomedika Volume 2, No. 1 (2018)
Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

sampel (11,5%) dan yang paling sedikit yaitu pada 15 sampel dengan jenis jamur
adalah Staphyloccus albus dan terbanyak adalah Candida sp pada 11
Staphylococcus sp yaitu sebanyak 2 sampel (42,3%) dan Aspergillus flavus
sampel (7,7%). dan Aspergillus sp masing-masing 2
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa dari sampel (7,7%).
26 sampel ditemukan kultur jamur positif

Tabel 1 Distribusi Bakteri Penderita Rinosinusitis Kronis


Bakteri Jumlah (orang) Persentase (%)
Staphylococcus aureus 9 34,6
Staphylococcus albus 2 7,7
Staphylococcus sp 2 7,7
Streptococcus sp 4 15,4
Proteus sp 6 23,1
Klebsiella pneumoniae 3 11,5
Total 26 100

Tabel 2 Distribusi Jamur Penderita Rinosinusitis Kronis


Jamur Jumlah (orang) Persentase (%)
Aspergillus flavus 2 7,7
Candida sp 11 42,3
Aspergillus sp 2 7,7
Steril 11 42,3
Total 26 100

60
Ibnu Sina Biomedika Volume 2, No. 1 (2018)
Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Dari hasil penelitian didapatkan mengalami penurunan jumlah.
jumlah penderita rinosinusitis kronis Staphylococcus aureus juga
sebanyak 26 penderita yang berobat berkomensal di rongga mulut dalam
ke Rumah Sakit Haji Medan dengan jumlah yang banyak. Staphylococcus
indikasi pembedahan FESS aureus akan berubah menjadi patogen
(Functional Endoscopic Sinus dan menyebabkan infeksi
Surgery) pada periode September dipengaruhi oleh jumlah, perubahan
sampai November 2017. lingkungan atau perubahan gaya
hidup seperti
22,23
DISKUSI merokok. Staphylococcus albus
Berdasarkan hasil yang didapat atau Staphylococcus epidermidis juga
bakteri yang terbanyak adalah merupakan flora yang ada di cavum
Staphylococcus aureus yaitu nasi.24 Flora normal dapat menjadi
sebanyak 9 sampel (34,6%) diikuti patogen jika dipengaruhi faktor-
oleh Proteus sp sebanyak 6 sampel faktor seperti lingkungan, jumlah,
(23,1%). Hasil penelitian ini sesuai penurunan sistem imun dan
25
dengan penelitian yang dilakukan penggunaan obat. Pertumbuhan
oleh Udayasri B pada tahun 2016 kuman patogen seperti Klebsiella
yaitu hasil kultur bakteri pada pneumoniae, Proteus sp dan
penderita rinosinusitis kronis Streptococcus sp dapat diakibatkan
terbanyak adalah Staphylococcus oleh pemusnahan flora normal oleh
aureus yaitu sebanyak 47 sampel penggunaan obat-obatan seperti
(43,9%) dari 107 sampel yang pemusnahan flora normal dengan
diteliti.19 Penelitian oleh Boase S pemberian penisilin dosis tinggi dapat
pada tahun 2013 juga mendapatkan menyebabkan over growth dari
hasil bahwa Staphylococcus aureus bakteri ataupun jamur lainnya yang
merupakan bakteri terbanyak pada bukan flora normal.13
kultur sekret rinosinusitis kronis yaitu Pada penelitian kultur jamur
sebanyak 23 sampel (61%) dari 38 yang dilakukan didapatkan hasil
sampel yang diteliti.10 penelitian yaitu jenis jamur yang
Hasil yang berbeda banyak dijumpai adalah Candida sp
didapatkan oleh Jolanta yaitu sebanyak 11 sampel (42,3%).
Diugaszewskan dkk yaitu bakteri Hasil ini sesuai dengan hasil
yang banyak dijumpai adalah penelitian oleh Rong-San Jiang dkk
Staphylococcus epidermidis yaitu ditemukannya sampel dengan
sebanyak 23 sampel (37,1%) dari 62 jamur positif sebanyak 27 sampel
sampel.20 Hasil yang berbeda juga (52,9%) dari 51 sampel yang diteliti
ditemukan oleh Rong-San Jiang dkk dengan jenis jamur yang terbanyak
yaitu bakteri terbanyak pada kultur adalah Candida sp yaitu sebanyak 13
sekret penderita rinosinusitis kronis sampel (25,5%).26 Tetapi hasil
adalah Streptococcus epidermidis.21 penelitian ini bertolak belakang
Staphylococcus aureus dengan penelitian yang dilakukan
merupakan flora bakteri terbanyak oleh Prateek dkk dari 21 sampel
yang saat bayi baru lahir sudah ditemukan jenis jamur terbanyak
berkoloni di mukosa hidung dan adalah Aspergillus flavus yaitu
seiring bertambahnya usia akan sebanyak 12 sampel (57,14%).27

61
Ibnu Sina Biomedika Volume 2, No. 1 (2018)
Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Pertumbuhan jamur pada terletak lebih rendah dari ostium
hidung dan sinus paranasal penderita sehingga harus bergantung
rinosinusitis kronis dapat disebabkan sepenuhnya pada pergerakan silia
oleh beberapa faktor seperti untuk mengeluarkan kuman atau
penggunaan antibiotika spektrum benda asing yang masuk bersama
luas, penggunaan antibiotika yang udara pernafasan. Hambatan pada
tidak teratur, kortikosteroid, dan gerakan silia akan menyebabkan
antihistamin memainkan peranan sekret terkumpul dalam sinus yang
penting dalam patogenesis timbulnya kemudian akan menjadi media yang
penyakit.13 Selain disebabkan oleh baik untuk pertumbuhan bakteri. Hal
penggunaan obat-obatan faktor resiko lain adalah dasar sinus maksila atau
lain yang menyebabkan pertumbuhan prosesus alveolaris menjadi tempat
jamur ini adalah pada orang-orang akar gigi premolar dan molar atas,
atau penderita rinosinusitis dengan sehingga jika terjadi infeksi apical
sistem imun yang rendah, termasuk akar gigi atau inflamasi jaringan
penderita diabetes mellitus, periodontal, maka dengan mudah
penurunan sistem imun karena menyebar secara langsung ke sinus
penggunaan radiasi atau kemoterapi, melalui pembuluh darah dan limfe.28
AIDS, penggunaan obat-obat yang Pada penelitian ini terdapat
dapat menurunkan daya tahan tubuh beberapa kekurangan seperti hanya
setelah transplantasi organ. dilakukannya uji biokimia yang
Candida sp merupakan jenis sederhana sehingga hanya sedikit
jamur yang banyak ditemukan pada jenis spesies yang bisa diidentifikasi.
penderita rinosinusitis kronis. Hasil penelitian ini mendapatkan
Penelitian di Iraq tahun 2014 dengan hasil bahwa kuman yang ditemukan
membandingkan flora normal merupakan flora normal dalam dalam
terbanyak pada siswa dan pekerja mukosa hidung dan sinus paranasal
pabrik ini mendapatkan hasil bahwa seperti Staphylococcus sp dan
flora normal pada pekerja pabrik Candida sp, tetapi tidak dilakukan
terbanyak salah satunya adalah identifikasi lebih lanjut mengengai
Candida sp. Penelitian ini perhitungan jumlah koloni apakah
menunjukkan bahwa lingkungan juga bakteri atau pun jamur ini berubah
memiliki peranan penting terhadap menjadi patogen mengingat flora
perubahan flora normal.24 normal dapat menjadi patogen apabila
Aspergillus sp dalam beberapa jumlah flora normal tersebut
penelitian juga merupakan jamur meningkat dari seharusnya.
terbanyak pada penderita rinosinusitis
kronis. Aspergillus dapat dengan KESIMPULAN
mudah masuk ke kavum sinus dan Bakteri yang paling banyak
menetap pada mukosa sinus yang tumbuh adalah Staphylococcus
terinfeksi pada penderita yang bekerja aureus yaitu 9 sampel (34,6%) dan
diluar rumah pada suhu jamur yang paling banyak tumbuh
13
panas/hangat. adalah Candida sp sebanyak 11
Anatomi sinus maksilaris sampel (42,3%).
menyebabkan sinus tersebut mudah
terinfeksi. Dasar sinus maksilaris

62
Ibnu Sina Biomedika Volume 2, No. 1 (2018)
Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA id/buk/index.php. [Diakses pada:
1. Soepardi ED, Iskandar N, 15 Juli 2017].
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku 8. Multazar A. Karakteristik
ajar ilmu kesehatan telinga hidung penderita rinosinusitis kronis di
tenggorok kepala & leher. Ed 7. RSUP H. Adam Malik Medan
Jakarta : FK UI, 2012; hal 127- Tahun 2008. Medan : Fakultas
130. Kedokteran Universitas Sumatera
2. Saputra A, Qamariah N, Utara, 2011.
Muthmainah N. Pola kepekaan 9. Araujo E, Dall C, Cantarelli V,
bakteri aerob pada rhinosinusitis Pereira A, Mariante AR.
kronis. Banjarmasin : Fakultas Microbiology of middle meatus in
Kedokteran Universitas Lambung chronic rhinosinusitis. Brazilian J
Mangkurat Banjarmasin, Februari Otorhinolaryngology, 29 Januari
2017; 13(1): 105-112. 2017.
3. Becker DG. Sinusitis. 10. Boase S, Foreman A, Cleland E,
Departement Tan L, Melton-Kreft R, Pant H,
Otorhinolaryngology-Head and Hu ZF, Ehrlich GD, Wormald PJ.
Neck Surgery. University The microbiome of chronic
Pennsylvania Hospital. J Long rhinosinusitis: culture, molecular
Term Eff Med Implants. diagnostics and biofilm detection.
2003;13(3):175-94. BMC Infectious Disease. 2013;
4. Fokken WJ, Lund WJ, Mullol J, 13:120. Available from :
Bachert C. European position http://www.biomedcentral.com/1
paper on rhinosinusitis and nasal 471-2334/13/210.
polyps. Rhinol J Euro Intern 11. Pagela F, Pusateri A. Matti E,
Socie, 2012; 50(23): 1-298. Giourgos G, Cavanna C, Bernardi
5. Bubun J, Azis A, Akil A, Perkasa FD, et al. Spenoid sinus fungal
F. Hubungan gejala dan tanda ball: Our experience. Am J Rhinol
rinosinusitis kronik dengan Allergy, 2011;(25): 276-80.
gambaran CT-Scan berdasarkan 12. Wahid F, Khan A, Ahmad I.
skor Lund-Mackay. Bagian ilmu Clinicopathological profile of
kesehatan THT. Makassar: fungal rhinosinusitis. India :
Fakultas Kedokteran Universitas Bangladesh J Otorhinolaryngol,
Hasanudin, 2009. 2012; 1:48-54.
6. Poanchanukoon O. Pediatric 13. Indriany S, Munir D, Murni AY,
acute and chronic rhinosinusitis: Adnan A, Yunita R, Sarumpaet S.
comparison of clinical Proporsi karakteristik penderita
characteristics and outcome of rinosinusitis kronis dengan kultur
treatment. In: Asian Pacific J jamur positif. Medan: ORLI,
Allergy Immunol, 2012; 30(2): 2016; 46(1): 26-33.
146-51. 14. Notoatmodjo S. Metodologi
7. Health Technology Assessment penelitian kesehatan. Jakarta :
Indonesia. Functional Rineka Cipta, 2010.
Endoscopic Sinus Surgery di 15. Yarlagadda BB, Devaiah AK.
Indonesia. 2012. Evaluation and management of
http://www.yanmedik.depkes.go. adult chronic rhinosinusitis.

63
Ibnu Sina Biomedika Volume 2, No. 1 (2018)
Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Boston : University School Med, penambang emas (tromol) di
Juli 2009; 16(7). Kelurahan Poboya Kecamatan
16. Elliot T, Worthington T, Osman Palu Timur Sulawesi Tengah.
H, Gill M. Mikrobiologi Palu: J Biocelebes, Juli 2014;
Kedokteran dan Infeksi. ed 4. 8(1): 10-6.
Jakarta : EGC, 2013; hal 23-33, 24. Gendy S, Waish MA, Waish RM,
47, 61-2. Costello RW. Recent consensus
17. Harti AS. Mikrobiologi on the classification of
kesehatan: peran mikrobiologi rhinosinusitis-a way forward for
dalam bidang kesehatan. research and practice?. Ireland:
Surakarta : Penerbit Andi, 2015; The Royal Colleges Surgeon
119-128. Edinburgh and Ireland, 2007;
18. Lagier JC, Edouard S, Pagnier I, Surgeon 5; 2:67-71.
Mediannikov O, Drancourt M, et 25. Jawetz, Melnick, Adelberg.
al. Current and past strategies for Mikrobiologi kedokteran. Jakarta
bacterial culture in clinical : EGC, 2012; hal 258-9.
microbiology. Clinical 26. Jiang RS, Su MC, Lin JF. Nasal
Microbiology Reviews, mycology of chronic
2015;28(1):208-236. rhinosinusitis. USA: Am J
19. Udayasri B, Radhakumari T. Rhinol, 2005; 19(2): 131-3.
Microbial etiology of chronic 27. Prateek S, Banerjee G, Gupta P,
sinusitis. J Dent Med Scie, Januari Singh M, Goel MM, Verma V.
2016; 15(1): 118-22. Doi: Fungal rhinosinusitis: a
10.9790/0853-1511118124. prospective study in a University
20. Dlugaszewska J, Leszczynska M, Hospital of Uttar Pradesh. India:
Lenkowski M, Tatarska A, Indian J Med Microbiol, 2013;
Pastusiak T, Szyfter W. The 31(3): 266-9.
pathophysiological role of 28. Shresta S, Kafle P, Akhter J,
bacterial biofilms in chronic Acharya L, Khatri R. Allergic
sinusitis. Poland: Eur Arch fungal rhinosinusitis in chronic
Otorhinolaryngol, 2016: rhinosinusitis. Nepal: J Nepal
273:1989-1994. Doi: Health Resp Counc, 2012;
10.1007/s00405-015-3650-5. 9(18):6-9.
21. Jiang RS, Su MC, Liao CU, Lin
JF. Bacteriology of chronic Korespondensi: Nahda Ismi Karunia
sinusitis in relation to middle Harahap. Fakultas Kedokteran
meatal secretion. USA: Am J Universitas Muhammadiyah
Rhinol, 2006; 20(2): 173-6. Sumatera Utara. Jl. Gedung Arca
22. Kunt, Tanfer. Bacteriology in No. 53 Medan. Email:
patients with chronic sinusitis nahdaikhrp@gmail.com.
who have been medically and
surgically treated. Ear Nose
Throat J, 2004; 83: 836-8.
23. Tiara Y, Alwi M, Gulli MM.
Identifikasi bakteri flora normal
mukosa hidung dan saliva pada

64
Ibnu Sina Biomedika Volume 2, No. 1 (2018)

Anda mungkin juga menyukai