Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session

Pneumonia

Oleh :

Khairunnisa’ Ariibah 2240312098

Preseptor :

Dr. dr. Rinang Mariko, Sp. A (K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2022

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‟alamiin, puji dan syukur atas kehadirat Allah subhanahu wa ta‟ala dan
shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam, berkat rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Pneumonia ini dapat diselesaikan pada waktu
yang ditentukan.

Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Pneumonia serta
menjadi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, khususnya kepada Dr. dr. Rinang Mariko, Sp.A (K) selaku preseptor yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan saran, perbaikan dan bimbingan. Terima kasih kepada rekan-rekan
dokter muda dan semua pihak yang turut berpartisipasi.

Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca terutama
dalam meningkatkan pemahaman tentang Pneumonia. Segala saran dan masukan akan penulis terima
dengan tangan terbuka demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, November 2022

Penulis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia pada anak masih menjadi penyebab utama terjadinya kematian di dunia, terutama
pada anak dibawah usia 5 tahun. Persentase kasus tersebut di negara berkembang mencapai angka
18%. Pneumonia di Indonesia menjadi penyebab 15% kematian pada balita. Pada tahun 2015,
diperkirakan 922 ribu balita meninggal akibat pneumonia. Tahun 2017, kematian balita akibat
pneumonia meningkat menjadi 0,34% dari 0.22% dari tahun sebelumnya. Kasus pneumonia di kota
Padang meningkat dari 780 kasus pada tahun 2010 menjadi 1426 kasus pada tahun 2011.1

Pneumonia merupakan infeksi akut pada parenkim paru, meliputi alveolus dan jaringan
interstisial, ditandai dengan batuk, sesak napas, demam, ronkhi basah, dan gambaran infiltrat pada
rontgen toraks. Pada umumnya, pneumonia dapat menyerang anak dengan berbagai golongan umur
tanpa terkecuali.

Pneumonia dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk berdasarkan tempat terjadinya infeksi,
yaitu Community Acquired Pneumonia (CAP) yang sering terjadi pada masyarakat dan Hospital
Acquired Pneumonia (HAP) atau pneumonia nasokomial yang didapat di Rumah Sakit. Pneumonia
komunitas merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia dan
menjadi salah satu dari 5 penyebab utama kematian pada anak usia di bawah 5 tahun di negara
berkembang, dengan jumlah kematian sekitar 3 juta kematian/tahun. Tingkat kematian anak dibawah
usia lima tahun di sebagian besar negara berkembang berkisar 60-100 per 1000 kelahiran hidup,
seperlima dari kematian ini disebabkan oleh pneumonia.2

Terdapat berbagai faktor resiko terjadinya pneumonia di negara berkembang, diantaranya berat
badan lahir rendah (BBLR), malnutrisi, tidak mendapat imunisasi, tidak mendapatkan ASI yang
adekuat, tingginya pajanan terhadap polusi udara, paparan rokok tinggi, serta keadaan sosial ekonomi
rendah.

Mikroorganisme penyebab pneumonia dapat berupa virus, bakteri dan jamur. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia disebabkan oleh bakteri, terutama Streptococcus
pneumonia dan Hemophilus influenza tipe B. Pemeriksaan mikroorganisme penyebab pneumonia
pada balita masih belum sempurna karena balita sulit memproduksi sputum dan tindakan invasif

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


seperti aspirasi paru atau kultur darah sulit dilakukan. Pola bakteri respiratori patogen penyebab
pneumonia biasanya bervarasi sesuai dengan distribusi umur pasien. 3 Studi di Bandung menunjukkan
mulai terjadi trend perubahan etiologi bakteri pneumonia dari bakteri Gram positif ke Gram negatif.
Salah satu bakteri Gram negatif yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Klebsiella pneumoniae
(8%).3

Kejadian infeksi saluran pernapasan bawah seperti pneumonia banyak dikaitkan dengan adanya
kolonisasi bakteri potensial patogen pada nasofaring. Klebsiella sp. adalah bakteri Gram negatif dari
kelompok Enterobacteriaceae yang dapat ditemukan di traktus gastrointestinal dan respiratori.
Adanya kolonisasi nasofaring merupakan sumber infeksi pertama sebelum menyebar ke lokasi lain
pada saluran napas. Oleh karena itu, data mengenai bakteri yang mengkolonisasi nasofaring memiliki
arti penting untuk mengetahui jenis bakteri potensial patogen dan membantu menentukan kebijakan
pemberian antibiotik, mengingat kultur etiologi bakteri pada penderita membutuhkan waktu yang
lama.

Tatalaksana utama pneumonia pada anak adalah dengan pemberian antibiotik berdasarkan
mikroorganisme penyebab. Terapi suportif berupa pemberian oksigen, pemberian cairan intravena
dan koreksi gangguan elektrolit serta pemberian antipiretik harus sejalan dilakukan. Penyakit
penyerta dan komplikasi yang muncul harus ditanggulangi secara adekuat sehingga tidak
memperburuk kondisi pasien selama masa perawatan.

1.2 Batasan Masalah


Case report session ini membahas tentang definisi, etiologi, gambaran klinis, diagnosis,
tatalaksana, dan prognosis pneumonia.

1.3 Tujuan Penulisan


Case report session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai
etiologi, gambaran klinis, diagnosis, tatalaksana, dan prognosis pneumonia.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang dipakai dalam penulisan case report session ini adalah berupa kepustakaan yang
merujuk kepada berbagai literatur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pneumonia yang merupakan infeksi akut pada parenkim paru, meliputi alveolus dan jaringan
interstisial, ditandai dengan batuk, sesak napas, demam, ronkhi basah, dan gambaran infiltrat pada
rontgen toraks.1,2

2.2 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh pelbagai mikroorganisme, yaitu bakteri, virus dan fungi.
Bakteri penyebab pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia, Chlamidia
spp, Echerichia coli. Sedangkan dari kelompok virus, penyebab pneumonia adalah Respiratory
Syncytial virus. Beberapa virus dapat menyebabkan gejala pneumonia yang berat dan menyebabkan
kematian atau juga disebut: severe acute respiratory infection (SARI). 5 Penyebab pneumonia pada
anak dapat diperkirakan dari usia penderita, seperti terlihat pada tabel 1.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


2.3 Patofisiologi
Pada umumnya organ paru terlindungi dari infeksi melalui beberapa mekanisme diantaranya
pertahanan barrier baik secara anatomi maupun fisiologi, sistem retikuloendotelial yang mencegah
penyebaran hematogen dan sistem imunitas humoral bawaan dan spesifik yang meredakan bakteri
infeksius. Apabila salah satu pertahanan tersebut terganggu, maka mikroorganisme dapat masuk ke
paru-paru, berkembang biak dan memulai penghancuran sehingga memicu terjadinya pneumonia.
Sebagian besar mikroorganisme pneumonia terjadi melalui aspirasi setelah berkolonisasi di
nasofaring.3
Mikroorganisme yang menginvasi saluran pernapasan bagian bawah akan menyebabkan respon
inflamasi akut yang diikuti infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskuler.
Reaksi inflamasi juga akan mengaktifkan sel- sel goblet untuk menghasilkan mukus kental yang akan
digerakkan oleh epitel bersilia menuju faring dengan refleks batuk. Pada anak, sekret mukus yang
ditimbulkan oleh batuk umumnya tertelan tetapi ada juga yang dapat dikeluarkan.4
Mikroorganisme yang mencapai alveoli akan mengaktifkan beberapa makrofag alveolar untuk
memfagositosis kuman penyebab. Hal ini akan memberikan sinyal kepada lapisan epitel yang
mengandung opsonin untuk membentuk antibodi immunoglobulin G spesifik. Kuman yang gagal
difagositasi akan masuk ke dalam interstitium, kemudian dihancurkan oleh sel limfosit serta
dikeluarkan dari paru melalui sistem mukosiliar. Ketika mekanisme tersebut gagal membunuh
mikroorganisme dalam alveolus, maka sel leukosit PMN dengan aktivitas fagositosis akan dibawa oleh
sitokin sehingga muncul respon inflamasi lanjutan, dengan tahapan proses sebagai berikut:5
1. Stadium kongesti. Dalam 24 jam pertama, terjadinya kongesti vaskular dengan edema
alveolar yang keduanya disertai infiltrasi sel-sel neutrofil dan bakteri.
2. Stadium hepatisasi merah. Terjadi edema luas dan kuman akan dilapisi oleh cairan
eksudatif yang berasal dari alveolus. Area edema ini akan membesar dan membentuk
sentral yang terdiri dari eritrosit, neutrophil, eksudat purulen (fibrin, sel-sel leukosit PMN)
dan bakteri.
3. Stadium hepatisasi kelabu. Terjadi fagositosis aktif kuman oleh sel leukosit PMN serta
pelepasan pneumolisin yang meningkatkan respon inflamasi dan efek sitotoksik terhadap
semua sel-sel paru. Struktur paru tampak kabur karena akumulasi hemosiderin dan lisisnya
eritrosit.
4. Stadium resolusi. Terjadi ketika antikapsular timbul dan leukosit PMN terus melakukan
aktivitas fagositosisnya dan sel- sel monosit membersihkan debris. Apabila imunitas baik,
pembentukan jaringan paru akan minimal dan parenkim paru akan kembali normal.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


Pada kondisi jaringan paru tidak terkompensasi dengan baik, maka pasien akan mengalami
gangguan ventilasi karena adanya penurunan volume paru. Akibat penurunan ventilasi, maka rasio
optimal antara ventilasi perfusi tidak tercapai (ventilation perfusion mismatch). Penebalan dinding dan
penurunan aliran udara ke alveoli akan menganggu proses difusi yang menyebabkan hipoksia bahkan
gagal napas.

2.4 Diagnosis
Diagnosis pneumonia pada anak ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksan penunjang. Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan yang dialami penderita, meliputi:
demam, batuk, gelisah, rewel dan sesak nafas. Pada bayi, gejala tidak khas, seringkali tanpa gejala
demam dan batuk. Anak besar, kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen, muntah. Manifestasi
klinis yang terjadi akan berbeda-beda, tergantung pada beratnya penyakit dan usia penderita. Pada bayi
jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat pada bayi adalah: batuk, panas, iritabel. Pada
anak balita, dapat ditemukan batuk produktif/ non produktif dan dipsnea.6
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sejumlah tanda fisik patologis, terutama adanya nafas
cepat (takipnea) dan kesulitan bernafas (dyspnea). Pengukuran frekuensi napas dilakukan dalam satu
menit ketika anak sadar dan tidak sedang menangis. Demam dapat mencapai suhu 38,50C sampai
menggigil. Gejala paru muncul beberapa hari setelah proses infeksi tidak terkompensasi dengan baik.
Gejala distress pernapasan seperti takipneu, dispneu, adanya retraksi (suprasternal, interkosta,
subkosta), grunting, napas cuping hidung, apneu dan saturasi oksigen < 90% dapat ditemukan pada
pasien jika oksigenasi paru sudah berkurang. Takipneu menunjukkan beratnya penyakit pada pasien
dengan kategori usia sebagai berikut : > 60x/ menit pada 0-2 bulan, > 50x/menit pada 2-12 bulan, >
40x/menit pada 1-5 tahun, > 20x/menit pada anak diatas 5 tahun.7
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada anak dengan pneumonia meliputi pemeriksaan
darah rutin, Analisa Gas Darah (AGD), C-Reaktif Protein (CRP), uji serologis dan pemeriksaan
mikrobiologik. Pada pemeriksaan darah rutin, dapat dijumpai leukositosis, umumnya berkisar 15.000 –
30.000/ mm3 dengan predominan polimorphonuklear (PMN). Jumlah leukosit dan hitung jenis
leukosit dapat membantu menentukan pilihan pemberian antibiotik. Pada beberapa kasus didapatkan
anemia dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Pada anak dengan distress pernapasan berat,
hiperkapnia harus dievaluasi dengan pemeriksaan AGD, karena kadar oksigen harus dipertahankan.
Pemeriksaan CRP tidak banyak berkontribusi, tetapi peningkatan CRP menandakan terjadinya
inflamasi di dalam tubuh.8

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


Pemeriksaan mikrobilogik yang paling banyak dilakukan adalah kultur darah. Kultur darah
direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan gejala peneumonia berat dan komplikasi, pneumonia
yang gagal diterapi pada rawat jalan, berusia < 6 bulan, dan pada pasien yang tidak mendapatkan
imunisasi. Sedikitnya 10 - 30% kultur darah pada anak yang demam, bakteri dapat dijumpai.
Pemeriksaan sputum dengan pewarnaan gram pada anak yang lebih besar berguna untuk mendeteksi
antigen bakteri, tetapi kurang bermanfaat karena tingginya prevalensi kolonisasi bakteri di nasofaring.8
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk melihat luasnya kelainan patologis pada jaringan paru.
Gambaran infiltrat di bagian lobar, interstisial, unilateral atau bilateral memberikan petunjuk organ
paru yang terlibat. Pada umumnya, infiltrat alveolar menunjukkan gambaran kuat adanya pneumonia
pada anak. Hasil foto torak adanya infiltrat alveolar yang disertai konsolidasi lobar dengan efusi
pleura, bronkopneumonia dan air bronchogram kemungkinan besar dapat disebabkan oleh bakteri.
Peribronkhial yang menebal, infiltrat interstisial merata, bilateral dan adanya hiperinflasi dapat terlihat
pada pneumonia akibat virus.
Gambaran foto torak pneumonia akibat mikoplasma dapat bervariasi yang terkadang dapat
menyerupai pneumonia virus. Selain itu, dapat juga ditemukan bronkopneumonia di lobus bagian
bawah, infiltrat intertisisial bilateral, atau gambaran paru yang berkabut (ground-glass consolidation)
serta transient pseudoconsolidation yang disebabkan oleh infiltrat intertisial yang konfluens.
Manifestasi klinis dan laboratorium yang mengarah disertai hasil foto torak positif merupakan standar
emas penegakan diagnosis pneumonia.9
Pengukuran saturasi oksigen (SpO2 ) harus selalu dilakukan pada anak yang mengalami distress
pernapasan terutama anak dengan retraksi dinding dada atau penurunan aktivitas. Pengukuran tersebut
dapat mendeteksi dini terjadinya hipoksemia pada jaringan dan juga dapat menunjukkan beratnya
pneumonia pada anak.10

 Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur Darah
- Jumlah dan waktu pengambilan.
Sebagian kasus bakterimia dapat dideteksi dengan mempergunakan 3 set kultur darah yang
diambil secara terpisah. Pengambilan spesimen darah lebih dari 3 set tidak mempengaruhi
tingkat sensifitas dan spesifitas deteksi bakteri. Sebaliknya, satu kultur darah akan
memberikan hasil negatif palsu terutama pada bakterimia intermiten sehingga terjadi
kesulitan dalam menginterpretasi mikroorganisme yang berhasil diisolasi dari kultur tersebut.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


- Volume darah. Volume darah merupakan faktor yang paling penting, karena konsentrasi
mikroorganisme pada sebagian besar kasus bakterimia sangat rendah, terutama pada
pasien yang telah mendapatkan terapi antibiotika. Pada bayi dan anak-anak, konsentrasi
mikroorganisme selama bakterimia lebih tinggi daripada orang dewasa sehingga volume
darah yang diperlukan lebih sedikit.
a. Bayi. Volume darah yang diambil pada bayi sebanyak 1-3 ml.
b. Anak-anak. Pada anak-anak diperlukan 3-5 ml darah tiap 1 kali pengambilan.
c. Dewasa. Pada orang dewasa diperlukan 10-20 ml darah tiap 1 kali pengambilan.
- Pengambilan darah
Darah diambil melalui vena atau arteri baik dari kateter intravaskuler ataupun jarum
suntik. Pengambilan dilakukan dengan tetap memperhatikan universal precaution, yaitu
dengan menggunakan sarung tangan.
a. Dilakukan disinfeksi pada tempat pengambilan (venipuncture), tutup botol kultur, dan
tabung sebelum dilakukan pengambilan darah.
b. Bersihkan tempat pengambilan dengan isopropil alkohol 70% atau etil alkohol.
c. Swab secara melingkar dari dalam keluar (konsentris), dimulai dari bagian tengah
dengan larutan povidone iodine 10%.
d. Biarkan disinfektan mengering. Dan jangan memegang kembali tempat yang telah
didisinfeksi.
e. Lakukan pengambilan darah dengan jarum suntik dan pindahkan darah ke dalam
tabung vacutainer steril.

2. Kultur urin
Dalam pengambilan spesimen urin, waktu dan penyimpanan spesimen merupakan hal
yang berperan penting mempengaruhi hasil pemeriksaan. Selain itu, daerah uretra dan
periuretra berada pada daerah yang berpotensial menjadi sumber kontaminan. Karena itu, saat
pengambilan spesimen urin dipastikan daerah ujung uretra pada laki-laki dan vestibulum
vagina pada wanita harus dibersihkan sebelum dilakukan pengambilan spesimen. Dengan
tindakan ini diharapkan dapat mengurangi terjadinya kontaminasi pada spesimen urin. Ujung
uretra atau vestibulum vagina cukup dibersihkan dengan sabun. Tidak direkomendasikan
menggunakan disinfektan karena penggunaan disinfektan selama pengambilan urin diduga
dapat menjadi penghambat atau inhibitor pertumbuhan mikroorganisme.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


Selain kontaminasi, yang perlu diperhatikan adalah waktu transportasi urin ke
laboratorium. Waktu yang paling baik dalam transportasi spesimen urin adalah kurang dari 2
jam. Bila spesimen tidak dapat diperiksa dalam waktu kurang dari 2 jam, urin harus disimpan
dalam lemari es, (hitung bakteri relatif stabil paling tidak 24 jam dalam suhu 4Oc. Jangan
diletakkan dalam freezer.
Wadah penampung yang digunakan harus steril. Bila akan dilakukan pemeriksaan
anaerob, spesimen urin harus diambil secara pungsi suprapubik dan disimpan dalam sistem
transport anaerob. Spesimen urin yang paling baik untuk pemeriksaan kultur adalah urin pagi.
Untuk pemeriksaan kultur mikrobakteria dalam urin dapat dilakukan dari spesimen urin pagi
3 hari berturut-turut. Tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan kultur dari urin 24 jam.

3. Liquid Cerebro Spinal


- Spesimen diambil secara Lumbal Puction (LP) pada L3-L4 (dewasa) dan L4-L5 (anak-
anak) secara aseptik lalu dikirim dan diperiksa cepat di laboratorium.
- Untuk pemeriksaan Haemophylus influenza, gonokokus, dan meningokokus bahan
jangan didinginkan.
- LP sering dilakukan pada pasien meningitis.

Cairan tubuh lain seperti cairan pleural, peritoneal dan cairan sendi diaspirasi dan disimpan
dalam pot steril. Untuk cairan thorak, pleura atau abdominal dapat dilakukan aspirasi
sebanyak 50-100 ml. Apabila spesimen tidak segera dikirim, spesimen disimpan pada suhu
kamar.

4. Sputum
Cara pengambilan sputum adalah :
- Pasien kumur-kumur dengan air sebelum sputum dibatukkan untuk mengurangi
kontaminasi flora normal orofaring
- Batuk sedalam mungkin disertai dengan pengeluaran sputum lalu masukkan ke pot steril
(sputum ekspetorasi). Jumlah sputum tidak perlu banyak asalkan bukan saliva.
- Untuk pemeriksaan basil tahan asam (BTA) diambil sputum pertama pagi 3 hari berturut-
turut atau sputum sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) dibawah pengawasan. Jumlah sputum
minimal ± 3 ml
- Kuman yang biasa ditemui, Mycobacterium tuberculosis, Legionella, Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


2.5 Penatalaksanaan
Prinsip dasar tatalaksana pneumonia anak adalah eliminasi mikroorganisme penyebab dengan
antibiotik yang sesuai disertai dengan tatalaksana supportif lainnya. Tata laksana supportif meliputi
terapi oksigen, pemberian cairan intravena dan koreksi gangguan elektrolit pada dehidrasi serta
pemberian antipiretik untuk demam.11.
Pneumonia pada anak tidak harus selalu dirawat inap. Pneumonia diindikasikan untuk rawat inap
apabila dijumpai pada anak usia 3-6 bulan, adanya distress pernapasan (retraksi, nafas cuping hidung),
takipneu sesuai usia, saturasi oksigen <92%, anak tidak mau makan dan minum dan ada tanda
dehidrasi, tingkat social ekonomi keluarga serta kemampuan keluarga dalam merawat anak di rumah
juga menjadi pertimbangan anak sebelum anak dirawat inap.

Eliminasi Mikroorganisme
Identifikasi mikroorganisme penyebab sebagian besar tidak dapat dilakukan karena keterbatasan
fasilitas di lapangan. Oleh karena itu, pasien pneumonia tetap harus diberikan antibiotik secara empiris
berdasarkan kemungkinan kuman penyebab dengan mempertimbangkan usia dan kondisi klinis pasien.
Pada kasus rawat inap, neonatus dengan gangguan pernapasan harus selalu diasumsikan dengan
pneumonia bakteri sampai terbukti tidak. Pemberian antibiotik ampisilin dan gentamisin dengan atau
tanpa sefotaxim harus dimulai sesegera mungkin. Azitromisin pada neonatus direkomendasikan untuk
chlamydia trachomatis, ureaplasma dan pertusis dengan dosis 10 mg/kg/ hari selama 5 hari.7,8
Ampisilin juga merupakan antibiotik lini pertama yang diberikan pada anak usia > 3 bulan yang sudah
diimunisasi dengan pneumonia tanpa komplikasi. Untuk anak-anak yang mengalami infeksi berat
(mereka yang dirawat di ruang ICU), mereka yang tidak diimunisasi,atau di daerah dengan
pneumokokus tinggi , resisten terhadap penisilin, antibiotik sefalosporin generasi ketiga (ceftriaxone
atau cefotaxime) harus diberikan. Apabila ada kecurigaan patogen atipikal atau tidak membaik dengan
regimen ini, maka golongan makrolida dapat ditambahkan. Antibiotik non β laktam tidak terbukti
lebih efektif daripada sefalosporin generasi ketiga.12
Apabila selama masa rawatan, anak menunjukkan perburukan status pernapasan, apneu berulang,
gagal mempertahankan saturasi oksigen >92% serta adanya perubahan status mental akibat hiperkarbia
dan hipoksemia maka perawatan Intensive Care Unit (ICU) menjadi prioritas. Pada keadaan tersebut
harus dilakukan pemantauan tanda vital berkala dan penggunakan alat bantu napas invasive
(endotracheal tube) perlu dipertimbangkan.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


Terapi Suportif
Kita harus mewaspadai terjadinya hipoksia, yang ditandai terjadinya agitasi. Anak dengan
saturasi oksigen ≤ 92% harus diberikan terapi oksigen 2-4 liter/menit di Rumah Sakit dengan nasal
kanul, head box atau sungkup guna mempertahankan saturasi oksigen > 92%. Sebuah studi
menyimpulkan bahwa pemberian oksigen pada anak usia < 5 tahun dengan gangguan pernapasan akut
dengan nasal kanul dan oksigen kotak kepala sama efektifnya untuk aliran oksigen yang diterima.
Apabila hidung anak tersumbat dengan sekret, maka dapat dilakukan penyedotan (suction) guna
membuka jalan nafas.13
Terapi cairan diperlukan karena kondisi anak yang lemas. Hal ini terjadi karena banyaknya energi
yang digunakan anak sebagai bentuk kompensasi pernapasan yang terlihat dari penggunaan otot - otot
pernapasan pada pneumonia sedang sampai berat. Selain itu, pasien dengan dehidrasi dan asupan oral
tidak adekuat harus dikoreksi dengan cairan dan pemeriksaan keseimbangan elektrolit bila
diperlukan.14

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


BAB 3

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : An. MK

No.MR : 01.14.49.61

Umur/TTL : 3 bulan / 03 Agustus 2022

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku bangsa : Minang

Nama Ibu : Ny. RY

Alamat : Jalang Pondok Jago, Sawahlunto, Sumatera Barat

Tanggal Masuk : 12 Oktober 2022

Tanggal Pemeriksaan : 25 Oktober 2022

ANAMNESIS (Alloanamnesis dari ibu dan ayah kandung)

Seorang pasien laki-laki usia 3 bulan datang ke IGD RSUP Dr M.Djamil d Padang
tanggal 12 Oktober 2022 dengan :

Keluhan utama : Kejang 2 jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

• Demam sejak 3 hari SMRS, demam tinggi, terus menerus, peak 39,4 oC diukur di ketiak
pasien, tidak menggigil, tidak berkeringat, namun tidak kunjung menurun.
• Kejang 2 x 2 jam SMRS, kejang pada seluruh tubuh, lamanya kejang lebih kurang 1 menit.
Badan kelonjotan, berhenti sendiri, anak langsung menangis (sadar) setelah kejang.
• Batuk hilang timbul sejak 3 minggu yang lalu setelah rawatan di NICU. Anak tampak sesak.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


• Muntah 2x dalam sehari ini, berisi susu sekitar 2 sendok makan.
• BAK warna dan frekuensi biasa, BAB warna dan frekuensi biasa. Tidak berlendir dan
berdarah.
• Ekstremitas teraba hangat, tidak tampak kehausan, anak mendapat SF 30cc per 3 jam
melalui NGT.
• Pasien telah dikenal menderita hidrosefalus, CMV kongenital dan telah dilakukan VP
shunting setelah lahir. Pasien telah diterapi ganasiklovir sesuai protokol selama rawatan di
NICU.

Riwayat Penyakit Dahulu

• Anak lahir SC, berat badan lahir 4025 gram, panjang lahir 46 cm dari ibu G5p4A0, usia
kehamilan 38 – 39 minggu.
• Riwayat dirawat selama NICU selama 43 hari dan telah VP Shunt + terapi CMV selama
rawatan.
• Pasien anak ke 5 dari 5 bersaudara. Anak pertama meninggal karena tidak ada tengkorak
kepala, anak kedua berusia 9 tahun dalam keadaan sehat, anak ketiga meninggal pada usia
26 hari karena hydrocephalus, dan anak ke empat sehat.

Riwayat Penyakit Keluarga

• Ibu terdiagnosis CMV dan rubella (+) saat hamil pasien.

Riwayat Kelahiran

• Lama hamil : Cukup bulan (38-39 minggu)


• Cara lahir : SC
• Ditolong oleh : Dokter
• Berat lahir : 4025 gr
• Panjang lahir : 46 cm
• Saat lahir : Langsung menangis kuat
Kesan : Riwayat Kelahiran normal.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14
Riwayat Makanan dan Minuman

• ASI : 0 - 3 bulan
• Susu formula :-
• Buah biskuit :-
• Bubur susu :-
• Nasi tim :-
Kesan : Kualitas dan kuantitas makan cukup.

Riwayat Imunisasi

Dasar Ulangan
Jenis Imunisasi
I II II I II III
I
BCG -
Polio -
DTP -
Campak -
Hepatitis B +

Kesan : Imunisasi dasar belum ada.

Riwayat Keluarga

Ayah Ibu

Nama Tn. IS Ny.RY

Umur 37 tahun 35 tahun

Pendidikan SMA D3

Pekerjaan Karyawan Swasta Karyawan Honorer

Penghasilan Rp2.000.000 - 3.000.000/ Rp2.000.000 -


bulan 3.000.000/ bulan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


Perkawinan 1 1

Penyakit yang pernah diderita Tidak ada Tidak ada

Riwayat Perumahan dan Lingkungan

• Rumah tempat tinggal : Rumah permanen, rumah sendiri, ventilasi cukup,


sirkulasi udara baik (tidak pengap dan tidak lembab).
• Sumber air minum : Air galon
• Buang air besar : Jamban di dalam rumah, permanen.
• Pekarangan : Cukup luas
• Sampah : Buang sampah di TPS
Kesan : Higiene dan sanitasi lingkungan baik.

PEMERIKSAAN FISIK (21 Oktober 2022)

Umum

• Keadaan umum : Sakit sedang


• Kesadaran : Kurang Aktif
• Tekanan darah : 93/59 mmHg
• Frekuensi nadi : 153 x/menit
• Frekuensi napas : 31 x/menit
• Suhu : 37,7 °C
• Edema : tidak ada
• Ikterus : tidak ada
• Anemia : tidak ada
• Sianosis : tidak ada
• Berat Badan : 5,8 kg
• Tinggi badan : 62 cm
• Lingkar Kepala : 56,5 cm
• BB/U : 0 SD

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


• TB/U : 0 – 2SD
• BB/TB : -2SD s/d -1SD
• Status gizi : Baik
• Lingkar Kepala/U : Makrocephal

Khusus

• Kulit : Teraba hangat, tidak tampak pucat, tidak ada ruam, tampak
kemerahan di kulit kepala temporal (D).
• Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
• Kepala :Bulat, simetris, lingkar kepala 56,5 cm, makrocephal, UUB tidak
tegang.
• Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
• Mata : Mata cekung tidak ada, refleks cahaya +/+, sunset eyes +/+.
• Telinga : Tidak ada sekret.
• Hidung : Napas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada.
• Tenggorok : Tidak hiperemis.
• Gigi dan mulut : Mukosa mulut dan bibir basah, sianosis tidak ada.
• Leher : Tidak teraba pembesaran KGB dan tidak teraba
pembesaran kelenjar tiroid.
• Toraks : Normochest
• Paru
- Inspeksi : Retraksi epigastrium (+).
- Palpasi : Fremitus sulit dinilai
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler, Rhonki kasar (+/+),
Wheezing (-/-) di kedua lapangan paru

• Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17
- Perkusi : Batas jantung atas = RIC II, kanan = LSD, kiri = 1
jari medial LMCS RIC V
- Auskultasi : Irama reguler, bising tidak ada
• Abdomen
- Inspeksi : Perut tidak tampak buncit, distensi tidak ada
- Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kembali cepat
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
• Punggung : Tidak ada kelainan
• Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Anggota gerak : Akral hangat , CRT < 2 detik

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (21 Oktober 2022)

• Darah : Hb : 11.2
Leukosit : 17.390
Trombosit : 549.000
Hitung Jenis : 0/0/0/40/55/5

Kesan : Trombositosis.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


PEMERIKSAAN RONTGEN (21 Oktober 2022)

Pemeriksaan radiografi Thoraks proyeksi AP :


- Tampak infiltrat di perihiller dan parakardial par kanan dan kiri.

Kesimpulan : Aspirasi Pneumonia.

PEMERIKSAAN KULTUR DARAH (26/10/22)

Pada pemeriksaan kultur darah, telah ditemukan etiologi penyebab pneumonia pada
pasien, yaitu adanya infeksi Klebsiella, sp.

Kesimpulan : Klebsiella pneumonia, sensitive amikasin dan meropenem.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


DAFTAR MASALAH

- Demam
- Kejang
- Sesak nafas
- Riwayat muntah

DIAGNOSIS KERJA

Bronkopneumonia
Infeksi CMV Kongenital
Hidrosefalus kongenital ec CMV post VP shunt.

PENATALAKSANAAN

• Meropenem 2x15 mg
• Fenobarbital 2x25 mg IV
• Diamox 2x40 mg PO
• Bicnat 3x1/2 tab PO

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


FOLLOW UP

21/10/22 S/ Seorang bayi laki-laki, usia 3 bulan dirawat dengan


keterangan :
- Susp. Ventrikulitis
- Hidrosefalus post vp shunt
- Infeksi CMV kongenital selesai valgancyclovir
Saat ini kondisi anak muntah 2x hari ini, demam ada,
peak 37,7oc. Sesak tidak ada tapi ada peningkatan
WOB. Anak terpasang O2 nasal kanul.

Ku HR RR TD SpO2
O/ Sedang 153x/I 32x/I 93/59 100%

Mata : sunset eye sign (+)


Kepala : UUB datar, tidak tegang
Thoraks : retraksi epigastrium, suara nafas
vesikuler, rhonki kasar +/+, wheezing
Abdomen : tidak distensi, BU(+) normal.
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2s

A/ Bronkopneumonia (dalam perbaikan)


Hidorsefalus post vp shunt
Infeksi CMV kongenital

P/ Ampisilin 6x300 mg IV
Fenobarbital 2x25 mg IV
Dramox 2x40 mg PO
Bicnat 3x1/2 tab PO

01/11/22 S/ Anak terpasang O2 nasal, demam tidak ada, kejang


tidak ada, tidak bertambah sesak, mual dan muntah
tidak ada, intake masuk, toleransi baik
BAB cair tidak ada.

O/ Ku kesadaran HR RR T
sedang sadar 110 x/i 25x/i 36,4 C
Mata : sunset eye phenomenom (+)
Thoraks : Retraksi epigastrium (-), Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: distensi (-), supel, BU (+) normal
Ekstremitas : CRT < 2‟
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21
A/ Bronchopneumonia
Infeksi CMV
Hidrosefalus kongenital
P/
 Pantau WOB.
 Meropenem 3x240 mg IV
 Amikacin 2x100 mg IV
 Fenobarbital 2x15 mg PO
 Diamox 2x40 mg PO
 Bicnat 3x1/2 tab PO
2/11/22 S/ Anak terpasang O2 nasal, tidak desaturasi, tidak
demam, tidak bertambah sesak.
BAB dan BAK biasa

O/ Ku kesadaran HR RR T
Sedang sadar 91x/i 36x 36,7

Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik (-/-),


Thoraks : Retraksi epigastrium (-), Rh -/-
Abdomen: distensi (-), supel, BU (+) normal
Ekstremitas : CRT < 2‟

A/ Bronkopneumonia (dalam perbaikan)


Hidorsefalus post vp shunt
Infeksi CMV kongenital

 Pantau WOB.
P/
 Meropenem 3x240 mg IV
 Amikacin 2x100 mg IV
 Fenobarbital 2x15 mg PO
 Diamox 2x40 mg PO
 Bicnat 3x1/2 tab PO
3/11/22 S/ Anak terpasang O2 nasal canul, tidak bertambah sesak,
tidak ada kejang, tidak ada demam, batuk masih ada,
muntah 2x.
O/ Ku kesadaran HR RR T
Sedang sadar 132x/i 38x/i 36,8oC

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


Lingkar Kepala : 55,6 cm
UUB datar, tidak membonjol.
Mata : sunset eye phenomenom (+).
Thoraks : Retraksi epigastrium (+), rhonki kasar (+).
Abdomen : tidak distensi.
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2s.
Bronkopneumonia (dalam perbaikan)
A/ Hidorsefalus post vp shunt
Infeksi CMV kongenital.
P/ Pantau WOB dan lanjutkan terapi sesuai hasil kultur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


DISKUSI

Seorang bayi laki-laki, usia 2 bulan dirawat dengan keterangan Susp. Ventrikulitis,
Hidrosefalus post vp shunt, Infeksi CMV kongenital selesai valgancyclovir. Pada tanggal 21 Okt
2022 kondisi anak muntah 2x, demam ada dengan peak 37,7oc. Sesak tidak ada tapi ada
peningkatan WOB. Anak terpasang O2 nasal kanul dan saturasi 100%. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum sakit sedang, laju nadi 153 x/i, nafas 32x/I, tekanan darah 93/59
mmHg serta ditemukan tanda klinis seperti retraksi epigastrium, suara nafas vesikuler, rhonki
kasar +/+, wheezing. Pada pemeriksaan rontgen thoraks posisi AP ditemukan tampak infiltrat di
perihiller dan parakardial par kanan dan kiri serta tampak konsolidasi di paru kanan atas.

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan
oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi
dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah penyebab
dari Pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus
yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas


pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah: pneumonia
yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak
mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi
bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau
asap rokok).

Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta-laktam dan kloramfenikol,
dapat diberikan gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai etiologi yang ditemukan. Pada
teori lain juga ditemukan penatalaksanaan pneumonia sesuai umur penderita yaitu, bayi <3bulan
diterapi dengan ampisilin + gentamicin, usia 3 bulan – 5 tahun diterapi dengan ampisilin +
kloramfenikol atau tambahkan makrolid jika tidak berespon dengan keduanya, usia ≥ 5 tahun
diterapi dengan makrolid atau tambah beta laktam.jika tidak berespondengan makrolid.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena,
terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah.
Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Pilihan antibiotik lini pertama
dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang
tidak responsif terhadap beta-laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti
gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi
antibiotik diteruskan selama 7−10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi,
meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal.

Tabel 1. Pilihan antibiotik intravena pada pneumonia pada anak.

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera
mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis,
antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi
betalaktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan
sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.

Pada pemeriksaan kultur darah, telah ditemukan etiologi penyebab pneumonia pada
pasien, yaitu adanya infeksi Klebsiella, sp. Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri patogen
yang paling sering menyebabkan infeksi di antara bakteri enterik gram negatif lainnya.
Klebsiella sp. Merupakan patogen utama di rumah sakit terkait dengan meningkatnya insidensi
bakteri penghasil extended spectrum B-lactamase (ESBL), dan dapat menginfeksi pasien yang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


menjalani rawat inap dalam waktu lama. Bakteri penghasil ESBL berperan penting pada
tingginya kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit.

Beberapa jenis Klebsiella pneumoniae dapat diobati dengan antibiotik, khususnya


antibiotik yang mengandung cincin beta-laktam. Derivat antibiotika Betalactam sebagai kelas
memiliki spektrum aktivitas antibakteri yang luas, termasuk patogen Gram-positif dan Gram-
negatif. Karena karakteristiknya yang menguntungkan, Beta-lactam adalah antibiotika yang
paling banyak digunakan di seluruh dunia. Antibiotik tersebut di antaranya adalah meropenem,
kloramfenikol, siprofloksasin, dan ampisilin. Dari hasil penelitian diketahui bahwa bakteri ini
memiliki sensitivitas 98,4% terhadap meropenem, 98,2% terhadap imipenem, 92,5% terhadap
kloramfenikol, 80% terhadap siprofloksasin, dan 2% terhadap ampisilin.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 26


DAFTAR PUSTAKA

1. Mani, C. S., & Murray, D. L. (2018). Acute Pneumonia and Its Complications. In: Principles and
Practice of Pediatric Infectious Diseases. New York: 2018; 238-249.
2. Jannah, M., Abdullah, A., & Melania, H. Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Pneumonia Balita Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh
Tahun 2019. JUKEMA 2019;6(1).h. 20-28.
3. Sidiq, R., Ritawati, & Sitio, R. (2016). The Risk of Pneumonia among Toddlers in Lambatee,
Aceh. National Public Health 2016; 69-73.
4. Setyanto, D. B., Suardi, A. U., Setiawati, L., Triasih, R., & Yani, F. F. (2019). Pneumonia.
Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
2019; 250-255.
5. Scotta MC, Marostica P, Stein RT. Pneumonia in Children. Dalam: Wilmot R, Dererding R, Li A,
Ratjen F, Sly P, Zar H dkk, penyunting. Kendig‟s Disorder of Respiratory tract in Children. Edisi
ke9. Philadelphia: Elsevier; 2019, h 427-38.
6. Opovsky, E. Y., & Florin, T. A. Community-Acquired Pneumonia in Childhood. Reference
Module in Biomedical Sciences. 2020.
7. Bradle JS, Carrie L. Byington, Samir S. Shah, et al. The Management of Community-Acquired
Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by
the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America, Clinical
Infectious Diseases 2011;53(7):e25–e76.
8. Howie S, Murdoch D. Global childhood pneumonia: the good news, the bad news and the ways
ahead. Lancet Global Health. 2019;7(1):e4- 5
9. Mantero, M., Tarsia, P., Gramegna, A. et al. Antibiotic Therapy, Supportive Treatment J. Ked. N.
Med | VOL. 3 | NO. 1 | Maret 2020 | and Management of ImmunomodulationInflammation
Response in Community Acquired Pneumonia: review of recommendations. Multidiscip Respir
Med 2017;12(26).
10. Stefan M.T. Vestjens, Simone M.C. Spoorenberg, Ger T. Rijkers, Jan C. Grutters, Ewoudt M.W.
van de Garde, Sabine C.A. Meijvis, Willem Jan W. Bos. Antipyretic effect of dexamethasone in
community-acquired pneumonia. European Respiratory Journal 2015 46: 570-573
11. Eran Lavi, David Shoseyov, Natalia Simanovsky, Rebecca Brooks, “Systemic Steroid Treatment
for Severe Expanding Pneumococcal Pneumonia”, Case Reports in Pediatrics 2015.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


12. Sheldon L. Kaplan, Kimberly J. Center, William J. Barson, et al, Multicenter Surveillance of
Streptococcus pneumoniae Isolates From Middle Ear and Mastoid Cultures in the 13-Valent
Pneumococcal Conjugate Vaccine Era, Clinical Infectious Diseases, 2015; 60(9): 1339–1345.
13. World Health Organization. Pneumonia. 2019. Tersedia dari: https://www.who.int/news-
room/fact-sheet/ detail/pneumonia.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28

Anda mungkin juga menyukai