Anda di halaman 1dari 14

Keperawatan Anak, Lontara 4 Atas Belakang

Minggu : III

Laporan Pendahuluan
“Community Acquired Pneumonia”

Oleh :

Luspianti Suardi
R014191014

Preseptor Klinik Preseptor Institusi

( ) ( )

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Pneumonia menyebabkan morbiditas yang cukup besar pada anak-anak di seluruh
dunia dan merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak di negara berkembang.
Kejadian pneumonia adalah yang tertinggi pada anak di bawah 5 tahun dan dalam
beberapa tahun terakhir kejadian radang paru-paru yang rumit dan parah semakin
meningkat [ CITATION Ire13 \l 1033 ]. Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan pada
jaringan paru-paru karena adanya agen infeksius. Definisi operasional menurut WHO
yang umum digunakan hanya berdasarkan gejala klinis (batuk atau kesulitan bernafas dan
takipnea). Di negara berkembang istilah Lower Respiratory Tract Infection (LRTI)
banyak digunakan sebagai pengganti pneumonia, karena kurangnya akses terhadap sinar-
X dan kesulitan dalam konfirmasi diagnosis radiologis.

Bergantung pada tempat perolehan pneumonia dapat dibagi menjadi Community


Acquired Pneumonia (CAP) dan Hospital Acquired Pneumonia (HAP)[ CITATION Ire13 \l
1033 ]. Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Pneumonia
komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di
dunia.

B. Faktor Resiko
Ada beberapa faktor risiko CAP yang diketahui untuk dipertimbangkan selain
status imunisasi, data epidemiologi dan paparan terhadap anak lain, terutama anak
prasekolah. Komorbiditas mendasar seperti diabetes mellitus, asplenia atau disfungsi
limpa, penyakit jantung kronis, sindrom nefrotik, penyakit hati berat adalah faktor risiko
penyakit pneumokokus invasif termasuk pneumonia. Faktor risiko lainnya untuk CAP
meliputi: asma, riwayat episode mengi, otitis media yang diobati dengan timpanosentesis
dalam 2 tahun pertama kehidupan (faktor risiko untuk anak-anak <5), paparan asap rokok,
kekurangan gizi, defisit imunologis (primer atau sekunder), mucocilliary disfungsi sistik
(cystic fibrosis, cilliary dyskinesia), malformasi kongenital saluran udara, gangguan
menelan, microaspiration, refluks gastroesophageal, gangguan neuromuskular,
pengobatan dengan penghambat asam lambung (risk factor pada orang dewasa, pada
anak-anak perannya dikonfirmasi dalam satu penelitian). Faktor lingkungan seperti polusi
udara dalam ruangan yang disebabkan oleh memasak dan memanaskan dengan bahan
bakar biomassa (seperti kayu atau kotoran), tinggal dalam kondisi padat dan orang tua
yang merokok juga meningkatkan kerentanan anak terhadap pneumonia. Paparan asap
tembakau telah terbukti dapat meningkatkan risiko rawat inap untuk pneumonia pada
anak-anak <5 tahun [ CITATION Ire13 \l 1033 ].

C. Etiologi
Organisme yang menyebabkan pneumonia bervariasi dan mencakup bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Sebagian besar kasus pneumonia didahului oleh bronkitis virus akut.
Virus memfasilitasi infeksi dengan mikroorganisme patogen yang menjajah nasofaring.
Patogen ini termasuk Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella
catarrhalis. [ CITATION Ire13 \l 1033 ]
Beberapa penyebab dari pneumonia berdasarkan Nurarif & Khusuma (2013) ialah :
1. Infeksi oleh mikroorganisme
2. Bakteri : Streptococcus pneumonia, Staphylococcus, Haemophilus influenzae.
3. Virus : Influenza, CMV (Cytomegalovirus).
4. Jamur : Candida, Aspergillus.
5. Protozoa : Pneumocyistis, Toxoplasma
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi
melalui droplet sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang
infuse oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P.
aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien
seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan
antibiotic yang tidak tepat.

Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui :


1. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar.
2. Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain.
3. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.

D. Tanda dan Gejala


Gejala khas dari pneumonia dikutip dalam Banaszak & Bręborowicz (2013) adalah:
1. batuk (30% anak-anak yang datang ke klinik rawat jalan dengan batuk, setelah
mengecualikan orang-orang dengan wheeze, memiliki tanda-tanda radiografi
pneumonia, dan batuk dilaporkan pada 76% anak-anak dengan CAP). Perlu dicatat
bahwa produksi sputum pada anak prasekolah sangat jarang terjadi, karena mereka
cenderung menelannya.
2. demam (pada 88-96% anak-anak dengan pneumonia yang dikonfirmasi secara
radiologis)
3. tanda-tanda gangguan pernapasan: takipnea, riwayat sesak napas atau kesulitan masuk
pernapasan - retraksi dada, sengatan hidung, mendengus, penggunaan otot pernafasan
aksesori. Tachypnoe adalah penanda pneumonia yang sangat sensitif. 50-80% anak-
anak dengan WHO yang didefinisikan tachypnoe memiliki tanda-tanda radiologis
pneumonia, dan tidak adanya tachypnoe adalah temuan tunggal terbaik untuk
mengesampingkan penyakit ini. Pada anak-anak <5 tachypnoe memiliki sensitivitas
74% dan spesifisitas 67% untuk pneumonia yang dikonfirmasi secara radiologis,
namun nilai klinisnya lebih rendah pada 3 hari pertama penyakit. Pada bayi <12 bulan
tingkat pernafasan 70 nafas / menit memiliki sensitivitas 63% dan spesifisitas 89%
untuk hipoksemia

E. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikrooragisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai
dan merusak permukaan epitel saluran napas [ CITATION Per03 \l 1033 ]. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada
saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah
dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal
waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan
pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi
10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan
titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia
mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme
yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah,
akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN
(polymorphonuclear neutrophilic) dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan
alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik
mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara
host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah
merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan
jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusiE : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati,
leukosit danalveolar makrofag.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta
gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya
gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa
lobus.

b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED.
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah
dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik.
Pemeriksaan diagnostik pada penderita pneumonia
berdasarkan Paramita (2011), antara lain :
1. Chest X-ray : teridentifikasi adanya penyebaran misal: lobus dan bronchial); dapat
juga menunjukkan multiple abses/ infiltrate, empiema (staphylococcus);
penyebaran atau lokasi infiltrasi ( bacterial); atau penyebaran/extensive nodul
infiltrate (sering kali viral), pada pneumonia mycoplasma chest x-ray mungkin
bersih.
2. Analisis gas darah dan pulse oximetry: abnormalitas mungkin timbul tergantung
dari luasnya kerusakan paru-paru
3. Pewarnaan gram/ culture sputum dan darah: di dapatkan dengan needle biopsy,
aspirasi trantrakheal, fiberoptic bronchoscopy, atau biopsy paru-paru terbuka
untuk mengeluarkan organism penyebab. Lebih dari satu tipe organism yang dapat
ditemukan, seperti diplococcus pneumonia, staphylococcus aureus, A. hemolytic
streptococcus dan hemophilus influenza
4. Periksa darah lengkap: leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan
darah putih rendah pada infeksi virus
5. Tes serologi: membantu dalam membedakan diagnosis pada organism secara
spesifik
6. Pemeriksaan fungsi paru-paru: volume mungkin menurun( kongesti dan kolaps
alveolar): tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara
menurun, hipoksemia
7. Efusi pleural jika ada, sebaiknya dialirkan keluar dan cairan dianalisis untuk
membuktikan adanya infeksi di dalam ruang pleural.
8. Aspirasi transtrakeal sekresi trakeobronkial atau bronskopi dengan penyikatan dan
pembasuhan bisa dilakukan untuk mendapatkan bahan pulasan dan kultur

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia komuniti [ CITATION Per03 \l 1033 ] dibagi menjadi:
a. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif/ simptomatik :
1. Istirahat ditempat tidur.
2. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi.
3. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas.
4. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan Ekspektoran.
Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b. Penderita rawat inap diruang rawat biasa
Pengobatan suportif/ simptomatik
1. Pemberian terapi oksigen.
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit.
3. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik.
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuaibagan) kurangdari8 jam.
c . Penderita rawat inap diruang rawat intensif
Pengobatan suporlif/ simptomatif
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
3. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
I. Anamnesa :

1. Identitas
2. Keluhan Utama: Sesak napas
3. Riwayat Penyakit sekarang, tanyakan :
a. Apakah masih ada batuk, berapa lama
b. Apakah masih ada panas badan
c. Apakah nyeri dada kalau batuk
d. Apakah ada riak kalau batuk
4. Riwayat kesehatan yang lalu, tanyakan :
a.Frekuensi ISPA
b. Riwayat Alergi
c.Pengguaan obat-obatan
d. Imunisasi
e.Riwayat penyakit keturunan
5. Riwayat Keluarga, tannyakan:
a. Apakah ada keluarga yang menderita batuk
b. Apakah ada keluarga yang menderita alergi
c. Apakah ada keluarga yang menderita TBC, Cancer paru
6. Riwayat Lingkungan
a. Apakah rumah dekat dengan pabrik
b. Apakah banyak asap atau debu
c. Apakah ada keluarga yang merokok

II.Pengkajian Fisik
1. Inspeksi:
a. Amati bentuk thorax
b. Amati Frekuensi napas, irama, kedalamannya
c. Amati tipe pernapasan : Pursed lip breathing, pernapasan diapragma,
penggunaan otot Bantu pernapasan
d. Tanda tanda reteraksi intercostalis , retraksi suprastenal
e. Gerakan dada
f. Adakan tarikan didinding dada , cuping hidung, tachipnea
g. Apakah daa tanda tanda kesadaran meenurun
2. Palpasi
a. Gerakan pernapasan
b. Raba apakah dinding dada panas
c. Kaji vocal premitus
d. Penurunan ekspansi dada
3. Auskultasi
a. Adakah terdenganr stridor
b. Adakah terdengar wheezing
c. Evaluasi bunyi napas, prekuensi,kualitas, tipe dan suara tambahan
4. Perkusi
a. Suara Sonor/Resonans merupakan karakteristik jaringan paru normal
b. Hipersonor , adanya tahanan udara
c. Pekak/flatness, adanya cairan dalan rongga pleura
d. Redup/Dullnes, adanya jaringan padat
e. Tympani, terisi udara.
III.Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi
b. Analisa Gas Darah
c. Darah Lengkap, Urine lengkap.

B. Intervensi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakefektifan pola napas NOC : NIC:
berhubungan dengan
hiperventilasi  Posisikan klien untuk
Setelah dilakukan asuhan
memaksimalkan ventilasi
keperawatan 3x24 jam
ketidakefektifan pola napas  Monitor TTV
teratasi dengan kriteria  Monitor respirasi dan status O2
hasil :  Pertahankan jalan nafas yang
paten
 Observasi adanya
Takipnea/bradiepnea
- Pernapasan dalam  Kolaborasi pemberian terapi
batas normal oksigen
- Tidak ada otot bantu
pernapasan
- Jalan napas paten
- Sputum berkurang
Bersihan jalan napas tidak NOC : NIC:
efektif berhubungan dengan
adanya sekret
Setelah dilakukan asuhan  Atur posisikan klien untuk
keperawatan 3x24 jam memaksimalkan ventilasi
ketidakefektifan pola  Ajarkan klien cara batuk
napas teratasi dengan efektif (minta klien untuk
menarik nafas dalam
kriteria hasil :
beberapa kali, keluarkan
perlahan dan batukkan di
- Pernapasan dalam akhir ekshalasi
batas normal (penghembusan)
- Jalan napas paten  Pertahankan jalan nafas yang
- Sputum berkurang paten
 Observasi adanya
Takipnea/bradiepnea
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator
Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan Manajemen hipovolemi
berhubungan engan tindakan keperawatan a. Monitor adanya tanda –
kegagalan mekanisme ...x24 jam, kebutuhan tanda dehidrasi.
regulasi cairan pasien menjadi b. Monitor adanya sumber –
adekuat dengan kriteria sumber kehilangan cairan.
hasil : c. Jaga kepatenan IV.
Manajemen
NOC :
cairan/elektrolit
Keseimbangan
a. Monitor TTV.
cairan
b. Berikan serat yang
a. TTV dalam batas
diresepkan untuk pasien
normal.
dengan selang makan
b. Turgor kulit
untuk mengurangi
normal.
kehilangan cairan dan
c. Keseimbangan
elektrolit melalui diare,
intake dan output
c. Pastikan bahwa larutan
dalam 24 jam.
IV yang mengandung
d. Membran mukosa
elektrolit diberikan
lembab.
dengan aliran yang
konstan.
d. Monitor hasil
laboratorium yang relevan
dengan keseimbangan
cairan (hematokrit, BUN,
albumin, dll).
Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan Perawatan demam
dengan proses penyakit tindakan keperawatan
- Pantau suhu dan tanda-
selama 1 x 24 jam
tanda vital lainnya
diharapkan suhu tubuh - Monitor warna kulit dan
klien kembali normal suhu
dengan kriteria hasil: - Kolaborasi pemberian
Termoregulasi obat atau cairan
(antipiretik, agen
- Terjadi penurunan antibakteri, dan agen anti
suhu kulit dengan menggigil)
nilai normal 36,5- - Tutup pasien dengan
selimut atau pakaian
37,5(0C)
ringan, tergantung
- Kulit anak tidak dengan fase demam
teraba hangat - Berikan kompres hangat
- TTV dalam batas
normal

Ketidakseimbangan nutrisi NOC: § Kaji adanya alergi makanan


kurang dari kebutuhan § Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Setelah dilakukan tindakan menentukan jumlah kalori dan
tubuh berhubungan dengan
keperawatan selama 3x24 nutrisi yang dibutuhkan pasien
intake tidak adekuat
jam nutrisi kurang dari § Monitor lingkungan selama makan
kebutuhan tubuh tidak § Monitor turgor kulit
terjadi dengan kriteria hasil: § Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan kadar
- Albumin serum Ht
- Hematokrit § Monitor mual dan muntah
- Hemoglobin § Monitor pucat, kemerahan, dan
- Jumlah limfosit kekeringan jaringan konjungtiva
§ Monitor intake nutrisi
§ Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
§ Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
§ Atur posisi tinggi selama makan
§ Kelola pemberan anti emetik jika
perlu
§ Pertahankan terapi IV line
§ Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval
PKDM Pneumonia

Jamur, virus, mycoplasma, bakteri

Menembus pertahanan paru


Hipertermi

Peningkatan suhu tubuh Masuk ke alveoli

Terjadi proses peradangan


Peningkatan konsentrasi protein
infeksi
cairan alveoli
Eksudat dan serosus masuk ke
Kerja sel goblet
dalam alveoli
meningkat
Suplai Tekanan hidrostatik
oksigen dan osmosis meningkat
SDM dan leukosit PMN mengisi
Produksi sputum menurun
alveoli
meningkat
Difusi menurun
Konsolidasi di alveoli Intoleransi
Akumulasi sputum di
jalan nafas akivitas
Akumulasi cairan di alveoli
Konsolidasi di paru

Gg. Pertukaran gas


Ketidakefektifan Compliance paru menurun
bersihan jalan napas

Ketidakefektifan pola napas


DAFTAR PUSTAKA

Banaszak, I. W., & Bręborowicz, A. (2013). Pneumonia in Children. Retrieved Oktober


2017, from http://cdn.intechopen.com: http://cdn.intechopen.com/pdfs/42153/InTech-
Pneumonia_in_children.pdf
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). United States of America: Elsevier.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda International Nursing Diagnoses:
Defenitions and Classification 2015-2017. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). United States of America: Elsevier.
Nurarif, A. H., & Khusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Media Action
Paramita. (2011). Nursing memahami berbagai macam penyakit. Jakarta: PT Indeks
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). PNEUMONIA KOMUNITI, from klikpdpi.com:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.pdf
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
(Vol. 2). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai