Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. U DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN:


PNEUMONIA
DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH TEMANGGUNG

Disusun oleh:

Muhammad Irfan (2019040029)

PRODI D IV ANESTESIOLOGI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
ITS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022/2023

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISNBA). Agen infeksius seperti
virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai
eksudasi dan konsolidasi dapat menyebabkan gejala berupa batuk dengan disertai sesak nafas (Nanda, 2015)

Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya dari satu infeksi saluran
pernafasan bawah akut, dengan gejala batuk disertai sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti
virus, bakteri, fungi (microplasma) dan aspirasi substansi asing berupa radang paru-paru yang disertai
eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis (Nursalam, 2015

Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus,
jamur, parasite pneumonia juga disebabkan oleh bahan kimia dan paparan fisik seperti suhu atau radiasi
(Djojodibroto, 2014).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan Pneumonia adalah proses infeksi pada parenkim paru saluran nafas
yang di sebabkan oleh virus, bakteri, dan mikobakterium.

B. Etiologi
Banyak kuman yang dapat menyebabkan pneumonia terjadi. Bakteri dan virus di udara adalah
penyebab paling umum. Tubuh terkadang biasanya dapat mencegah kuman ini menginfeksi paru-
paru, tapi kadang sistem kekebalan tubuh kita dapat dikalahkan oleh kuman ini.
Pneumonia dapat diklasifikasikan menurut kuman yang menyebabkannya dimana sesorang biasanya
terinfeksi.

a. Pneumonia yang didapat di masyarakat Pneumonia yang di dapat di masyarakat adalah jenis
pneumonia yang paling umum. Ini terjadi di luar rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Ini
mungkin disebabkan oleh:
1) Bakteri. Penyebab paling umum pneumonia adalah bakteri streptococcus pneumoniae. Pneumonia
jenis ini bisa terjadi otomatis atau setelah seseorang terserang pilek atau flu. Hal ini dapat
mempengaruhi satu bagian (lobus) paru-paru, suatu kondisi yang disebut pneumonia lobar.
2) Organisme patogen. Mycoplasma pneumoniae juga bisa menyebabkan pneumonia. Gejalanya lebih
ringan daripada jenis pneumonia lainnya.
3) Jamur. Jenis pneumonia ini paling sering terjadi pada orang dengan masalah kesehatan kronis atau
sistem kekebalan tubuh yang lemah, dan pada orang-orang yang telah menghirup organisme dalam
jumlah banyak. Jsmur ysng menyebabkannya bisa ditemukan di tanah atau kotoran burung dan
bervariasi tergantung lokasi geografis.
4) Virus. Beberapa virus dapat mebyebabkan flu dan flu bisa menyebabkan pneumonia. Virus adalah
penyebab paling umum pneumonia pada anak-anak dibawah 5 tahun.
b. Pneumonia yang didapat di rumah sakit Beberapa orang yang terkena pneumonia saat tinggal di
rumah sakit karena penyakit lain. Pneumonia yang didapat di rumah saikt bisa serius karena bakteri
penyebabnya mungkin lebih tahan terhadap antibiotik dan karena orang yang mendapatkannya sudah
sakit. Orang yang menggunakan ventilator ,ekanik (sering digunakan di unit perawatan intensif)
berisiko tinggi terkena pneumonia jenis ini.
c. Pneumonia saat mendapat perawatan kesehatan Pneumonia yang di dapat dari perawatan kesehatan
adalah infeksi bakteri yang terjadi pada orang-orang yang tinggal di fasilitas perawatan jangka
panjang atau yang mendapat perawatan di klinik rawat jalan, termasuk pusat dialisis ginjal. Seperti
pneumonia yang di dapat di rumah sakit, pneumonia yang di dapat dari perawatan kesehatan dapat
disebabkan oleh bakteri yang lebih tahan terhadap antibiotik.
d. Pneumonia aspirasi Pneumonia aspirasi terjadi saat makanan, minuman, muntahan, atau air liur
masuk ke paru-paru. Pneumonia jenis ini lebih mungkin terjadi jika ada sesuatu yang mengganggu
refleks muntah normal, seperti cedera otak atau masalah menelan atau penggunaan alkohol atau obat-
obat terlarang. (Fina Scholastica, 2019).

C. Patofisiologi

Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas) pasien,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Dalam
keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan
oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan yaitu Inokulasi langsung, Penyebaran melalui darah, Inhalasi
bahan aerosol, dan Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari keempat cara tersebut, cara yang
terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai brokonsul terminal
atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas
(hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan
penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring
mengandung konsentrasi bakteri yang sanagt tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil
sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa
edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi
permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PNM mendesak bakteri ke permukaan
alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik mengelilingi
bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu terjadi perlawanan antara host dan
bakteri maka akan nampak empat zona pada daerah pasitik parasitik terset yaitu :
1. Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema;
2. Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah
merah;
3. Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak;
4. Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan
alveolar makrofag.
Infeksi parenkim paru menghasilkan squel tenis yang tidak hanya mengubah fungsi normal
parenkim paru tetapi juga dengan menginduksi respon iskemik. konsekuensi patofisiologis utama
dari perdagangan dan infeksi yang melibatkan ruang udara distal adalah berkurangnya ventilasi
ke daerah yang terkena. jika perfungsi relatif dipertahankan seperti yang sering terjadi karena
efek vasodilator mediator inflamasi hasil ketidakseimbangan ventilasi perfusi. ketika alveoli
dipenuhi dengan eksudat inflamasi Mungkin tidak ada ventilasi ke daerah-daerah tersebut.
ketidakseimbangan ventilasi perfusi umumnya bermanifestasi sebagai bagai hipoksemia.
ketidakcocokan ventilasi berfungsi dengan area rasio ventilasi perfusi rendah biasanya
merupakan faktor yang lebih penting. retensi karbon dioksida bukan fitur Pneumonia kecuali
pasien sudah memiliki cadangan yang sangat terbatas terutama pada COPD (Chronic Obstuctive
Pulmonary Disease) yang mendasarinya. Bahkan pasien pneumonia sering mengalami
hiperventilasi dan memiliki PCo2 kurang dari sama dengan 40 mmHg (Weinberger, 2019)
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi yang disebabkan oleh paru-paru.
pneumonia dapat terjadi akibat bibit penyakit di udara atau kuman di tenggorokan terhisap masuk
ke paru-paru. penyebaran ini juga dapat melalui darah pada bagian tubuh yang terluka. dengan
batuk contohnya nya akan membuat perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan
hingga gerakan rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mucus ( lendir) saat proses peradangan.
lobus bawah paru-paru paling sering terkena efek gravitasi. setelah mencapai alveoli maka
pnoumocuccus menimbulkan respon yang khas diantaranya nya:
1. Kongesti (24 jam pertama)
Eksudat yang kaya akan protein keluar masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor disertai kongesti Vena. Taro menjadi berat, edematosa, dan berwarna
kemerahan.
1. Hepatitis (48 jam berikutnya)
Terjadi pada Stadium kedua ditemukan akumulasi masih dalam ruang alveolar bersama-sama
dalam limfosit dan makrofag. Pleura yang menutupi akan diselimuti eksudat Fibri nosa. paru-paru
tampak kemerahan dapat tidak mengandung udara disertai konsistensi mirip hati yang masih segar
dan bergranula.
2. Hepatitis kelabu (3-8 hari)
Ditemukan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan merah.
paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di
dalam alveoli yang terserang.
3. Resolusi (8-11 hari)
Pada tahap ini eksudat mengalami lisis dan diabsorsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran
inflamasi dengan mempertahankan artekstur dinding alveoli di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada struktur semula. Akibatnya jika mucus masuk ke alveoli terjadi peningkatan
konsentrasi protein cairan alveoli sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik meningkat dan
tekanan osmosis meningkat dan terjadi penurunan disfungsi sehingga terjadi akumulasi cairan pada
alveoli yang akan menekan saraf dan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas.
Eksudat yang masuk kedalam alveoli akan menyebabkan konsolidasi di alveoli yang kemudian
menyebabkan terjadinya comience paru-paru menurun sehingga suplai O2 menurun yang
menimbulkan terjadinya gangguan pola nafas dan intoleransi aktivitas, Porses peradangan juga
dapat menyebabkan peningkatan suhu (hipertermia). Penumpukan secret akan terakumulasi dijalan
nafas sehingga timbul masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif. Jika sputum masuk
kelambung akan terjadi peningkatan asam basa yang akan menyebabkan mual dan muntah.
Proses Infeksi saluran Pencernaan  Suhu Edema antar
Dilatasi
Peradangan kapiler alveoli
Pembul Tubuh
u Darah
Akumulasi Sekret BU Meningkat Hipertermi
Eksudat Eritrosit
di Bronkus
Malabsorpsi Plasma Pecah
Septikimia
Bersihan Jalan
 Mukus Bronkus Edema
Nafas Tidak Efektif Diare Gangguan Disfungsi Metabolisme Paru
dalam Plasma
Anoreksia
 Evaporasi Pengerasan
Nutrisi Kurang dari
Gangguan Dinding Paru
Kebutuhan Tubuh Intake Kurang
Pertukaran Gas
O2 
Gangguan Keseimbangan
Cairan Elektrolit
Saluran Pernafasan Atas Hipoksia
D. Pathway

Kuman Berlebih Bakteri, Virus,terbawa


Mikroorganisme Jamur Bakteri, Virus, Jamur
di Bronkus Terhirup / Teraspirasi
kesaluran pencernaan Terhirup / Teraspirasi
E. Tanda dan gejala
Menurut (Suratun & Santa, 2013) Gejala yang dapat muncul pada klien dengan
pneumonia adalah demam, berkeringat, batuk dengan sputum yang produktif, sesak
napas, sakit kepala, nyeri pada leher dan dada, dan pada saat austultasi dijumpai adanya
ronchi dan dullness pada perkusi dada.

Manifestasi Klinik

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non
produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak
darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih
suka berbaring pada 5 yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan
fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas,
takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak
menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan
bronkial, pleural friction rub (Sudoyo, 2015).
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas
akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam dan suhu tubuh meningkat hingga
40oC, sesak nafas, nyeri dada, batuk dahak, pada sebagian penderita juga ditemui gejala
lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2016).
Usia merupakan faktor penentu dalam manifetstasi klinis pneumonia. Neonatus dapat
menunjukan gejala demam tanpa ditemukannya gejala fisis pneumonia.
Pola klinis yang khas pada pasien pneumonia viral dan bakterial umumnya berbeda
antara bayi yang lebih tua dan anak walaupun perbedaan tersebut tidak selalu jelas.
Demam, menggigil, takipneu, batuk, malaise, nyeri dada akibat pleuritis, retraksi dan
iritabilitas akibat sesak respiratory sering terjadi
Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, atau stridor dan gejala
demam lebih tidak menonjol dibanding pneumonia bakterial. Pneumonia bakterial
secara tipikal berasosiasi dengan demam tinggi, menggigil, batuk, dispneu dan pada
auskultasi ditemukan adanya tanda konsolidasi paru. Pneumonia atipikal pada bayi kecil
ditandai oleh gejala khas seperti takipneu, batuk, ronki kering(crackles) pada
pemeriksaan auskultasi dan sering ditemukan bersamaan dengan adanya konjungtivitis
chlamydial. Gejala klinis lainnya dapat ditemukan distress pernapasan termasuk cuping
hidung, retraksi intercosta dan subkosta dan merintih (grunting) (Karen et al, 2010
dalam Setyawati Ari, 2018)
Manifestasi Klinis Pneumonia Berdasarkan Etiologi (Soemantri, 2017).
Jenis Etiologi Pneumonia Faktor Risiko Tanda dan Gejala
Sindrom Streptococcus a. Sindecell diseases a. Mendadak mengiggil
Tipikal Pneumoniae (tanpa dan b.Hipogamma (39oC – 40oC)
dengan penyulit) globulinema b. Nyeri pleuritis
c. Multiple myeloma c. Bentuk produktif,
sputum purule (dapat
mengandung bercak
darah, dinding hidung
kemerahan)
d. Retraksi intercostal
Sindrom a. Haemophilis a. Usia Tua a. Onset bertahap dalam
Atipikal Influenzae b. COPD (Chronic 3-5 hari
b. Staphylococus Aureus Obstuctive b. Malaise, nyeri kepla,
Pulmonary nyeri tenggorokan, dan
Disease) batuk kering
c. Flue c. Nyeri karena batuk
a. Mycroplasma a. Anak-anak
Pneumoniae b. Dewasa Muda
b. Virus Patogen
Aspirasi a. Aspirasi basil garam a. Kondisi lemah a. Demam dan batuk
negatif, Klebsiella, karena konsumsi b. Produksi sputum dan
Pseudomonas, alkohol bau busuk
Enterobacter, b. Infeksi c. Distress respirasi
Esterobacter, Nosokomial 1) Sianosis
Escherrichia Proteus c. Gangguan 2) Batuk
dan basil garam positif Kesadaran 3) Hipoksemia
Staphylococus 4) Infeksi Skunder
b. Aspirasi asam
lambung
Hematogen Terjadi bila patogen a. Kateter IV yang Batuk nonproduktif dan
menyebar ke paru-paru terinfeksi nyeri pleuritik
melalui darah b. Endokarditis
c. Drug abuse

Komplikasi
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi.
Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi, mungkin
mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura,
dan kesulitan bernapas.15 Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang
menginfeksi paru masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain,
yang berpotensi menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus
dengan bakteremia dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis,
arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema.3,15 Pneumonia juga dapat
menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura atau biasa disebut dengan efusi
pleura.
Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5%
kasus efusi pleura yang disebabkan oleh P. pneumoniae dengan jumlah cairan yang
sedikit dan sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang
mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut
empiema. Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di drainage menggunakan chest
tube atau dengan pembedahan.
F. Penatalaksanaan

Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per
oral dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak
napas atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru lainnya, harus dirawat dan
antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan
intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon
terhadap pengobatan dan keadaanya membaik dalam waktu 2 minggu (Nursalam, 2015).
Penatalaksanaan umum yang diberikan antara lain :

1. Oksigen 1-2 L/menit


2. IVFD dekstrosa 10% NaCl 0,9% = 3:1, + KCL 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status dehidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu berat berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogatrik dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapar diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosillier.
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik
tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan
untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum
antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk
menjaga kondisi pasien. Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik

berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil


mikrobiologis umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan
jenis pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis
pasien dan faktor predisposisi sangatlah penting, karena akan menentukan pilihan
antibiotika empirik yang akan diberikan kepada pasien. Tindakan suportif meliputi
oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan
intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non
invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway
pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau
nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberika mukolitik atau
ekspektoran untuk mengurangi dahak.
Pilihan Antibiotika Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor
sensitivitas bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya
pengobatan.18 Pada infeksi pneumonia (CAP dan HAP) seringkali harus segera diberikan
antibiotika sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pemilihan ini
harus didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi
yang paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotika
yang didasarkan pada luas spektrum kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi
tidaklebih unggul daripada hasil terapi dengan antibiotika berspektrum sempit, sedangkan
superinfeksi lebih sering terjadi dengan antibiotika berspektrum luas.
Terapi lain dari pneuomonia menurut Daud Dasril, 2013 yaitu:
 Medikamentosa
Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk ditentukan sehingga pemberian
antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu
Sterptococcus pneuminia dan haemophilus influenzae. Pemberian antibiotik sesuai
dengan kelompok umur. Untuk bayi di bawah 3 bulan diberikan golongan penisilin dan
aminoglikosida. Untuk usia >3 bulan, ampisilin dipadu dengan kloramfenikol
merupakan obat pilihan pertama. Bila keadaan pasien memberat atau terdapat empisema,
antibiotik pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai
48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian peroral selama 7-10 hari
 Bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi
pneumotoraks/pneumomediastinum.

 Suportif
Pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya. Nutrisi parenteral diberikan selama pasien
masih sesak.
G. Proses Keperawatan

1. Pengkajian
1) Primary Survey
Kecelakaan, terjatuh, trauma persalinan, penyalahgunaan obat/alkohol.

Airway 1. Pastikan kepatenan jalan napas.


2. Siapkan alat bantu untuk menolong jalan napas jika
perlu.
3. Jika terjadi perburukan jalan napas segera hubungi ahli
anestesi dan bawa ke ICU.

Breathing 1. Kaji respiratory rate.


2. Kaji saturasi oksigen.
3. B oksigen jika ada hypoksia untuk mempertahankan
saturasi > 92%.
4. Auskultasi dada.
5. Lakukan pemeriksaan rontgent.
Circulation 1. Kaji denyut jantung.
2. Monitor tekanan darah.
3. Kaji lama pengisian kapiller.
4. Pasang infuse, berikan ciaran jika pasien dehidrasi.
5. Periksakan dara lengkap, urin dan elektrolit.
6. Catat temperature.
7. Lakukan kultur jika pyreksia.
8. Lakukan monitoring ketat.
9. Berikan cairan per oral.
10. Jika ada mual muntah, berikan antiemetik IV.

Disability Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU atau


GCS.
Pengkajian kesadaran menggunakan AVPU
A : Alert
V : Verbal
P : Pain
U : Unresponsive

Pemeriksaan GCS
Eye (respon membuka mata)
4 : spontan membuka mata
3 : membuka mata dengan perintah (suara, sentuhan)
2 : membuka mata dengan rangsang nyeri
1 : tidak membuka mata dengan rangsang apa pun
Verbal (respon verbal)
5 : berorientasi baik
4 : bingung, disorientasi tempat dan waktu
3 : berbicara tidak jelas
2 : bisa mengeluarkan suara mengerang
1 : tidak bersuara
Motor (respon motorik)
6 : mengikuti perintah
5 : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
4 : (menghindar/menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
3 : menjauhi rangsang nyeri
2 : extensi spontan
1 : tidak ada gerakan

Derajat kesadaran

14-15 Composmentis

12-13 Apatis
10-11 Somnolen
9-7 Delirium
4-6 Stupor
3 coma
Exposure 1. Kaji riwayat sedetail mungkin.
2. Kaji stress dan pola makan, serta gaya hidup pasien.
3. Kaji tentang waktu sampai adanya gejala.
4. Kaji apakah ada anggota keluarga atau teman yang
terkena.
5. Apakah sebelumnya baru mengadakan perjalanan?
6. Lakukan pemeriksaan abdomen.
7. Lakukan pemeriksaan roentgen abdominal.

2) Secondary Survey
a. Riwayat penyakit sekarang.
b. Riwayat kesehatan terdahulu.
1) Penyakit yang pernah dialami
2) Alergi (obat, makanan, dll)
3) Obat-obatan yang digunakan
c. Pengkajian head to toe
1) Keadaan Umum : kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen.
2) TTV dan Nyeri : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan
pernapasan serta tekanan darah.
3) Kepala : ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau
tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
4) Dada : Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik
Abdomen : Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.
5) Ekstremitas : Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill
dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat
bernafas, kelemahan otot pernafasan) yang ditandai dengan dispnea, pola nafas
abnormal (mis. Takipnea, brakipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokess), dan
fase ekspirasi memanjang.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler


yang ditandai dengan dispnea, PCO2 meningkat, PO2 menurun, takikardia, dan bunyi
nafas tambahan.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperplasia dinding jalan
nafas ditandai dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, dan Wheezing.
3. Rencana Tindakan

Diagnosa Keperawatan SDKI Tujuan dan Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
Dx1 : Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama
Penyebab 1x24 jam diharapkan bersihan jalan
Fisiologis : napas menjadi efektif dengan kriteria
1. Spasme jalan napas hasil :
2. Hipersekresi jalan napas Bersihan Jalan Napas : Manajemen Jalan Napas –
3. Disfungsi neuromuskuler a. Batuk efektif dari skala 2 (cukup 1..01011
4. Benda asing dalam jalan napas menurun) menjadi 4 (cukup Observasi :
5. Adanya jalan napas buatan meningkat) a. Monitor pola napas
6. Sekresi yang tertelan b. Produksi sputum dari skala 3 (frekuensi, kedalam, usaha
7. Hiperplasia dinding jalan napas (sedang) menjadi 5 (menurun) napas)
8. Proses infeksi c. Dispnea dari skala 2 (cukup b. Monitor bunyi napas
9. Respon alergi meningkat) menjadi 4 (cukup tambahan (mis. Gurgling,
10. Efek agen farmakologis (mis. menurun) mengi, wheezing, ronkhi
Anastesi) d. Frekuensi napas dari skala 3 kering)
Situasional : (sedang) menjadi 5 (membaik) c. Monitor sputum (jumlah,
1. Merokok Aktif e. Pola napas dari skala skala 3 warna, aroma)
2. Merokok Pasif (sedang) menjadi 5 (membaik) Terapeutik :
3. Terpajan Polutan a. Posisikan semi fowler atau
Gejala dan Tanda Mayor fowler
Subjektif : b. Berikan minuman hangat
Tidak Tersedia c. Lakukan fisioterapi dada jika
Objektif : perlu
1. Batuk tidak efektif d. Berikan oksigen
2. Tidak mampu batuk Edukasi :
3. Sputum berlebih a. Anjurkan asupan cairan
4. Mengi, Wheezing dan/ronkhi kering 2000ml/hari
5. Mekonium dijalan napas (pada b. Ajarkan teknik batuk efektif
neonatus) Kolaborasi :
Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi pemberian
Subjektif : bronkodilator, ekspektoran,
1. Dispnea mukolitik
2. Sulit bicara
3. Ortopnea Manajemen Batuk Efektif –
Objektif : 1.01006
1. Gelisah Observasi :
2. Sianosis a. Identifikasi kemampuan batuk
3. Bunyi napas menurun b. Monitor adanya retensi
4. Frekuensi napas beubah sputum
5. Pola napas berubah c. Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran napas
Terapeutik :
a. Atur posisi semi fowler /
fowler
b. Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
c. Buang sekret pada tempat
sputum
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
b. Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir dibulatkan
selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarikan napas
dalam yang ketiga
Pola Napas : Kolaborasi :
a. Dispnea dari skala 2 (cukup Kolaborasi pemberian mukolitik /
meningkat) menjadi 4 (cukup ekspektoran
menurun)
b. Tekanan ekspirasi dari skala 2 Terapi Oksigen – 1.01026
(cukup menurun) menjadi 4 Observasi :
(cukup meningkat) Monitor kecepatan aliran O2
c. Tekanan inspirasi dari skala 2 Monitor posisi alat terapi O2
(cukup menurun) menjadi 4 Monitor aliran oksigen secara
(cukup meningkat) periodik dan pastikan fraksi
d. Pemanjangan fase ekspirasi dari yang diberikan cukup
skala 2 (cukup meningkat) Monitor efektifitas terapi O2
menjadi 4 (cukup menurun) Monitor tanda-tanda
e. Frekuensi napas dari skala 3 hipoventilasi
(sedang) menjadi 5 (membaik) Monitor tanda dan gejala
toksitasi
Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi O2
Terapeutik :
a. Bersihkan sekret pada mulut,
hidung, trakea (jika perlu)
b. Pertahankan kepatenan jalan
napas
c. Siapkan dan atur peralatan
pemberian O2
d. Gunakan perangkat O2 yang
sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi :
Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan O2 dirumah
Kolaborasi :
Tingkat Nyeri : a. Kolaborasi penentuan dosis O2
a. Keluhan nyeri dari skala 2 (cukup b. Kolaborasi penggunaan O2
meningkat) menjadi 4 (cukup saat aktivitas dan tidur
menurun)
b. Kesulitan tidur dari skala 2 Manajemen Nyeri – 1.08238
(cukup meningkat) menjadi 4 Observasi :
(cukup menurun) a. Identifikasi lokasi,
c. Pola napas dari skala 3 (sedang) karakteristik, durasi, frekuensi,
menjadi 5 (membaik) kualitas, intensitas nyeri
d. Pola tidur dari skala 3 (sedang) b. Identifikasi skala nyeri
menjadi 5 (membaik) c. Identifikasi respons nyeri non
verbal
d. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
e. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
f. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
a. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi penurunan nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
c. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
analgetik
Dx2 : Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi selama
Penyebab 2x24 jam diharapkan gangguan
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi pertukaran gas berkurang dengan
2. Perubahan membran alveolus-kapiler kriteria hasil :
Gejala dan Tanda Mayor Pertukaran Gas : Pemantauan Respirasi –
Subjektif : a. Tingkat kesadaran dari skala 5 1.01014
1. Dispnea (meningkat) tetap pada skala 5 Observasi :
Objektif : (meningkat) a. Monitor frekuensi, irama,
1. PCO2 meningkat/menurun b. Dispnea dari skala 3 (sedang) kedalaman dan upaya napas
2. PO2 menurun menjadi skala 5 (menurun) b. Monitor pola napas
3. Takikardia c. Napas cuping hidung dari skala 3 c. Monitor kemampuan batuk
4. pH arteri meningkat/menurun (sedang) menjadi skala 5 efektif
5. Bunyi napas tambahan (menurun) d. Monitor adanya produksi
Gejala dan Tanda Minor d. PCO2 dari skala 3 (sedang) sputum
Subjektif : menjadi skala 5 (membaik) e. Monitor adanya sumbatan
1. Pusing e. PO2 dari skala 3 (sedang) menjadi jalan napas
2. Penglihatan kabur skala 5 (membaik) f. Palpasi kesimetrisan ekspansi
Objektif : f. Takikardia dari skala 3 (sedang) paru
1. Sianosis menjadi skala 5 (membaik) g. Auskultasi bunyi napas
2. Diaforesis g. pH Arteri dari skala 3 (sedang) h. Monitor saturasi oksigen
3. Gelisah menjadi skala 5 (membaik) Monitor nilai AGD (analisa Gas
4. Napas cuping hidung h. Pola Napas dari skala 3 (sedang) Darah)
5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, menjadi skala 5 (membaik) Terapeutik :
regular/iregular, dalam/dangkal) a. Atur interval pemantauan
6. Warna kulit abnormal (mis. Pucat, respirasi sesuai kondisi pasien
kebiruan) b. Dokumentasi hasil
7. Kesadaran menurun pemantauan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasi hasil pemantauan

Dx3 : Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama


Penyebab 1x24 jam diharapkan pola napas
1. Depresi pusat pernapasan menjadi efektif dengan kriteria hasil :
2. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri Pola Napas : Terapi Oksigen – 1.01026
saat bernapas, kelemahan otot a. Dispnea dari skala 2 (cukup Observasi :
pernapasan) meningkat) menjadi 4 (cukup a. Monitor kecepatan aliran O2
3. Deformitas dinding dada menurun) b. Monitor posisi alat terapi O2
4. Deformitas tulang dada b. Tekanan ekspirasi dari skala 2 c. Monitor aliran oksigen secara
5. Gangguan neuromuskular (cukup menurun) menjadi 4 periodik dan pastikan fraksi
6. Gangguan neurologis (mis. (cukup meningkat) yang diberikan cukup
Elektroensefalogram [EEG] Positif, c. Tekanan inspirasi dari skala 2 d. Monitor efektifitas terapi O2
cedera kepala, gangguan kejang) (cukup menurun) menjadi 4 e. Monitor tanda-tanda
7. Imaturitas neurologis (cukup meningkat) hipoventilasi
8. Penurunan energi d. Pemanjangan fase ekspirasi dari f. Monitor tanda dan gejala
9. Obesitas skala 2 (cukup meningkat) toksitasi
menjadi 4 (cukup menurun)
10. Posisi tubuh yang menghambat e. Frekuensi napas dari skala g.3 Monitor tingkat kecemasan akibat
ekspansi paru (sedang) menjadi 5 (membaik) terapi O2
11. Sindrom hipoventilasi Terapeutik :
12. Kerusakan inervasi diafragma a. Bersihkan sekret pada mulut,
(kerusakan saraf C5 keatas) hidung, trakea (jika perlu)
13. Cedera pada medula spinalis b. Pertahankan kepatenan jalan
14. Efek agen farmakologis napas
15. Kecemasan c. Siapkan dan atur peralatan
Gejala dan Tanda Mayor pemberian O2
Subjektif : d. Gunakan perangkat O2 yang
1. Dispnea sesuai dengan tingkat
Objektif : mobilitas pasien
1. Penggunaan otot bantu pernapasan Edukasi :
2. Fase ekspirasi memanjang Ajarkan pasien dan keluarga cara
3. Pola napas abnormal (mis, takipnea, menggunakan O2 dirumah
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, Kolaborasi :
cheyne-stokes) a. Kolaborasi penentuan dosis O2
Gejala dan Tanda Minor b. Kolaborasi penggunaan O2
Subjektif : saat aktivitas dan tidur
1. Ortopnea
Objektif : Latihan Pernapasan – 1.01007
1. Pernapasan pursed-lip Observasi :
2. Pernapasan cuping hidung a. Identifikasi indikasi dilakukan
3. Diameter thoraks anterior-posterior latihan pernapasan
meningkat b. Monitor frekuensi, irama dan
4. Ventilasi semenit menurun kedalaman napas sebelum dan
5. Kapasitas vital menurun sesudah latihan
6. Tekanan ekspirasi menurun Terapeutik :
7. Tekanan inspirasi menurun a. Sediakan tempat yang tenang
8. Eksursi dada berubah b. Posisikan pasien nyaman dan
rileks
c. Tempatkan satu tangan didada
dan satu tangan diperut
d. Pastikan tangan didada
mundur ke belakang dan
telapak tangan diperut maju
kedepan saat menarik napas
e. Ambil napas dalam secara
perlahan melalui hidung dan
tahan selama tujuh hitungan
f. Hitungan kedelapan
hembuskan napas melalui
mulut dengan perlahan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
latihan pernapasan
b. Anjurkan ulangi 4-5 kali

Pemantauan Respirasi – 1.01014


Observasi :
j. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
k. Monitor pola napas
l. Monitor kemampuan batuk
efektif
m. Monitor adanya produksi
sputum
n. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
o. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
p. Auskultasi bunyi napas
q. Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD (analisa Gas
Darah)
Terapeutik :
c. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
d. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
c. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
d. Informasi hasil pemantauan

Manajemen Nyeri – 1.08238


Tingkat Nyeri : Observasi :
a. Keluhan nyeri dari skala 2 (cukup a. Identifikasi skala nyeri
meningkat) menjadi 4 (cukup b. Monitor keberhasilan terapi
menurun) komplementer yang sudah
b. Kesulitan tidur dari skala 2 diberikan
(cukup meningkat) menjadi 4 c. Monitor efek samping
(cukup menurun) penggunaan analgetik
c. Pola napas dari skala 3 (sedang) Terapeutik :
menjadi 5 (membaik) a. Berikan teknik
d. Pola tidur dari skala 3 (sedang) nonfarmakologis untuk
menjadi 5 (membaik) mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi penurunan nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
c. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik
3. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini,
perawat yang akan memberikan perawatan kepada pasien dan sebaiknya
tidak bekerja sendiri tetapi juga melibatkan tenaga medis yang lain untuk
memenuhi kebutuhan pasien (Ida, 2016).
Tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan dispepsia yaitu
fokus pada pengajaran klien tentang penyebab dispepsia dan makanan yang
mungkin memperburuk penyakit, bantu klien untuk mengkaji faktor-faktor
yang dapat memicu peningkatan manifestasi seperti stres, konsumsi makanan
dan alkohol, menghentikan asupan makanan iritatif seperti kopi dan
sejenisnya (Dinoyo, 2013).

4. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan/ kriteria hasil yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan
tenaga medis yang lain agar mencapai tujuan/ kriteria hasil yang telah
ditetapkan (Ida, 2016).
Ada 3 jenis evaluasi keperawatan mengenai berhasil/tidaknya suatu
tindakan, antara lain:
1. Teratasi: apabila perilaku pasien sesuai dengan pernyataan tujuan dan
waktu yang sebelumnya sudah ditetapkan.
2. Teratasi sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak memenuhi
semua kriteria dan tujuan serta waktu yang telah ditetapkan.
3. Belum taratasi: pasien belum menunjukkan perilaku yang dituliskan
dalam tujuan, kriteria hasil dan waktu yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Aryu, Scholastica Fina, 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Djojodibroto, Darmanto (2014). Respirologi. Jakarta : EGC, hal. 151.
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta:
EGC.
Nursalam. (2015). Metodologi ilmu keperawatan, edisi 4, Jakarta: Salemba
Medika.
Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
Suratun & Santa. (2013). Gangguan Sistem Pernapasan (II; Agung Wijaya,
Ed.). Jakarta: CV. Trans Info Media.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai