Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PASIEN Ny.

E DENGAN DIAGNOSA FETAL


DISTRESS DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI SECTIO CAESAREA
DENGAN TEKNIK REGIONAL ANESTESI SUB ARACHNOID BLOK DI RS
PKU MUHAMMADIYAH TEMANGGUNG

Disusun Oleh :
Nama : Muhammad Irfan
NIM : 2019040029

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS dan KESEHATAN PKU MUHAMMADIYAH


SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2022/2023


BAB I
TEORI PENYAKIT
A. DEFINISI
Fetal distress didefinisikan sebagai hipoksia janin progresif atau asidemia sekunder akibat
oksigenasi janin yang tidak memadai. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan perubahan
dalam pola jantung janin, berkurangnya gerakan janin, hambatan pertumbuhan janin, dan
adanya mekonium pada saat persalinan. Meskipun fetal distress mungkin berhubungan
dengan ensefalopati neonatal, sebagian besar neonatus akan menjadi kuat dan sehat saat lahir
meskipun dengan diagnosis fetal distress (Gravett, et al., 2016).
Fetal distress dinilai dengan skor Apgar (kurang dari 7 di 1 menit dan 5 menit), jejak
kardiotokografi, dan pH tali pusat atau darah kulit kepala janin (pH kurang dari 7,2) dll. Di
antaranya, penilaian skor Apgar adalah yang paling sederhana dan umum digunakan (Tanima,
et al., 2018).
Gawat janin adalah kekhawatiran obstetri tentang keadaan janin, yang kemudian berakhir
dengan seksio sesarea atau persalinan buatan lainnya (Sarwono, 2009).
Namun ada pula yang berpendapat bahwa fetal distress hanya dapat diamati secara tidak
langsung, biasanya melalui pemantauan denyut jantung janin elektronik yang bersubjek pada
variabilitas intra-dan antar-pengamat yang tinggi dalam interpretasi data. Karena alasan ini,
banyak ahli merekomendasikan untuk meninggalkan istilah fetal distress, dan mengadopsi
istilah non-reassuring fetal status untuk menggambarkan interpretasi klinis kesejahteraan
janin (Williams, 2014).

B. ETIOLOGI
Penyebab dari Fetal Distress yaitu:
1. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu singkat)
a) Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan
pemberian oksitosin.
b) Hipotensi ibu, anestesi epidural, kompresi vena kava, posisi terlentang.
c) Solusio plasenta
d) Plasenta previa dengan pendarahan.
2. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu lama)

a. Penyakit hipertensi
b. Diabetes melitus
c. Postmaturitas atau imaturitas
3. Kompresi (penekanan) tali pusat.
C. TANDA DAN GEJALA
Penyebab tanda-tanda gawat janin
1. Hipoksia awal pada Janin melakukan kompensasi untuk mengurangi aliran darah dengan
meningkatkan stimulasi simpatik atau melepaskan epinefrin dari medulla adrenal atau
keduanya. Hipoksia janin yang berkepanjangan dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas
perinatal yang signifikan dengan perhatian khusus pada komplikasi jangka pendek dan jangka
panjang termasuk ensefalopati, kejang, cerebral palsy, dan keterlambatan perkembangan
saraf. Denyut jantung janin berubah secara nyata sebagai respons terhadap kekurangan
oksigen yang berkepanjangan, membuat pemantauan detak jantung janin menjadi alat yang
penting dan umum digunakan untuk menilai status oksigenasi janin secara cepat. Pola denyut
jantung janin yang tidak meyakinkan diamati pada sekitar 15% dari persalinan (Williams,
2014).
2. Demam pada maternal Mempercepat metabolisme dari miokardium janin, meningkatkan
aktivitas kardia akselerasi simpatik sampai 2 jam sebelum ibu demam.
a) Hipertensi pada ibu
b) Saturasi oksigen;oksigen ibu berkurang: penyakit jantung
c) Kelainan pasukan plasenta: solution plasenta,lilitan tali pusar.

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Fetal distress dinilai dengan skor Apgar (kurang dari 7 pada 1 menit dan 5 menit), jejak
kardiotokograf, dan pH darah tali pusat atau janin (kurang dari 7,2). Di antaranya, penilaian
skor Apgar sederhana dan biasa digunakan (Monda, et al., 2018)

Untuk diagnosis fetal distress melalui pemantauan Denyut Jantung Janin (DJJ) dapat
menggunakan alat berupa nonstress test, doppler dan stetoskop Laennec. Pada janin yang
aktif akan diikuti peningkatan DJJ, sebaliknya bila janin kuran baik pergerakannya maka
tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi DJJ (Prawiroharjo, 2016).

Gerakan janin dapat ditentukan secara subyektif (normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara
obyektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit). Gerakan janin juga dapat
dilihat menggunakan USG. (Prawiroharjo, 2016)

Untuk klinik pentingasddiperhatikan frekuensidsdenyutandajantung untukadmengetahui


apakah terjadi fetal distress. Denyutandsjantung beberapa detik sesudah his sebanyakde100
per menit atau kurang menunjukkan akan adanya fetal distress. (Prawiroharjo, 2016)
Metode yang paling umum untuk memantau denyut jantung janin adalah cardiotocography
(CTG) dan auskultasi intermiten. Dalam pengaturan yang tinggi, pemantauan DJJ elektronik
melalui kardiotokografi adalah metode yang paling umum. CTG kontinyu melibatkan
pemantauan denyut jantung janin dan kontraktilitas uterus secara bersamaan untuk
mendeteksi pola DJJ yang terkait dengan kekurangan pasokan oksigen janin.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, lakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Tergantung faktor penyebab: perubahan posisi lataran dan pemberian O2 8-12 l/menit
membantu mengurangi demam pada maternal dengan hidrasi anti piretik dan tindakan
pendinginan.
b. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang
sesuai dengan kondisi ibu:
1) Istirahat baring
2) Banyak minum
3) Kompres untuk menurunkan suhu tubuh ibu
c. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang
paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin:
1) Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap, pikirkan
kemungkinan solusio plasma.
2) Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau tajam) berikan anti biotik
untuk amnionitis.
3) Jika tali pusat terletak di bawah janin atau dalam vagina lakukan penanganan prolaps tali
pusat.
4) Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat janin
(mekonium kental pada cairan amnion, rencanakan persalinan).
BAB II

PETIMBANGAN ANESTESI

A. DEFINISI ANESTESI

Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis kegunaannyadibagi menjadi
anestesi umum yang disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anestesi regional dan anestesi
local menghilangya rasa nyeri disatu bagian tubuhsaja tanpa menghilangnya kesadaran
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2012). Dari beberapa definisi anestesi menurut para ahli maka
dapat disimpulkan bahwa Anestesti merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit pada
saat pembedahan atau melakukan tindakan prosedur lainnya yang menimbulkan rasasakit
dengan cara trias anestesi yaitu hipnotik, analgetik, relaksasi.

B. JENIS ANESTESI
1. General Anestesi
Anestesi umum dapat didefinisikan sebagai suatu depresi dari SSP (Sistim saraf pusat) yang
menyeluruh akan tetapi bersifat reversible, yang mengakibatkan hilangnya respons dan
persepsi terhadap semua rangsang dari luar (Goodman & Gilman, 2012). Anestesi umum
yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria atau komponen yang sering disebut dengan trias
anestesi yang meliputi anelgesi, sedasi dan relaksasi. Dengan demikian, tujuan utama
dilakukan anestesi umum adalah untuk menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi dan
penekanan reflek yang Optimal serta adekuat untuk dilakukan tindakan dan prosedur
diagnostik atau pembedahan tanpa menimbulkan Sangguan haemodinamik, respiratorik dan
metabolik (Soenardjo, dkk. 2013) Anestesi umum meliputi:
 Induksi inhalasi, rumatan anestesi dengan anestetika inhalasi (VIMA=Volatile
Induction and Maintenance of Anesthesia)
 Induksi intravena, rumatan anestesi dengan anestetika intravena(TIVA=Total
Intravenous Anesthesia)
 Anestesi umum merupakan suatu cara menghilangkan seluruh sensasi
dankesadarannya. Relaksasi otot mempermudah manipulasi anggota tubuh.
Pembedahan yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor,yang
membutuhkan manipulasi jaringan yang luas.
2. Regional Anestesi

Anestesi berarti “hilangnya rasa atau sensasi”. Istilah yang digunakan para ahli saraf
dengan maksud untuk menyatakan bahwa terjadi kehilangan rasa secara patologis pada
bagian tubuh tertentu, atau bagian tubuh yang dikehendaki (Boulton, 2012).
Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat sebagai analgesik. Anestesi
regional hanya menghilangkan nyeri tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar. Oleh sebab
itu, teknik ini tidak memenuhi trias anestesi karena hanya menghilangkan persepsi nyeri
saja (Pramono, 2017).
Jenis Anestesi Regional menurut Pramono (2017) digolongkan sebagai berikut:
Anestesi Spinal penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid disegmen lumbal
3-4 atau lumbal 4-5. Untuk mencapai ruang subaraknoid, jarum spinal menembus kulit
subkutan lalu menembus ligamentum supraspinosum, ligamen interspinosum, ligamentum
flavum, ruang epidural, durameter, dan ruang subaraknoid. Tanda dicapainya ruang
subaraknoid adalah dengan keluarnya liquor cerebrospinalis (LCS). Menurut Latief (2010)
anestesi spinal menjadi pilihan untuk operasi abdomen bawah dan ekstermitas bawah.
Teknik anestesi ini popular karena sederhana, efektif, aman terhadap sistem saraf,
konsentrasi obat dalam plasma yang tidak berbahaya serta mempunyai analgesi yang kuat
namun pasien masih tetap sadar, relaksasi otot cukup, perdarahan luka operasi lebih
sedikit, aspirasi dengan lambung penuh lebih kecil, pemulihan saluran cerna lebih cepat.
Anestesi spinal memiliki komplikasi. Beberapa komplikasi yaitu hipotensi terjadi 20-70%
pasien, nyeri punggung 25% pasien, kegagalan tindakan spinal 3-17% pasien dan post
dural punture headache di Indonesia insidensinya sekitar 10% pada pasien paska spinal
anestesi kekurangan dari anestesi spinal dibahas dalam sub bab komplikasi anestesi spinal.

C. TEKNIK ANESTESI
1. Anestesi Umum Klien yang mendapat anestesi umum akan kehilangan seluruh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi otot mempermudah manipulasi anggota tubuh. Pembedahan yang
menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor, yang membutuhkan manipulasi
jaringan yang luas.

2. Anestesi Regional Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah
tubuh tertentu. Anestesi regional terdiri dari spinal anestesi, epidural anestesi, kaudal anestesi.
Metode induksi mempengaruhi bagian alur sensorik yang diberi anestesi. Ahli anestesi
memberi regional secara infiltrasi dan lokal. Pada bedah mayor, seperti perbaikan hernia,
histerektomi vagina, atau perbaikan pembuluh darah kaki, anestesi regional atau spinal
anestesi hanya dilakukan dengan induksi infiltrasi. Blok anestesi pada saraf vasomotorik
simpatis dan serat saraf nyeri dan motoric menimbulkan vasodilatasi yang luas sehingga klien
dapat mengalami penurunan tekanan darah yang tiba – tiba.

D. RUMATAN ANESTESI
Rumatan anestesi adalah dosis obat yang diperlukan untuk memelihara dan mempertahankan
efek klinik atau konsentrasi terapeutik obat yang sesuai dengan regimen dosis. Diberikan
dalam tiap obat untuk menggantikan jumlah obat yang dieliminasi dari dosis sebelumnya.
Obat anestesi inhalasi dengan atau tanpa N2O dapat diberikan. Penggunaan propofol,
fentanyl, alfentanil atau remifentanil dapat juga diberikan bersamaan. Penggunaan anestesi
lokal dapat diberikan untuk suplemen tambahan sebagai analgesik post operatif

E. RESIKO

Gangguan Pasca Anestesi (Potter dan Perry, 2010):

1. Pernapasan Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia sehingga


harus diketahui sedini mungkin dan segera di atasi. Penyebab yang sering dijumpai sebagai
penyulit pernapasan adalah sisa anastesi (penderita tidak sadar kembali) dan sisa pelemas otot
yang belum dimetabolisme dengan sempurna, selain itu lidah jatuh kebelakang menyebabkan
obstruksi hipofaring. Kedua hal ini menyebabkan hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih
beratmenyebabkan apnea.

2. Sirkulasi Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal ini
disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak cukup diganti. Sebab lain
adalah sisa anastesi yang masih tertinggal dalam sirkulasi, terutama jika tahapan anastesi
masih dalam akhir pembedahan.

3. Regurgitasi danMuntah Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi.
Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.

4. Hipotermi Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu juga


karena efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga memengaruhi ketiga elemen
termoregulasi yang terdiri atas elemen input aferen, pengaturan sinyal di daerah pusat dan
juga respons eferen, selain itu dapat juga menghilangkan proses adaptasi serta mengganggu
mekanisme fisiologi pada fungsi termoregulasi yaitu menggeser batas ambang untuk respons
proses vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan juga berkeringat.

5. Gangguan Faal Lain Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan oleh
kerja anestesi yang memanjang karena dosis berlebih relatif karena penderita syok,
hipotermi, usia lanjut dan malnutrisi sehingga sediaan anestesi lambat dikeluarkan dari dalam
darah.
BAB III

WEB OF CAUTION (WOC)

Solusio
Placenta

Terlepasnya placenta
sebelum aterm

Suplay O2 dan nutrisi menurun

Fetal distress

Pre-operasi Post Operasi Intra Operasi

Tindakan operasi Port de entri


mikroba jika Terdapat luka post operasi
pertama kali Perdarahan pada pembedahan
lingkungan
tidak
Terputusnya kontinuitas jaringan
Memicu stres mendukung dan
hospitalisasi pada ibu personal
hygiene yang Menstimulasi pusat nyeri pada
buruk hipotalamus Resiko Kekurangan volume
Ibu menjadi kurang
tenang dan gelisah Resiko Infeksi
Nyeri Akut

Ansietas
BAB IV

TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI

A. PENGKAJIAN
Data subyektif yang ditanyakan, meliputi:
1) Identitas pasien Identitas pasien meliputi : nama, usia, pendidikan, pekerjaan,
agama dan alamat. Anda bisa bertanya langsung pada pasien apabila pasien sadar atau
pada keluarga apabila pasien bayi atau tidak sadar.
2) Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien saat ini.
3) Riwayat penyakit/keluhan yang sekarang dirasakan atau yang berhubungan dengan
sakit yang diderita sekarang.
4) Usaha pengobatan yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan.

Data obyektif Lakukan pemeriksaan fisik maupun diagnostik untuk mengumpulkan


data Obyektif, meliputi:
1) Anda perhatikan/amati keadaan umum pasien : Kaji kesadaran pasien, apakah
pasien dalam kondisi sadar penuh (composmentis), apatus, delirium, somnolen,
stupor, koma.
2) Kaji jalan nafas (Airway) : Anda lakukan observasi pada gerakan dada,, apakah
ada gerakan dada atau tidak. Apabila ada gerakan dada spontan berarti jalan nafas
lancar atau paten, sedang apabila tidak ada gerakan dada walaupun diberikan bantuan
nafas artinya terjadi sumbatan jalan nafas
3) Kaji fungsi paru (breathing): Anda kaji/observasi kemapuan mengembang paru,
adakah pengembangan paru spontan atau tidak. Apabila tidak bisa mengembang
spontan maka dimungkinkan terjadi gangguan fungsi paru sehingga akan dilakukan
tindakan untuk bantuan nafas.
4) Kaji sirkulasi (Circulation) : Anda lakukan pengkajian denyut nadi dengan
melakukan palpasi pada nadi radialis, apabila tidak teraba gunakan nadi brachialis,
apabila tidak teraba gunakan nadi carotis. Apabila tidak teraba adanya denyutan
menunjukkan gangguan fungsi jantung.
5) Kaji Disability yaitu tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan GCS
6) Lakukan pengukuran tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, jumlah
pernafasan.
7) Lakukan pemeriksaan fisik (data focus) sesuai dengan keluhan pasien.
8) Lakukan kolaborasi untuk pemeriksaan penunjang seperti : EKG, foto rontgen dan
pemeriksaan analisa gas darah.
B. MASALAH KESEHATAN ANESTESI
Pre op
1. Ansietas
Intra
1. Resiko kekurangan volume cairan
Post op
1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi

C. RENCANA INTERVENSI
Pre op
Ansietas
Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cemas
berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
1) Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat anestesi/pembiusan
2) Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan
3) Pasien mengkomunikasikan perasaan negative secara tepat
4) Pasien tampak tenang dan kooperatif
5) Tanda-tanda vital normal
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
2) Jelaskan jenis prosedur tindakan prosedur yang akan dilakukan
3) Berikan dorongan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan
4) Ajarkan teknik relaksasi
5) Kolaborasi untuk pemberian obat sedasi

Intra op
Risiko kekurangan volume cairan Tujuannya adalah setelah dilakukan keperawatan
diharapkan keseimbangancairan dalam ruang intrasel dan ektrasel tubuh tercukupi.
Kriteria hasil :
1) Pasien menyatakan tidak haus/tidak lemas
2) Akral kulit hangat
3) Hemodinamik normal
4) Masukan cairan dan keluaran cairan seimbang
5) Urine output 1-2 cc/KgBB/jam
6) Hasil laboratorium elektrolit darah normal
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat kekurangan volume cairan
2) Kolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit
3) Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit
4) Monitor hemodinamik
5) Monitor perdarahan

Post op
Nyeri akut Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
nyerihilang atau terkontrol, klien tampak rileks.
Kriteria hasil :
1) Pasien mangatakan nyeri berkurang atau hilang
2) Pasien mampu istirahat atau tidur
3) Ekspresi wajah nyaman atau tenang
4) TTV dalam batas normal
Rencana tindakan:
1) Observasi tanda-tanda vital
2) Identifikasi derajat, lokasi, durasi, frekwensi dan karakteristik nyeri
3) Lakukan Teknik komunikasi terapeutik
4) Ajarkan Teknik relaksasi
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetic
Resiko infeksi Tujuannya adalah setelah dilakukannya tindakan keperawatan
diharapkanmeningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi.
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda infeksi tidak terjadi (kalor, dolor, rubor, tumor, fungsiolesa)
2) Suhu tubuh dalam batas normal.
3) Hasil pemeriksaan lab post operasi dalam batas normal
Rencana tindakan :
1) Monitoring tanda-tanda vital
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptic
3) Ajarkan pasien untuk menjaga lukanya agar tetap bersih
4) kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi.
D. EVALUASI
Pada tahap ini, penulis menggunakan metode pendokumentasian SOAP yaitu
Subyektif(S), Obyektif(O), Assesment(A), dan Planning(P). Evaluasi dari diagnosa
hipotermi diperoleh hasil: Subyektif: pasien mengatakan sudah tidak dingin.
Obyektif: terpasang selimut elektrik pada pasien, tanda – tanda vital TD : 130/80
mmHg, HR : 90x/menit, RR : 22x/menit, suhu tubuh pasien: 36,30 c. Assesment: -.
Planning: observasi suhu tubuh pasien, pertahankan selimut pasien sampai suhu tubuh
diatas 36,50 c, pindahkan ke ruang rawat. Sesuai dengan teori (Tarwoto & Wartonah,
2015)
DAFTAR PUSTAKA
Gravett, M., G., Rubens, C., E., Nunes, T., M. 2010. Global Report On Preterm Birth And
Stillbirth (3 Of 7) : Discovery Science. Biomed Central Pregnancy And
Childbirth. 2016; 10(1): S2.
Cunningham FG et al. (2014). Hypertensive Disorder in Pregnancy. Dalam C. F. al, William
Obstetrics 23rd Ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc.
Prawirohardjo Sarwono (2016). Buku Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Sjamsuhidajat, dkk. (2012). Buku ajar ilmu bedah Samsuhidajat-De Jong. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, C. S dan Bare, B. G. (2012). Textbook medical–surgical nursing. Second
edition. Volume 2. Author: M. Farrell, J. Dempsey.
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan
Profesional. Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai