Anda di halaman 1dari 13

A.

Definisi

Dispepsia merupakan rasa nyeri atau tidak nyaman di bagian ulu hati. Kondisi ini

dianggap gangguan di dalam tubuh yang diakibatkan reaksi tubuh terhadap lingkungan

sekeliling. Reaksi ini menimbulkan gangguan ketidakseimbangan metabolisme dan

seringkali menyerang individu usia produktif, yakni usia 30-50 tahun (Muti, 2019)

Dispepsia adalah suatu gejala yang ditandai dengan nyeri ulu hati, rasa mual dan

kembung. Gejala ini bisa berhubungan/ tidak ada hubungan dengan makanan (Gulo,

2019).

B. Klasifikasi

Klasifikasi Dispepsia terbagi atas dua subklasifikasi, yakni dispepsia organik dan

dispepsia fungsional.

1. Dispepsia organik adalah dispepsia yang disebabkan adanya kelainan struktur

organ pencernaan

2. Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ

berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi

(Andre, 2017)
C. Etiologi

Dispepsia dapat terjadi berkaitan dengan penyakit pada traktus gastrointestinal

atau keadaan patologik pada sistem organ lainnya. Sebagai hasil dari pemeriksaan klinis

dan laboratorium yang sistematik, proses patofisiologik yang dapat ditentukan kadang –

kadang dapat dibuktikan sebagai penyebab timbulnya gejala pada kasus dispepsia tertentu

(Rumalolas, 2018)

Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik dan

fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena terjadinya gangguan di
saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan lain-

lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis

dan faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada dyspepsia terdiri dari:

1. Adanya gas di perut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang,

mual, tidak nafsu makan, dan perut terasa panas.

2. Rasa penuh, cepat kenyang, kembung etelah makan, mual, muntah, sering

bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati dan dada atau regurgitasi asam

lambung ke mulut.

3. Gejala dispepsia akut dan kronis berdasarkan jangka waktu tiga bulan meliputi:

a) Rasa sakit dan tidak enak di ulu hati.

b) Perih, mual, sering bersendawa, dan regurgitasi.

c) Keluhan dirasakan terutama berhubungan dengan timbulnya stres.

d) Berlangsung lama dan sering kambuh

e) Sering disertai ansietas dan depresi

(Karyadi, 2017)
E. Patofisiologi

Dari sudut pandang patofi siologis, proses yang paling banyak dibicarakan dan

potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah sekresi asam lambung,

dismotilitas gastrointestinal hipersensitivitas viseral, disfungsi autonom, diet dan faktor

lingkungan, psikologis menegaskan bahwa patofisiologi dispepsia hingga kini masih

belum sepenuhnya jelas dan penelitian-penelitian masih terus dilakukan terhadap faktor-

faktor yang dicurigai memiliki peranan bermakna, seperti Abnormalitas fungsi motorik

lambung (khususnya keterlambatan pengosongan lambung, hipomotilitas antrum,

hubungan antara volume lambung saat puasa yang rendah dengan pengosongan lambung

yang lebih cepat, serta gastric compliance yang lebih rendah), infeksi Helicobacter pylori

dan faktor-faktor psikososial, khususnya terkait dengan gangguan cemas dan depresi

(Ervianti, 2017 )

Pada Sekresi asam lambung, kasus dispepsia fungsional umumnya mempunyai

tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin,

yang rata-rata normal. Diduga terdapat peningkatan sensitivitas mukosa lambung

terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut. Peningkatan sensitivitas

mukosa lambung dapat terjadi akibat pola makan yang tidak teratur. Pola makan yang

tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi dalam pengeluaran sekresi

asam lambung. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, produksi asam lambung

akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung (Ganong,

2018)

Dismotilitas Gastrointestinal pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan

lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus), gangguan akomodasi


lambung saat makan, dan hipersensitivitas gaster. Salah satu dari keadaan ini dapat

ditemukan pada setengah atau dua pertiga kasus dispepsia fungsional. Perlambatan

pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia fungsional dengan keluhan

seperti mual, muntah, dan rasa penuh di ulu hati. Gangguan motilitas gastrointestinal

dapat dikaitkan dengan gejala dispepsia dan merupakan faktor penyebab yang mendasari

dalam dispepsia fungsional. Gangguan pengosongan lambung dan fungsi motorik

pencernaan terjadi pada sub kelompok pasien dengan dispepsia fungsional. Sebuah studi

meta-analisis menyelidiki dispepsia fungsional dan ganguan pengosongan lambung,

ditemukan 40% pasien dengan dispepsia fungsional memiliki pengosongan lebih lambat

1,5 kali dari pasien normal (Harahap, 2019)


F. Pathway
Kelainan mobilitas usus Penyakit asam lambung Infeksi helicobacter pylori

Penurunan reflek fundus Pajanan keasaman esofagus Iritasi / peradangan

Keterlambatan pengosongan Nyeri abdomen


Nyeri epigastrik

Dispepsia Cemas dengan keadaan Ansietas

Anoreksia

Defisit nutrisi Intake makanan kurang

Lambung kosong

Erosi pada lambung.


Nyeri Akut Gesekan dinding lambung

Peningkatan produksi
HCL

Rangsangan di medula
oblongan

Mual muntah

Nausea
G. Pemeriksaan penunjang

Dispepsia fungsional tidak ditemukan adanya kelainan organik, sedangkan untuk

dispepsia organik ditemukan adanya kelainan organik

1. Radiologi

Gambaran radiologi suatu tukak berupa creater/kawah dengan batas jelas disertai

lipatan mukosa yang teratur keluar dari pinggiran tukak dan niche dan gambaran

suatu proses keganasan lambung biasanya dijumpai satu filling defect. Kanker

lambung secara radiologi akan tampak masa ireguler, tidak terlihhat daerah

peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah

2. Endoskopi

Tes ini digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung dan duedenum

dengan memasukan tabung tipis fleksibel ke kerongkongan. Endoskopi untuk

suatu tukak jinak berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan

normal disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran tukak. Pada pemeriksaan

ini juga dapat mengidentifikasi ada tidaknya bakteri Helicobacter pylori, dimana

cairan tersebut diambil dan ditumbuhkan dalam media Helicobacter pylori.

Pemeriksaan antibodi terhadap infeksi Helicobacter pylori dikerjakan dengan

metode Passive Heam Aglutination (PHA), dengan cara menempelkan antigen

pada permukaan sel darah merah sehingga terjadi proses aglutinasi yang dapat

diamati secara mikroskopik. Bila di dalam serum sampel terdapat anti

Helicobacter pylori maka akan terjadi aglutinasi dan dinyatakan positif terinfeksi

Helicobacter pylori

3. Gastroskopi
Tes ini biasanya dilakukan untuk pasien dengan dispepsia karena merupakan cara

yang sangat akurat untuk menemukan atau mengesampingkan adanya cedera pada

lapisan dalam saluran pencernaan bagian atas

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Dyspepsia terdiri dari :

1. Non Farmakologi

Gejala dapat dikurangi dengan menghindari makanan yang mengganggu, diet

rendah lemak, kopi, alkohol, dan merokok. Selain itu, makanan kecil rendah

lemak dapat membantu mengurangi intensitas gejala. Ada juga

merekomendasikan untuk menghindari makan yang terlalu banyak terutama

dimalam hari dan membagii asupan makanan sehari-hari menjadi beberapa

makanan kecil. Alternatif pengobatan yang lain termasuk hipnoterapi, terapi

relaksasi dan terapi perilaku

2. Farmakologi

a. Obat Antagonis H2 reseptor Antagonis H2 reseptor (simetidine, renitidine,

famotidine, nizatidine), struktur homolog dengan histamine. Mekanisme

kerjanya memblokir efek histamine pada sel parietal tidak dapat

dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Manfaatnya ditujukan

untuk menghilangkan rasa nyeri ulu hati

b. Antasid Golongan ini mudah didapat dan harganya murah. Antasida akan

menetralisir sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung

natrium bikarbonat, AI(OH)3, Mg(OH)2, dan magnesium trisiklat.


Pemberian antasida tidak dapat dilakukan terusmenerus, karena hanya

bersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri

c. Obat Proton pump inhibitor (PPI)

Proton Pump Inhibitor (PPI) ini kelas obat telah tersedia selama lebih dari

10 tahun dab memberikan penekanan asam yang paling efektif yang

tersedia saat ini. Obat ini paling efektif untuk gejala refluks yang berat dan

agak lebih cepat dari pada H2-RA. Secara umum, obat ini salah satu yang

terbaik yang cukup mengontrol gejala. Obat dianggap aman untuk

pengobatan jangka panjang jika perlu. Penggunaan obat jenis ini sering

dikombinasikan dengan antibiotik untuk mengobati Helicobacter pylori.

Efek samping obat ini yaitu, jarang di ditemukan dan akan terjadi ruam

kulit, diare, dan berbagai efek samping lainnya

d. Anti kolinergik Kerja obat ini tidak spesifik, obat yang agak selektif

adalah pirenzepin yang bekerja sebagai anti reseptopr muskarinik yang

dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 28% samapi 43%.

Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif

I. Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan

yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus

yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati,

mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut

kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar

tiba-tiba). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri


dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan

lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut

terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan

lainnya.

Pengkajian pada Dispepsia, antara lain :

1. Aktivitas/istrahat : dengan gejala kelemahan, kelelahan

2. Sirkulasi : Gejala hipotensi, tachicardi, nadi perifer lemah, pengisian kapiler

lambat, warna kulit pucat/sianosis, kelembapan kulit/membrane mukosa

berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut)

3. Integritas ego: Gejala faktor stres akut atau kronik (keuangan, hubungan dan

kerja), perasaan tak berdaya.

4. Eliminasi : Gejala riwayat perawatan dirumah sakit sebelumnya karena

perdarahan, gatrointestinal, atau masalah yang berhubungan dengan

gastrointestinal.

5. Makanan/cairan: Gejala anoreksia, mual, muntah, masalah menelan, nyeri uluhati,

perubahan berat badan.

6. Neurologi : Gejala rasa denyutan, pusing/sakit kepala, kelemahan.

7. Nyeri atau kenyamanan : Gejala nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa

terbakar, perih, nyeri hebat biasanya tiba–tiba dapat disertai perforasi, rasa

ketidaknyamanan/distres samar-samar setelah makan banyak dan hilang dengan

makan, nyeri epigastrium 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida.

8. Keamanan: Gejala peningkatan suhu.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan dispepsia yaitu:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

Intervensi Keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.

Tujuan dan Kriteria Intervensi

Hasil

Tujuan : SLKI
Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam, 1. Identiikasi PQRST
diharapkan intensitas 2. Identifikasi respon nyeri nonverbal
nyeri berkurang
Kriteria Hasil Terapeutik
Tingkat Nyeri 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
Keluhan skala nyeri meringankan nyeri
menurun (skala nyeri 2) 4. Berikan teknin nonfarmakologis untuk mengurangi
Meringis menurun nyeri
Frekuensi nadi membaik 5. Fasilitasi istirahat dan tidur
Pola nafas teratur Edukasi Teknik Nafas
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan manfaat teknik nafas
7. Jelaskan prosedur teknik nafas
8. Anjurkan memposisikan tubuh senyaman mungkin
9. Ajarkan melakukan ekspirasi dengan
menghembuskan udara mulut mencucu secara
perlahan
10. Demostrasikan menarik nafas dalam 4 detik,
menahan nafas selama 2 detik dan menghembuskan
nafas selama 8 detik
Pemantauan Nyeri
Terapeutik
11. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
12. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
13. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
14. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Defisit nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

Tujuan dan kriteria Intervensi


Hasil
Tujuan Manajemen Nutrisi
Setelah dilakukan asuhan Observasi
keperawatan selama 3 x 1. Identifikasi status nutrisi
24 jam diharapkan 2. Identifikasi makanan yang disukai
asupan nutrisi cukup 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan Jenis nutrien
memenuhi kebutuhan 4. Identifikasi pertunya penggunaan selang
metabolisme nasogastrik
Kriteria Hasil 5. Monitor asupan makanan
1. Frekuensi makan 6. Monitor berat badan
membaik 7. Monitor hail perneriksaan laboratorium
2. Porsi makan yang Terapeutik
dihabiskan 8. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis., piramida
meningkat makanan)
3. Membran mukosa 9. Sajikan makanan secara, menarik dan suhu yang
membaik sesuai
10. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan realisasi dari intervensi keperawatan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan pelaksanaanya juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah

memberikan tindakan keperawatan. Keterampilan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

ini antara lain keterampilan kognitif, keterampilan interpersonal, dan keterampilan

psikomotor (Nursalam, 2017)

Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang

menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, intervensi dan implementasi.


Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan

(Nursalam, 2017)
Daftar Pustaka

Nursalam, 2017. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. Jakarta:


Salemba Medika
Muti. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Ny. P. A. I Dengan Dispepsia Di Ruangan
Cempaka Rs Polri Titus Uly Kupang
Gulo, 2019. Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Penyakit Dispepsia Di Puskesmas
Moro’o Kecamatan Moro’o Kabupaten Nias Barat
Rumalolas, 2018. Hubungan Pola Makan Yang Tidak Teratur Terhadap Sindroma
Dispepsia Pada Remaja Di Smp Negeri 13 Makassar
Andre, 2017. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Depresi Pada Penderita Dispepsia
Fungsional
Sudoyo, 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta
Ervianti, 2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Sindroma Dispepsia Pada
Supir Truk: Studi Di Pt. Varia Usaha
Ganong, 2018. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Ke-22. Jakarta: Egc; 2018
Harahap, 2019. Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di Rumah Sakit Martha
Friska Medan Tahun 2019
Karyadi, 2017. Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan. Jakarta: Pt Gramedia;

Anda mungkin juga menyukai