Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DYSPEPSIA

OLEH :

A.Usman Alfadil
14420211007

CI LAHAN CI INSTITUSI

(________________) ( ________________)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSSAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
DYSPEPSIA

A. Tinjauan Medis
1. Definisi
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom
(kumpulan gejala atau keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak
nyaman di ulu hati (daerah lambung), kembung, mual, muntah, sendawa,
rasa cepat kenyang, dan perut terasa penuh. Keluhan ini tidak selalu ada
pada setiap penderita. Bahkan pada seorang penderita, keluhan tersebut
dapat berganti atau bervariasi, baik dari segi jenis keluhan maupun kualitas
keluhan. Jadi, dispepsia bukanlah suatu penyakit, melainkan merupakan
kumpulan gejala ataupun keluhan yang harus dicari penyebabnya (Sofro &
Anurogo, 2013)
Dispepsia adalah suatu istilah yang merujuk pada gejala abnormal di
perut bagian atas. Istilah ini biasa pula digunakan untuk menerangkan
bebagai keluhan yang dirasakan di abdomen bagian atas. Diantaranya adalah
rasa nyeri ataupun rasa terbakar di daerah epigastrum (ulu hati), perasaan
penuh atau rasa bengkak di perut bagian atas, sering sendawa, mual, ataupun
rasa cepat kenyang. Dispepsia sering juga dipakai sebagai sinonim dari
gangguan pencernaan (Herman, 2004)
2. Etiologi
Dalam (Vernando, 2017) Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit baik yang bersifat organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat
organik antara lain karena terjadinya gangguan di saluran cerna atau di sekitar
saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan
penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis dan
faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu
Faktor-faktor yang menyebabkan dispepsia adalah :
a. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan
bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).
b. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah
(mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).
c. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat lambung
terasa penuh atau bersendawa terus.
d. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia,
seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi. Minuman jenis ini
dapat mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.
e. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs(NSAID)
misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven
f. Pola makan
Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga bila tidak
sarapan, lambung akan lebih banyak memproduksi asam. Tuntutan
pekerjaan yang tinggi, padatnya lalu lintas, jarak tempuh rumah dan kantor
yang jauh dan persaingan yang tinggi sering menjadi alasan para
profesional untuk menunda makan (Rani, 2011).Faktor diet dan sekresi
cairan asam lambung merupakan penyebab timbulnya dispepsia. Beberapa
hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain :
1) Sekresi Asam Lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat
sekresi asam lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi
pentagastrin dapat dijumpai kadarnya meninggi, normal atau
hiposekresi.
2) Dismotilitas Gastrointestinal
Dismotilitas Gastrointestinal yaitu perlambatan dari masa pengosongan
lambung dan gangguan motilitas lain. Pada berbagai studi dilaporkan
dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan
hipomotilitas antrum hingga 50% kasus.
3) Diet dan Faktor Lingkungan
Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia
fungsional. Dengan melihat, mencium bau atau membayangkan sesuatu
makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak mengandung
HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena faktor nervus vagus, dimana ada
hubungannya dengan faal saluran cerna pada proses pencernaan. Nervus
vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung tetapi efek
dari antral gastrin dan rangsangan lain sel parietal.
4) Psikologik
Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus
stress sentral.
3. Patofisologi
Dispepsia fungsional disebabkan oleh beberapa faktor utama, antara lain
gangguan motilitas gastroduodenal, asam lambung, hipersensitivitas viseral,dan
faktor psikologis. Faktor-faktor lainnya yang dapat berperan adalah genetik,
gaya hidup, lingkungan, diet dan riwayat infeksi gastrointestinal sebelumnya.
a. Gangguan motilitas gastroduodenal
Gangguan motilitas gastroduodenal terdiri dari penurunan kapasitas
lambung dalam menerima makanan (impaired gastric accommodation),
inkoordinasi antroduodenal, dan perlambatan pengosongan lambung.
Gangguan motilitas gastroduodenal merupakan salah satu mekanisme
utama dalam patofisiologi dispepsia fungsional, berkaitan dengan perasaan
begah setelah makan, yang dapat berupa distensi abdomen, kembung,
danrasa penuh.
b. Helicobacter pylori
Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum
sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H. Pylori terdapat
sekitar 50% pada dispepsia fungsionaldan tidak berbeda pada kelompok
orang sehat. Mulai terdapat kecenderungan untuk melakukan eradikasi H.
Pylori pada dispepsia fungsional dengan H. Pylori positif yang gagal
dengan pengobatan konservatif baku
c. Faktor psikososial
Gangguan psikososial merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan
dalam dispepsia fungsional. Derajat beratnya gangguan psikososial sejalan
dengan tingkat keparahan dispepsia. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa depresi dan ansietas berperan pada terjadinya dispepsia fungsional.
d. Asam lambung
Asam lambung dapat berperan dalam timbulnya keluhan dispepsia
fungsional. Hal ini didasari pada efektivitas terapi anti-sekretorik asam dari
beberapa penelitian pasien dispepsia fungsional. Data penelitian mengenai
sekresi asam lambung masih kurang, dan laporan di Asia masih
kontroversial.
e. Pathway
Perubahan pola makan

Pemasukan makanan berkurang -


lambung kosong

Peningkatan produksi
HCL

Mengikis mukosa lambung

Dispepsia

Dispepsia organik Dispepsia fungsional

Pemeriksaan klinis Hasil lab


Perangsangan saraf simpatis
NV ( Nervus Vaagus )

Peningkatan produksi HCL kontak dengan Perubahan pada


HCL dilambung mukosa gaster kesehatan

Mual muntah Nyeri bd iritasi pada mukosa Ansietas


lambung

Ketidakseimbangan Kekurangan volume


nutrisi kurang dari cairan
kebutuhan
f. Manifestasi Klinik
Adapun gejala-gejala (sindrom) dispepsia, yaitu:
1) Nyeri perut (abdominal discomfort)
2) Rasa perih di ulu hati
3) Nafsu makan berkurang
4) Rasa lekas kenyang
5) Perut kembung
6) Rasa panas didada dan perut
g. Komplikasi
Komplikasi dispepsia yaitu luka didinding lambung yang dalam atau
melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila
keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat
menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan
terjadinya muntah darah, dimana merupakan pertanda yang timbul belakangan.
Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam
terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang
paling dikhawatirkan adalah terjadinya kangker lambung yang mengharuskan
penderitanya melakukan operasi.
h. Pemeriksaan penunjang
Berikut merupakan pemeriksaan penunjang:
1) Tes Darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan kelainan
serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori menunjukkan
ulkus peptikum namun belum menyingkirkan keganasan saluran
pencernaan.
2) Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi)
Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit
epitellium Barret, dan ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse
untuk H.pylori (tes CLO).
Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk
menyingkirkan kausa organic pada pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan
H. pylori merupakan pendekatan bermanfaat pada penanganan kasus
dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi diindikasikan terutama pada pasien
dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien dengan
tanda alarm seperti penurunan berat badan, muntah, disfagia, atau
perdarahan yang diduga sangat mungkin terdapat penyakit struktural.
Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan
kemungkinan komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat
GNJ, endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada
evaluasi penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat
mengklasifikasikan keadaan pasien apakah dispepsia organik atau
fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk
mengetahui keadaan patologis mukosa lambung.
3) DPL : Anemia mengarahkan keganasan
4) EGD : Tumor, PUD, penilaian esophagitis
5) Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung
darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan
pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau
pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan barium pada saluran cerna bgian atas.
i. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 2014,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra
kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai
fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
a) Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat,
Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-
menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg
triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai
adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan
menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
b) Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang
dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga
memiliki efek sitoprotektif.
c) Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik
atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin
d) Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI
adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
e) Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).
Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen,
yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi
mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk
lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar
lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
f) Golongan Prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)
g) Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti-
depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak
jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti
cemas dan depresi.
j. Prognosis
Prognosis ialah mengacuh pada prediksi mengenai perkembangan suatu
penyakit misalnya mengenai apakah tanda dan gejala suatu penyakit akan
membaik atau malah memburuk atau apakah akan terjadi komplikasi atau
apakah pasien akan sembuh. Prognosis dibuat dengan deskripsi penyakit,
kondisi fisik dan kejiwaan pasien, obat dan terapi yang tersedia, serta factor-
faktor lainnya.
Sebagian besar penderita dyspepsia fungsional kronis dan kambuhan
asimptomatik diikuti episode relaps. Berdasarkan studi populasi pasien
dyspepsia fungsional, 15-20% mengalami gejala persisten, 50% mengalami
perbaikan gejala, dan 30-35 % mengalami gejala fluktuatif. Pada study di
china, prognosis funsional mungkin dipengaruhi beberapa hal :kurang tidur dan
status pernikahan buruk memiliki prognosis negative, sedangkan personalitas
ekstrovert memiliki prognosis positif. Meskipun dyspepsia fungsional
berlangsung kronis dan mempengaruhi kualitas hidup, tetapi tak terbukti
menurunkan harapan hidup. (Purnamasari, 2017)
B. Konsep Keperawatan
Proses keperawatan memiliki karakteristik unik yang memungkinkan
respon terhadap perubahan status kesehatan klien. Karakteristik ini meliputi
sifat proses keperawatan yang siklis dan dinamis yang berpusat pada klien,
berfokus pada penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan, gaya
interpersonal dan kolaborasi dapat diterapkan secara universal dan penggunaan
befikir kritis. (Devita:Sari, 2019)
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan
menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi
adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah,
nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di
dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba).
(Mansjoer, 2000). Pengkajian pada klien dengan dispepsia adalah sebagai
berikut:
a. Biodata
 Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama,
pekerjaan, pendidikan, alamat.
 Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.
b. Keluhan Utama
Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian samping dada
depan epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung, rasa
kenyang
c. Riwayat kesehatan sekarang
Klien dengan Dispepsia meempunyai keluhan : Nyeri perut (abdominal
discomfort) , Rasa perih di ulu hati, Nafsu makan berkurang, Rasa lekas
kenyang, Perut kembung, Rasa panas didada dan perut .
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit gastritis,
Hipertensi.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit
saluran pencernaan
f. Pola aktivitas
Pola makan yaitu kebiasaan makan yang tidak teratur, makanan yang
kurang serat dan makan makanan yang merangsang selaput mukosa
lambung, berat badan sebelum dan sesudah sakit.
g. Aspek Psikososial
Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya masalah
interpersonal yang bisa menyebabkan stress.
h. Aspek Ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat tinggal,
hal-hal dalam pekerjaan yang mempengaruhi stress psikologis dan pola
makan.

i. Pemeriksaan Fisik
Head to toe
a) Kepala dan rambut
Bentuk kepala simetris, dapat digerakkan, kulit kepala bersih dan
tidak rontok, tidak ada uban dan rambut lurus.
b) Mata
Visus/ ketajaman penglihatan tidak terkaji, sklera tidak ikterik.
Konjungtiva tidak anemis,posisi bola mata simetris dan  penglihatan
normal, tidak menggunakan alat bantu.
c) Hidung
Bentuk dan posisi simetris, tidak terdapat kotoran/ sekret. Fungsi
penciuman normal. Tidak terdapat peradangan pada mukosa dan
tidak ada polip.
d) Telinga
Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik (jika dipanggil
klien langsung memberi respon), tidak ada cairan yang keluar dari
telinga, tidak ada peradangan dan klien tidak menggunakan alat
bantu pendengaran.
e) Mulut dan gigi
Inspeksi : Mukosa bibir kering dan terlihat berwarna pucat, tidak
ada peradangan pada mulut, klien tidak memakai gigi palsu, ada
terdapat caries, kebersihan cukup. Fungsi pengecapan normal (klien
bisa membedakan rasa manis dan pahit).
Palpasi : Terdapat atau tidaknya nyeri tekan.
f) Leher
Simetris kiri dan kanan. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar
getah bening dan tiroid, pergerakan leher dapat bergerak ke kiri dan
kanan, atas dan bawah. Tidak terdapat massa.
g) Thorax (fungsi pernafasan)
Inspeksi : Pergerakan dada normal, tidak menggunakan alat
bantu dalam bernapas.
Palpasi     : Tidak terdapat nyeri tekan.
Perkusi : Bunyi normal (sonor).
Auskultasi : Tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
h) Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris dan tidak ada lesi
Auskultasi : Bising usus 5 kali/menit
Palpasi : Tidak benjolan, ada nyeri tekan
Perkusi : Tympani
i) Genitalia
Apakah ada kelainan dan gangguan pada genitalia.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan Dispepsia :
a. Nyeri akut
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
c. Resiko kekurangan volume cairan
d. Ansietas.
3. Intervensi
RENCANA
Diagnosa Tujuan/Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Nyeri NOC : NIC : 1. Dengan mengidentifikasi
 Pain Level,  Lakukan
Akut dapat membantu untuk
 pain control, pengkajian nyeri
 comfort level berfokus terhadap penyebab
secara
Setelah komprehensif nyeri dan manajemenya
dilakukan termasuk lokasi,2. Dengan mengetahui skala
tinfakan karakteristik, nyeri klien, dapat membantu
keperawatan durasi, frekuensi, untuk mengetahui tingkat
selama Pasien kualitas dan faktor nyeri klien
tidak presipitasi
mengalami 3. Mengetahui kualitas nyeri
 Observasi reaksi
nyeri,dengan yang dirasakan
nonverbal dari
kriteria hasil: ketidaknyamanan 4. Pemberian tehnik
 Mampu  Bantu pasien dan nonfarmakologis dapat
mengontrol keluarga untuk membantu klien dalam
nyeri (tahu mencari dan mengurangi kecemasan nyeri
penyebab menemukan 5. Untuk mengurangi rasa nyeri
dukungan yang dirasakan
nyeri,  Kontrol
6. Dilakukan agar dapat
lingkungan yang
mampu dapat mengetahui seberapa kuat
menggunakan mempengaruhi nyeri yang dirasakan oleh
nyeri seperti suhu klien
tehnik ruangan, 7. Pemberian analgetikdapat
nonfarmakolo pencahayaan dan
gi untuk kebisingan memblok nyeri pada
mengurangi  Kurangi faktor susunan saraf pusat.
nyeri, mencari presipitasi nyeri
bantuan)  Kaji tipe dan
 Melaporkan sumber nyeri untuk
bahwa nyeri menentukan
berkurang intervensi
dengan  Ajarkan tentang
menggunakan teknik non
manajemen farmakologi:
nyeri napas dala,
1. Mampu relaksasi,
mengenali nyeri distraksi, kompres
hangat/ dingin
(skala,
 Berikan analgetik
intensitas,
untuk mengurangi
frekuensi
nyeri: ……...
dan tanda
 Tingkatkan
nyeri)
istirahat
 Menyatakan
 Berikan informasi
rasa nyaman
tentang nyeri
setelah nyeri
seperti penyebab
berkurang nyeri,
 Tanda vital
dalam rentang berapa lama nyeri
normal akan berkurang
a. Tidak mengalami dan antisipasi
gangguan tidur ketidaknyamanan
dari prosedur
  Monitor vital
sign sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
Ketidak NOC : NIC : 1. Informasi dasar untuk
 Nutritio Weight
seimbanga Management perencanaan awal dan
nal
n  Diskusikan validasi data
Status :
nutrisikura bersama pasien 2. Agar dapat dilakukan
food and
ng dari mengenai intervensi dalam pemberian
Fluid
hubungan antara
kebutuhan Intake makanan
intake makanan,
 Nutriti 3. Mengetahui asupan gizi yang
latihan,
onal masuk kedalam tubuh
peningkatan BB
Status :
dan penurunan 4. Makanan yang tinggi kalori
nutrient
BB dibutuhkan untuk sumber
Intake
 Diskusikan energy dan makanan yang
 W
bersama pasien
eight mengani tinggi protein berfungsi
control kondisi medis untuk mengganti sel-sel yang
Setelah yangdapat telah rusak
dilakuk mempengaruhi 5. Meningkatkan nafsu makan
an BB
dan perasaan sehat
tindaka  Diskusikan
n bersama pasien 6. Untuk pemenuhan
keperawatn mengenai keseimbangan nutrisi
selama kebiasaan, gaya 7. Membantu dalam proses
Ketidak hidup dan factor penentuan jumlah kalori dan
seimbanga herediter yang jenis nutrient yang
nnutrisi dapat dibutuhkan
lebih mempengaruhi
teratasi BB
dengan  Diskusikan
kriteria bersama
hasil: pasien
 Menger mengenai
ti factor risiko yang
yang berhubungan
mening dengan BB
katkan berlebih dan
berat penurunan
badan BB
 Mengide  Dorong pasien
ntfifikasi untuk merubah
tingkah kebiasaan makan
lakudibaw  Perkirakan BB
ah badan ideal
kontrol pasien
klien
 Mem Nutrition
odifik Management
asi  Kaji adanya
diet alergi makanan
dalam  Kolaborasi
waktu dengan ahli gizi
yang untuk
lama menentukan
untuk jumlah kalori
meng dan nutrisi yang
ontrol dibutuhkan
berat pasien.
badan  Anjurkan pasien
 Penurun untuk
an berat meningkatkan
badan 1- intake Fe
2  Anjurkan pasien
pounds/ untuk
mgg meningkatkan
Menggunakan protein dan
energy untuk vitamin C
aktivitas sehari  Berikan substansi

hari gula
 Yakinkan diet
yang dimakan
mengandung
tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
 Berikan
makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
 Ajarkan pasien
bagaimana
membuat
catatan makanan
harian.
 Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan
informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji
kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
Risiko Keseimbangan Weight reduction 1. Membantu dalam
kekurangan cairan Assistance menganalisa
volume  Fasilitasi keinginan pasien
Setelah dilakukan untuk menurunkan BB ketidakseimbangan elektrolit
cairan perawatan  Perkirakan bersama 2. Agar dapat mengetahui
pasien mengenai
diharapkan penurunan BB intake cairan dan output
keseimbangan  Tentukan tujuan 3. Mengetahui status
penurunan BB
cairan meningkat, kelemahan
 Beri
dengan kriteria pujian/reward 4. Mengetahui status
hasil: saat pasien kelemahan
a. Asupan cairan berhasil 5. Memberikan pemahaman
meningkat mencapai tujuan mengenai tujuan dilakukan
b. Kelebaban  Ajarkan pemamntauan
membrane pemilihan
makanan
mukosa
meningkat
c. Dehidrasi
menurun
d. Turgor kulit
membaik
e. Mata cekung
membaik

Ansietas. Tingkat ansietas Reduksi Ansietas Khayalan yang disebabkan


Setelah dilakukan Observasi informasi atau
perawatan 1.Identifikasi saat kesalahpahaman dapat
diharapkan tingkat ansietas meningkatkan ansietas
tingkat ansietas berubah
menurun, dengan 2.Monitor tanda
kriteria hasil : ansietas
a. Verbalilsasi Terapeutik
khawatir akibat 3.Pahami situasi yang
kondisi yang membuat ansietas
dihadapi menurun4. Dengarkan dengan
b. Frekuensi penuh antusias
pernafasan 5.Motivasi identifikasi
menurun situasi yang memicu
c. Frekuensi nadi kecemasan
menurun Edukasi
d. Perilaku gelisah 6.Informasikan secara
menurun factual mengenai
e. Konsentrasi diagnosis,
membaik pengobatan dan
prognosis
7. Anjurkan keluarga
teta bersama pasien
8. Latih tehnik relaksasi
Kolaborasi
9. Kolaborasi
pemberian obat
10. antiansietas, jika
perlu

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Oleh karena itu,
jika intervensi keperawatan yang telah dibuat dalam perencanaan
dilaksanakan atau diaplikasikan pada pasien, maka tindakan tersebut
dikatakan implementasi keperawatan. (Februanti, 2019)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan
pada kriteria hasil. (Hidayat, PROSES KEPERAWATAN Pendekatan
NANDA, NIC,NOC, SDKI, 2021)
DAFTAR PUSTAKA

Devita:Sari, N. M. (2019). gambaran Asuhan Keperawatan pada pasien Asma dengan


Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan di Wilayah kerja UPT Kesma
Sukawati Gianyar.

Herman, B. (2004). Fisiologi Pencernaan Untuk Kedokteran . Padang: Andalas University


press.

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Jilid 1. Jakarta: Media Auscalapius.

PPNI, T. P. (2017). Standar diagnosa keperawatan indonesia. jakarta selatan: DPP PPNI.

PPNI, T. p. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. jakarta selatan: DPP PPNI
.

Rani, A. (2011). Jacobus A Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta Pusta: Interna Publishing.

Soemantri, I. (2007). Keperawatan medikal bedah Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Dengan Gangguan Sistem Pernafasan . Jakarta: Salemba Medika.

Sofro, M., & Anurogo, D. (2013). 5 Menit Memahami 55 Problematika Kesehatan.


Jogjakarta: D-Medika.

Vernando, G. (2017). Asuhan Keperawatan pada Tuan B Dengan Dyspepsia di Ruang


Rawat Inap Interna Rumah Sakit Umum Daerah DR Ahmad Muchtar Bukitinggi.
Karya Tulis Ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai