Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DISPEPSIA DI


RUANG DIAMOND RUMAH SAKIT UNIVERSITAS TANJUNGPURA

DISUSUN OLEH:
EGA NATASIYA MALINDA
231133024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2023
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DISPEPSIA DI RUANG
DIAMOND RUMAH SAKIT UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Pontianak, Desember 2023

Mengetahui,
Mahasiswa

Ega Natasiya Malinda

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


BAB I
KONSEP DASAR
A. Definisi
Dispepsia merupakan rasa nyeri atau tidak nyaman di bagian ulu hati.
Kondisi ini dianggap gangguan di dalam tubuh yang diakibatkan reaksi tubuh
terhadap lingkungan sekeliling. Reaksi ini menimbulkan gangguan
ketidakseimbangan metabolisme dan seringkali menyerang individu usia
produktif, yakni usia 30-50 tahun (Ida, 2016).
Dispepsia adalah suatu gejala yang ditandai dengan nyeri ulu hati,
rasa mual dan kembung. Gejala ini bisa berhubungan/ tidak ada hubungan
dengan makanan (Nugroho Taufan, 2011).
Jadi Dispepsia adalah rasa tidak enak pada ulu hati yang berhubungan
atau tidak ada hubungan dengan makanan yang menimbulkan gangguan
ketidakseimbangan metabolisme dan menyerang usia produktif.

B. Etiologi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat
organik (struktual) dan fungsional. Penyakityang bersifat organik antara lain
karena terjadinya gangguan disaluran cerna atau disekitar saluran cerna,
seperti pankreas, kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang
bersifat fungsionaldapatdipicukarena faktor psikologis dan faktor intoleran
terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu (Purnamasari, 2017).Faktor-
faktor yang menyebabkan dispepsia adalah:
1. Bakteri Helicobacter pylori
Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir sendiri adalah untuk
melindungi kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung.
Infeksi yang diakibatkan bakteri helicobacter menyebakan peradangan
pada dinding lambung.
2. Merokok
Rokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu orang
yang merokok lebih sensitive terhadap dispepsia maupun ulser.
3. Stres
Stres bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh.
Perubahan itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian
memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat
lambung terasa nyeri, perih dan kembung.
4. Efek samping obat-obatan tertentu
Konsumsi obat penghilang rasa nyeri seperti obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin, ibuproven yang terlalu sering dapat
menyebabkan penyakit gastritis, baik itu gastritis akut maupun kronis.
5. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu
Minum-minuman yang mengandung alkohol dan kafein seperti kopi dapat
meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi
iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung.
6. Alkohol
Mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi dan mengikis permukaan
lambung.
7. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas
Minum-minuman yang mengandung alkohol dan cafein seperti kopi dan
mengkonsumsi makanan pedas dapat meningkatkan produksi asam
lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan
kemampuan fungsi dinding lambung.

C. Klasifikasi
Menurut Arif dan Sari (2011), klasifikasi dispepsia terbagi atas dua yaitu:
1. Dispepsia organik artinya penyebabnya sudah pasti. Dispepsia ini jarang
ditemukan pada pasien usia lebih dari 40 tahun. Penyebabnya antara lain
sebagai berikut :
a) Dispepsia tukak (ulcus-like dyspepsia). Gejala yang ditemukan
biasanya nyeri ulu hati pada waktu makan atau perut kosong.
b) Dispepsia tidak tukak. Gejalanya sama dengan dispepsia tukak, bisa
pada pasien gastritis, duodenitis tetapi pada pemeriksaan tidak
ditemukan tanda-tanda vital.
c) Refluk gastroesofagus. Gejala berupa rasa panas di dada dan
regurgitas terutama setelah makan.
d) Penyakit saluran empedu. Keluhan berupa nyeri mulut dari perut
kanan atas atau ulu hati yang menjalar ke bahu kanan dan punggung.
e) Karsinoma
1) Kanker esofagus. Keluhan berupa disfagia, tidak bisa makan,
perasaan penuh diperut, penurunan penurunan berat badan,
anoreksia, adenopati servikal, dan cegukan setelah makan
2) Kanker lambung. Jenis yang paling umum terjadi adalah
adenokarsinoma atau tumor epitel. Keluhan berupa rasa tidak
nyaman pada epigastrik, tidak bisa makan, dan perasaan kembung
setelah makan.
3) Kanker pankreas. Gejala yang palng umum antara lain penurunan
berat badan, ikterik dan nyeri daerah punggung atau epigastrik.
4) Kanker hepar. Gejala berupa nyeri hebat pada abdomen dan
mungkin menyebar ke skapula kasus penurunan berat badan,
epigastrik terasa penuh dan anoreksia.

2. Dispepsia fungsional
Dispepsia tidak memungkinkan kelainan organik melainkan kelainan
fungsi dari saluran cerna. Penyebabnya antara lain :
a. Faktor asam lambung pasien. Pasien biasanya sensitif terhadap
kenaikan produksi asam ambung dan hal tersebut menimbulkan nyeri.
b. Kelainan psikis, stres dan faktor lingkungan. Stress dan faktor
lingkungan diduga berperan pada kelainan fungsional saluran cerna,
menimbulkan gangguan sirkulasi, motilitas, klan vaskularisasi.
c. Gangguan motolitas. Mekanisme timbulnya gejala dispepsia mungkin
dipengaruhi oleh susunan saraf pusat, gangguan motilitas diantaranya
pengosongan ambung lambat, abnormalitas kontraktif, refluks
gastroduodenal. Penyebab lain-lan, seperti adanya kuman
helicobacterpylori, gangguan motilitas atau gerak mukosa lambung
konsumsi banyak makanan berlemak, kopi, alkohol, rokok, perubahan
pola makan dan pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan
dan dalam waktu lama.

D. Tanda dan Gejala


Menurut Purnamasari (2017), tanda dan gejala dari dispepsia antara lain yaitu:
1. Rasa nyeri dan tidak enak di ulu hati
2. Regulasi asam lambung ke mulut
3. Cepat kenyang
4. Mual
5. Tidak ada nafsu makan dan perut panas
6. Kembung setelah makan
7. Rasa penuh setelah makan
8. Sering bersendawa
E. Komplikasi
Menurut Purnamasari(2017), Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-
tahun dapat memicu adanya komplikasi yang tidak ringan. Adapun
komplikasi dari dispepsia antara lain:
1. Perdarahan
2. Kanker lambung
3. Muntah darah
4. Ulkus peptikum
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Ida (2016), pemeriksaan diagnostik untuk dispepsia terbagi pada
beberapa bagian yaitu:
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang
lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Jika ditemukan
leukosit dosis berarti tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau
banyak mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan
menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dyspepsia ulkus
sebaiknya diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga suatu
keganasan, dapat diperiksa tumormarker (dugaan karsinoma kolon), dan
(dugaan karsinoma pankreas).
2. Barium enema
Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang
mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau
mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
3. Endoskopi
Endoskopi biasa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari
lapisan lambung melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bahwa
mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacter
pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan bakuemas, selain sebagai
diagnostik sekaligus terapeutik
4. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen, serologi
H.pylori,urea breath test,dan lain-lain dilakukan atas dasar indikasi.

G. Penatalaksanaan Medis
menurut Amelia (2018) penatalaksanaan medis pada pasien dispepsia yaitu:
1. Farmakologi
Farmakologis Pengobatan dyspepsia mengenal beberapa obat, yaitu:
Antasida, Pemberian antasida tidak dapat dilakukan terus-menerus, karena
hanya bersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri. Obat yang
termasukgolongan ini adalah simetidin, ranitidin, dan famotidine.
Pemasangan cairan pariental, pemasagan Naso Gastrik Tube (NGT) jika
diperlukan (Amelia, 2018).
Beberapa terapi obat yang juga biasa diberikan misalnya antibiotik (jenis
ceftriaxone, cefoperazone, ampicilin ceftaridine), anatagonis reseptor HZ,
antasida (omeprazole), dan prokinetik. (Arif & Sari, 2011).
2. Non farmakologi
Non Farmakologi tindakan-tindakan keperawatan dalam perawatan pasien
dengan gangguan nyeri abdomen yaitu mengatur posisi pasien,
hipnoterapi, terapi relaksasi, manajemen nyeri dan terapi perilaku.
BAB II
WOC

DISPEPSIA

Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

Stres Kopi dan Alkohol

Perangsangan saraf simpatis Respon mukosa lambung


NV (Nervus Vagus)

Produksi HCl dilambung Vasodilatasi Eksfeliasi


mukosa gester (Pengelupasan)

Mual
Defisit Nutrisi HCl kontak Ansietas
dengan mukosa
Muntah gester
Perubahan pada
kesehatan
Hipovolemia Nyeri Akut

Defisit
Gangguan pola tidur Pengetahuan

Sumber: Ida, M. (2016).Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem


pencernaan. Jakarta: Pustaka Baru Press.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasienf, meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku atau
bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, nomor rekam medis,
tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.
b. Identitas penanggung jawab, meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.
2. Keluhan utama
Nyeri atau pedih pada epigastrium di samping atas dan bagian samping
dada depan epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung,
rasa kenyang.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress psikologis, riwayat
minum-minuman beralkohol
4. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit
saluran pencernaan.
5. Pola nutrisi
Nafsu mkan berkurang,penurunan berat badan saat sakit,rasa kenyang sat
makan.
6. Pola aktivitas
Pola makan yaitu kebiasaan makan yang tidak teratur, makan makanan
yang merangsang selaput mukosa lambung, penurunan berat badan
sesudah sakit.
7. Aspek psikososial
Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya masalah
interpersonal yang bisa menyebabkan stress.
8. Aspek ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat tinggal,
hal-hal dalam pekerjaan yang mempengaruhi stress psikologis dan pola
makan
9. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Tingkat kesadaran
c. Tanda-tanda vital
d. Head to toe
1) Kepala dan leher
Tekstur kepala dan leher tampak simetris, kebersihan kulit kepala
baik tidak terapat ketombe, persebaran rambut merata, warna
rambut hitam, tidak ada benjolan pada kepala, pada leher tidak ada
pembeasran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe, leher dapat
digerakkan ke kanan dan ke kiri.
2) Mata
Struktur mata tampak simetris, kebersiahn mata baik (tidak ada
secret yang menempel paa mata), konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, tidak ada kelainan pada mata seperti strabismus
(juling), mata dapat digerakan kesegala arah, tidak ada kelainan
dalam penglihatan, kilen tidak menggunakan alat bantu
penglihatan seperti kacamata.
3) Hidung
Struktur hidung tampak simetris, kebersiahn hidung baik, tidak ada
secret didalam hidung, tidak ada peradangan, perdarahan, dan
nyeri, fungsi penciuman baik (dapat membedakan bau).
4) Telinga
Struktur telinga simetris kiri dan kanan, kebersihan telinga baik,
tidak ada serumyang keluar, tidak ada peradangan, perdarahan, dan
nyeri, klien mengtakan telinganya tidak berdengun, fungsi
pendengaran baik(kilen dapat menjawab pertanyaan dengan bai
tanpa harus mengulang pertanyaan), klien tidak menggunakan alat
bantu pendengaran.
5) Mulut dan gigi
Struktur mulut dan gigi tampak simetris, mukosa bibir tampak
kering, kebersihan mulut dan gigi cukup baik, tidak terapat
peradangan dan perdarahan pada gusi, lidah tapak bersih dan klien
tidak meggunakan gigi palsu.
6) Dada dan jantung
Bentuk dada simetris, frekuensi nafas 20x/menit, tidak ada nyeri
tekan pada dada, klien bernafas melalui hidung, tidak ada
terdengar bunyi nafas tambahan seperti wheezing atau ronchi, CRT
kembali ± 3 detik.
7) Abdomen
Struktur abdomen simetris, abdomen tampak datar(tidak ada
benjolan), saat diperkusi terdenagr bunyi hipertimpani.Klien
mengatakan perutnya terasa kembung, saat dipalpasi terdapat nyeri
tekan, klien mengatakan nyeri didaerah abdomen pada bagin atas.
Klien mengatakn skala nyerinya 3 dan seperi disuk-tusuk, serta
nyerinya bisa berjam-jam.
8) Kulit
Kulit tampak simetris, kebersihan kulit baik, kulit teraba agak
lembab, tidak terdapat lesi atau luka pada kulit, turor kulit kembali
± 2 detik, kulit teraba hagat dengan suhu 38°C, warna kulit kuning
langasat.
9) Ekstremitas
Tidak tampak adanya kelainan pada ekstremitas atas maupun
bawah, jumlah jari lengkap, tidak terdapat lesi maupun massa.
Kekuatan otot normal.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d iritasi pada mukosa lambung
2. Hipovelemia b/d mual, muntah
3. Difisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan
C. Rencana Keperawatan
DiagnosaKeperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional

1. Nyeri Akut b/d iritasi pada mukosa


SLKI SIKI
lambung (L.08066) (I.08238)
(D.0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Observasi
Penyebab: selama 3 x 1. Identifikasi lokasi,
a. Agenpencenderafisiologis(mis.Infala 24jam,diharapkannyeriakutmenurun,dengan karakteristik,
masi, iskemia, neoplasma) keriteriahasil: durasi,frekuensi,kualitas,
b. Agenpencederakimiawi(mis.Terbakar, 1. kemampuanmenuntuaskanaktivitasmen intensitasnyeri
bahankimia,iritan) ingkat Rasional: untuk mengetahui tingkat nyeri
c. Agenpencerafisik(mis.Abses,amputasi 2. keluhannyerimenurun 2. Identifikasiskalanyeri
,terbakar,terpotong,mengangkatberat, 3. meringismenurun Rasional: mengetahui skala nyeri klien
proseduroperasi,trauma, latihan fisik 4. sikapprotektifmenurun 3. Identifikasiresponsnyerinonverbal
berlebihan) 5. gelisahmenurun Rasional: mengetahui adanya respon non
Tanda dan Gejala: 6. kesulitantidurmenurun verbal terhadap nyeri
a. Mayor 7. frekuensinadimembaik 4. Identifikasifaktoryangmemperberatdanme
Subjektif 8. polanafas membaik mperingannyeri
1) Mengeluhnyeri 9. tekanandarahmembaik Rasional:mengetahui faktor pencetus nyeri dapat
Obyektif 10. nafsumakanmembaik membantu dalam penerapan intervensi
1) tampakmeringis 11. polatidurmembaik selanjutnya.
2) bersikapprotekrif(mis.Waspada,
menghindari nyeri) Terapeutik
3) gelisah 5. Berikan teknik
4) frekuensinadimeningkat nonfarmakologis
5) sulittidur Rasional: untukmengurangi rasanyeri
b. Minor 6. Fasilitasiistirahat dantidur
Subyektiftidakte Rasional: meningkatkan kualitas tidur dan
rsedia istirahat klien
Obyektif
1) tekanandarahmeningkat Edukasi
2) polanafasberubah 7. Jelaskanpenyebab,periode,danpemicunyeri
3) nafsumakanberubah Rasional: agar klien mengetahui pemicu nyeri
4) prosesberfikirterganggu sehingga dapat mengontrol nyeri
5) menarikdiri 8. Jelaskanstrategimeredakan nyeri
6) berfokuspada dirisendiri Rasional: agar klien dapat menerapkan strategi
7) diaphoresis untuk meredakan nyeri

Kondisiklinisterkait Kolaborasi
1) kondisipembedahan 9. Kolaborasipemberiananalgetik
2) cederatraumatis Rasional: Mengurasi nyeri yang dirasakan klien
3) Infeksi
4) Sindromcoroner akut
5) Glaukoma
2. Hipovolemia b/d mual, muntah SLKI SIKI
(D.0023) (L.03028) (I.03116)
Penyebab: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Observasi
a. Kehilangan cairan aktif selama 3 x 24jam,diharapkan hipovolemia 1. Periksa tanda dan gejala
b. Kegagalan mekanisme regulasi dapat teratasi dengankeriteriahasil: hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat,
c. Peningkatan permeabilitas kapiler 1. kekuatan nadi meningkat nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
d. Kekurangan intake cairan 2. turgor kulit meningkat tekanan nadi menyempit,turgor kulit menurun,
e. Evaporasi 3. output urine meningkat membrane mukosa kering, volume urine
Tanda dan gejala: 4. pengisian vena meningkat menurun, hematokrit meningkat, haus dan
a. Mayor 5. keluhan haus menurun lemah.
Subjektif 6. perasaan lemah menurun Rasional: mengetahui adanya tanda dan gejala
tidaktersedia 7. tekanan darah membaik hipovolemia untuk melakukan intervensi
Objektif 8. tekanan nadi membaik selanjutnya
1) Frekuensi nadi meningkat 9. membran mukosa membaik 2. Monitor intake dan output cairan
2) Nadi teraba lemah 10. berat badan membaik Rasional: mengetahui balance cairan
3) Tekanan darah menurun 11. intake cairan membaik
4) Tekanan nadi menyempit 12. suhu tubuh membaik Terapeutik
5) Turgor kulit menurun 3. Hitung kebutuhan cairan
6) Membran mukosa kering Rasional: mengetahui kebutuhan cairan yang
7) Volume urin menurun diperlukan klien
8) Hematokrit meningkat 4. Berikan posisi modified Trendelenburg
b. Minor Rasional: meningkatkan tekanan darah
Subjektif
1) Merasa lemah Edukasi
2) Mengeluh haus 5. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Objektif Rasional: membantu mencukupi kebutuhan
1) Pengisian vena menurun cairan tubuh klien
2) Status mental berubah
3) Suhu tubuh meningkat Kolaborasi
4) Konsentrasi urin meningkat 6. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
5) Berat badan turun tiba-tiba (mis. NaCl, RL)
Rasional: mencukupi kebutuhan cairan klien
Kondisi klinis terkait 7. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
1) Penyakit Addison (mis. Glukosa 2,5%, Nacl 0,4%)
2) Trauma/perdarahan Rasional: mencukupi kebutuhan cairan klien
3) Luka bakar
4) AIDS
5) Penyakit Crohn
6) Muntah
7) Diare
8) Kolitis ulseratif
9) Hipoalbuminemia
3. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuanSLKI SIKI
menelan makanan (L.03030) (I.03119)
(D.0019) Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Observasi
Penyebab: selama 3 x 24jam,diharapkan defisit nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
a. Ketidakmampuan menelan makanan dapat teratasi dengankeriteriahasil: Rasional:untuk mempersiapkan intervensi
b. Ketidakmampuan memcerna makanan 1. Porsi makanan yang dihabiskan selanjutnya
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi meningkat 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrien 2. Kekuatan otot pengunyah meningkat nutrien
d. Peningkatan kebutuhan metabolisme 3. Kekuatan otot menelan meningkat Rasional: mengetahui kalori dan nutrien yang
e. Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak 4. Serum albumin meningkat dibutuhkan klien
mencukupi) 5. Perasaan cepat kenyang menurun 3. Identifikasi makanan yang disukai
f. Faktor psikologi (mis. Stres, 6. Nyeri abdomen menurun Rasional: membantu meningkatkan nafsu
keengganan untuk makan) 7. Sariawan menurun makana klien
Tanda dan gejala: 8. Diare menurun 4. Identifikasi perlunya penggunaan selang
a. Mayor 9. Berat badan membaik nasogastrik
Subjektif 10. Indeks massa tubuh (IMT) membaik Rasional: membantu pemberian nutrisi pada
Tidak tersedia 11. Nafsu makan membaik klien jika asupan oral tidak dapat ditoleransi
Objektif 12. Bising usus membaik
1) Berat badan menurun minimal 13. Membran mukosa membaik Terapeutik
10% dibawah rentang ideal 5. Berikan makanan tinggi serat
b. Minor Rasional: agar mudah dicernah dan mencegah
Subjektif terjadinya konstipasi
1) Cepat kenyang setelah makan 6. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
2) Kram/nyeri abdomen protein
3) Nafsu makan menurun Rasional: mengembalikan energi dan
Objektif membantu peningkatan berat badan yang
1) Bising usus hiperaktif normal bagi klien
2) Otot pengunyah lemah
3) Otot menelan lemah Edukasi
4) Membran mukosa pucat 7. Ajarkan diet yang diprogramkan
5) Sariawan Rasional: agar klien dan keluarga dapat
6) Serum albumin turun memahami dan dapat menerapkan diet
7) Rambut rontok berlebihan program tersebut
8) Diare
Kolaborasi
Kondisi klinis terkait 8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
1) Stroke menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
2) Parkinson yang dibutuhkan
3) Mobius syndrome Rasional: mengetahui kebutuhan nutrsi yang
4) Cerebral palsy tepat bagi klien.
5) Cleft lip
6) Cleft palate
7) Amyotropic lateral sclerosis
8) Kerusakan neuromuskular
9) Luka bakar
10) Kanker
11) Infeksi
12) AIDS
13) Penyakit Crohn’s
D. Implementasi keperawatan
Tindakan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap
ini, perawat yang akan memberikan perawatan kepada pasien dan sebaiknya
tidak bekerja sendiri tetapi juga melibatkan tenaga medis yang lain untuk
memenuhi kebutuhan pasien (Ida, 2016).

E. Evaluasi keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan/kriteria hasil yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan
tenaga medis yang lain agar mencapai tujuan/kriteria hasil yang telah
ditetapkan(Ida,2016).

F. Aplikasi Pemikiran Kritis Dalam Asuhan Keperawatan Pasien


Menurut teori tentang persepsi nyeri individu yang berbeda-beda
dalam hal skala dan tingkatannya dijelaskan oleh Mampuk & Mokoagow
(2017) dan Pudjiati et al (2018) yang menyatakan bahwa nyeri merupakan
kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif
karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Sejalan dengan penelitian dari Kurnawati et al (2018) dalam penelitian
sebelumnya pada mahasiswi Universitas Muhammadiyah Semarang bahwa
nyeri lambung sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam sebagian besar
pada skala 2 (nyeri sedang) sebanyak 31 orang (62,0%), 3 (nyeri berat) 10
orang (20,00%) sedangkan yang terendah skala 1 (nyeri ringan) sebanyak 9
orang (18,0%). Berdasarkan hasil uji Paired Sample t-test diperoleh nilai p =
0,000 untuk itu berarti nilai p = 0,000 lebih kecil dari pada nilai α = 0,05,
maka Ho ditolak yang berarti ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam
terhadap tingkat nyeri pada pasien sindroma dispepsia di IGD RSUD X.
Menurut asumsi peneliti bahwa setiap nyeri yang dirasakan oleh individu
masing-masing sangatlah berbeda-beda, sesuai dengan persepsi individu
dalam merasakan nyeri yang dialaminya, beradasarkan karena faktor- faktor
yang mempengaruhi intensitas nyeri itu sendiri. Dalam penelitian ini, peneliti
menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri berasal dari usia,
perhatian, ansietas, makna nyeri, pengalaman masa lalu dan pekerjaan,
pengetahuan, gaya hidup, pola makan dan dukungan sosial.
Menurut peneliti, intensitas nyeri setelah dilakukan intervensi
mengalami penurunan karena intervensi teknik relaksasi nafas dalam ini
mampu mengontrol ataupun menghilangkan nyeri pada pasien sindroma
dispepsia. Hal ini disebabkan oleh karena pemberian teknik relaksasi nafas
dalam itu sendiri, jika teknik relaksasi nafas dalam dilakukan secara benar
akan menyebabkan nyeri yang dirasakan akan berkurang dan pasien akan
merasa lebih nyaman dibandingkan sebelumnya.
Hal ini dapat mempengaruhi intensitas nyeri, karena jika teknik
relaksasi nafas dalam yang dilakukan secara berulang akan dapat
menimbulkan rasa nyaman yang pada akhirnya akan meningkatkan toleransi
persepsi dalam menurunkan rasa nyeri yang dialami. Jika seseorang mampu
meningkatkan toleransinya terhadap nyeri maka seseorang akan mampu
beradaptasi dengan nyeri dan juga akan memiliki respon tubuh yang baik
pula. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Mampuk & Mokoagow (2017)
yang menunjukkan nilai rataan dari skala nyeri Pre Intervensi sebesar 5,82% ±
0,65, sedangkan skala Post Intervensi menunjukkan nilai rataan 1,95% ± 0,62,
dan berdasarkan uji statistiknya menunjukkan bahwa nilai p value 0,000 atau
lebih kecil dari nilai 0,05.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, K. (2018). Keperawatan Gawat darurat dan Bencana Sheehy. Jakarta:
Elsevier
Arif, & Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Denga Gnagguan Sistem Pencernaan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Ida, M. (2016).Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pencernaan. Jakarta: Pustaka Baru Press.
Nugroho Taufan. (2011). Asuhan Keperawatan. Edisi 1. Yogyakarta: Nuha Medika.
Purnamasari, L. (2017). Faktor risiko, klasifikasi, dan terapi sindrom dispepsia. 870.
PersatuanPerawatNasionalIndonesia.( 2017).StandarDiagnosisKeperawatan
Indonesia :Definisi danIndikatordiagnostik.Jakarta :DPP PPNI
PersatuanPerawatNasionalIndonesia.( 2017).StandarLuaranKeperawatan
Indonesia : Definisi dan Kriteria hasil keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
PersatuanPerawatNasionalIndonesia.( 2018).StandarIntervensiKeperawatan
Indonesia:Definisidantindakankeperawatan.Jakarta :DPPPPNI

Anda mungkin juga menyukai