Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama : Agustina Ema Enalia

NIM : I4052231003

Tgl Praktek : 18 September 2023 – 23 September 2023

Judul Kasus : Mastitis

Ruangan : R. Rubby

1. KONSEP PENYAKIT

1.1 Definisi

Mastitis merupakan peradangan payudara yang terjadi pada laktasi.

Mastitis didefinisikan sebagai proses inflamasi yang memengaruhi

kelenjar susu. Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau

lebih segmen payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi.

Mastitis adalah peradangan jaringan payudara yang terkait dengan infeksi

bakteri. Pada mastitis infektif, Staphylococcus aureus adalah patogen

yang paling umum. Lebih jarang, patogen itu mungkin Streptococcus

beta-hemolitik (seperti Grup A atau streptokokus Grup B) atau

Escherichia coli. S. aureus yang resisten methicillin yang didapat

masyarakat semakin diidentifikasi sebagai patogen.

1.2 Etiologi

Mastitis dapat terjadi sebagai akibat dari faktor ibu maupun faktor

bayi. Penyebab mastitis pada ibu meliputi praktik menyusui yang buruk

seperti kesalahan dalam posisi menyusu karena kurangnya pengetahuan

atau pendidikan tentang menyusui, saluran yang tersumbat, puting pecah


atau sistem kekebalan tubuh ibu yang terganggu, yang dapat

menyebabkan mastitis melalui mekanisme sistemik yang meningkatkan

kerentanan terhadap infeksi atau mengurangi suplai susu sebagai respons

terhadap nutrisi yang buruk, stres dan kelelahan ibu. Mastitis dapat

diperburuk oleh kesehatan bayi yang buruk. Beberapa penyebab mastitis,

termasuk drainase payudara yang tidak memadai, perubahan frekuensi

menyusui dan pemberian makanan campuran.

Mastitis adalah peradangan kelenjar susu. Secara anatomi,

payudara memiliki ambang tertentu untuk pertahanan terhadap patogen

yang menyerang. Makrofag susu, leukosit dan sel epitel adalah sel

pertama yang menemukan dan mengenali patogen bakteri yang memasuki

kelenjar susu. Neutrofil kemudian direkrut dari darah ke dalam kelenjar

susu yang terinfeksi, di mana mereka mengenali, memfagositisasi, dan

membunuh patogen yang menyerang di tahap awal infeksi. Kekebalan

adaptif memainkan peran penting dalam pembersihan kekebalan tubuh

ketika pertahanan bawaan gagal untuk sepenuhnya menghilangkan

patogen penyebab mastitis. Sejumlah besar limfosit T helper (Th)

bermigrasi ke bagian yang terinfeksi dan mengatur respons imun adaptif

yang efektif . Himpunan bagian sel ini dapat melepaskan chemokine dan

sitokin inflamasi, seperti CXCL10, CCL2, CCL20, IL-17, IL-12, IFN-γ,

IL-1β, IL-6, TGF-β dan IL-10, yang secara signifikan meningkat. Sitokin

ini tidak hanya penting untuk pemeliharaan peradangan lokal lingkungan

tetapi juga berkontribusi pada diferensiasi sel T helper yang berbeda.


Namun, subset sel pembantu T tertentu, termasuk sel Th1, Th2, Th17 dan

sel T regulator (Treg), yang dimobilisasi dalam mastitis tidak

didefinisikan dengan baik. Imunisasi merupakan salah satu strategi untuk

meningkatkan sistem kekebalan untuk memicu perlindungan respons

imun terhadap mastitis.

Etiologi mastitis infeksius dan abses payudara biasanya adalah

bakteri yang mengkolonisasi kulit. Bakteri yang paling umum ditemukan

adalah Staphylococcus aureus dan Coagulase negative staphylococcus

(CNS). Methicillin-resistant S. aureus (MRSA) juga semakin sering

dilaporkan dan merupakan penyebab umum terapi antibiotik yang gagal.

1.3 Patofisiologi

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam

duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan

maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel

epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga

permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama

protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI

dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun.

Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan

memudahkan terjadinya infeksi (Pilar Mediano, 2014).

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus

laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe

sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen


(pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus

aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan

pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita

tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis

tuberkulosis mencapai 1% (Zadrozny et al, 2018).


1.4 Pathway

Peningkatan tekanan di dalam


duktus (saluran ASI)

ASI tidak segera dikeluarkan

Tegangan alveoli yang berlebihan

Sel epitel yang memproduksi ASI


menjadi datar dan tertekan

Permeabilitas jaringan
ikat meningkat

Stasis ASI

Pathogen masuk melalui Pathogen masuk melalui Pathogen masuk


duktus laktiferus ke lobus puting yang retak ke melalui penyebaran
sekresi kelenjar limfe sekitar hematogen
duktus

Mastitis

Ukuran mammae Ketegangan Laktasi Proses infeksi


membesar mammae terganggu bakteri

MK. Gangguan Penekanan MK. Menyusui Respon imun


reseptor nyeri tidak efektif
citra tubuh

MK. Nyeri akut MK. Hipertermia

Muncul pus

MK. Risiko infeksi


1.5 Tanda Gejala

Tanda dan gejala mastitis bengkak, nyeri seluruh payudara atau

nyeri lokal, kemerahan pada seluruh payudara atau hanya lokal, payudara

keras dan berbenjol-benjol, badan panas dan rasa sakit umum. Pasien

dengan mastitis memiliki manifestasi nyeri payudara, dengan suhu kulit

yang tinggi payudara dan kelenjar susu induratif. Mastitis mempengaruhi

kesehatan ibu dan bayi-bayi mereka. Manifestasi klinis mastitis akut

termasuk merah, payudara yang bengkak, panas, dan nyeri tekan, dengan

nyeri payudara lebih jelas, dan ibu mungkin menggigil dengan demam

tinggi, sakit kepala, dan kelemahan.

1.6 Pemeriksaan Penunjang

Deteksi mastitis umumnya didasarkan pada indicator peradangan,

seperti jumlah sel somatik , sitokin inflamasi, aktivitas enzim (mis., LDH

atau NAGase), dan konduktivitas listrik (Wan-Ting Yang, 2019)

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang

diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health Organization (WHO)

menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa

keadaan yaitu bila :

a. pengobatan dengan antibiotik tidak — memperlihatkan respons yang

baik dalam 2 hari

b. terjadi mastitis berulang

c. mastitis terjadi di rumah sakit

d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.


Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan

tangan yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril.

Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan

tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang

terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur.

Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul

berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas

bakteri. Investigasi rutin tidak diperlukan. Investigasi harus dimulai jika :

a. Mastitis parah

b. Tidak ada respon yang memadai terhadap antibiotik lini pertama

atauInvestigasi untuk mastitis berat, tidak menanggapi antibiotik lini

pertama atau perlu masuk harus meliputi kultur dan sensitivitas ASI,

sampel tangkapan tengah-tengah yang diekspresikan dengan tangan ke

dalam wadah steril (mis. Sejumlah kecil susu yang diekspresikan

secara internal dibuang untuk menghindari kontaminasi dengan flora

kulit), hitung darah lengkap (FBC), protein C-reaktif (CRP),

investigasi lain yang perlu dipertimbangkan yaitu kultur darah harus

dipertimbangkan jika suhu > 38.5C, ultrasonografi diagnostik jika

diduga ada abses.

1.7 Penatalaksanaan

Pengobatan mastitis biasanya menggunakan antibiotic. World

Health Organisation mengemukaan kekhawatiran penggunaan antibiotik

secara berlebihan dapat menimbulkan resistensi terhadapnya. Tetapi


penggunaan jenis antibiotik yang tepat sesuai dengan tanda gejala dan

diagnosis nya merupakan pilihan yang bijak. Pendekatan pengobatan

lainnya meliputi mempromosikan pengeluaran ASI untuk mengurangi

pembengkakan payudara; kompres panas pada payudara untuk membantu

meringankan pembengkakan payudara dan rasa sakit ; dan mengendalikan

peradangan dengan antibiotik (Yu Z. et al, ,2018).

Pasien mastitis yang parah dapat dirawat dengan konservatif

terapi, berupa hisap tekanan negatif untuk meningkatkan produksi air susu

, kompres hangat (32-36 ° C air hangat) 15 mnt setiap 2 jam; suhu kamar

dipertahankan pada ~ 20 ° C; minum air), intravena penisilin untuk

memerangi infeksi (4 juta unit dua kali sehari). Intervensi lain yang bisa

dilakukan antara lain pendidikan cara menyusui yang benar, perubahan

kebiasaan menyusui, kompres panas / dingin pada payudara, teknik

relaksasi, dan penggunaan antibiotik profilaksis untuk mencegah

terulangnya mastitis (Diana M. Bond, 2017).

Bila abses telah terbentuk, pus harus dikeluarkan. Hal ini dapat

dapat dilakukan dengan insisi dan penyaliran, yang biasanya

membutuhkan anestesia umum, tetapi juga dapat dilakukan dengan

aspirasi, dengan tuntunan ultrasuara, bila tersedia. Ultrasuara berguna

sebagai alat diagnostik abses payudara, dan dengan dilakukan secara

menyeluruh, aspirasi pus dengan bimbingan ultrasuara dapat bersifat

kuratif. Hal ini kurang nyeri, dan melukai dibandingkan insisi dan
penyaliran, dan dapat dilakukan dengan anestesia lokal sering dilakukan

pada pasien rawat jalan.

Pengobatan sistemik dengan antibiotik sesuai dengan sensitivitas

organisme biasanya dibutuhkan sebagai tambahan. Namun antibiotik saja,

tanpa pengeluaran pus, tidak mempunyai arti. Dinding abses membentuk

halangan yang melindungi bakteri patogen dari pertahanan tubuh, dan

membuat tidak mungkin untuk mencapai kadar antibiotik yang efektif

dalam jaringan terinfeksi (WHO, 2002)

1.8 Komplikasi

Pada ibu yang mengalami mastitis akut jika tidak teratasi dengan

baik maka dapat memicu pembengkakan kelenjar getah bening bisa

diamati di ketiak, dengan peningkatan jumlah sel inflamasi, yang dapat

berkembang menjadi sepsis pada kasus yang parah. Pembentukan abses

pada pasien dengan mastitis akut adalah karena pengobatan yang tidak

memadai atau lebih lanjut memperburuk penyakit, nekrosis jaringan,

likuifaksi, dan infeksi. Abses bisa tunggal atau multilokular. Dangkal

abses mudah ditemukan, tetapi abses yang dalam kurang terlihat.

2. ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

2.2 Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui


wawancara,
2.3 pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan
laboratorium
2.4 dan diagnostik, serta review catatan sebelumnya. Langkah-langkah
pengkajian
2.5 yang sistemik adalah pengumpulan data, sumber data, klasifikasi data,
analisa
2.6 data dan diagnosa keperawatan.
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui

wawancara,pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik,

pemeriksaan laboratoriumdan diagnostik, serta review catatan

sebelumnya. Langkah-langkah pengkajian yang sistemik adalah

pengumpulan data, sumber data, klasifikasi data, analisadata dan

diagnosa keperawatan.

A. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah bagian dari pengkajian

keperawatan yang merupakanlandasan proses keperawatan.

Kumpulan data adalah kumpulaninformasi yang bertujuan untuk

mengenal masalah klien dalammemberikan asuhan keperawatan.

B. Sumber data

Data dapat diperoleh melalui klien sendiri, keluarga, perawat

laindan petugas kesehatan lain baik secara wawancara

maupunobservasi. Data yang disimpulkan meliputi pengkajian

mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara,

pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan

laboratoriumdan diagnostik, serta review catatan sebelumnya.

Langkah-langkah pengkajian yang sistemik adalah pengumpulan

data, sumber data, klasifikasi data, analisa data dan diagnosa

keperawatan. Data yang disimpulkan meliputi data biografi/biodata

meliputi identitas klien dan identitas penanggung antaralain nama,

umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat.


Riwayat keluhan utama, riwayat keluhan utama meliputi adanya

benjolan yang menekan payudara, adanya ulkus, kulit berwarna

merah dan mengeras, bengkak, nyeri. Riwayat kesehatan masa lalu,

apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama

sebelumnya, apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang

sama. Pengkajian fisik meliputi keadaan umum, tingkah laku, BB dan

TB dan pengkajian head to toe. Pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan darah hemoglobin biasanya menurun, leukosit

meningkat, trombosit meningkat jika ada penyebaran ureum

dan kreatinin. Pemeriksaan urine, diperiksa apakah ureum dan

kreatinin meningkat. Tes diagnostik yang biasa dilakukan pada

penderita carsinoma mammae adalah sinar X, ultrasonografi,

xerora diagrafi, diaphanografi dan pemeriksaan reseptor hormon.

Pengkajian pola kebiasaan hidup sehari-hari meliputi nutrisi,

eliminasi, istirahat dan tidur, personal hygine, masalah psikologis,

sosial dan spiritual.

C. Klasifikasi data

Data pengkajian terdiri dari data subjektif dan objektif. Data

subjektif adalah data yang diperoleh langsung dari klien dan

keluarga, mencakup hal-hal sebagai berikut klien mengatakan nyeri

pada payudara, sesak dan batuk, nafsu makan menurun, kebutuhan

sehari-hari dilayani di tempat tidur, harapan klien cepat sembuh,

lemah, riwayat menikah, riwayat keluarga. Data objektif adalah data


yang dilihat langsung atau melalui pengkajian fisik atau

penunjang meliputi asimetris payudara kiri dan kanan, nyeri tekan

pada payudara, hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.

2.7 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditegakkan berdasarkan (Standar

diagnosis keperawatan indonesia (SDKI). Masalah keperawatan utama

yang mungkin muncul pada kasus mastitis adalah :

1. Hipertermia (d.0130) b.d proses penyakit d.d suhu tubuh

diatas nilai normal

2. Nyeri akut (d.0077) b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi)

d.d mengeluh nyeri

3. Risiko infeksi (d.0142) b.d efek prosedur invasif

4. Gangguan citra tubuh (d.0083) b.d perubahan struktur/bentuk

tubuh d.d payudara membesar

5. Menyusui tidak efektif (d.0029) b.d payudara bengkak d.d

nyeri payudara

2.8 Rencana Intervensi

No Diagnosa SLKI SIKI


1 Hipertermia (d.0130) Luaran : Termoregulasi Manajemen Hipertermia
b.d proses penyakit d.d Kode : L.14134 (I.15506)
suhu tubuh diatas nilai Kriteria hasil : Observasi
normal 1. Menggigil menurun 1) Identifikasi penyebab
2. Kulit merah menurun hipotermia (mis.
3. Suhu tubuh membaik dehidrasi, terpapar
4. Suhu kulit membaik lingkungan panas,
Tekanan darah membaik penggunaan inkubator)
2) Monitor suhu tubuh
3) Monitor kadar
elektrolit
4) Monitor haluaran urine
5) Monitor komplikasi
akibat hipertermia

Terapeutik
1) Sediakan lingkungan
yang dingin
2) Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3) Basahi dan kipas
permukaan tubuh
4) Berikan cairan oral
5) Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
6) Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
7) Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
8) Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi
1) Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, Jika perlu
2 Nyeri akut (d.0077) b.d Luaran : Tingkat nyeri Manajemen nyeri
agen pencedera Kode : L.08066 (I.08238)
fisiologis (inflamasi) Kriteria hasil : Observasi
d.d mengeluh nyeri 1) Kemampuan 1) Identifikasi lokasi,
menuntaskan karakteristik, durasi,
aktivitas meningkat frekuensi, kualitas,
2) Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
3) Meringis menurun 2) Identifikasi skala nyeri
4) Sikap protektif 3) Identifikasi respon
menurun nyeri non verbal
5) Gelisah menurun 4) Identifikasi faktor
6) Kesulitan tidur yang memperberat dan
menurun memperingan nyeri
5) Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri

Terapeutik
1) Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresure,
terapi musik,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat atau dingin,
terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan
tidur
4) Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab
periode dan pemicu
nyeri
2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4) Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3 Risiko infeksi (d.0142) Luaran : tingkat infeksi Pencegahan Infeksi
b.d efek prosedur Kode : L.14137 (I.14539)
invasif Kriteria hasil : Observasi
1. Monitor tanda dan
1. Demam menurun gejala infeksi lokal dan
2. Kemerahan menurun sistematik
3. Nyeri menurun
4. Bengkak menurun Terapeutik
1. Batasi jumlah
pengunjung
2. Berikan perawatan
kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
beresiko tinggi

Edukasi
1) Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3) Ajarkan etika batuk
4) Ajarkan cara
memeriksa kondisi luka
dan luka operasi
5) Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
6) Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
4 Gangguan citra tubuh Luaran : citra tubuh Promosi Citra Tubuh
(d.0083) b.d perubahan Kode : L.09067 (I.09305)
struktur/bentuk tubuh Kriteria hasil :
d.d payudara membesar 1. Melihat bagian Observasi
tubuh meningkat 1. Identifikasi harapan
2. Menyentuh bagian citra tubuh berdasarkan
tubuh meningkat tahap perkembangan
3. Verbalisasi 2. Identifikasi budaya,
kecacatan bagian agama, jenis kelamin,
tubuh menurun dan umur terkait citra
4. Verbalisasi tubuh
kehilangan bagian 3. Identifikasi perubahan
tubuh menurun citra tubuh yang
mengakibatkan isolasi
sosial
4. Monitor frekuensi
pernyataan kritik
terhadap diri sendiri
5. Monitor apakah pasien
bisa melihat bagian
tubuh yang berubah

Terapeutik
1. Diskusikan perubahan
tubuh dan fungsinya
2. Diskusikan perbedaan
penampilan fisik
terhadap harga diri
3. Diskusikan perubahan
akibat pubertas,
kehamilan dan penuaan
4. Diskusikan kondisi
stress yang
mempengaruhi citra
tubuh (mis. luka
penyakit, pembedahan)
5. Diskusikan cara
mengembangkan
harapan citra tubuh
secara realistis
6. Diskusikan persepsi
pasien dan keluarga
tentang perubahan citra
tubuh

Edukasi
1. Jelaskan kepada
keluarga tentang
perawatan perubahan
citra tubuh
5 Menyusui tidak efektif Luaran : Status Menyusui Pijat Laktasi (I.03134)
(d.0029) b.d payudara Kode : L.03029
bengkak d.d nyeri Kriteria hasil : Observasi
payudara 1. Monitor kondisi
1. Perlekatan bayi pada Mammae dan puting
payudara ibu 2. Identifikasi keinginan
membaik ibu untuk menyusui
2. kemampuan ibu 3. Identifikasi
memposisikan bayi pengetahuan ibu
dengan benar tentang menyusui
meningkat
3. Miksi bayi lebih dari Terapiutik
8 kali/24 jam 1. Posisikan ibu dengan
membaik nyaman
4. Berat badan bayi 2. Pijat mulai dari kepala,
meningkat leher, bahu, punggung
5. Tetesan/pancaran ASI dan payudara
membaik 3. Pijat dengan lembut
6. Suplai ASI adekuat 4. Pijak secara melingkar
meningkat (butterfly stroke)
7. Putting tidak lecet 5. Pijat secara rutin setiap
setelah 2 minggu hari
melahirkan membaik 6. Dukung ibu
meningkatkan
kepercayaan diri dalam
menyusui dengan
memberikan pujian
terhadap perilaku
positif ibu
7. Libatkan suami dan
keluarga

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur tindakan
2. Jelaskan manfaat
tindakan

2.9 Evaluasi Teoritis

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,


rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan

perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian,

analisis, perencanaan, dan implementasi intervensi (Nursalam, 2011).


DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. (2011). Proses Dan Dokumentasi Keperawatan Konsep Dan

Praktik. Jakarta: Salemba Medika

PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan

Keperawatan. 1st ed. Jakarta: DPP PPNI; 2018.

PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria

Hasil Keperawatan. 1st ed. DPP PPNI RI; 2018.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI). Cetakan II. Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Jakarta Selatan; 2018

World health organization. Mastitis : Penyebab dan

penatalaksanaan/penulis,WHO ; alih bahasa, Bertha Sugiarto ;

editor edisi bahasa indonesia, Dian Adiningsih. Jakarta : Widya

Medika. 2002

Sartika, Dewi, Ainun Mardiah & Khoirunisa Marpaung. 2021. Faktor-

Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Mastitis Pada Ibu

Menyusui Di Klinik Pratama Salma Hamparan Perak Tahun 2020.

Gentle Birth. Volume 4 No.2.

Tristantia, Ika & Nasriyah. 2019. MASTITIS (LITERATURE REVIEW).

Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.2. (2019)

330-337.

Anda mungkin juga menyukai