Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. A DENGAN


GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI DENGAN
DIAGNOSA MEDIS MASTITIS DI RUANG
WALET RS. BHAYANGKARA
MAKASSAR

DI SUSUN OLEH :

NAMA : MEILINDAH AULIYAH ANNISA

NIM : S2016032

SEMESTER : VII

CI LAHAN CI INSTITUSI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )


NUSANTARA JAYA MAKASSAR
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. A DENGAN
GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI DENGAN
DIAGNOSA MEDIS MASTITIS DI RUANG
WALET RS. BHAYANGKARA
MAKASSAR

DI SUSUN OLEH :

NAMA : MEILINDAH AULIYAH ANNISA


NIM : S2016032
SEMESTER : VII

CI LAHAN CI INSTITUSI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES)


NUSANTARA JAYA MAKASSAR
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
MASTITIS

I. KONSEP TEORI
A. PENGERTIAN
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.
Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya
masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara
(penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti
demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran
air susu (Masjoer, 2001).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal
bila tidak diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah
lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah
yang menyebabkan beban penyakit bertambah berat (Sally I, Severin V.X, 2003
dalam Anonim, 2013).
Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada
payudara yang terjadi melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran darah.
Tanda–tanda mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai kenaikan
suhu, ibu merasa lesu, tidak nafsu makan, payudara membesar, nyeri perabaan,
mengkilat dan kemerahan pada payudara, dan terjadi pada 3–4 minggu masa nifas.
Hal ini dapat diatasi dengan membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui;
menyusui pada payudara yang tidak sakit; kompres dingin sebelum
menyusui;menggunakan BH untuk menyokong payudara, berikan antibiotik dan
analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum (USU, tanpa tahun).
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus
hingga puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada minggu
kedua dan ketiga pasca kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini adalah
pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang buruk.Untuk
menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian
dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya (Sally I, 2003 dalam
Anonim, 2013).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan
mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang
diakibatkan karena adanya bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk melalui
puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis epidemic,
mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana keempat
jenis tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai
berikut (Bertha, 2002 dalam Djamudin, 2009):
1. Mastitis Puerparalis Epidemik
Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi
dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah ini
paling sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau
bekesinambungan strain resisten.
2. S Mastitis Noninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau
seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini
membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2–3 minggu.
Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons
peradangan.
3. Mastitis Subklinis.
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat disertai
dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat
berkurang yaitu kira-kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari).
4. Masitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh
faktor imun dalam ASI dan oleh respon–respon inflamasi. Secara normal, ASI
segar bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

B. ETIOLOGI
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada
kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari
mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di
kulit pada puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan
paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita
menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis)
di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
2. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak.
3. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement
sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
4. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah
terkena infeksi.

Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan


peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air
susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara
lebih mudah mengalami infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan
infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau
berkembang menuju infeksi.Guther pada tahun 1958 menyimpulkan dari
pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara,
dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah keadaan tersebut.Ia
menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi diakibatkan oleh
stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri.

Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang


pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari
payudara dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu:

1. Stasis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini
terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika
bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan
yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran
ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih.
Statis ASI dapat membaik hanya dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik
yang benar.
2. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya bercak
panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan tidak terjadi
demam dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis non infeksiosa
membutuhkan tindakan pemerasan ASI setelah menyusui.
3. Mastitis infeksiosa.
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah, nyeri
kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka pada
puting payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat,
terasa keras dan tegang, payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat,
dan terjadi peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena
ASI yang terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan
ASI dan antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non
infeksiosa sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa
menjadi pembentukan abses.

C. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
1. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa
nyeri. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata.
2. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap
ASI sampai pembengkakan berkurang.
3. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin
dan tubuh terasa pegal dan sakit.
4. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena.

Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak
karena sumbatan saluran ASI antara lain :

1. Payudara terasa nyeri


2. Teraba keras
3. Tampak kemerahan
4. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah–
pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa
infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga
tidak teraba bagian keras dan nyeri serta merah.

Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila
didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan
permukaan kulit tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit
pada payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka
hal tersebut bukan mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).

D. PATOFISIOLOGI
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena
proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi.
Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun
karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan
pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI. Hal ini membuat ASI
terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan lancar.Akibatnya
mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar
dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa komponen(terutama
protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan
jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga
mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus
menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus dan
Strepcococcus sp.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi
akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul
fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikan port de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah
infeksi pada jaringan mammae.
PATHWAYS

Stasis ASI Fisura pada


puting
Jaringan mammae
menjadi tegang

Lubang duktus
laktiferus lebih terbuka Terbukanya
port de entry

Bakteri masuk

MASTITIS

Ketegangan pada Laktasi Proses infeksi


jaringan mammae terganggu bakteri

Reaksi imun
Ukuran Penekanan Kurang Menyusui
mammae reseptor pengetahuan tidak efektif
membesar nyeri
Muncul pus

Gangguan Nyeri akut


citra tubuh
Resiko tinggi
infeksi
Ansietas

E. PENATALAKSANAAN
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik.
Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya
infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi
dapat diberikan sebagai terapi antibiotik. Sebelum pemberian penicilin dapat
diadakan pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar
diketahui. Apabilaada abses maka nanah dikeluarkan,kemudian dipasang pipa ke
tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus
laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus tersebut.
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit dan
membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri,
wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang
nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang
terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih,
baik bentuk maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas
tentang semua tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana
meneruskan menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien akan
membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan
bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan.
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui
dapat dimulai lagi
3. Terapi Antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi.
b. Gejala berat sejak awal.
c. Terlihat puting pecah-pecah.
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus
aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin
paling tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur
dan sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.
Antibiotik Dosis
Tabel 1.1
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Dosis
Antibiotik Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam
e. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:
1) Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6
jam selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari
selama 10 hari.
2) Bantulah ibu agar tetap menyusui
3) Bebat/sangga payudara.
4) Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan
nyeriyaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4
jam dan lakukan evaluasi secara rutin.

Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada


dokter antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu
bila badan terasa panas, ibu dapat minum obat turun panas, kemudian
untuk bagian payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat dikompres
dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri.

Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit,
istirahat yang cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh
menjadi sehat kembali. Disamping itu, makan dan minum yang bergizi,
minum banyak air putih juga akan membantu menurunkan demam,
biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga hari
dan ibu akan mampu beraktivitas seperti semula

4. Terapi Simtomatik.
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan
nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat
penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi
menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang
dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan
menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup
minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20
menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan,
sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang
terkena.
a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
1) Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan
sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
2) Sangga payudara.
3) Kompres dingin.
4) Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
5) Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
6) Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
b. Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang
kemerahan).
1) Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang
kemerahan).
2) Diperlukan anestesi umum.
3) Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak
mendorong saluran ASI.
4) Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
5) Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
6) Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
7) Sangga payudara.
8) Kompres dingin.
9) Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
10) Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
11) Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.

Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan


nanah, serta dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk mengurangi nyeri
dapat diberikan obat pereda nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen).
Kedua obat tersebut aman untuk ibu menyusui dan bayinya.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien :
a. Pasien (diisi lengkap)
Nama, Umur, Jenis kelamin ,Status perkawinan ,Agama ,Pendidikan,
Pekerjaan, Alamat, Tgl masuk RS.
b. Penanggung jawab
Nama , Umur ,Jenis kelamin ,Agama ,Pendidikan ,Pekerjaan, Alamat.

2. Pengkajian Fisik
a. Keluhan utama
(keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian).
b. Riwayat kesehatan sebelumnya
( riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit ).
c. Riwayat kesehatan sekarang
(riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit).
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Tanda-tanda Vital
f. Mamae
Gumpalan, kemerahan, nyeri, perawatan payudara, management
engorgement, kondisi putting, pengeluaran ASI.
g. Abdomen
Palpasi , tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
h. Perineum
Lochea, tanda-tanda REEDA.
i. Ekstremitas
Varices, tanda-tanda Homan.
j. Rectum
k. Hemoroid, dll.
l. Aktivitas sehari-hari.

3. Pengkajian Psikologis
a. Umum
Status emosi,gambaran diri dan tingkat kepercayaan.
b. Spesifik
Depresi postpartum.
c. Seksualitas
Siklus menstruasi,pengeluaran ASI dan penurunan libido.

B. DIAGNOSA
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
2. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, kurang pengetahuan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengankerusakan jaringan

C. INTERVENSI
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
Kriteria Hasil:
a. Ibu dapat menyusui bayinya dengan nyaman
b. Ibu dapat beraktifitas dengan normal
c. Suhu tubuh menurun.
d. Payudara tidak bengkak lagi dan lunak
e. Nyeri mulai berkurang/hilang

Intervensi :

a. Kaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan intensitas nyeri).
R/: Membantudalammenentukan identifikasiderajat, ketidaknyamanan dan
dapat diberi terapi yang tepat.
b. Berikan kompres hangat.
R/: Kompres hangat dapat menyebabkan vasodilatasi sehingga aliran darah
lancar.
c. Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan perawatan payudara.
R/: Dengan perawatan yang benar dan konsisten (tepat) dapat mengurangi
rasa nyeri.
d. Anjurkan klien untuk tidak menggunakan penyangga yang terlalu ketat.
R/: Penyangga yang ketat dapat menimbulkan rasa nyeri.
e. Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan antibiotic.
R/: Antibiotik untuk mencegah penyebaran infeksi secara berlebih dan
analgetik untuk mengurangi nyeri.
f. Kolaborasi dalam melakukan insisiden biopsy jika ada abses.
R/: Mencegah komplikasi sejak awal.

2. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, kurang pengetahuan.


a. Pantau respon fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan berulang, gelisah
R/: Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung. Penggunaan
evaluasi seirama dengan respon verbal dan non verbal
b. Beri tindakan kenyamanan (contoh ; mandi, gosokan punggung, perubahan
posisi).
R/: Membantu perhatian mengarahkan kembali dan meningkatkan relaksasi,
meningkatkan kemampuan koping.
c. Koordinasi waktu istirahat dan aktivitas saat senggang tepat untuk kondisi
R/: Memberikan rasa kontrol pasien untuk menangani beberapa aspek
pengobatan (contoh ; aktivitas perawatan, waktu pribadi). Menurunkan
kelemahan , meningkatkan energy.
d. Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit , efeknya terhadap pola hidup
dan status kesehatan akan datang. Kaji keefektifan koping dengan stressor.
R/: Mekanisme adaptif perlu untuk mengkoping dengan penyakit
perikarditis dan secara tepat mengganggu pola hidup seseorang, sehubungan
dengan terapi pada aktivitas sehari-hari.
e. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi, contoh ; nafas dalam,
bimbingan imajinasi, relaksasi progresi.
R/: Memberikan arti penglihatan ansietas, menurunkan perhatian,
meningkatkan relaksasi, meningkatkan kemampuan koping.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan .


a. Kaji TTV dan tanda-tanda adanya infeksi.
R/: Peningkatan tanda vital dapat menunjukkan terjadinya infeksi.
b. Lakukan perawatan luka/ abses dengan set yang steril.
R/: Perawatan luka yang steril dapat mengurangi terjadi pus atau resiko
infeksi.
c. Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap.
R/: Deteksi dini kondisi penyebaran infeksi pada tubuh ibu.
d. Kolaborasi dalam melakukan insisi/ biopsy dan pemberian antibiotik.
R/: Untuk mengurangi abses dan penyebaran infeksi.
e. Berikan informasi pentingnya menjaga personal hygiene.
R/: Menjaga personal hygiene dapat mencegah penyebaran infeksi atau
bakteri.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/209361199/Askep-Mastitis#download

https://tyaraputri23.blogspot.com/2015/05/makalah-konsep-dan-askep-perawatan.html

Anda mungkin juga menyukai