Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mastitis adalah infeksi peradangan pada mammae, terutama pada primipara yang
biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus. Infeksi ini terjadi melalui luka pada puting
susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah (Prawirohadjo, 2001). Mastitis adalah
peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai dengan infeksi.Penyakit ini
biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis
puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal apabila tidak diberi tindakan
yang adekuat.Mastitisjuga seringkali disebut sebagai abses payudara, dimana terjadi
pengumpulan nanah lokal di dalam payudara. Keadaan ini menyebabkan beban penyakit yang
berat dan memerlukan biaya yang sangat besar untuk pengobatannya. Penelitian terbaru juga
ada yang menyatakan bahwa mastitis dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui
menyusui.
Pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang kurang benar
merupakan penyebab yang penting, tetapi pada kenyataannya saat ini masih banyak petugas
kesehatan yang menganggap bahwa mastitis masih sama dengan infeksi payudara. Mereka
sering tidak mampu membantu pasien mastitis untuk terus menyusui, dan mereka bahkan
mungkin menyarankan pasien tersebut untuk berhenti menyusui, yang sebenarnya hal
tersebut tidak perlu.
Makalah ini disusun untuk menyajikan informasi tentang konsep dasardan asuhan
keperawatanmastitis laktasional, untuk menuntun penatalaksanaan praktik yang tepat
sehingga pasien mastitis masih dapat mempertahankan agar tetap dapat memberikan ASI
kepada bayinya secara eksklusif.

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:
a. Mengetahui definisi mastitis;
b. Mengetahui etiologi mastitis
c. Mengetahui tanda dan gejala mastitis;
d. Mengetahui patofisiologi mastitis;
e. Mengetahui komplikasi dan prognosis mastitis;
f. Mengetahui pengobatan mastitis;
g. Mengetahui pencegahan mastitis;
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang mastitis;
i. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis.

1.3 Manfaat
Manfaat makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Bagi mahasiswa, hasil makalah diharapkan dapat memberikan pemahaman dan
pengertian terhadap pentingnya kesehatan dan mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan benar;
b. Bagi penulis, makalah ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan wawasan,
pengetahuan dan pengalaman belajar yang terkait dengan masalah pada sistem
reproduksi wanita, yaitu penyakit mastitis inisehingga dalam mempraktikkan ilmu
yang terkait akan lebih mudah.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Biasanya
terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk melalui
puting susu yang pecah-pecah atau terluka.Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat
terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi
sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi
sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional
atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak diberikan
tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara,
merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit
bertambah berat (Sally I, Severin V.X, 2003 dalam Anonim, 2013).
Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada payudara
yang terjadi melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran darah. Tanda–tanda
mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai kenaikan suhu, ibu merasa lesu,
tidak nafsu makan, payudara membesar, nyeri perabaan, mengkilat dan kemerahan pada
payudara, dan terjadi pada 3–4 minggu masa nifas. Hal ini dapat diatasi dengan
membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui; menyusui pada payudara yang tidak
sakit; kompres dingin sebelum menyusui;menggunakan BH untuk menyokong payudara,
berikan antibiotik dan analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum (USU, tanpa tahun).
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus hingga
puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan
ketiga pasca kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI yang tidak
efisien akibat teknik menyusui yang buruk.Untuk menghambat terjadinya mastitis ini
dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik
pada payudaranya (Sally I, 2003 dalam Anonim, 2013).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan mastitis
adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang diakibatkan karena adanya
bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau
terluka.
Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis epidemic, mastitis
aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana keempat jenis tersebut
muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut (Bertha, 2002
dalam Djamudin, 2009):

1. Mastitis Puerparalis Epidemik


Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi dan
ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah ini paling sering
terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau bekesinambungan strain resisten.
2. Mastitis Noninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau seluruh
payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini membutuhkan
waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2–3 minggu. Untuk sementara waktu,
akumulasi ASI dapat menyebabkan respons peradangan.
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat disertai dengan
pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat berkurang yaitu kira-
kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari).
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh faktor
imun dalam ASI dan oleh respon–respon inflamasi. Secara normal, ASI segar bukan
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

2.2 Faktor Resiko


Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis (Prasetyo, 2010),
yaitu:
a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di bawah
usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b. Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik
menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
c. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun penggunaan
oksitosin tidak meningkatkan resiko.
d. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya
mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami mastitis karena
kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh mengalami
infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi
resiko mastitis.
e. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam
payudara.
f. Pekerjaan di luar rumah
Interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI
yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya statis ASI.
g. Trauma
Trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat merusak jaringan kelenjar
dan saluran susu dan haltersebut dapat menyebabkan mastitis.

2.3 Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit
yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi yang
masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting
susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam
waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada
beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis) di
sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement sehingga
jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah terkena infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan
menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh
sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah
mengalami infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi.Stasis ASI
biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju
infeksi.Guther pada tahun 1958 menyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa mastitis
diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien
dapat mencegah keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer,
tetapi diakibatkan oleh stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri.
Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang pentingnya
stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari payudara dengan tanda
klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu:
a. Stasis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini
terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak
mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif,
pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang
sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Statis ASI dapat membaik hanya
dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik yang benar.
b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya bercak
panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan tidak terjadi demam
dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis non infeksiosa membutuhkan tindakan
pemerasan ASI setelah menyusui.
c. Mastitis infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah, nyeri kepala
seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka pada puting payudara, kulit
payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat, terasa keras dan tegang, payudara
membengkak, mengeras, dan teraba hangat, dan terjadi peningkatan kadar natrium
sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya
dapat diobati dengan pemerasan ASI dan antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang
efektif, mastitis non infeksiosa sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan
mastitis infeksiosa menjadi pembentukan abses.
2.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa nyeri.
b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata.
c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI sampai
pembengkakan berkurang.
d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin dan
tubuh terasa pegal dan sakit.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara
yang terkena.
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak karena
sumbatan saluran ASI antara lain :
a. Payudara terasa nyeri
b. Teraba keras
c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah–pecah, dan
badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa infeksi, biasanya di
badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian keras
dan nyeri serta merah.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila didapat
sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan permukaan kulit
tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara namun tidak
disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal tersebut bukan mastitis (Pitaloka,
2001 dalam Anonim, 2013).

2.5 Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena proses
infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat
proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena sebab-sebab
tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa
disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan tidak
dapat keluar dengan lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang
memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat,
beberapa komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk
ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga
mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus menjadi port
de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus dan Strepcococcus sp.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi akibat
proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul fisura/robekan/perlukaan pada puting
yang terbentuk saat awal laktasi akan menjadikanport de entry/tempat masuknya bakteri.
Proses selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae.

2.6 Komplikasi dan Prognosis


A. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras,
merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan
kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut
menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya
cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang
berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi
jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan
tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi medikasi
antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang
diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak
adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan
dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena
infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali
sehari) selama masa menyusui.

c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar
yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui permukaan
payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Pada kasus ini, ibu dan
bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krim
yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan
bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

B. Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan segera. Dan
keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau dilakukan tindakan yang
adekuat.

2.7 Penatalaksanaan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah pemberian
susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik. Dengan tindakan ini
terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi disebabkan oleh
Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi
antibiotik.Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu, supaya
penyebab mastitis benar-benar diketahui. Apabilaada abses maka nanah
dikeluarkan,kemudian dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk
mencegah kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-
duktus tersebut.

Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:


1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit dan
membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri, wanita
membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang nilai menyusui,
yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan
membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk maupun
fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang
dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras ASI dari
payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan
terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui dapat
dimulai lagi
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki maka
Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus aureus. Untuk
organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika mungkin,
ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik
ditentukan.

Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam

e. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:


1. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam selama 10
hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari.
2. Bantulah ibu agar tetap menyusui
3. Bebat/sangga payudara
4. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan nyeriyaitu
dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam dan lakukan evaluasi
secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada dokter
antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila badan terasa panas,
ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras dan
nyeri, dapat dikompres dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri.
Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit, istirahat yang
cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali. Disamping
itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak air putih juga akan membantu
menurunkan demam, biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga
hari dan ibu akan mampu beraktivitas seperti semula

4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat
yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol
merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting, karena tirah baring
dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki
pengeluaran susu. Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada
payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa
ibu cukup minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20
menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya
dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena.
a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum
terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
b. Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan).
 Diperlukan anestesi umum.
 Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak mendorong
saluran ASI.
 Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
 Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
 Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
 Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
 Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.
Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan nanah, serta
dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat pereda
nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen).Kedua obat tersebut aman untuk ibu
menyusui dan bayinya.

2.8 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai berikut
(Soetjiningsih, 1997):
a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan
b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara dengan
cara memompanya
c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada puting
susu
d. Minum banyak cairan
e. Menjaga kebersihan puting susu
f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.
Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya mastitis,
yaitu:
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
 Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
 Menyusui dengan posisi yang benar;
 Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
 Makan dengan gizi yang seimbang;
b. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui, membatasi,
mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain:
 Penggunaan dot;
 Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
 Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi siapuntuk
menghisap payudara yang lain;
 Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;
 Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
 Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
c. Pemberian infotentang penatalaksaan yang efektif pada payudara yangpenuh dan kencang.
Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:
 Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya untuk
memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada punting susu.
 Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi menghendaki
tanpa batas.
 Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan ASI
d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASIIbu harus
memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan, nyeri/panas/kemerahan:
 Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.
 Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
 Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu untuk:beristirahatdi
tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada payudara yang terkena, mengompres
panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air hangat/pancuran, memijat
dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI
mengalir dari daerah tersebut, mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih
baik selanjutnya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu mengalami
kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti:
 Nyeri/puting pecah-pecah
 Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
 Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi melepaskan
payudara)
 Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
 Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak cukup
 Pengenalan makanan lain secara dini
 Menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan sering
sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat gabung
bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi rumah sakit.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas dengan mastitis tidak
dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namuan World Health
Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa
keadaan yaitu bila:
a. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari;
b. terjadi mastitis berulang;
c. mastitis terjadi di rumah sakit; dan
d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu
dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi
dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur.
2.10 PATHWAYS

Stasis ASI Fisura pada


puting

Jaringan mammae
menjadi tegang

Lubang duktus
laktiferus lebih
terbuka Terbukanya
port de entry

Bakteri masuk

MASTITIS

Ketegangan Laktasi Proses infeksi


pada jaringan terganggu bakteri
mammae

Reaksi imun

Ukuran Penekanan Menyusui tidak


mammae reseptor nyeri efektif
membesar
Muncul pus

Kurang
pengetahuan
Gangguan Nyeri akut
citra
tubuh Resiko
Ansietas tinggi
infeksi
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas klien :
Nama : jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan sehari-harinya
agar tidak salah pasien ketika memberikan perawatan.
Umur : wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering mengalami mastitis
daripada wanita yang berumur dibawah 21 tahun dan di atas 35 tahun.
Umur <21 tahun diperkirakan bahwa alat-alat reproduksinya masih belum
matang, mental dan psikisnya juga belum siap. Sedangkan umur >35
tahun akan rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas. Hal
tersebut akan memicu terjadinya mastitis ini.
Suku : berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari, khususnya dalam hal
teknik menyusui dan perawatan payudara.
Agama : untuk mengetahui keyakinan pasien sehingga dalam membimbing dan
mengarahkannya lebih mudah.
Pendidikan : biasanya wanita yang status pendidikannya rendah akan banyak yang
mengalami penyakit ini dikarenakan mereka tidak mengetahui tentang
penyakit serta pengobatan dan teknik perawatan payudara yang benar
untuk kesehatan. Selain itu aspek pendidikan juga akan mempengaruhi
dalam tindakan keperawatan yang akan diberikan, sehingga perawat dapat
memberi asuhan keperawatan dan konseling yang sesuai dengan kondisi
pasien.
Pekerjaan : wanita yang bekerja di luar rumah (sebagai wanita karier) saat
mempunyai kewajiban untuk menyusui anaknya adalah termasuk
kelompok yang berisiko tinggi mengalami mastitis. Hal itu disebabkan
oleh kesibukan kerjanya ini akan menjadi penghambat pengeluaran ASI
sehingga menimbulkan terjadinya stasis ASI yang dapat menjadi salah
satu pencetus penyakit mastitis ini.
Selain itu juga aspek pekerjaan ini untuk mengetahui dan mengukur
tingkat sosial ekonomi pasien, karena hal itu dimungkinkan dapat
mempengaruhi dalam pemenuhan gizi pasien yang memungkinkan
timbulnya penyakit mastitis ini.
Alamat : perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan kunjungan rumah
post perawatan

b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya faktor-faktor
predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang rendah, sehingga dapat dengan
mudah mengalami infeksi utamanya pada payudara (mastitis). Asupan nutrisi yang
tidak adekuat dan lebih banyak mengandung garam dan lemak juga dapat memicu
terjadinya mastitis, adanya riwayat trauma pada payudara juga dapat menjadi
penyebab terjadinya mastitis karena adanya kerusakan pada kelenjar dan saluran
susu. Selain itu juga dengan adanya faktor penyebab yang pasti seperti stasis ASI
karena bayi yang susah menyusu, adanya luka lecet di area puting susu dan
penggunaan bra yang tidak tepat/teralalu ketat juga dapat menjadi penyebab
terjadinya mastitis, dimana hal-hal tersebut kemungkinan besar adalah merupakan
hal yang sering sekali diabaikan oleh wanita. Infeksi mammae pada kehamilan
sebelumnya juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat (>38 derajat celcius), tidak
ada nafsu makan, nyeri pada daerah mammae, bengkak dan merah pada mammae.
Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul berbagai
komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang dan infeksi jamur. Oleh sebab
itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, misalnya memberikan info
tentang perawatan payudara, teknik menyusui yang benar, dsb.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis.

c. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri yang sering
muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal, dimana tidak perlu
mendapatkan perhatian khusus untuk penanganannya. Pasien dengan mastitis
biasanya kebersihan badannya kurang terjaga terutama pada area payudara dan
lingkungan yang kurang bersih.
2. Pola Nutrisi / Metabolik
Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya mastitis. Dengan
adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka akan menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar natrium dalam ASI, sehingga bayi tidak mau menyusu pada
ibunya karena ASI yang terasa asin. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
penumpukan ASI dalam payudara (Stasis ASI) yang dapat memicu terjadinya
mastitis.
Wanita yang mengalami anemia juga akan beresiko mengalami mastitis karena
kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh
mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan nutrisi juga seringkali menurun akibat dari
penurunan nafsu makan karena nyeri dan peningkatan suhu tubuh.
3. Pola Eliminasi
Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang spesifik akibat
terjadinya mastitis.
a. Tidak ada nyeri saat berkemih
b. Konsistensi dan warna normal
c. Jumlah dan frekuensi berkemih normal.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi : >38 derajat
celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan mengalami penurunan aktivitas
karena lebih fokus pada gejala yang muncul.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh nyeri. Pasien akan
lebih fokus pada gejala yang muncul pula.
6. Pola Kognitif dan Perseptual
Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya nyeri
biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang mengetahui dapat terjadi
penurunan harga diri.
7. Pola Persepsi Diri
Tidak ada gangguan.
8. Pola Seksual dan Reproduksi
Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan libido dan pasien pasti
akan lebih fokus pada gejala yang muncul sehingga untuk pemenuhan kebutuhan
seksualitas ini sudah tidak lagi menjadi prioritas.
9. Pola Peran dan Hubungan
Ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena nyeri.
10. Pola Manajemen Koping-Stress
Pasien terlihat tidak banyak bicara, banyak istirahat.
11. Sistem Nilai dan Keyakinan
Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga tergantung pada masing-
masing individu, kadangkala ada individu yang lebih rajin ibadah dan mendekatkan
diri kepada Tuhan.namun di lain sisi juga ada individu yang karena sakit itu, ia
malah menyalahkan dan menjauh dari Tuhan.
d. Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum
a) Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya baik.
b) Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat kesadarannya adalah
compos mentis.
c) Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.
2. Pemeriksaan Fisik Head to too
a) Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan normal 120/80
mmHg
- Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90-110/menit. Dimna
normalnya 60-80/menit.
- Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi pernafasan mengalami
peningkatan 30x/menit. Dimana normalnya 16-20x/menit.
- Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan suhu badan
yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ C dan pada ibu dengan mastitis, suhu mengalami
peningkatan sampai 39,5ᵒ C.
b) Kulit
Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu pemeriksaan
fisik yang terfokus pada panyudara.
c) Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu dengan mastitis
mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
d) Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
e) Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana anemia
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis, karena seseorang
dengan anemis akan mudah mengalami infeksi.
f) Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-). Tidak ada
gangguan pada area ini.
g) Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada gangguan pad
area ini.
h) Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan ada area ini.
i) Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1. Tidak ada
gangguan pada area ini.
j) Leher
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan fisik.
k) Kelenjar getah bening
Pada kelenjar bening yang terdapat pada area ketiak terjadi pembesaran.
pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara
yang terkena mastitis.
l) Panyudara
Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau mengkilat, gambaran
pembuluh darah terlihat jelas di permukaan kulit, terdapat lesi atau luka pada
puting panyudara, panyudara teraba keras dan tegang, panyudara teraba hangat,
terlihat bengkak, dan saat di lakukan palpasi terdapat pus.
m) Toraks
Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris. Tidak ada
gangguan pada derah toraks.
 Cordis:
1) Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
2) Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
3) Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
4) Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

 Pulmo:
1) Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
2) Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
3) Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
4) Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan: (-/-)
n) Abdomen
1) Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post partum
sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
2) Auskultasi: bising usus (+) normal
3) Perkusi: tympani
4) Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba

e. Pemeriksaan penunjang
Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen
(Wiknjosastro, 2005). Namun jika dilakukan pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan
jumlah sel darah putih (SDP) meningkat karena adanya reaksi inflamasi. Selain itu pada
pemeriksaan kultur ASI ditemukan beberapa bakteri penyebab mastitis. Dimana pemeriksaan
kultur ASI tersebut juga digunakan untuk menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
b. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan denganterhentinya menyusui sekunder
akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusu
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengankerusakan jaringan
d. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, kurang pengetahuan
e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik akibat penyakit
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3. Intervensi keperawatan
Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
a. Nyeri akut Tujuan: 1. Kaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, 1. Membantudalammenentukan
berhubungan Setelah dilakukan tindakan lokasi, lamanya dan intensitas nyeri). identifikasiderajat, ketidaknyamanan
dengan proses keperawatan selama 1x24 jam dan dapat diberi tetapi yang tepat.
inflamasi nyeri dapat teratasi. 2. Berikan kompres hangat. 2. Kompres hangat dapat menyebabkan
Kriteria Hasil: vasodilatasi sehingga aliran darah
1. Ibu dapat menyusui 3. Ajarkan dan anjurkan klien untuk lancar.
bayinya dengan nyaman melakukan perawatan payudara. 3. Dengan perawatan yang benar dan
2. Ibu dapat beraktifitas konsisten (tepat) dapat mengurangi rasa
dengan normal nyeri.
3. Suhu tubuh menurun 4. Anjurkan klien untuk tidak 4. Penyangga yang ketat dapat
4. Payudara tidak bengkak menggunakan penyangga yang terlalu menimbulkan rasa nyeri.
lagi dan lunak ketat. 5. Antibiotik untuk mencegah penyebaran
5. Nyeri mulai 5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik infeksi secara berlebih dan analgetik
berkurang/hilang dan antibiotic. untuk mengurangi nyeri.
6. Mencegah komplikasi sejak awal.
6. Kolaborasi dalam melakukan insisiden
biopsy jika ada abses.
b. Ketidakefektif Tujuan : 1. Anjurkan ibu untuk mengoleskan 1. Mencegah terjadinya iritasi lanjut pada
an pemberian Setelah dilakukan tindakan baby oil pada puting sebelum dan putting.
ASI keperawatan selama 2x24 sesudah menyusui.
berhubungan jam pemberian ASI pada bayi 2. Ajarkan cara menyusui yang tepat 2. meminimalkan luka pada putting susu
denganterhenti efektif. agar tidak terjadi luka pada putting. ibu.
nya menyusui Kriteria Hasil: 3. Lakukan perawatan payudara dan 3. Dengan perawatan yang tepat, dapat
sekunder 1. Ibu dapat menyusui anjurkan ibu untuk melakukan mengatasi masalah menyusui.
akibat ibu bayinya dengan rileks perawatan payudara secara tepat.
yang sakit, 2. Bayi mau menyusu lagi 4. Anjurkan ibu menyusui dengan 4. Untuk mencegah terjadinya iritasi
bayi tidak mau 3. Tidak ada lagi puting susu menggunakan puting susu secara lanjut pada putting
menyusu. luka atau lecet perlahan-lahan.
c. Resiko tinggi Tujuan : 1. Kaji TTV dan tanda-tanda adanya 1. Peningkatan tanda vital dapat
infeksi Setelah dilakukan tindakan infeksi. menunjukkan terjadinya infeksi.
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam 2. Lakukan perawatan luka/ abses dengan 2. Perawatan luka yang steril dapat
dengankerusak tidak terdapat tanda dan set yang steril. mengurangi terjadi pus atau resiko
an jaringan gejala terjadinya infeksi. infeksi.
3. Kolaborasi pemeriksaan darah 3. Deteksi dini kondisi penyebaran infeksi
lengkap. pada tubuh ibu.
Kriteria Hasil : 4. Kolaborasi dalam melakukan insisi/ 4. Untuk mengurangi abses dan
1. TTV dalam batas normal biopsy dan pemberian antibiotik. penyebaran infeksi.
2. Mamae tidak merah dan
regang lagi 5. Berikan informasi pentingnya menjaga 5. Menjaga personal hygiene dapat
3. Tidak ada tanda infeksi personal hygiene. mencegah penyebaran infeksi atau
bakteri.
d. Ansietas Tujuan: 1. Dengarkan dgn cermat apa yg 1. Mendengar memungkinkan deteksi dan
berhubungan
Tidak terjadi kecemasan, dikatakan klien tentang penyakit dan koreksi mengenai kesalahpahaman dan
dengan proses
penyakit, pengetahuan klien dan tindakannya kesalahan informasi
kurang
keluarga terhadap penyakit 2. Berikan penjelasan singkat ttg 2. Pengetahuan ttg diagnosa spesifik dan
pengetahuan
meningkat organisme penyebab; sasarn tindakan dapat meningkatkan
penaganan; jadwal tindak lanjut kepatuhan
Kriteria Hasil : 3. Berikan kesempatan pada klien untuk 3. Pertanyaan klien menandakan masalah
 Klien tidak bertanya dan berdiskusi yg perlu diklarifikasi
menampakkan tanda- 4. Kolaborasi pemberian obat ansietas 4. Pengurangan rasa cemas klien
tanda gelisah
 Klien terlihat tenang
e. Gangguan Tujuan : 1. Kaji secara verbal dan non verbal 1. Mengetahui secara langsung dan
citra tubuh respon klien terhadap tubuhnya
 Body image tampak pada tubuh klien
berhubungan 2. Jelaskan tentang pengobatan,
dengan  Self esteem perawatan, kemajuan dan 2. pengobatan untuk tahap lebih lanjut
perubahan prognosis penyakit
px
penampilan 3. Dorong klien mengungkapkan
fisik akibat Kriteria Hasil : perasaannya 3. memberikan rasa kepedulian pada
penyakit 4. Kolaborasi
 Body image positif px
 Mampu 4. pemberian obat dari dokter
mengidentifikasi
kekuatan personal
 Mendiskripsikan
secara faktual
perubahan fungsi
tubuh
 Mempertahankan
interaksi sosial
f. Kurang Tujuan : 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan 1. Menelaah tingkat pengetahuan klien
pengetahuan
berhubungan  Pengetahuan: proses keluarga 2. Agar klien mengetahui perjalanan
penyakit
dengan kurang 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit penyakit yang diidap nya
terpapar  Pengetahuan: perilaku
sehat dan bagaimana hal tersebut 3. Klien jadi mengetahui tanda dan gejala
informasi
berhubungan dengan anatomi dan apa saja yang biasanya muncul pada
Kriteria Hasil :
 Pasien dan keluarga fisiologi, dengan cara yang tepat penyakit ini
menyatakan telah 3. Gambarkan tanda dan gejala yang 4. Proses penyakit mampu untuk lebih
memahami tentang
penyakit yang diderita biasa muncul pada penyakit, dengan menjelaskan tentang proses penyakit
pasien, bagaimana kondisi
cara yang tepat yang dideritanya
pasien saat ini, prognosis
dan prorampengobatan 4. Gambarkan proses penyakit, dengan 5. Kolaborasi obat oleh dokter ahli
 Pasien dan keluarga
cara yang tepat
mampu melaksanakan
prosedur penatalaksanaan 5. Kolaborasi obat
yang telah dijelaskan oleh
tenaga kesehatan secara
benar
 Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang telah
dijelaskan oleh tenaga
kesehatan.
3.4 Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa Implementasi Evaluasi
a. Nyeri akut 1. Telah dikaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, lokasi, S : Klien mengatakan nyerinya sudah berkurang atau
berhubungan lamanya dan intensitas nyeri). hilang
dengan proses 2. Telah doberikan kompres hangat. O:
inflamasi 3. Telah diajarkan dan telah menganjurkan klien untuk a. Klien tidak tampak meringis lagi.
melakukan perawatan payudara. b. Skala nyeri berkurang menjadi 2 dari skala nyeri
4. Telah menganjurkan klien untuk tidak menggunakan (1-10)
penyangga yang terlalu ketat. c. TTV :130/80, Nadi 75x/ menit,RR: 24x/ menit,
5. Telah berkolaborasi dalam pemberian analgetik dan suhu 37oC
antibiotic. A : Masalah teratasi sebagian
6. Telah berkolaborasi dalam melakukan insisi/biopsy P : Lanjutkan intervensi
karena adanya abses.
b. Ketidakefektifan 1. Telah mengannjurkan ibu untuk mengoleskan baby oil S: Ibu mengatakan sudah bisa memberikan ASI pada
pemberian ASI pada putting susu sebelum dan sesudah menyusui. bayinya secara rutin dan bayinya juga sudah mau
berhubungan 2. Telah mengajarkan cara menyusui yang tepat agar menyusu.
denganterhentiny tidak terjadi luka pada putting. O:
a menyusui 3. Telah melakukan perawatan payudara dan a. Ibu terlihat menyusui bayinya dengan rileks.
sekunder akibat menganjurkan ibu untuk melakukan perawatan b. Ibu dapat menyusui bayinya dengan posisi yang
ibu yang sakit, payudara secara tepat dan rutin. benar.
bayi tidak mau 4. Telah mengajurkan ibu untuk menyusui dengan c. Lecet pada puting susu ibu berkurang atau tidak
menyusu menggunakan puting susu secara perlahan-lahan. ada.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
a. Resiko tinggi 1. Telah mengkaji TTV dan tanda-tanda adanya infeksi. S: Ibu mengatakan panyudaraNya sudah tidak sakit dan
infeksi 2. Telah melakukan perawatan luka/abses dengan set nyeri lagi
berhubungan yang steril. O:
dengan kerusakan 3. Telah berkolaborasi untuk melakukan pemeriksaan a. Tidak ada lecet pada puting susu
jaringan darah lengkap. b. TTV :120/80, Nadi 75x/ menit,RR: 22x/ menit,
4. Telah berkolaborasi dalam melakukan insisi/biopsy suhu 37oC
dan pemberian antibiotik. c. Tidak ada tanda-tanda adanya ifeksi (peradangan,
5. Telah memberikan informasi tentang pentingnya pengeluaran push, dll pada payudara)
menjaga personal hygiene. d. Puting susu terlihat bersih.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai infeksi atau
tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi
lahir.Diagnosis mastitis ditegakkan apabila ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri
seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak.Beberapa faktor
risiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang jarang dan
pelekatan bayi yang kurang baik.Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tata
laksana mastitis.Selain itu, ibu perlu banyak beristirahat, banyak minum, mengonsumsi
nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi analgesik dan
antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yang baru
melahirkan.Infeksi ini biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang hidup di permukaan
payudara. Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres, dan pakaian ketat dapat
menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara yang nyeri dan jika tidak
dilakukan pengobatan, maka akan menjadi abses.

3.3 Saran
Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita untuk selalu menjaga
kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terkena mastitis. Namun, banyak hal yang dapat
dilakukan untuk mengurangi risiko mastitis yaitu dengan cara tidak mengenakan bra atau
pakaian yang tepat menekan saluran susu danmenghambat aliran susu, menyusui sesering
bayi menginginkannya. Karenadengan membiarkan pada waktu menyusui terlalu lama,
saluran susu dapat tersumbat saat pertama kali bayi tidur semalaman tanpa menyusui.
Bagi mahasiswa keperawatan supaya lebih memahami secara mendalam mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor ginjal sehingga nantinya dapat menerapkan
asuhan keperawatan kepada pasien dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2006. BukuSakuDiagnosaKeperawatan. Jakarta: EGC.


Mansjoer,A.dkk. 2001. KapitaselektaKedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
NANDA. 2010.
Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP
Djamudin, syahrul. 2009. Askep Nifas Pada Ibu Dengan Infeksi Payudara. [serial online].
http://healthycaus..com/ (4 Februari 2014).\
Prasetyo, Doddy Yuman, 2010. Asuhan Keperawatan Mastitis. [serial online].
http://doddyy.askepmastitis.com/2010/06/askep-mastitis.pdf (04 Februasy 2014)
USU. Tanpa Tahun. Bab II Tinjauan Teori. [ serial online ].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24253/4/Chapter%20II.pdf. (4
Februari 2014).

Anda mungkin juga menyukai