Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

NY. N DENGAN MASTITIS SINISTRA


DI RUANG RAWAT BULIAN
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA JAMBI

DISUSUN OLEH :

NAMA : Ria Ramadani Wansyaputri

NIM : G1B220006

KELOMPOK : II

PERIODE : Minggu Ke-5

PEMBIMBING AKADEMIK : NURHUSNA, S.KEP., NERS., M.KEP

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
A. KONSEP PAYUDARA
1. Anatomi Payudara
Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit dan di atas otot
dada, tepatnya pada hemithoraks kanan dan kiri, payudara manusia berbentuk
kerucut tapi seringkali berukuran tidak sama, payudara dewasa beratnya kira-
kira 200 gram, yang umumnya lebih besar dari yang kanan. Pada waktu hamil
payudara membesar mencapai 600 gram pada waktu menyusui mencapai 800
gram.
Bagian-bagian payudara terdiri dari:
a. Korpus (badan), yaitu bagian payudara yang membesar. Korpus ini
berisi beberapa bagian yaitu.
1) Pabrik ASI (alveolus), berbentuk seperti anggur, terdiri dari sel-
sel yang memproduksi ASI jika dirangsang oleh hormon prolaktin
2) Saluran ASI (duktus lactiferous), berfungsi untuk menyalurkan
ASI dari alveolus ke sinus lactiferous
3) Gudang ASI (sinus lactiferous), merupakan tempat penyimpanan
ASI yang terletak di bawah areola
b. Areola (kalang payudara) yaitu bagian yang kehitaman ditengah.
Terletak mengelilingi puting susu dan berwarna kegelapan yang
disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.
Duktus lactiferous berada dibawah areola ini yang merupakan tempat
penampungan air susu.
c. Papilla atau puting susu yaitu bagian yang menonjol pada payudara.
Pada puting susu terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan muara
dari duktus lactiferous, ujung-ujung serat saraf, pembuluh darah,
pembuluh getah bening, serat-serat otot polos yang tersusun secara
sirkuler sehingga bila ada kontraksi maka duktus laktiferus akan
memadat dan menyebabkan puting susu ereksi, sedangkan serat-serat
otot yang longitudinal akan menarik kembali puting susu tersebut.
2. Fisiologi Payudara
Payudara mengalami 3 macam perubahan yang dipengaruhi hormon yaitu:
1. Mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas
sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas, pengaruh
estrogen dan progesteron yang dipengaruhi ovarium dan juga hormon
hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus
2. Perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan
menstruasi, payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum
menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimal, kadang-kadang
timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari
menjelang menstruasi, payudara menjadi tegang dan nyeri, begitu
menstruasi mulai semuanya berkurang.
3. Pada kehamilan, payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul,
duktus alveolus berploliferasi dan hipofise anterior memicu laktasi. Air
susu di produksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian
dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.

B. KONSEP MASTITIS
a. Definisi
Infeksi payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan
payudara. Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus
aureus. Bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau
terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses
payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi
sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai
komplikasi sumbatan saluran air susu.
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak
disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat
menjadi fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat. Abses payudara,
pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat
dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit bertambah
berat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu
kesimpulan mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan
payudara yang diakibatkan karena adanya bakteri (staphylococcus aureus)
yang masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
b. Etiologi
Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI
biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan
infeksi.
1. Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari
payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah
melahirkan atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi
yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan
frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang
sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih.
2. Infeksi
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses
payudara adalah organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus albus. Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang
juga ditemukan. Mastitis jarang ditemukan sebagai komplikasi demam
tifoid.
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko mastitis,
antara lain:
1. Teknik menyusui: kenyutan yang kurang baik, perlekatan bayi pada
payudara yang kurang, pengeluaran ASI yang kurang efektif, frekuensi
menyusui yang jarang, berhenti menyusui secara tiba-tiba
2. Umur dan paritas
3. Melahirkan dan serangan sebelumnya (riwayat mastitis)
4. Gizi dan faktor kekebalan dalam ASI
5. Stress dan kelelahan
6. Pekerjaan diluar rumah
7. Trauma pada payudara yang merusak jaringan kelenjar dan saluran ASI
8. Penekanan payudara oleh BH dengan penggunaan BH berkawat/ketat.
c. Klasifikasi Mastitis
Mastitis lazim dibagi dalam mastitis gravidarum dan mastitis
puerperalis, karena memang penyakit ini boleh dikatakan hampir selalu
timbul pada waktu hamil dan laktasi. Berdasarkan tempatnya dapat
dibedakan:
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae.
2. Mastitis di tengah-tengah mamma yang menyebabkan abses di tempat
itu.
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara mamma dan otot-otot di bawahnya.
Klasifikasi mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi menjadi 3,
yaitu :
1. Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang
menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini
dikenal juga dengan sebutan mammary duct ectasia, yang berarti
peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada saluran di
payudara.
2. Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui.
Penyebab utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi
payudara ibu, yang ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.
3. Mastitis supurativa/abses
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari
kuman Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi
kuman TBC memerlukan penanganan yang ekstra intensif dan
drainage yang adekuat. Bila penanganannya tidak tuntas, bisa
menyebabkan pengangkatan payudara/mastektomi.
d. Manifestasi Klinis Mastitis
Gejala mastitis meliputi bengkak, nyeri seluruh payudara atau nyeri
local, kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local, payudara keras dan
berbenjol-benjol, suhu badan meningkat, dan rasa sakit yang umum. Gejala
mastitis antara lain:
a. Ibu memperhatikan adanya “bercak panas” atau area nyeri tekan yang
kuat
b. Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras didaerah nyeri tekan
tersebut
c. Ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot seperti flu
d. Mengeluhkan sakit kepala
e. Ibu mengalami demam
f. Terdapat area luka yang terbatas atau lebih luas pada payudara
g. Kulit tampak kemerahan dan bercahaya (tanda-tanda akhir)
h. Payudara terasa keras dan tegang
e. Patofisiologi Mastitis
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat
bersifat infektif maupun noninfektif, tetapi keduanya selalu menunjukkan
proses inflamasi. Mastitis noninfeksi berawal dari proses menyusui yang
normal, namun dikarenakan faktor-faktor risiko tertentu dari ibu maupun bayi
maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI atau yang
biasa disebut dengan stasis ASI. Stasis ASI akan mengakibatkan ASI tidak
dapat keluar dengan lancar dan efektif sehingga terjadi peningkatan tekanan
di dalam duktus (saluran ASI) dan menyebabkan respon peradangan tanpa
adanya infeksi bakteri sehingga payudara ibu akan nyeri namun bagian lain
tubuh ibu akan baik-baik saja.
Peningkatan tekanan dalam duktus akan mengakibatkan payudara
menjadi tegang, sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, permeabilitas jaringan ikat meningkat dan memicu respon imun. Hal
ini menyebabkan respon inflamasi dan kerusakan jaringan sehingga membuat
lubang duktus laktiferus menjadi tempat masuknya bakteri, terutama bakteri
Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp. Mastitis yang bersifat infektif
juga dapat terjadi secara langsung yaitu saat timbul fisura/robekan/perlukaan
pada putting yang terbentuk saat awal laktasi akan menjadikan port de entry
bakteri. Puting lecet/pecah-pecah terjadi bersamaan dengan mastitis karena
kedunya diakibatkan oleh kenyutan yang buruk pada payudara dan luka pada
puting menjadi titik awal infeksi.
f. Pemeriksaan Penunjang Mastitis
Pemeriksaan penunjang (tes diagnostik) dilakukan untuk menegakkan
diagnosa mastitis. Beberapa pemeriksaan penunjang dibawah ini juga dapat
berguna untuk membedakan antara mastitis noninfeksius dan mastitis
infeksius, antara lain:
a. Hitung Darah Lengkap (HDL) atau Complete Blood Caount (CBC)
Tes ini memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit (platelet). Hasil tes menyebutkan jumlah sel
darah dalam darah (mm3) atau persentasenya. Salah satu sel darah yang
menjadi acuan tubuh sedang melawan infeksi atau tidak adalah sel darah
putih (leukosit). Fungsi utamanya adalah melawan infeksi, melindungi
tubuh dengan memfagosit organisme asing, memproduksi dan
mendistribusikan antibodi. Nilai normalnya adalah 3200 –10.000/mm3.
Peningkatan kadar leukosit dari nilai normalnya dapat mengindikasikan
tubuh sedang berusaha untuk melawan suatu infeksi, baik infeksi bakteri,
peradangan, gangguan alergi, dan infeksi virus.
b. Uji Kultur
Bahan kultur diambil langsung dari hasil perahan ASI menggunakan
tangan yang ditampung menggunakan penampung steril. Puting
dibersihkan terlebih dahulu dan penampung diusahakan tidak menyentuh
puting untuk menghindari kontaminasi kuman yang ada dikulit. Hasil
kultur akan memunculkan tinggi atau rendahnya jumlah bakteri atau
patogenitas bakteri.

c. Mamografi
Mamografi merupakan pemeriksaan pada payudara dengan
menggunakan sinar-X dengan menggunakan alat yang disebut
mamogram. Ketika proses pemeriksaan dimulai maka payudara akan
ditekan oleh mamogram sehingga akan timbul rasa tidak nyaman sesaat.
Mamografi digunakan sebagai salah satu penegakkan diagnosa kanker
payudara sehingga jika teraba adanya massa/benjolan disekitar payudara
maka diperlukan tes ini agar dapat membedakan apakah kondisi tersebut
merupakan mastitis atau kanker payudara.
d. Ultrasonografi (USG) payudara
USG payudara merupakan tes tambahan setelah melakukan mamografi.
Pemeriksaan mamografi dan USG payudara bersifat saling melengkapi
untuk mendapatkan diagnosis yang optimal pada kelainan payudara.
Pemeriksaan USG payudara akan memberikan tambahan informasi untuk
evaluasi struktur payudara.
g. Penatalaksanaan mastitis
Terdapat empat prinsip utama penanganan mastitis, yaitu:
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan salah satu kejadian yang dapat membuat ibu frustasi
dikarenakan nyeri dan merasa sangat sakit. Ibu menyusui yang
mengalami mastitis akan membutuhkan dukungan emosional karena ibu
akan mengalami kebingungan tentang cara penanganan gejala yang
dialami. Ibu harus diyakinkan kembali tentang menyusui yang aman
untuk diteruskan, ASI dari payudara yang sakit tidak akan
membahayakan bayinya, dan payudara akan pulih baik bentuk maupun
fungsinya. Ibu memerlukan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan
penanganan hingga ibu benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
1) Ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudara dan perlekatan bayi
yang tepat pada payudara
2) Ibu harus sering menyusui selama bayi membutuhkan tanpa adanya
batasan
3) Bila diperlukan, ASI dapat diperas dengan tangan atau dengan
pompa
3. Terapi Antibiotik
Antibiotik yang tepat harus diberikan dalam jangka panjang, dianjurkan
untuk memberikan antibiotik 10-14 hari. Pemberian jangka pendek akan
menyebabkan risiko kekambuhan mastitis yang tinggi.
4. Terapi Simtomatik
Penanganan nyeri menggunakan analgesik, sebaiknya memilih terapi
yang tepat dan efektif sehingga dapat mengurangi inflamasi dan nyeri.
Ibu dianjurkan untuk beristirahat ditempat tidur hingga gejala membaik.
Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah penggunaan kompres hangat
pada payudara yang dapat mengurangi nyeri dan anjurkan ibu minum air
yang banyak.
h. Pencegahan Mastitis
Pencegahan mastitis meliputi:
1) Perawatan payudara pascanatal secara teratur untuk menghindari
terjadinya statis aliran Air Susu Ibu (ASI).
2) Posisi menyusui yang diubah-ubah.
3) Menggunakan bra/ BH yang menyangga dan membuka bra tersebut
ketika terlalu menekan payudara.
4) Susukan dengan adekuat
i. Komplikasi
1. Penghentian menyusui dini
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat
seorang ibu memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian
menyusui secara mendadak dapat meningkatkan risiko terjadinya abses.
Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi tidak
aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif,
informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga
sangat diperlukan saat ini.
2. Abses
Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara
teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita
harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari
kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara
diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul.
Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang
berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin
diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar
terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan
ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu
dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
3. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak
minum, makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada
kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis
rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.
4. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh
jamur seperti candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah
ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis
berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang
saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa
gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu
diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga
mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu
dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.
j. Pathway mastitis

Statis ASI Perawatan payudara Kontaminasi kuman


tidak adekuat patogen
Jaringan mammae
Tegang kontak fisik (bayi, ibu,dll) Lesi mammae

lubang duktus putting susu luka/lecet infeksi kuman


laktiferus lebih terbuka
masuk ke duktus sinus
bakteri masuk mammae

MASTITIS

Ketegangan pada laktasi terganggu proses infeksi bakteri


Mammae
Menyusui tidak reaksi imun
Penekanan reseptor nyeri efektif
Muncul pus
Nyeri akut
Resiko tinggi infeksi
Ukuran mammae membesar ansietas

Gangguan citra tubuh


C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas klien :
a. Nama: jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan sehari-
harinya agar tidak salah pasien ketika memberikan perawatan.
b. Umur : wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering mengalami
mastitis dari pada wanita yang berumur dibawah 21 tahun dan di atas 35
tahun. Umur <21 tahun diperkirakan bahwa alat-alat reproduksinya
masih belum matang, mental dan psikisnya juga belum siap. Sedangkan
umur >35 tahun akan rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa
nifas. Hal tersebutakan memicu terjadinya mastitis ini.
c. Suku : berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari, khususnya
dalam hal teknik menyusui dan perawatan payudara.
d. Agama : untuk mengetahui keyakinan pasien sehingga dalam
membimbing dan mengarahkannya lebih mudah.
e. Pendidikan : biasanya wanita yang status pendidikannya rendah akan
banyak yang mengalami penyakit ini dikarenakan mereka tidak
mengetahui tentang penyakit serta pengobatan dan teknik perawatan
payudara yang benar untuk kesehatan. Selain itu aspek pendidikan juga
akan mempengaruhi dalam tindakan keperawatan yang akan diberikan,
sehingga perawat dapat memberi asuhan keperawatan dan konseling
yang sesuai dengan kondisi pasien.
f. Pekerjaan : wanita yang bekerja di luar rumah (sebagai wanita karier)
saat mempunyai kewajiban untuk menyusui anaknya adalah termasuk
kelompok yang berisiko tinggi mengalami mastitis. Hal itu disebabkan
oleh kesibukan kerjanya ini akan menjadi penghambat pengeluaran ASI
sehingga menimbulkan terjadinya stasis ASI yang dapat menjadi salah
satu pencetus penyakit mastitis ini.
g. Alamat : perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan kunjungan
rumah post perawatan
2) Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu Kemungkinan wanita yang mengalami
mastitis ini karena adanya faktor-faktor predisposisi seperti faktor
kekebalan ASI yang rendah, sehingga dapat dengan mudah mengalami
infeksi utamanya pada payudara (mastitis). Asupan nutrisi yang tidak
adekuat dan lebih banyak mengandung garam dan lemak juga dapat
memicu terjadinya mastitis, adanya riwayat trauma pada payudara juga
dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis karena adanya kerusakan
pada kelenjar dan saluran susu. Selain itu juga dengan adanya faktor
penyebab yang pasti seperti stasis ASI karena bayi yang susah menyusu,
adanya luka lecet di area puting susu dan penggunaan bra yang tidak
tepat/teralalu ketat juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis,
dimana hal-hal tersebut kemungkinan besar adalah merupakan hal yang
sering sekali diabaikan oleh wanita. Infeksi mammae pada kehamilan
sebelumnya juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis.
2) Riwayat kesehatan sekarang Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh
meningkat (>38 derajat celcius), tidak ada nafsu makan, nyeri pada
daerah mammae, bengkak dan merah pada mammae. Jika tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul berbagai
komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang dan infeksi jamur.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat,
misalnya memberikan info tentang perawatan payudara, teknik menyusui
yang benar, dsb.
3) Riwayat kesehatan keluarga Faktor herediter tidak mempengaruhi
kejadian mastitis.
3) Pengkajian Keperawatan
a. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri yang
sering muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal, dimana tidak
perlu mendapatkan perhtian khusus untuk penanganannya. Pasien dengan
matitis biasanya kebersihan badannya kurang terjaga terutama pada area
payudara dan lingkungan yang kurang bersih.
b. Pola Nutrisi / Metabolik
Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya mastitis.
Dengan adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar natrium dalam ASI, sehingga
bayi tidak mau menyusu pada ibunya karena ASI yang terasa asin. Hal
ini akan mengakibatkan terjadinya penumpukan ASI dalam payudara
(Stasis ASI) yang dapat memicu terjadinya mastitis. Wanita yang
mengalami anemia juga akan beresiko mengalami mastitis karena
kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan
tubuh mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan nutrisi juga seringkali
menurun akibat dari penurunan nafsu makan karena nyeri dan
peningkatan suhu tubuh.
c. Pola Eliminasi
Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang
spesifik akibat terjadinya mastitis.
- Tidak ada nyeri saat berkemih
- Konsistensi dan warna normal
- Jumlah dan frekuensi berkemih normal.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi: >38
derajat celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan mengalami
penurunan aktivitas karena lebih fokus pada gejala yang muncul.
e. Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh nyeri.
Pasien akan lebih fokus pada gejala yang muncul pula.
f. Pola Kognitif dan Perseptual
Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya
nyeri biasa. Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang mengetahui
dapat terjadi penurunan harga diri.
g. Pola Persepsi Diri
Tidak ada gangguan.
h. Pola Seksual dan Reproduksi
Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan libido dan
pasien pasti akan lebih fokus pada gejala yang muncul sehingga untuk
pemenuhan kebutuhan seksualitas ini sudah tidak lagi menjadi prioritas.
i. Pola Peran dan Hubungan
Ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena nyeri.
j. Pola Manajemen Koping-Stress
Pasien terlihat tidak banyak bicara, banyak istirahat.
k. Sistem Nilai dan Keyakinan
Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga tergantung pada
masing-masing individu, kadangkala ada individu yang lebih rajin ibadah
dan mendekatkan diri kepada Tuhan. namun di lain sisi juga ada individu
yang karena sakit itu, ia malah menyalahkan dan menjauh dari Tuhan.
4) Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum
a) Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya baik.
b) Derajat kesadaran: pada ibu dengan mastitis derajat kesadarannya
adalah composmentis.
c) Derajat gizi: pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.
2. Pemeriksaan Fisik Head to too
a) Tanda-tanda Vita
- Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan
normal 120/80 mmHg
- Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90-
110/menit. Dimna normalnya 60-80/menit.
- Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi
pernafasan mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana
normalnya 16-20x/menit.
- Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan
suhu badan yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ C dan pada ibu dengan
mastitis, suhu mengalami peningkatan sampai 39,5ᵒ C.
b) Kulit
Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu
pemeriksaan fisik yang terfokus pada panyudara.
c) Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu dengan
mastitis mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
d) Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
e) Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana
anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis,
karena seseorang dengan anemis akan mudah mengalami infeksi.
f) Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah(-/-), deviasi (-/-). Tidak
ada gangguan pada area ini.
g) Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada
gangguan pad area ini.
h) Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan ada
area ini.
i) Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 -T1. Tidak
ada gangguan pada area ini.
j) Leher
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan
fisik.
k) Kelenjar getah bening
- Inspeksi : kulit area sekitar sama
- Palpasi : pada kelanjar getah bening ketiak pada sisi yang sama
dengan
- payudara yang terkena mastitis terdapat benjolan keras.
- Perkusi : tidak ada nyeri tekan
l) Payudara
- Inspeksi : kulit kemerahan, mengkilat, gambaran pembuluh
darah terlihat jelas di permukaan kulit. Terdapat lesi atau luka
pada putting payudara dan payudara terlihat bengkak.
- Palpasi : payudara teraba keras dan tegang, payudara teraba
hangat dan saat di palpasi keluar pusm)
m) Toraks
Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris.
Tidak ada gangguan pada derah toraks.
1. Cordis:
- Inspeksi: iktuskordis tidak tampak
- Palpasi: iktuskordis tidak kuat angkat
- Perkusi: batas jantung kesan tidak melebar
- Auskultasi: BJI-II intensitasnormal, reguler, bising(-)
2. Pulmo:
- Inspeksi: Pengembangan dada kanan=kiri
- Palpasi: Fremitus raba dada kanan=kiri
- Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru
- Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan: (-/-)
n) Abdomen
- Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena
post partum sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
- Auskultasi: bising usus (+) normal
- Perkusi: tympani
- Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba
-
2. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi : mastitis
1.

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


2.

hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


3.

3. Intervensi Keperawatan
DIANGNOS TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

Nyeri akut - Nyeri - Ajarkan teknik - Teknik relaksasi akan


berkurang/hilang relasksasi sangat membantu
- Ibu dapat - Kompres hangat mengurangi rasa nyeri
menyusui pada area nyeri - Kompres hangat akan
bayinya dengan - Kolaborasi membantu melancarkan
nyaman pemberian obat peredaran darah pada
- Ibu dapat analgetik area nyeri
beraktifitas - Pemberian obat analgetik
dengan normal bekerja mengurangi rasa
nyeri

Gangguan - Intake nutrisi Anjurkan - Porsi kecil tapi sering


-
pemenuhan adekuat akan lebih memberikan
pemberian
kebutuhan - Tidak terjadi banyak kesempatan bagi
nutrisi kurang penurunan berat pasien untuk memenuhi
makanan/nutrisi
dari badan khususnya kebutuhan nutrisinya
kebutuhan selama masa dengan porsi kecil - Pendidikan kesehatan/
menyusui penkes mengenai nutrisi
tapi sering
akan mendorong pasien
untuk  lebih
Jelaskan pentingnya
- memperhatikan
nutrisi khususnya pemenuhan kebutuhan
nutrisinya
pada masa
- Multi vitamin dapat
meningkatkan nafsu
menyusui
makan.
Jika perlu berikan
-

tambahan multi

vitamin
Hipertermi - Suhu tubuh - Beri penjelasan - Agar pasien dan keluarga
normal kepada pasien dan mengetahui sebab
- Tidak dan keluarga terhadap peningkatan suhu tubuh
peningkatan peningkatan suhu dan dapat mengurangi
suhu tubuh pasien kecemasan
- Obserpasi TTV - TTV merupakan acuan
- Beri kompres utama untuk mengetahui
hangat keadaan umum pasien
- Kolaberasi dalam - Untuk membantu
pemberian obat menurunkan suhu tubuh
antibiotik dan obat - Antibiotik untuk
antipiretik mengurangi infeksi dan
antipiretik untuk
menurunkan suhu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi di lakukan sesuai dengan intervensi yang diterapakan
5. Evaluasi Keperawatan
1. Ibu mengerti keadaanya saat ini
2. Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan perawat
3. Ibu akan melakukan atau menjelaskan semua anjuran yang diberikan
oleh perawat
4. Ibu bisa melakukan perawatan payudara selama menyusui
5. Ibu bisa melakukan teknik menyusui yang benar
6. Ibu akan mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Padilla. (2014). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha
Medika.
2. Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
3. Persatuan Perawat Republik Indonesia. (2016). Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
4. Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai