DISUSUN OLEH :
NIM : G1B220006
KELOMPOK : II
B. KONSEP MASTITIS
a. Definisi
Infeksi payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan
payudara. Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus
aureus. Bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau
terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses
payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi
sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai
komplikasi sumbatan saluran air susu.
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak
disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat
menjadi fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat. Abses payudara,
pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat
dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit bertambah
berat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu
kesimpulan mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan
payudara yang diakibatkan karena adanya bakteri (staphylococcus aureus)
yang masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
b. Etiologi
Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI
biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan
infeksi.
1. Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari
payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah
melahirkan atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi
yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan
frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang
sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih.
2. Infeksi
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses
payudara adalah organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus albus. Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang
juga ditemukan. Mastitis jarang ditemukan sebagai komplikasi demam
tifoid.
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko mastitis,
antara lain:
1. Teknik menyusui: kenyutan yang kurang baik, perlekatan bayi pada
payudara yang kurang, pengeluaran ASI yang kurang efektif, frekuensi
menyusui yang jarang, berhenti menyusui secara tiba-tiba
2. Umur dan paritas
3. Melahirkan dan serangan sebelumnya (riwayat mastitis)
4. Gizi dan faktor kekebalan dalam ASI
5. Stress dan kelelahan
6. Pekerjaan diluar rumah
7. Trauma pada payudara yang merusak jaringan kelenjar dan saluran ASI
8. Penekanan payudara oleh BH dengan penggunaan BH berkawat/ketat.
c. Klasifikasi Mastitis
Mastitis lazim dibagi dalam mastitis gravidarum dan mastitis
puerperalis, karena memang penyakit ini boleh dikatakan hampir selalu
timbul pada waktu hamil dan laktasi. Berdasarkan tempatnya dapat
dibedakan:
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae.
2. Mastitis di tengah-tengah mamma yang menyebabkan abses di tempat
itu.
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara mamma dan otot-otot di bawahnya.
Klasifikasi mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi menjadi 3,
yaitu :
1. Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang
menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini
dikenal juga dengan sebutan mammary duct ectasia, yang berarti
peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada saluran di
payudara.
2. Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui.
Penyebab utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi
payudara ibu, yang ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.
3. Mastitis supurativa/abses
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari
kuman Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi
kuman TBC memerlukan penanganan yang ekstra intensif dan
drainage yang adekuat. Bila penanganannya tidak tuntas, bisa
menyebabkan pengangkatan payudara/mastektomi.
d. Manifestasi Klinis Mastitis
Gejala mastitis meliputi bengkak, nyeri seluruh payudara atau nyeri
local, kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local, payudara keras dan
berbenjol-benjol, suhu badan meningkat, dan rasa sakit yang umum. Gejala
mastitis antara lain:
a. Ibu memperhatikan adanya “bercak panas” atau area nyeri tekan yang
kuat
b. Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras didaerah nyeri tekan
tersebut
c. Ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot seperti flu
d. Mengeluhkan sakit kepala
e. Ibu mengalami demam
f. Terdapat area luka yang terbatas atau lebih luas pada payudara
g. Kulit tampak kemerahan dan bercahaya (tanda-tanda akhir)
h. Payudara terasa keras dan tegang
e. Patofisiologi Mastitis
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat
bersifat infektif maupun noninfektif, tetapi keduanya selalu menunjukkan
proses inflamasi. Mastitis noninfeksi berawal dari proses menyusui yang
normal, namun dikarenakan faktor-faktor risiko tertentu dari ibu maupun bayi
maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI atau yang
biasa disebut dengan stasis ASI. Stasis ASI akan mengakibatkan ASI tidak
dapat keluar dengan lancar dan efektif sehingga terjadi peningkatan tekanan
di dalam duktus (saluran ASI) dan menyebabkan respon peradangan tanpa
adanya infeksi bakteri sehingga payudara ibu akan nyeri namun bagian lain
tubuh ibu akan baik-baik saja.
Peningkatan tekanan dalam duktus akan mengakibatkan payudara
menjadi tegang, sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, permeabilitas jaringan ikat meningkat dan memicu respon imun. Hal
ini menyebabkan respon inflamasi dan kerusakan jaringan sehingga membuat
lubang duktus laktiferus menjadi tempat masuknya bakteri, terutama bakteri
Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp. Mastitis yang bersifat infektif
juga dapat terjadi secara langsung yaitu saat timbul fisura/robekan/perlukaan
pada putting yang terbentuk saat awal laktasi akan menjadikan port de entry
bakteri. Puting lecet/pecah-pecah terjadi bersamaan dengan mastitis karena
kedunya diakibatkan oleh kenyutan yang buruk pada payudara dan luka pada
puting menjadi titik awal infeksi.
f. Pemeriksaan Penunjang Mastitis
Pemeriksaan penunjang (tes diagnostik) dilakukan untuk menegakkan
diagnosa mastitis. Beberapa pemeriksaan penunjang dibawah ini juga dapat
berguna untuk membedakan antara mastitis noninfeksius dan mastitis
infeksius, antara lain:
a. Hitung Darah Lengkap (HDL) atau Complete Blood Caount (CBC)
Tes ini memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit (platelet). Hasil tes menyebutkan jumlah sel
darah dalam darah (mm3) atau persentasenya. Salah satu sel darah yang
menjadi acuan tubuh sedang melawan infeksi atau tidak adalah sel darah
putih (leukosit). Fungsi utamanya adalah melawan infeksi, melindungi
tubuh dengan memfagosit organisme asing, memproduksi dan
mendistribusikan antibodi. Nilai normalnya adalah 3200 –10.000/mm3.
Peningkatan kadar leukosit dari nilai normalnya dapat mengindikasikan
tubuh sedang berusaha untuk melawan suatu infeksi, baik infeksi bakteri,
peradangan, gangguan alergi, dan infeksi virus.
b. Uji Kultur
Bahan kultur diambil langsung dari hasil perahan ASI menggunakan
tangan yang ditampung menggunakan penampung steril. Puting
dibersihkan terlebih dahulu dan penampung diusahakan tidak menyentuh
puting untuk menghindari kontaminasi kuman yang ada dikulit. Hasil
kultur akan memunculkan tinggi atau rendahnya jumlah bakteri atau
patogenitas bakteri.
c. Mamografi
Mamografi merupakan pemeriksaan pada payudara dengan
menggunakan sinar-X dengan menggunakan alat yang disebut
mamogram. Ketika proses pemeriksaan dimulai maka payudara akan
ditekan oleh mamogram sehingga akan timbul rasa tidak nyaman sesaat.
Mamografi digunakan sebagai salah satu penegakkan diagnosa kanker
payudara sehingga jika teraba adanya massa/benjolan disekitar payudara
maka diperlukan tes ini agar dapat membedakan apakah kondisi tersebut
merupakan mastitis atau kanker payudara.
d. Ultrasonografi (USG) payudara
USG payudara merupakan tes tambahan setelah melakukan mamografi.
Pemeriksaan mamografi dan USG payudara bersifat saling melengkapi
untuk mendapatkan diagnosis yang optimal pada kelainan payudara.
Pemeriksaan USG payudara akan memberikan tambahan informasi untuk
evaluasi struktur payudara.
g. Penatalaksanaan mastitis
Terdapat empat prinsip utama penanganan mastitis, yaitu:
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan salah satu kejadian yang dapat membuat ibu frustasi
dikarenakan nyeri dan merasa sangat sakit. Ibu menyusui yang
mengalami mastitis akan membutuhkan dukungan emosional karena ibu
akan mengalami kebingungan tentang cara penanganan gejala yang
dialami. Ibu harus diyakinkan kembali tentang menyusui yang aman
untuk diteruskan, ASI dari payudara yang sakit tidak akan
membahayakan bayinya, dan payudara akan pulih baik bentuk maupun
fungsinya. Ibu memerlukan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan
penanganan hingga ibu benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
1) Ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudara dan perlekatan bayi
yang tepat pada payudara
2) Ibu harus sering menyusui selama bayi membutuhkan tanpa adanya
batasan
3) Bila diperlukan, ASI dapat diperas dengan tangan atau dengan
pompa
3. Terapi Antibiotik
Antibiotik yang tepat harus diberikan dalam jangka panjang, dianjurkan
untuk memberikan antibiotik 10-14 hari. Pemberian jangka pendek akan
menyebabkan risiko kekambuhan mastitis yang tinggi.
4. Terapi Simtomatik
Penanganan nyeri menggunakan analgesik, sebaiknya memilih terapi
yang tepat dan efektif sehingga dapat mengurangi inflamasi dan nyeri.
Ibu dianjurkan untuk beristirahat ditempat tidur hingga gejala membaik.
Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah penggunaan kompres hangat
pada payudara yang dapat mengurangi nyeri dan anjurkan ibu minum air
yang banyak.
h. Pencegahan Mastitis
Pencegahan mastitis meliputi:
1) Perawatan payudara pascanatal secara teratur untuk menghindari
terjadinya statis aliran Air Susu Ibu (ASI).
2) Posisi menyusui yang diubah-ubah.
3) Menggunakan bra/ BH yang menyangga dan membuka bra tersebut
ketika terlalu menekan payudara.
4) Susukan dengan adekuat
i. Komplikasi
1. Penghentian menyusui dini
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat
seorang ibu memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian
menyusui secara mendadak dapat meningkatkan risiko terjadinya abses.
Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi tidak
aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif,
informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga
sangat diperlukan saat ini.
2. Abses
Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara
teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita
harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari
kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara
diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul.
Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang
berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin
diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar
terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan
ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu
dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
3. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak
minum, makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada
kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis
rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.
4. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh
jamur seperti candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah
ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis
berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang
saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa
gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu
diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga
mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu
dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.
j. Pathway mastitis
MASTITIS
3. Intervensi Keperawatan
DIANGNOS TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
tambahan multi
vitamin
Hipertermi - Suhu tubuh - Beri penjelasan - Agar pasien dan keluarga
normal kepada pasien dan mengetahui sebab
- Tidak dan keluarga terhadap peningkatan suhu tubuh
peningkatan peningkatan suhu dan dapat mengurangi
suhu tubuh pasien kecemasan
- Obserpasi TTV - TTV merupakan acuan
- Beri kompres utama untuk mengetahui
hangat keadaan umum pasien
- Kolaberasi dalam - Untuk membantu
pemberian obat menurunkan suhu tubuh
antibiotik dan obat - Antibiotik untuk
antipiretik mengurangi infeksi dan
antipiretik untuk
menurunkan suhu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi di lakukan sesuai dengan intervensi yang diterapakan
5. Evaluasi Keperawatan
1. Ibu mengerti keadaanya saat ini
2. Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan perawat
3. Ibu akan melakukan atau menjelaskan semua anjuran yang diberikan
oleh perawat
4. Ibu bisa melakukan perawatan payudara selama menyusui
5. Ibu bisa melakukan teknik menyusui yang benar
6. Ibu akan mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Padilla. (2014). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha
Medika.
2. Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
3. Persatuan Perawat Republik Indonesia. (2016). Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
4. Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.