HEMATOMA VULVA
OLEH :
MUHAMMAD MUKRAM
N 101 17 059
Pembimbing :
dr. Syahrir Abdurrasyid, Sp.OG
Mengetahui,
Dikutip dari kepustakaan Sultan Abdul H, Thakar Ranee, dan Fenner Dee, 2007
- Klitoris
Struktur yang pendek, silinder, dengan ukuran 2 – 3 cm yang
berbentuk seperti kacang, tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri atas
glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan
klitoris ke os pubis. Struktur ini merupakan homolog penis pada pria. Seperti
pada penis, klitoris memiliki ligamentum suspensorium dan 2 otot kecil yakni
11,12
ischiocavernosus yang terinsersi pada dua krura.
Glans klitoridis pada wanita dewasa dapat memiliki lebar hingga 1 cm
dengan panjang rata-rata 1,5 hingga 2 cm. 11
- Vestibulum
Berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang dan
dibatasi oleh di anterior oleh klitoris, di lateral kanan dan kiri oleh labia
minora, dan di inferior oleh perineum (fourchette). Embriologik sesuai
dengan sinus urogenitalis. Sekitar 1 hingga 1,5 cm di bawah klitoris terdapat
orifisium uretra eksterna (lubang kemih) berbentuk membujur sekitar 4-5 mm
dan tidak jarang sukar ditemukan karena sering tertutup oleh lipatan-lipatan
selaput vagina. 11
Di sisi kanan dan kiri bawah ostium uretra eksterna terdapat ostia
saluran Skene (duktus parauretral). Duktus ini analog dengan kelenjar prostat
pada laki-laki. 12
Di kiri dan kanan bawah dekat fossa navikulare terdapat kelenjar
Bartholin. Kelenjar ini berukuran dengan diameter kurang lebih 1 cm, terletak
di bawah otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil sepanjang 1,5 –
2 cm yang bermuara di vestibulum, tidak jauh dari fossa navikulare. Kelenjar
bartholin homolog dengan kelenjar bulbouretra (Glandula Cowper) pada
lelaki. Secara histologik kelenjar ini disusun oleh epitel kuboid sedangkan
duktus nya tersusun oleh epitel transisional. Duktus ini menghasilkan mukus
untuk mempertahankan lubrikasi yang adekuat. 10,12
- Bulbus vestibuli sinistra dan dekstra
Merupakan pengumpulan vena yang terletak di bawah selaput lendir
vestibulum, dekat ramus ossis pubis. Panjangnya 3-4 cm dengan lebar 1 – 2
cm dan tebalnya 0,5 – 1 cm. Bulbus vestibuli mengandung banyak pembuluh
darah, sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus
konstriktor vagina. Secara embriologik bulbus vestibuli ini sesuai dengan
korpus kavernosum penis lelaki. Pada waktu persalinan biasanya kedua
bulbus tertarik ke arah atas, ke bawah arkus pubis, akan tetapi bagian
bawahnya yang melingkari vagina sering mengalami cedera dan sekali-sekali
timbul hematoma vulva atau perdarahan. 11
- Introitus vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada seorang
virgo introitus vagina selalu dilindungi oleh labia minora, ditutupi oleh
selaput dara (hymen) yang merupakan membran mukosa. Hymen ini
mempunyai bentuk berbeda-beda dari yang semilunar (bulan sabit) hingga
yang berlubang atau yang bersekat (septum) seperti yang ditunjukkan oleh
gambar. Konsistensi hymen berbeda-beda mulai dari yang kaku hingga lunak.
Secara histologik hymen ditutupi oleh epitel skuamosa bertingkat pada
seluruh sisinya dan mengandung jaringan fibrosa dengan sedikit pembuluh
darah kecil. Setelah persalinan hymen yang robek di beberapa tempat
sehingga yang dapat terlihat adalah sisa-sisanya (karunkula himenalis).12
Gambar 8. Hymen pada wanita dewasa.
- Perineum
Terletak antara vulva dan anus, dengan panjang rata-rata 4 cm.
jaringan yang mendukung perineum terutama diafragma pelvis dan diafragma
urogenitalis. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan otot
koksigeus posterior serta fascia yang menutupi kedua otot ini. Diafragma
urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga
antara tuber ischiadica dan simfisis pubis. Diafragma ini memisahkan pelvis
dengan perineum. Diafragma urogenitalis meliputi muskulus transversus
perinei profunda, otot konstriktor uretra dan fascia internal maupun eksternal
yang meliputinya. Pada fascia internal ini berlekatan muskulus
bulbospongiosus dan krura. Perineum mendapat pasokan darah terutama oleh
arteria pudenda interna dan cabang-cabangnya. 12
Fascia Colles’
Vulva terbagi menjadi kompartemen superfisial dan kompartemen
bagian dalam yang dipisahkan oleh lapisan jaringan ikat transversal bilateral,
yang disebut fascia colles (perineal superfisial) dimana lapisan jaringan ikat
ini merupakan kelanjutan dari fascia dalam dinding abdominal anterior.
Kompartemen superfisial terdiri dari kulit, jaringan fibromuskular atau lemak
subkutaneus tergantung dari letaknya. Kompartemen dalam merupakan
ruangan perineal yang terdiri dari bagian dalam klitoris, bagian dalam
membran uretra, bulbus vestibule, kelenjar Bartholin, 3 pasang otot skeletal
dan bagian dalam badan perinal. 12
Inervasi
Inervasi vulva berasal dari percabangan beberapa nervus. Suplai
nervus motorik dan sensoris berasal dri L1 hingga S4. Termasuk di
dalamnya nervus ilioinguinal, cabang genital nervus genitofemoral,
cabang perineal nervus kutaneus femoral lateral, dan cabang perineal
nervus pudendus. Cabang perineal nervus pudendus menyuplai motorik
dan sensorik sebagian besar area vulva, distal vagina, dan kanalis anal.
Nervus ilioinguinal yang berasal dari pleksus lumbalis bercabang menjadi
nervus labialis anterior yang menginervasi labia mayora anterior. 12
2.2 Epidemiologi
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi
faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus
diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi
lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan
yang disertai kejang-kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor
lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak
begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan
masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut
harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara
lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga
karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta
rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu,
pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah
secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat
diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah,
swasta, maupun masyarakat terutama suami.6
Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu
melahirkan, berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab
kematian ibu melahirkan yakni , pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre
eklamasi dan infeksi. Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab
kematian ibu ( 28 persen), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu
hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang
merupakan faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit
seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya
berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen. Walaupun
seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca
persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia
berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.(WHO).
Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24
persen), kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi)
yang tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan,
dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang
tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila
hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil. Sedangkan persentase tertinggi
ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11 persen).6
Dalam suatu ulasan terhadap 7 serial penelitian, insiden hematoma pada
masa nifas ditemukan bervariasi antara 1 dalam 300 hingga 1000 pelahiran.
Nuliparitas, episiotomi, dan pelahiran dengan forceps merupakan faktor-faktor
risiko yang paling sering dikaitkan.2
Hematoma tidak selalu tampak dan bahkan bisa terletak di antara jahitan, tapi
tanda atau gejala biasanya seperti berikut :
1. Nyeri berat pada vagina atau vulva atau rectal
2. Tekanan pada vagina atau vulva atau rectal tak henti-henti
3. Tampak masa yang membuat deviasi vagina dan rectum
4. Pemeriksaan internal mungkin tidak bisa ditoleransi karena menyebabkan
nyeri yang tidak tertahan bagi ibu, yang dengan sendirinya membantu
mendiagnosis hematoma
5. Tanda lain meliputi : pembengkakan yang berubah warna dan terisi
darah, jaringan edema, tanda syok hipovolemik.7,8
2.5. Patofisiologi
Hematoma dapat mula-mula berukuran kecil untuk kemudian bisa menjadi
cepat membesar. Terdapatnya hematoma yang tampak kecil dari luar belum
berarti bahwa bekuan darah di dalamnya sedikit. Perdarahan dapat meluas ke
sekitar vagina, dan darah dapat berkumpul di dalam ligamentum latum. Bila
banyak darah yang terkumpul dalam hematoma, maka dapat timbul gejala syok
dan anemia.9
2.6. Diagnosis
Hematoma vulva di diagnosis berdasarkan nyeri peritoneum hebat dan
kemunculan mendadak benjolan yang tegang, fluktuatif, dan sensitif dengan
ukuran beragam serta perubahan warna kulit diatasnya. Apabila terbentuk di dekat
vagina, kadang-kadang massa mungkin tidak terdeteksi , tetapi gejala-gejala
penekanan apabila penekanan bukan nyeri, atau ketidakmampuan berkemih
seyogyanya di lakukan segera pemeriksaan vagina. Apabila meluas ke atas di
antara ligamentum latum, hematom mungkin lolos deteksi, kecuali apabila
sebagian benjolan dapat di raba dan di palpasi abdomen atau terjadi hipovelemia.7
Hematoma vulva yang kecil dan teridentifikasi setelah pasien keluar dari kamar
bersalin dapat di biarkan. Namun, apabila nyerinya parah, atau apabila hematoma
terus membesar, terapi terbaik adalah insisi segera.7
2.7. Penatalaksanaan
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya hematoma.
Pada hematoma yang kecil tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan
kompres
2. pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan
presyok, perlu segera dilakuakn pengosongan hematoma tersebut.
Dilakukan sayatan disepanjang bagian hematoma yang paling teregang.
Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari
sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit
sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam
perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kassa steril sampai
padat dan meninggalkan ujung kassa tersebut diluar (tamponade). Tampon
ini dibiarkan di tempatnya selama 24 hingga 48 jam.10
3. Antibiotika diberikan
4. Dipasang kateter menetap
5. Penanganan hematoma vulva perlu diberikan transfusi darah untuk
mengatasi syok dan perdarahan yang lebih berat. Hematoma tersebut akan
memerlukan drainase dan penjahitan kembali yang biasanya di lakukan
dengan anestesi umum. Kecuali bila hematoma tersebut kecil dan hanya
menunjukkan gejala-gejala yang ringan.7
Embolisasi angiografik merupakan salah satu teknik yang menjadi
populer untuk penanganan hematoma masa nifas yang tidak berespons
terhadap terapi lain. Embolisasi dapat digunakan terutama atau paling
sering jika hemostasis tidak dapat dicapai dengan prosedur bedah.2 Pada
penelitian Ojala, dkk (2005) melaporkan mengenai tiga perempuan dengan
hematoma vulvovaginal yang mendapatkan terapi ini.11
2.8. Komplikasi
Hematoma menyebabkan pembengkakan dan peradangan. Seringkali hal
ini yang menyebabkan iritasi dari organ-organ dan jaringan-jaringan yang
berdekatan dan menyebabkan gejala-gejala dan komplikasi-komplikasi dari
hematoma. Satu komplikasi yang umum dari semua hematoma adalah risiko
infeksi. Sementara hematoma terbentuk dari stolsel, ia tidak mempunyai pasokan
darah sendiri dan oleh karenanya berisiko untuk kolonisasi dengan bakteri-
bakteri.11
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 11-08-1992 ( 31 Tahun)
Alamat : Vatusuya Sindue
Pekerjaan : URT
Agama : ISLAM
Pendidikan : SMA
Riwayat Menstruasi
Menarche usia 12 tahun. Siklus haid biasanya 29 hari dan lamanya haid 4 hari
dengan hari banyak haid 3-4 hari dan menghabiskan hingga 1-2 pembalut sehari
saat sebelum mengalami keluhan.
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan
makanan.
PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-Tanda Vital
TekananDarah : 110/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37,0ºC
Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), pembesaran KGB (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-).
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
Dalam batas normal
A :Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni Regular
Abdomen
I: Tampak datar kesan normal, stria (-)
A: Peristaltik usus (+), kesan normal.
P: Timpani pada empat kuadran abdomen
P: nyeri tekan abdomen (-)
Ekstremitas :
Edema ekstremitas bawah -/-, akral hangat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tanggal 28 Agustus 2019
WBC 18,70 103/L (4,8 – 10,8)
DIAGNOSIS
- Hematoma Vulva
PENATALAKSANAAN
IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit, 2 line
Inj. As. Tranexamat 1 amp (500mg/5ml)/ 8 jam/iv
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
IV Metronidazole 1 fl (100ml/500 mg)/8 jam
Transfusi WB (sampai Hb > 10)
Pemasangan kateter foley
Rencana Repair Vulva dan Insisi Hematoma
PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Dubia et Bonam
Ad sanationam : Bonam
FOLLOW UP
Hari Kamis, tanggal 29 Agusutus 2019 (PH.1)
S : Nyeri perut (+), Nyeri pada jalan lahir dan bengkak (+), Pendarahan per
vaginam(+), BAK (+) Via kateter, dan BAB (-) sejak 3 hari
O : Keadaan umum : Sakit sedang
Tanda vital : Suhu : 36,5 0C
TD : 110/80
Nadi : 70 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Mata : Conjunctiva : Anemis (+/+)
Genitalia : Vulva edema labium mayor dan labium minor sinistra
Elektrolit darah
Na : 136 nmol/L
K : 35 nmol/L
Cl : 95 nmol/L
WBC : 14,80
HB:7,0
PLT:403.000
P :
IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit, 1 line
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
IV Metronidazole 1 fl (100ml/500 mg)/8 jam
Kompres NaCl dan ditekan menggunakan pembalut dan pakaian dalam, pagi-
sore
Dilakukan Insisi hematoma vulva/repair vulva
Laporan operasi :
1. Pasien berbaring dalam posisi litotomi di bawah pengaruh anestesi spinal
2. Asepsis dan antisepsis daerah vulva/vagina dan daerah sekitarnya
3. Evakuasi bekuan darah dari vulva sejumlah + 300 cc
4. Identifikasi sumber perdarahan, berasal dari vena-vena percabangan vena
pudendus interna di sekitar m. ischiocavernosus dan m. bulbocavernosus
5. Jahit m. bulbocavernosus, m. transversus perinea superfisial dan profunda
secara interuptus dengan vicryl 2.0
6. Kontrol perdarahan, perdarahan (-)
7. Jahit kulit perineum secara subkutikuler dengan vicryl 3.0
8. Vaginal toilet. Operasi selesai.
P :
IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit, 1 line
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
IV Metronidazole 1 fl (100ml/500 mg)/8 jam
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pasien perempuan P2A0 usia 31 tahun rujukan dari
puskesmas vatusuya datang dengan keluhan nyeri pada vagina yang dirasakan
sejak 9 jam yang lalu SMRS akibat bengkak pada vagina. Bengkak vagina
terjadi sejak post partum 1 jam sebelumnya dirumah sendiri dan dibantu oleh
dukun, terdapat pelepasan darah dan terasa nyeri pada jalan lahir, terasa nyeri
pada perut, pasien juga mengalami mual sejak post partum, tidak ada muntah,
tidak ada pusing, BAB tidak ada sejak 2 hari yang lalu dan BAK normal. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital: tekanan darah 110/80, nadi 90 x/m,
pernapasan 20 x/m, suhu 37,0ºC. Konjunctiva anemis (+/+). Pada hasil lab
didapatkan Wbc : 18,70 106/mm3, Hb : 5,6 g/dl, Plt : 457 103/mm3.
Hematoma vulva adalah pecahnya pembuluh darah vena yang menyebabkan
perdarahan, yang dapat terjadi saat kehamilan berlangsung atau yang lebih sering
pada persalinan. Hematoma vulva dan vagina dapat besar,disertai bekuan darah
bahkan perdarahan yang masih aktif.
Penyebab terjadinya hematoma vulva terutama karena gerakan kepala janin
selama persalinan (spontan), akibat pertolongan persalinan, karena tusukan
pembuluh darah selama anestesi lokal atau penjahitan dan dapat juga karena
penjahitan luka episiotomi atau ruptur perinei yang kurang sempurna.4
Pada kasus ini pasien memiliki riwayat persalinan didukun, dimana ini
diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya hematoma vulva, diduga pada
saat proses persalinan kurang terampil saat melakukan persalinan kepala
bayi sehingga menyebabkan cedera cukup serius dijalan lahir khususnya
vagina vulva sehingga terjadi pendarahan.
Hematoma vulva timbul segera setelah persalinan selesai. Perdarahan ke
dalam jaringan subkutan vulva dan ataupun pada dinding vagina di sebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah. Hematoma vulva juga bisa terjadi karena trauma
tekanan atau berhubungan dengan perbaikan robekan perineum atau episiotomi.4
Ibu yang baru melahirkan dapat mengeluh rasa sakit dan hal ini sangat
mungkin mengalami syok derajat tertentu yang tidak berhubungan dengan
besarnya hematoma.4
Hematoma vulva paling sering berasal dari cabang-cabang arteri pudenda,
termasuk arteri labialis posterior, perinealis transversal, atau rectalis posterior.
Hematom paravaginal mungkin di sebabkan oleh cabang desenden arteri uterina.
Pada stadium awal, hematom membentuk pembengkakan bulat yang menonjol ke
dalam bagian atas saluran vagina dan mungkin hampir menutupi lumennya.
Apabila berlanjut, perdarahan dapat merembes ke arah retroperitoneum dan
membentuk suatu tumor yang teraba di atas ligamentum puoparti, atau kearah atas
dan akhirnya mencapai batas bawah diafragma.2
Hematoma yang berukuran sedang dapat di serap secara spontan. Jaringan
di atas hematoma dapat berlubang akibat nekrosis yang di timbulkan oleh tekanan,
dan dapat terjadi perdarahan deras. Pada kasus yang lain, isi hematoma mungkin
keluar dalam bentuk gumpalan-gumpalan besar bekuan darah.2
Intervensi pembedahan
Tanda-tanda syok dapat dikaitkan dengan penurunan kadar hemoglobin
yang cepat sehingga perlu dipertimbangkan telah terjadi perluasan ke
ekstraperitoneal. Perluasan hematoma yang secara akut dengan ukuran
lebih dari 10 cm harus segera dilakukan insisi (intervensi pembedahan)
dan evakuasi hematoma, disertai ligasi pembuluh darah yang cedera. 7
Indikasi lain dilakukannya intervensi pembedahan selain untuk
mengendalikan perdarahan juga untuk mengembalikan integritas
struktur dan fungsi traktus urogenital bagian bawah. 4 Bila sumber
peradarahan adalah cedera pembuluh darah vena, biasanya tidak selalu
disertai dengan ligasi pembuluh darah, namun penting untuk evakuasi
bekuan darah segera agar melindungi dan mencegah penekanan yang
akan menyebabkan iskemik hingga nekrosis jaringan, serta
berkembangnya infeksi. 8
Dalam penatalaksanaan dengan pembedahan perlu disiapkan dengan
baik mulai dari persiapan sebelum operasi, intraoperasi, dan pemantauan
lanjut setelah operasi. 4
Persiapan sebelum operasi meliputi persiapan peralatan yang
digunakan, ruangan operasi, operator bedah dengan keterampilan yang mahir,
pencahayaan yang cukup, asisten teknis, anestesia yang adekuat, dan medikasi
pre-operatif. Tindakan anestesi dapat lokal, regional hingga umum. Medikasi
pre-operatif seperti antibiotik profilaksis utamanya pada pasien dengan trauma
yang melibatkan cedera traktus urinarius. 4
DAFTAR PUSTAKA
5. Dash, S, et al. 2006. Severe haematoma of the vulva: A report of two cases
and a clinical review. Kathmandu University Medical Journal. 4(2) pp.228-231
7. Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan, Patologi dan
Fisiologi Persalinan:Hematoma. Yogyakarta: ANDI pp.461-462
10. Chapman, Vicky and Charles, Cathy. The midwife’s labour and birth
handbook. 2nd edition. Blackwell Publishing. 2009