Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFLESI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2019


UNIVERSITAS TADULAKO

HEMATOMA VULVA

OLEH :
MUHAMMAD MUKRAM
N 101 17 059

Pembimbing :
dr. Syahrir Abdurrasyid, Sp.OG

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang


bersangkutan sebagai berikut:

Nama : Muhammad Mukram


Stambuk : N 101 17 059
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Perguruan Tinggi : Universitas Tadulako
Judul Refleksi Kasus : HEMATOMA VULVA
Bagian : Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian


Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSU Undata Palu, Fakultas Kedokteran Universitas
Tadulako.

Palu, SEPTEMBER 2019

Mengetahui,

Pembimbing Dokter Muda

dr. Syahrir Abdurrasyid, Sp.OG Muhammad Mukram


BAB I
PENDAHULUAN

Hematoma vulva merupakan manifestasi klinis yang sering dijumpai pada


trauma jalan lahir. Hematoma vulva disebabkan oleh terjadinya pecahan varises
pada vulva akibat persalinan. Varises menunjukkan bahwa dinding pembuluh
darah vena sudah tipis dan rapuh sehingga mudah pecah, bila terjadi peregangan.
Peregangan dapat terjadi saat kepala bayi masuk jalan lahir dan segera terjadi
ekspulsi. Ibu yang baru saja melahirkan akan mengeluh merasa sakit dan hal ini
sangat mungkin mengalami syok derajat tertentu yang tidak berhubungan dengan
besarnya hematoma.1
Dalam suatu ulasan terhadap 7 serial penelitian, insiden hematoma pada
masa nifas ditemukan bervariasi antara 1 dalam 300 hingga 1000 pelahiran.
Nuliparitas, episiotomi, dan pelahiran dengan forceps merupakan faktor-faktor
risiko yang paling sering dikaitkan. Pada kasus-kasus lain, hematoma dapat timbul
setelah ruptur pembuluh darah tanpa adanya laserasi pada jaringan superfisial.
Hematoma semacam ini dapat timbul pada pelahiran spontan atau dengan bantuan
alat, dan perdarahan dapat timbul tertunda. Terakhir, koagulopati, seperti penyakit
Von Willebrand, merupakan penyebab yang lebih jarang.2
Hematoma pada masa nifas dapat digolongkan sebagai vulvar,
vulvovaginal, paravaginal, atau retroperitoneal. Hematoma vulvar sering
mengenai pada cabang arteria pudenda, termasuk arteria rektalis inferior, arteria
perinealis transversa, atau rami labials posteriors.2
Gejala pertama yang sering disadari adalah nyeri hebat. Hematoma
berukuran sedang dapat diserap secara spontan. Jaringan yang menutup hematoma
dapat ruptur akibat nekrosis tekanan, dan dapat menyebabkan perdarahan hebat.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hematoma Vulva


Vulva atau pudenda meliputi seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat
mulai dari pubis sampai perineum, yaitu mons veneris, labia mayora dan labia
minora, klitoris, selaput dara (hymen), vestibulum, muara uretra, berbagai
kelenjar, dan struktur vaskular.3
Hematoma vulva adalah pecahnya pembuluh darah vena yang menyebabkan
perdarahan, yang dapat terjadi saat kehamilan berlangsung atau yang lebih sering
pada persalinan. Hematoma vulva dan vagina dapat besar,disertai bekuan darah
bahkan perdarahan yang masih aktif. Penyebab terjadinya hematoma vulva
terutama karena gerakan kepala janin selama persalinan (spontan), akibat
pertolongan persalinan, karena tusukan pembuluh darah selama anestesi lokal atau
penjahitan dan dapat juga karena penjahitan luka episiotomi atau ruptur perinei
yang kurang sempurna.4
Hematoma vulva timbul segera setelah persalinan selesai. Perdarahan ke
dalam jaringan subkutan vulva dan ataupun pada dinding vagina di sebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah. Hematoma vulva juga bisa terjadi karena trauma
tekanan atau berhubungan dengan perbaikan robekan perineum atau episiotomi.4
Ibu yang baru melahirkan dapat mengeluh rasa sakit dan hal ini sangat
mungkin mengalami syok derajat tertentu yang tidak berhubungan dengan
besarnya hematoma.4
Hematoma vulva paling sering berasal dari cabang-cabang arteri pudenda,
termasuk arteri labialis posterior, perinealis transversal, atau rectalis posterior.
Hematom paravaginal mungkin di sebabkan oleh cabang desenden arteri uterina.
Pada stadium awal, hematom membentuk pembengkakan bulat yang menonjol ke
dalam bagian atas saluran vagina dan mungkin hampir menutupi lumennya.
Apabila berlanjut, perdarahan dapat merembes ke arah retroperitoneum dan
membentuk suatu tumor yang teraba di atas ligamentum puoparti, atau kearah atas
dan akhirnya mencapai batas bawah diafragma.2
Hematoma yang berukuran sedang dapat di serap secara spontan. Jaringan
di atas hematoma dapat berlubang akibat nekrosis yang di timbulkan oleh tekanan,
dan dapat terjadi perdarahan deras. Pada kasus yang lain, isi hematoma mungkin
keluar dalam bentuk gumpalan-gumpalan besar bekuan darah.2
Insisi dilakukan di titik distersi maksimum di sertai evakuasi darah dan
bekuan serta ligasi titik-titik perdarahan. Rongga kemudian di obliterasi dengan
jahitan matras. Setelah hematoma di keringkan sering tidak di temukan titik-titik
perdarahan. Pada kasus hematoma bukan rongga hematomanya yang di tampon
selama 12-24 jam. Pada hematoma traktur genitalia, kehilangan darah hampir
selalu jauh lebih besar dari pada yang di perkirakan secara klinis.4
Hematoma subperitoneum dan supra vagina lebih sulit di terapi. Hematoma
jenis ini dapat di evakuasi dengan insisi perineum, tetapi bila terjadi hemostasis
komplit, yang sulit di capai dengan insisi, di sarankan tindakan laparotomi.4

Gambar 1. Hematoma Vulva5


ANATOMI GENITALIA EKSTERNA
Organ genitalia eksterna atau vulva yakni meliputi seluruh struktur
eksternal yang dapat dilihat mulai dari pubis sampai perineum, yaitu mons
veneris, labia mayora dan labia minora, klitoris, selaput dara (hymen), vestibulum,
muara uretra, berbagai kelenjar, dan bulbus vestibuler. 11
- Mons veneris
Disebut juga mons pubis, merupakan bagian yang menonjol di atas
simfisis dan pada perempuan setelah pubertas tertutup oleh rambut kemaluan.
Pada perempuan umumnya batas atas rambut melintang hingga pinggir atas
simfisis sedangkan ke bawah hingga sekitar anus dan paha. 11
- Labia mayora
Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah, terisi
oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di mons veneris. Ke bawah
dan ke belakang, labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior.
Labia mayora analog dengan scrotum pada pria. Ligamentum rotundum
berakhir di batas atas labia mayora. Struktur pada labia mayora di bawah kulit
yakni terdapat massa lemak dan mendapat pasokan pleksus vena yang bila
cedera dapat menimbulkan hematoma. 11
Ukuran labia mayora tergantung kandungan lemaknya. Diperkirakan
masing-masing dapat berukuran panjang 7 – 8 cm dan lebar 2 – 3 cm pada
wanita dewasa. Setiap labium mayora memiliki 2 permukaan dengan
permukaan terluar mengandung pigmen, dapat ditumbuhi rambut pubis,
memiliki glandula sebasea, glandula apokrin, dan kelenjar ekrin. Sedangkan
lapisan dalam mengandung kelenjar sebasea, apokrin, ekrin, namun tidak
terdapat folikel rambut.12
- Labia minora
Disebut juga nymphae yakni suatu lipatan tipis dari kulit bagian dalam
labia mayora. Ke depan labia minora akan bertemu di bawah klitoris
membentuk frenulum klitoridis. Ke belakang labia minora juga akan bersatu
dan membentuk fossa navikulare. Fossa navikulare pada wanita yang belum
bersalin akan tetap utuh cekung seperti perahu sedangkan pada wanita yang
pernah melahirkan akan terlihat tebal dan tidak rata. 11
Kulit pada labia minora mengandung banyak kelenjar (glandula
sebasea) dan juga ujung-ujung saraf yang menyebabkan struktur ini sangat
sensitif. Jaringan ikat mengandung banyak pembuluh darah dan beberapa otot
polos yang menyebabkan struktur ini dapat mengembang. Tidak terdapat
jaringan adipose pada struktur ini 11,12
Gambar 6. Genitalia Eksterna (Vulva/pudendum) dan area perineum

Dikutip dari kepustakaan Miranda E. Varage dan Howard Maibach, 2006

Gambar 7. Regio anal dan regio urogenitalis

Dikutip dari kepustakaan Sultan Abdul H, Thakar Ranee, dan Fenner Dee, 2007
- Klitoris
Struktur yang pendek, silinder, dengan ukuran 2 – 3 cm yang
berbentuk seperti kacang, tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri atas
glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan
klitoris ke os pubis. Struktur ini merupakan homolog penis pada pria. Seperti
pada penis, klitoris memiliki ligamentum suspensorium dan 2 otot kecil yakni
11,12
ischiocavernosus yang terinsersi pada dua krura.
Glans klitoridis pada wanita dewasa dapat memiliki lebar hingga 1 cm
dengan panjang rata-rata 1,5 hingga 2 cm. 11
- Vestibulum
Berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang dan
dibatasi oleh di anterior oleh klitoris, di lateral kanan dan kiri oleh labia
minora, dan di inferior oleh perineum (fourchette). Embriologik sesuai
dengan sinus urogenitalis. Sekitar 1 hingga 1,5 cm di bawah klitoris terdapat
orifisium uretra eksterna (lubang kemih) berbentuk membujur sekitar 4-5 mm
dan tidak jarang sukar ditemukan karena sering tertutup oleh lipatan-lipatan
selaput vagina. 11
Di sisi kanan dan kiri bawah ostium uretra eksterna terdapat ostia
saluran Skene (duktus parauretral). Duktus ini analog dengan kelenjar prostat
pada laki-laki. 12
Di kiri dan kanan bawah dekat fossa navikulare terdapat kelenjar
Bartholin. Kelenjar ini berukuran dengan diameter kurang lebih 1 cm, terletak
di bawah otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil sepanjang 1,5 –
2 cm yang bermuara di vestibulum, tidak jauh dari fossa navikulare. Kelenjar
bartholin homolog dengan kelenjar bulbouretra (Glandula Cowper) pada
lelaki. Secara histologik kelenjar ini disusun oleh epitel kuboid sedangkan
duktus nya tersusun oleh epitel transisional. Duktus ini menghasilkan mukus
untuk mempertahankan lubrikasi yang adekuat. 10,12
- Bulbus vestibuli sinistra dan dekstra
Merupakan pengumpulan vena yang terletak di bawah selaput lendir
vestibulum, dekat ramus ossis pubis. Panjangnya 3-4 cm dengan lebar 1 – 2
cm dan tebalnya 0,5 – 1 cm. Bulbus vestibuli mengandung banyak pembuluh
darah, sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus
konstriktor vagina. Secara embriologik bulbus vestibuli ini sesuai dengan
korpus kavernosum penis lelaki. Pada waktu persalinan biasanya kedua
bulbus tertarik ke arah atas, ke bawah arkus pubis, akan tetapi bagian
bawahnya yang melingkari vagina sering mengalami cedera dan sekali-sekali
timbul hematoma vulva atau perdarahan. 11
- Introitus vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada seorang
virgo introitus vagina selalu dilindungi oleh labia minora, ditutupi oleh
selaput dara (hymen) yang merupakan membran mukosa. Hymen ini
mempunyai bentuk berbeda-beda dari yang semilunar (bulan sabit) hingga
yang berlubang atau yang bersekat (septum) seperti yang ditunjukkan oleh
gambar. Konsistensi hymen berbeda-beda mulai dari yang kaku hingga lunak.
Secara histologik hymen ditutupi oleh epitel skuamosa bertingkat pada
seluruh sisinya dan mengandung jaringan fibrosa dengan sedikit pembuluh
darah kecil. Setelah persalinan hymen yang robek di beberapa tempat
sehingga yang dapat terlihat adalah sisa-sisanya (karunkula himenalis).12
Gambar 8. Hymen pada wanita dewasa.

Dikutip dari kepustakaan Miranda E. Varage, 2006

- Perineum
Terletak antara vulva dan anus, dengan panjang rata-rata 4 cm.
jaringan yang mendukung perineum terutama diafragma pelvis dan diafragma
urogenitalis. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan otot
koksigeus posterior serta fascia yang menutupi kedua otot ini. Diafragma
urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga
antara tuber ischiadica dan simfisis pubis. Diafragma ini memisahkan pelvis
dengan perineum. Diafragma urogenitalis meliputi muskulus transversus
perinei profunda, otot konstriktor uretra dan fascia internal maupun eksternal
yang meliputinya. Pada fascia internal ini berlekatan muskulus
bulbospongiosus dan krura. Perineum mendapat pasokan darah terutama oleh
arteria pudenda interna dan cabang-cabangnya. 12

Fascia Colles’
Vulva terbagi menjadi kompartemen superfisial dan kompartemen
bagian dalam yang dipisahkan oleh lapisan jaringan ikat transversal bilateral,
yang disebut fascia colles (perineal superfisial) dimana lapisan jaringan ikat
ini merupakan kelanjutan dari fascia dalam dinding abdominal anterior.
Kompartemen superfisial terdiri dari kulit, jaringan fibromuskular atau lemak
subkutaneus tergantung dari letaknya. Kompartemen dalam merupakan
ruangan perineal yang terdiri dari bagian dalam klitoris, bagian dalam
membran uretra, bulbus vestibule, kelenjar Bartholin, 3 pasang otot skeletal
dan bagian dalam badan perinal. 12

Sel-Sel epithelial dan reseptor-reseptor hormon


Kulit dan mukosa vulva, uretra, dan vagina memiliki mekanisme
pertahanan/imunitas yang disebut dengan MALT (mucosa-associated
lymphoid tissue) dan SALT (skin associated lymphoid tissue). Di seluruh
epitel dan stroma vulva terdapat limfosit intraepitelial. Terdapat pula sel-sel
Langerhans yang merupakan jenis histiosit bagian dari sistem SALT dan
MALT yang berfungsi sebagai pembawa antigen dengan bermigrasi dari
epitel ke nodus limfatikus dan memasuki sistem limfatik ke sirkulasi vena. 12
Epitel, jaringan stroma dan jaringan lemak vulva dan vagina memiliki
reseptor hormon esterogen dan progesteron yang berrespon pada siklus
hormon ovarium. Reseptor ini secara perlahan menghilang pada area transisi
kulit mukosa dan tidak lagi ditemukan pada kulit yang mengandung keratin.
10

Vaskularisasi dan drainase limfatik


Vaskularisasi vulva yakni utamanya berasal dari percabangan arteri
iliaka dan arteri femoralis secara bilateral. Arteri iliaka interna bercabang
menjadi arteri pudendal interna dan arteri pudendal eksterna. Arteri
pudendal interna masuk ke perineum melalui foramen skiatika minor yang
menyuplai bagian medial, bagian dalam vulva, jaringan erektil dan labia
dengan memberikan percabangan sebagai arteri rektal inferior, arteri
perineal, arteri bulbus vestibuli yang menyuplai kelenjar Bartholin dan
bulbus vestibuli, arteri klitoris bagian dalam yang menyuplai krux klitoris,
dan arteri klitoris dorsalis. Percabangan ini menembus fascia inferior
diafragma urogenitalis dan memasuki ruang perineal superfisial. Arteri
pudendal eksterna berjalan bersama dengan ligamentum masuk menyuplai
labia mayora dan beranastomosis dengan percabangan arteri pudendal
interna yang juga menyuplai labia. Aliran darah vena melalui vena
pudendal internal dan eksternal yang memasuki vena saphena magna. 12
Drainase limfatik secara primer yakni melalui nodus limfatikus
inguinal yang turun mengikuti vena dorsal klitoris dan langsung menuju
nodus limfatikus iliaka.10

Inervasi
Inervasi vulva berasal dari percabangan beberapa nervus. Suplai
nervus motorik dan sensoris berasal dri L1 hingga S4. Termasuk di
dalamnya nervus ilioinguinal, cabang genital nervus genitofemoral,
cabang perineal nervus kutaneus femoral lateral, dan cabang perineal
nervus pudendus. Cabang perineal nervus pudendus menyuplai motorik
dan sensorik sebagian besar area vulva, distal vagina, dan kanalis anal.
Nervus ilioinguinal yang berasal dari pleksus lumbalis bercabang menjadi
nervus labialis anterior yang menginervasi labia mayora anterior. 12
2.2 Epidemiologi
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi
faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus
diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi
lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan
yang disertai kejang-kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor
lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak
begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan
masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut
harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara
lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga
karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta
rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu,
pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah
secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat
diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah,
swasta, maupun masyarakat terutama suami.6
Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu
melahirkan, berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab
kematian ibu melahirkan yakni , pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre
eklamasi dan infeksi. Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab
kematian ibu ( 28 persen), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu
hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang
merupakan faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit
seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya
berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen. Walaupun
seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca
persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia
berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.(WHO).
Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24
persen), kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi)
yang tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan,
dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang
tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila
hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil. Sedangkan persentase tertinggi
ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11 persen).6
Dalam suatu ulasan terhadap 7 serial penelitian, insiden hematoma pada
masa nifas ditemukan bervariasi antara 1 dalam 300 hingga 1000 pelahiran.
Nuliparitas, episiotomi, dan pelahiran dengan forceps merupakan faktor-faktor
risiko yang paling sering dikaitkan.2

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor risiko yang berkaitan dengan hematoma vulva seperti nuliparitas,
episiotomi, dan pelahiran dengan forceps. Pada kasus lain, hematoma dapat
timbul setelah ruptur pembuluh darah tanpa adanya laserasi pada jaringan
superfisial. Hematoma semacam ini dapat timbul pada pelahiran spontan atau
dengan bantuan alat, dan perdarahan dapat timbul tertunda. Koagulopati seperti
penyakit Von Willebrand merupakan penyebab yang paling jarang.2
Cedera pembuluh darah superfisial ligamentum dapat menyebabkan
hematoma vulva. Jaringan vulva dan paravaginal merupakan jaringan ikat longgar
sehingga sejumlah besar kehilangan darah pada hematoma dapat terjadi meskipun
belum memberikan gejala. Jika cedera pembuluh darah terjadi lebih dalam
hematoma vaginal atau subperitoneal dapat terjadi. Pada hematoma subperitoneal
dapat terlibat cabang arteri uterina. Ekstravasasi subperitoneal (di bawah
peritoneal) dapat masif dan berakibat fatal. 5,6
Trauma benda tumpul seperti pada straddle injury menyebabkan peregangan
yang cepat pada jaringan yang terkait dalam derajat dan tingkatan tertentu dimana
tingkat elastisitas jaringan tidak mampu mengakomodasi peregangan jaringan
sehingga terjadi robekan jaringan. Tingkat kerusakan jaringan bergantung pada
jenis trauma yang dialami, lokasi trauma dan elastisitas jaringan terkait. Pada
vulva utamanya pada jaringan erektil labia mayora kaya akan anastomosis dari
percabangan arteri eksternal yakni arteri labialis posterior dan arteri pudendal
eksternal serta vena-vena yang memiliki banyak hubungan dengan sistem vena
pelvis yang tidak memiliki katup. Oleh karena itu pada cedera yang meskipun
tidak menghasilkan laserasi pada epitel, dapat menimbulkan kerusakan jaringan
internal yang signifikan termasuk di dalamnya pembentukan hematoma. 4
Terbentuknya hematoma saat proses kelahiran atau setelah persalinan
disebabkan oleh distensi akut saat fetus melewati jalan lahir sehingga pembuluh
darah cedera spontan atau karena dilakukannya tindakan episiotomi atau
pertolongan persalinan menggunakan forsep. Faktor resiko obstetri yakni pada
nulipara dengan taksiran berat janin > 4000 gram, preeklampsia, kala II
memanjang, kehamilan ganda, varises vulva, atau memiliki gangguan pembekuan
darah. 4,5,8

2.4 Gejala Klinis

Hematoma tidak selalu tampak dan bahkan bisa terletak di antara jahitan, tapi
tanda atau gejala biasanya seperti berikut :
1. Nyeri berat pada vagina atau vulva atau rectal
2. Tekanan pada vagina atau vulva atau rectal tak henti-henti
3. Tampak masa yang membuat deviasi vagina dan rectum
4. Pemeriksaan internal mungkin tidak bisa ditoleransi karena menyebabkan
nyeri yang tidak tertahan bagi ibu, yang dengan sendirinya membantu
mendiagnosis hematoma
5. Tanda lain meliputi : pembengkakan yang berubah warna dan terisi
darah, jaringan edema, tanda syok hipovolemik.7,8

2.5. Patofisiologi
Hematoma dapat mula-mula berukuran kecil untuk kemudian bisa menjadi
cepat membesar. Terdapatnya hematoma yang tampak kecil dari luar belum
berarti bahwa bekuan darah di dalamnya sedikit. Perdarahan dapat meluas ke
sekitar vagina, dan darah dapat berkumpul di dalam ligamentum latum. Bila
banyak darah yang terkumpul dalam hematoma, maka dapat timbul gejala syok
dan anemia.9

2.6. Diagnosis
Hematoma vulva di diagnosis berdasarkan nyeri peritoneum hebat dan
kemunculan mendadak benjolan yang tegang, fluktuatif, dan sensitif dengan
ukuran beragam serta perubahan warna kulit diatasnya. Apabila terbentuk di dekat
vagina, kadang-kadang massa mungkin tidak terdeteksi , tetapi gejala-gejala
penekanan apabila penekanan bukan nyeri, atau ketidakmampuan berkemih
seyogyanya di lakukan segera pemeriksaan vagina. Apabila meluas ke atas di
antara ligamentum latum, hematom mungkin lolos deteksi, kecuali apabila
sebagian benjolan dapat di raba dan di palpasi abdomen atau terjadi hipovelemia.7
Hematoma vulva yang kecil dan teridentifikasi setelah pasien keluar dari kamar
bersalin dapat di biarkan. Namun, apabila nyerinya parah, atau apabila hematoma
terus membesar, terapi terbaik adalah insisi segera.7
2.7. Penatalaksanaan
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya hematoma.
Pada hematoma yang kecil tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan
kompres
2. pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan
presyok, perlu segera dilakuakn pengosongan hematoma tersebut.
Dilakukan sayatan disepanjang bagian hematoma yang paling teregang.
Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari
sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit
sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam
perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kassa steril sampai
padat dan meninggalkan ujung kassa tersebut diluar (tamponade). Tampon
ini dibiarkan di tempatnya selama 24 hingga 48 jam.10
3. Antibiotika diberikan
4. Dipasang kateter menetap
5. Penanganan hematoma vulva perlu diberikan transfusi darah untuk
mengatasi syok dan perdarahan yang lebih berat. Hematoma tersebut akan
memerlukan drainase dan penjahitan kembali yang biasanya di lakukan
dengan anestesi umum. Kecuali bila hematoma tersebut kecil dan hanya
menunjukkan gejala-gejala yang ringan.7
Embolisasi angiografik merupakan salah satu teknik yang menjadi
populer untuk penanganan hematoma masa nifas yang tidak berespons
terhadap terapi lain. Embolisasi dapat digunakan terutama atau paling
sering jika hemostasis tidak dapat dicapai dengan prosedur bedah.2 Pada
penelitian Ojala, dkk (2005) melaporkan mengenai tiga perempuan dengan
hematoma vulvovaginal yang mendapatkan terapi ini.11

2.8. Komplikasi
Hematoma menyebabkan pembengkakan dan peradangan. Seringkali hal
ini yang menyebabkan iritasi dari organ-organ dan jaringan-jaringan yang
berdekatan dan menyebabkan gejala-gejala dan komplikasi-komplikasi dari
hematoma. Satu komplikasi yang umum dari semua hematoma adalah risiko
infeksi. Sementara hematoma terbentuk dari stolsel, ia tidak mempunyai pasokan
darah sendiri dan oleh karenanya berisiko untuk kolonisasi dengan bakteri-
bakteri.11
BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal pemeriksaan : 28 – 08 – 2019


Tempat : RSUD UNDATA

ANAMNESIS

Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 11-08-1992 ( 31 Tahun)
Alamat : Vatusuya Sindue
Pekerjaan : URT
Agama : ISLAM
Pendidikan : SMA

Keluhan Utama : Nyeri pada vagina

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien perempuan P2A0 usia 31 tahun rujukan dari puskesmas vatusuya
datang dengan keluhan nyeri pada vagina yang dirasakan sejak  9 jam yang lalu
SMRS akibat bengkak pada vagina. Bengkak vagina terjadi sejak post partum 1
jam sebelumnya dirumah sendiri dan dibantu oleh dukun, terdapat pelepasan
darah dan terasa nyeri pada jalan lahir, terasa nyeri pada perut, pasien juga
mengalami mual sejak post partum, tidak ada muntah, tidak ada pusing, BAB
tidak ada sejak 2 hari yang lalu dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat penyakit darah tinggi (-) Riwayat penyakit diabetes mellitus (-) .
Riwayat penyakit asma dan alergi (-). Riwayat penyakit infeksi organ reproduksi
(-)
Riwayat Obstetri :
 Anak pertama : Perempun, lahir spontan di bidan , BBL 3.100 gram,
Hidup
 Anak kedua : Laki-laki, lahir spontan didukun, BBL 2.800 gram, Hidup

Riwayat Menstruasi
Menarche usia 12 tahun. Siklus haid biasanya 29 hari dan lamanya haid 4 hari
dengan hari banyak haid 3-4 hari dan menghabiskan hingga 1-2 pembalut sehari
saat sebelum mengalami keluhan.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Menurut pasien, di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti
pasien. Riwayat penyakit hipertensi (-). Riwayat hipertensi (-),riwayat penyakit
ginjal (-), jantung (-) , diabetes mellitus (-), dan asma (-).

Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan
makanan.

PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Tanda-Tanda Vital
TekananDarah : 110/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37,0ºC

 Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), pembesaran KGB (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-).
 Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
Dalam batas normal
A :Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni Regular
 Abdomen
I: Tampak datar kesan normal, stria (-)
A: Peristaltik usus (+), kesan normal.
P: Timpani pada empat kuadran abdomen
P: nyeri tekan abdomen (-)

Ekstremitas :
Edema ekstremitas bawah -/-, akral hangat

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tanggal 28 Agustus 2019
WBC 18,70 103/L (4,8 – 10,8)

RBC 3,89 1012/L (4,7 – 6,1)

HGB 5,6 g/dl (12 – 16)

PLT 457 109/L (150 – 450)

HCT 19,5 % (37 – 52)

MCV 50,1 fL (80 – 99)

MCH 14,4 pg (27 – 31)

MCHC 28,2 g/dl (33 – 37)


RESUME
Pasien perempuan P2A0 usia 31 tahun rujukan dari puskesmas vatusuya
datang dengan keluhan nyeri pada vagina yang dirasakan sejak  9 jam yang lalu
SMRS akibat bengkak pada vagina. Bengkak vagina terjadi sejak post partum 1
jam sebelumnya dirumah sendiri dan dibantu oleh dukun, terdapat pelepasan
darah dan terasa nyeri pada jalan lahir, terasa nyeri pada perut, pasien juga
mengalami mual sejak post partum, tidak ada muntah, tidak ada pusing, BAB
tidak ada sejak 2 hari yang lalu dan BAK normal.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital: tekanan darah 110/80, nadi 90 x/m,
pernapasan 20 x/m, suhu 37,0ºC. Konjunctiva anemis (+/+). Pada hasil lab
didapatkan Wbc : 18,70 106/mm3, Hb : 5,6 g/dl, Plt : 457 103/mm3.

DIAGNOSIS
- Hematoma Vulva

PENATALAKSANAAN
 IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit, 2 line
 Inj. As. Tranexamat 1 amp (500mg/5ml)/ 8 jam/iv
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
 IV Metronidazole 1 fl (100ml/500 mg)/8 jam
 Transfusi WB (sampai Hb > 10)
 Pemasangan kateter foley
 Rencana Repair Vulva dan Insisi Hematoma

PROGNOSIS
 Ad Vitam : Bonam
 Ad Functionam : Dubia et Bonam
 Ad sanationam : Bonam

FOLLOW UP
Hari Kamis, tanggal 29 Agusutus 2019 (PH.1)
S : Nyeri perut (+), Nyeri pada jalan lahir dan bengkak (+), Pendarahan per
vaginam(+), BAK (+) Via kateter, dan BAB (-) sejak 3 hari
O : Keadaan umum : Sakit sedang
Tanda vital : Suhu : 36,5 0C
TD : 110/80
Nadi : 70 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Mata : Conjunctiva : Anemis (+/+)
Genitalia : Vulva edema labium mayor dan labium minor sinistra

A : P2A0; Hematoma Vulva


P :
 IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit, 1 line
 Transfusi Labu ke 2, 12 jam post labu 1
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
 IV Metronidazole 1 fl (100ml/500 mg)/8 jam
 Kompres NaCl dan ditekan menggunakan pembalut dan pakaian dalam, pagi-
sore
 Rencana op insisi hematoma jumat, 30 agustus 2019
 Cek elektrolit

Elektrolit darah
Na : 136 nmol/L
K : 35 nmol/L
Cl : 95 nmol/L

Hari Jumat, tanggal 30 Agustus 2019 (PH.2)


S : Nyeri perut (+), Nyeri pada jalan lahir dan bengkak (+), Pendarahan per
vaginam (+), BAK (+) Via kateter, dan BAB (-) sejak 4 hari
O : Keadaan umum : Sakit sedang
Tanda vital : Suhu : 36,6 0C
TD : 110/60
Nadi : 77 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Mata : Conjunctiva : Anemis (+/+)
Genitalia : Vulva edema labium mayor dan labium minor sinistra

WBC : 14,80
HB:7,0
PLT:403.000

- A : P2A0; Hematoma Vulva

P :
 IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit, 1 line
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
 IV Metronidazole 1 fl (100ml/500 mg)/8 jam
 Kompres NaCl dan ditekan menggunakan pembalut dan pakaian dalam, pagi-
sore
 Dilakukan Insisi hematoma vulva/repair vulva
Laporan operasi :
1. Pasien berbaring dalam posisi litotomi di bawah pengaruh anestesi spinal
2. Asepsis dan antisepsis daerah vulva/vagina dan daerah sekitarnya
3. Evakuasi bekuan darah dari vulva sejumlah + 300 cc
4. Identifikasi sumber perdarahan, berasal dari vena-vena percabangan vena
pudendus interna di sekitar m. ischiocavernosus dan m. bulbocavernosus
5. Jahit m. bulbocavernosus, m. transversus perinea superfisial dan profunda
secara interuptus dengan vicryl 2.0
6. Kontrol perdarahan, perdarahan (-)
7. Jahit kulit perineum secara subkutikuler dengan vicryl 3.0
8. Vaginal toilet. Operasi selesai.

Hari Sabtu, tanggal 31 Agustus 2019 (PH.3)


S : Nyeri perut (+), Nyeri pada jalan lahir dan bengkak (-), bercak darah
divagina bekas op, BAK (+) Via kateter, dan BAB (-) sejak 5 hari
O : Keadaan umum : Sakit sedang
Tanda vital : Suhu : 37,1 0C
TD : 100/60
Nadi : 84 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Mata : Conjunctiva : Anemis (-/-)

- A : P2A0; Post Insisi Hematoma Vulva H+1

P :
 IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit, 1 line
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
 IV Metronidazole 1 fl (100ml/500 mg)/8 jam
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pasien perempuan P2A0 usia 31 tahun rujukan dari
puskesmas vatusuya datang dengan keluhan nyeri pada vagina yang dirasakan
sejak  9 jam yang lalu SMRS akibat bengkak pada vagina. Bengkak vagina
terjadi sejak post partum 1 jam sebelumnya dirumah sendiri dan dibantu oleh
dukun, terdapat pelepasan darah dan terasa nyeri pada jalan lahir, terasa nyeri
pada perut, pasien juga mengalami mual sejak post partum, tidak ada muntah,
tidak ada pusing, BAB tidak ada sejak 2 hari yang lalu dan BAK normal. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital: tekanan darah 110/80, nadi 90 x/m,
pernapasan 20 x/m, suhu 37,0ºC. Konjunctiva anemis (+/+). Pada hasil lab
didapatkan Wbc : 18,70 106/mm3, Hb : 5,6 g/dl, Plt : 457 103/mm3.
Hematoma vulva adalah pecahnya pembuluh darah vena yang menyebabkan
perdarahan, yang dapat terjadi saat kehamilan berlangsung atau yang lebih sering
pada persalinan. Hematoma vulva dan vagina dapat besar,disertai bekuan darah
bahkan perdarahan yang masih aktif.
Penyebab terjadinya hematoma vulva terutama karena gerakan kepala janin
selama persalinan (spontan), akibat pertolongan persalinan, karena tusukan
pembuluh darah selama anestesi lokal atau penjahitan dan dapat juga karena
penjahitan luka episiotomi atau ruptur perinei yang kurang sempurna.4
Pada kasus ini pasien memiliki riwayat persalinan didukun, dimana ini
diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya hematoma vulva, diduga pada
saat proses persalinan kurang terampil saat melakukan persalinan kepala
bayi sehingga menyebabkan cedera cukup serius dijalan lahir khususnya
vagina vulva sehingga terjadi pendarahan.
Hematoma vulva timbul segera setelah persalinan selesai. Perdarahan ke
dalam jaringan subkutan vulva dan ataupun pada dinding vagina di sebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah. Hematoma vulva juga bisa terjadi karena trauma
tekanan atau berhubungan dengan perbaikan robekan perineum atau episiotomi.4
Ibu yang baru melahirkan dapat mengeluh rasa sakit dan hal ini sangat
mungkin mengalami syok derajat tertentu yang tidak berhubungan dengan
besarnya hematoma.4
Hematoma vulva paling sering berasal dari cabang-cabang arteri pudenda,
termasuk arteri labialis posterior, perinealis transversal, atau rectalis posterior.
Hematom paravaginal mungkin di sebabkan oleh cabang desenden arteri uterina.
Pada stadium awal, hematom membentuk pembengkakan bulat yang menonjol ke
dalam bagian atas saluran vagina dan mungkin hampir menutupi lumennya.
Apabila berlanjut, perdarahan dapat merembes ke arah retroperitoneum dan
membentuk suatu tumor yang teraba di atas ligamentum puoparti, atau kearah atas
dan akhirnya mencapai batas bawah diafragma.2
Hematoma yang berukuran sedang dapat di serap secara spontan. Jaringan
di atas hematoma dapat berlubang akibat nekrosis yang di timbulkan oleh tekanan,
dan dapat terjadi perdarahan deras. Pada kasus yang lain, isi hematoma mungkin
keluar dalam bentuk gumpalan-gumpalan besar bekuan darah.2

Trauma benda tumpul seperti pada straddle injury menyebabkan


peregangan yang cepat pada jaringan yang terkait dalam derajat dan
tingkatan tertentu dimana tingkat elastisitas jaringan tidak mampu
mengakomodasi peregangan jaringan sehingga terjadi robekan jaringan.
Tingkat kerusakan jaringan bergantung pada jenis trauma yang dialami,
lokasi trauma dan elastisitas jaringan terkait. Pada vulva utamanya pada
jaringan erektil labia mayora kaya akan anastomosis dari percabangan
arteri eksternal yakni arteri labialis posterior dan arteri pudendal eksternal
serta vena-vena yang memiliki banyak hubungan dengan sistem vena pelvis
yang tidak memiliki katup. Oleh karena itu pada cedera yang meskipun
tidak menghasilkan laserasi pada epitel, dapat menimbulkan kerusakan
jaringan internal yang signifikan termasuk di dalamnya pembentukan
hematoma. 4. Dimana ini menjadi salah satu faktor risiko penyebab
terjadinya kasus ini.
Gejala klinis Hematoma tidak selalu tampak dan bahkan bisa terletak di
antara jahitan, tapi tanda atau gejala biasanya seperti berikut :
1. Nyeri berat pada vagina atau vulva atau rectal
2. Tekanan pada vagina atau vulva atau rectal tak henti-henti
3. Tampak masa yang membuat deviasi vagina dan rectum
4. Pemeriksaan internal mungkin tidak bisa ditoleransi karena menyebabkan
nyeri yang tidak tertahan bagi ibu, yang dengan sendirinya membantu
mendiagnosis hematoma
5. Tanda lain meliputi : pembengkakan yang berubah warna dan terisi
darah, jaringan edema, tanda syok hipovolemik.7,8

Pemeriksaan tanda vital, derajat kesadaran dilakukan disertai


pemeriksaan fisis. Tekanan darah yang rendah disertai konjungtiva pucat
merupakan tanda hipovolemia. Dimana keadaan pasien mengalami anemia
pada konjunctivanya.
Pemeriksaan darah rutin (kadar hemoglobin dan hematokrit) perlu
dilakukan utamanya bila berkaitan dengan perdarahan yang banyak (saat
proses kelahiran). Kehilangan darah akut dapat dilihat dari penurunan
kadar hemoglobin dan hematokrit yang signifikan. 4. Pada pasien terdapat
penigkatan WBC diduga adanya infeksi dan reaksi inflamasi serta
penurunan kadar HB
Pemeriksaan urin rutin dilakukan utamanya bila dicurigai pasien mengalami
cedera organ dalam saat trauma (hematuria) dan mengetahui produksi urin. 4
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan pada pasien dengan riwayat trauma
untuk memastikan adanya fraktur tulang dengan foto polos pelvis, CT Scan pelvis.
Bila dicurigai telah terjadi perluasan hematoma subperitoneal hingga
intraperitoneal dapat dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen atau
ultrasonografi transabdominal yang akan memperlihatkan adanya cairan bebas di
kavum peritoneum. Bila pasien dapat mentoleransi nyeri yang dialaminya,
pemeriksaan ultrasonografi transvaginal dapat dilakukan dan cukup spesifik untuk
menentukan adanya cairan bebas di pelvis dan abnormalitas genitalia internal. 4
Penatalaksanaan keadaan umum dilakukan dengan pemberian cairan
intravena, penatalaksanaan syok bila perdarahan akut dan masif hingga pemberian
transfusi darah, pemberian antibiotik utamanya bila terdapat juga robekan pada
jalan lahir, serta analgetik untuk meredakan nyeri yang dialami pasien.
Penatalaksanaan hematoma vulva dapat bervariasi mulai dari konservatif
hingga tindakan pembedahan tergantung derajat hematoma. Indikasi tindakan
pembedahan dilakukan untuk mengontrol perdarahan atau untuk mengembalikan
struktur dan fungsi lebih baik. Tujuan utama penatalaksanaan pada hematoma
vulva adalah : 4
 Meminimalkan kehilangan darah
 Mendeteksi dan menangani cedera organ-organ di pelvis dan struktur
pendukung di sekitarnya
 Meredakan nyeri yang dirasakan pasien

Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya hematoma.


Pada hematoma yang kecil tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan
kompres pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan
presyok, perlu segera dilakuakn pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan
sayatan disepanjang bagian hematoma yang paling teregang. Seluruh
bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber
perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber
perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan
difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kassa steril sampai padat dan
meninggalkan ujung kassa tersebut diluar (tamponade). Tampon ini
dibiarkan di tempatnya selama 24 hingga 48 jam.10 Antibiotika diberikan,
Dipasang kateter menetap, Penanganan hematoma vulva perlu diberikan
transfusi darah untuk mengatasi syok dan perdarahan yang lebih berat.
Hematoma tersebut akan memerlukan drainase dan penjahitan kembali
yang biasanya di lakukan dengan anestesi umum. Kecuali bila hematoma
tersebut kecil dan hanya menunjukkan gejala-gejala yang ringan.7
 Penatalaksanaan konservatif
Penatalaksanaan konservatif dilakukan pada hematoma yang ukurannya
kecil, tidak ada perdarahan yang signfikan, dan tidak meluas (diameter < 1 ½
inch) yakni dengan kompres eksternal menggunakan es selama 24 jam pada
area hematoma serta observasi hingga keadaan hemostasis membaik dengan
pemeriksaan serial. 6,7
Terbentuknya hematoma dapat di fascia anterior (di bawah diafragma
pelvis) atau meluas pada posterior pelvis.3,5 Estimasi kehilangan darah cukup
5
sulit untuk diketahui secara pasti dikarenakan ruang anterior perineal
berhubungan dengan ruang subfasial abdomen dibawah ligamentum inguinal.
4

 Intervensi pembedahan
Tanda-tanda syok dapat dikaitkan dengan penurunan kadar hemoglobin
yang cepat sehingga perlu dipertimbangkan telah terjadi perluasan ke
ekstraperitoneal. Perluasan hematoma yang secara akut dengan ukuran
lebih dari 10 cm harus segera dilakukan insisi (intervensi pembedahan)
dan evakuasi hematoma, disertai ligasi pembuluh darah yang cedera. 7
Indikasi lain dilakukannya intervensi pembedahan selain untuk
mengendalikan perdarahan juga untuk mengembalikan integritas
struktur dan fungsi traktus urogenital bagian bawah. 4 Bila sumber
peradarahan adalah cedera pembuluh darah vena, biasanya tidak selalu
disertai dengan ligasi pembuluh darah, namun penting untuk evakuasi
bekuan darah segera agar melindungi dan mencegah penekanan yang
akan menyebabkan iskemik hingga nekrosis jaringan, serta
berkembangnya infeksi. 8
Dalam penatalaksanaan dengan pembedahan perlu disiapkan dengan
baik mulai dari persiapan sebelum operasi, intraoperasi, dan pemantauan
lanjut setelah operasi. 4
Persiapan sebelum operasi meliputi persiapan peralatan yang
digunakan, ruangan operasi, operator bedah dengan keterampilan yang mahir,
pencahayaan yang cukup, asisten teknis, anestesia yang adekuat, dan medikasi
pre-operatif. Tindakan anestesi dapat lokal, regional hingga umum. Medikasi
pre-operatif seperti antibiotik profilaksis utamanya pada pasien dengan trauma
yang melibatkan cedera traktus urinarius. 4
DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba, I.B.G, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri:Penyakit Ibu dan


Kelainan Tidak Langsung pada Kehamilan. Jakarta:EGC,pp:516-517

2. Cunningham, F. Gary, Zahn dan Yeomas. dkk. 2013. Perdarahan Obstetris.


Dalam F. Gary Cunningham, dkk (editor). Obstetri Williams. Volume 2,
Edisi 23. Jakarta:EGC, pp.823

3. Rachimhadhi, Trijatmo. 2012. Anatomi Alat Reproduksi. Dalam Sarwono


Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta:PT Bina Pustaka

4. Mochtar, Rustam, 2012. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi:Perdarahan


Postpartum. Edisi 3, Jilid I. Jakarta: EGC,pp.298-306

5. Dash, S, et al. 2006. Severe haematoma of the vulva: A report of two cases
and a clinical review. Kathmandu University Medical Journal. 4(2) pp.228-231

6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Angka Kematian Ibu


Melahirkan. http://www.kemenpppa.go.id/v2/index.php

7. Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan, Patologi dan
Fisiologi Persalinan:Hematoma. Yogyakarta: ANDI pp.461-462

8. Kusumawati, Yuli. 2006. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap


Persalinan dengan Tindakan.Http://eprints.undip.ac.id/15334/1/TESIS.

9. Bratakoesoema, Dinan Syarifuddin dan Muhamad Dikman Angsar. 2011.


Perlukaan pada Alat-Alat genital. Dalam Sarwono Prawirohardjo. Ilmu
Kandungan. Jakarta:PT Bina Pustaka, pp.337-339

10. Chapman, Vicky and Charles, Cathy. The midwife’s labour and birth
handbook. 2nd edition. Blackwell Publishing. 2009

11. Ojala K, Perala J, Kariniemi j, et al: Arterial Embolization and Prophylactic


Catheterization for the Treatment for Severe Obstetric Hemorhage. Acta
Obstet Gynecol Scand 84:1075, 2005

12. Mansjoer, 2007. Kapita Selekta Kedokteran: Perdarahan Postpartum. Jakarta :


Media Aescapulis.pp.356-364

Anda mungkin juga menyukai