Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN 19 November 2019


UNIVERSITAS TADULAKO PALU

REFLEKSI KASUS
GANGGUAN ANXIETAS- FOBIA SOSIAL

DISUSUN OLEH:

Muhamad Arief
N 111 17 135

PEMBIMBING:
dr. Dewi Suriany A., Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSUD UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
LAPORAN KASUS
GANGGUAN ANXIETAS- FOBIA SOSIAL

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 49 tahun
Alamat : Biromaru, kabupaten sigi
Status pernikahan : Menikah
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 14 November 2019
Tempat Pemeriksaan : Poliklinik RSD Madani

LAPORAN PSIKIATRIK
Autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 14 November 2019

I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Tegang dileher

B. Riwayat Gangguan Sekarang


Seorang pasien Tn. A berumur 49 tahun MRS dipoli kejiwaan
diantar oleh anaknya dengan keluhan merasakan tegang dileher sejak
beberapa tahun lalu. Pasien juga mengeluh jantung berdebar –
debar,gemetar, nyeri ulu hati dan susah tidur sehingga sangat
mengganggu aktivitas pasien yang berprofesi sebagai kepala sekolah.
Pasien takut apabila berbicara didepan umum dan diperhatikan
dengan seksama oleh orang-orang sehingga pasien datang ke dokter
untuk meminta bantuan dan kemudian dokter memberikan obat untuk
menangani keluhan tersebut. Pasien mengatakan bahwa ia sering
diminta oleh orang-orang untuk membawakan sambutan-sambutan di
acara-acara dan membuka rapat di sekolahnya, namun sering ia
merasa gemetar ketika harus tampil didepan umum. Dia hanya mampu
tampil didepan umum apabila sebelumnya telah mengkonsumsi obat
yang diberikan dokter sehingga ia merasa tenang setelah
mengkonsumsinya dan bisa berbicara tanpa ada gemetar yang
dirasakan. Dia merasa perannya sebagai kepala sekolah harus bisa
tampil didepan umum,apalagi penilaian orang-orang terhadap dirinya
adalah baik sehingga ia merasa harus menerima tawaran untuk tampil
didepan umum walaupun sebenarnya ia tidak mampu jika tanpa
mengkonsumsi obat.
Gejala yang dirasakan diketahui dari wawancara pada saat
itu,ternyata perlangsungannya sudah cukup lama yaitu sekitar 5 tahun
lalu. Namun sering muncul kembali gejalanya apabila obat yang
dikonsumsi telah habis. Pasien berkata bahwa ketika mengkonsumsi
obat yang diberikan dokter kepadanya,dia merasa baikan.
Pasien mengatakan bahwa tidak ada masalah dengan rekan kerja
di sekolah , tidak ada juga masalah dengan istri dirumah.
a) Hendaya/Disfungsi
Hendaya Sosial (-)
Hendaya Pekerjaan (+)
Hendaya Penggunaan Waktu Senggang (-)
b) Faktor Stressor Psikososial
Faktor stressor psikososial pasien tidak memiliki masalah
dengan rekan kerja maupun keluarganya.
c) Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat
penyakit/gangguan sebelumnya.
Pasien pernah memeriksakan diri dengan keluhan yang
sama.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
 Gangguan emosional atau mental (+)
 Gangguan psikosomatik (+)
 Infeksi Berat (-)
 Penggunaan obat/NAPZA (-)
 Gangguan neurologi:
 Trauma/Cedera Kepala (-)
 Kejang atau Tumor (-)

D. Riwayat Kehidupan Pribadi (Past Personal History)


a. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Tidak ada masalah saat pasien dalam kandungan. Pasien
lahir pada tanggal 16 Maret 1968.
b. Riwayat Masa Kanak-Kanak Awal (1-3 tahun)
Tidak ditanyakan.
c. Riwayat Masa Kanak-Kanak Pertengahan (4-11 tahun)
Tidak ditanyakan.
d. Riwayat Masa Kanak-Kanak Akhir/Pubertas/Remaja (12-18
tahun)
Tidak ditanyakan.
e. Riwayat Masa Dewasa (>18 tahun)
Pasien menikah dengan istrinya dan tinggal bersama anak
dan istrinya tanpa ada masalah. Mempunyai pekerjaan sebagai
kepala sekolah.

E. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien tinggal bersama istri dan anaknya. Komunikasi antara
pasien dengan orang rumahnya baik.
F. Situasi Sekarang
Saat ini pasien tinggal di rumah bersama istri dan kedua anak
nya.

G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupan.


Pasien menyadari dirinya sakit secara penuh, dan memerlukan
pengobatan dari dokter.

II. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan:Pasien mengenakan baju hitam dan celana kain hitam
panjang, tampak wajah pasien sesuai dengan umur.
2. Kesadaran: Compos mentis.
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : tidak tenang.
4. Pembicaraan : Spontan, intonasi rendah.
5. Sikap terhadap pemeriksa : kurang kooperatif.

B. Keadaan Afektif, Perasaan:


1. Afek : Luas
2. Mood : Cemas

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)


1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan :
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.
2. Daya konsentrasi : kurang
3. Orientasi :
 Waktu : Baik
 Tempat : Baik
 Orang : Baik
4. Daya ingat
 Jangka Pendek : Baik
 Segera (immediate memory) : Baik
 Jangka Panjang : Baik
5. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Tidak ada
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Berpikir
- Arus Pikiran
a. Hendaya berbahasa : Tidak ada
- Isi Pikiran
a. Gangguan isi pikir : fobia

F. Pengendalian Impuls
Baik, pasien dapat mengendalikan dirinya.

G. Tilikan (Insight)
Derajat VI: Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh
pengobatan dari dokter.

H. Taraf Dapat Dipercaya


Dapat dipercaya.

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan Fisik :
 Tekanan Darah : tidak dilakukan
 Denyut Nadi : tidak dilakukan
 Suhu : tidak dilakukan
 Pernapasan : tidak dilakukan

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Tn. A memiliki riwayat gangguan ansietas -fobia sosial sehingga
ketika mau tampil didepan umum harus menggunakan obat terlebih guna
untuk meminimalisir gejala yang timbul. ketika gejala itu muncul maka
sangat mengganggu dari aktivitasnya. diketahui bahwa ia tidak memiliki
masalah dikeluarganya maupun rekan kerjanya. pada pemeriksaan status
mental, Tn. A memiliki kesadaran composmentis, pada saat wawancara
terlihat perilaku dan aktivitas psikomotor yang tidak tenang dikarenakan
gejala yang dikeluhkan membuatnya sangat tidak nyaman sehingga ketika
menjawab pertanyaan secara spontan dengan intonasi yang rendah dan
kurang kooperatif. afek luas dan mood cemas. untuk fungsi intelektual
masih dalam batas normal. terdapat gangguan isi pikir yaitu fobia. tilikan
pada derajat 6 yaitu pasien sadar dengan penyakitnya dan butuh
pengobatan dari dokter.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
 Aksis I
 Berdasarkan deskripsi kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami gangguan jiwa non-psikotik karena memenuhi
kriteria diagnosa untuk gangguan anxietas yaitu adanya situasi atau
objek yang jelas (dari luar individu itu sendiri), yang sebenarnya
pada saat kejadian ini tidak membahayakan.Berdasarkan PPDGJ
III dan DSM-IV-TR, pasien dapat digolongkan dalam Gangguan
Anxietas Fobia sosial (F41.1).
 Aksis II
Ciri kepribadian tidak khas.
 Aksis III
Tidak ditemukan diagnosis
 Aksis IV
Tidak ditemukan
 Aksis V
Berdasarkan Global Assessment of Functioning (GAF) Scale pada 70-
61 yaitu beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik.

VI. DAFTAR MASALAH


 Organobiologik
Terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga
pasien memerlukan psikofarmaka.

VII. PROGNOSIS
Fobia sosial cenderung memiliki awitan pada masa remaja awal atau
masa kanak-kanak akhir. Fobia sosial cenderung menjadi gangguan kronis
walaupun seperti gangguan ansietas lain. Studi epidemiologis retrospektif
dan studi klinis prospektif memberi kesan bahwa gangguan dapat sangat
mengganggu kehidupan orang selama bertahun-tahun. Hal ini dapat
mencakup gangguan pencapaian akademik atau sekolah,gangguan kinerja
pekerjaan dan perkembangan sosial.

VIII. PEMBAHASAN / TINJAUAN PUSTAKA


a. Definisi
Fobia merupakan suatu ketakutan irasional yang jelas, menetap
dan berlebihan terhadap suatu objek spesifik, keadaan ataupun pada
situasi. 1
Fobia merupakan salah satu tipe dari gangguan anxietas dan
dibedakan kedalam tiga jenis berdasarkan jenis objek atau situasi
ketakutan yaitu agorafobia, fobia spesifik dan fobia sosial. 2
Fobia sosial adalah ketakutan terhadap situasi sosial atau tampil
didepan orang-orang yang belum dikenal atau situasi yang
memungkinkan ia dinilai oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian,
merasa takut bahwa ia akan berperilaku memalukan atau
menampakkan gejala anxietas atau bersikap yang dapat merendahkan
dirinya. 1
Angka prevalensi untuk gangguan anxietas fobia sosial 3-13%
dan laki-laki lebih banyak terkena. Pasien gangguan anxietas fobia
sosial dapat memiliki kormobiditas riwayat gangguan anxietas lain,
gangguan mood, gangguan terkait zat dan bulimia nervosa. Di samping
itu gangguan kepribadian menghindar sering terdapat pada orang
dengan fobia sosial menyeluruh. 3

b. Etiologi
1. Teori neurokimia
Pasien dengan fobia penampila ( berbicara di hadapan umum)
dapat melepaskan lebih banyak norepinefrin atau epinefrin baik
secara sentral maupun perifer daripada orang non fobik. 3
2. Teori genetik
Kerabat derajat pertama orang dengan fobia sosial sekitar 3
kali lebih cenderung mengalami fobia sosial daripada kerabat
derajat pertama orang tanpa gangguan jiwa. 3

c. Diagnosis
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan anxietas-
fobik sosial : 3
 Rasa takut yang nyata dan menetap terhadap satu atau lebih
situasi sosial atau penampilan saat seseorang terpajan dengan
orang yang tidak dikenalnya atau terpajan dengan kemungkinan
akan diperhatikan secara seksama oleh orang lain. Individu ini
takut kalau ia akan bertindak sedemikian membuatnya
dipermalukan atau memalukan.
 Pajanan terhadap situasi sosial yang ditakuti hampir selalu
mencetuskan ansietas yang dapat berupa serangan panik terkait
secara situasional atau serangan panik dengan predisposisi
situasional.
 Orang tersebut menghindari rasa takutnya berlebihan atau tidak
beralasan.
 Situasi sosial atau penampilan sosial yang ditakuti dihindari atau
dihadapi dengan ansietas maupun penderitaan yang intens.
 Penghindaran, antisipasi ansietas, atau distres pada situasi sosial
atau penampilan yang ditakuti mengganggu fungsi rutin normal,
pekerjaan ( atau akademik), atau aktivitas maupun hubungan
sosial secara bermakna atau terdapat distres yang nyata karena
memiliki fobia ini.
 Pada seseorang yang berusia dibawah 18 tahun, durasinya
sedikitnya 6 bulan.
 Rasa takut atau penghindaran tidak disebabkan efek fisiologis
langsung suatu zat ( contoh, penyalahgunaan obat, obat ) atau
keadaan medis umum dan tidak dapat digolongkan sebagai
gangguan jiwa lain (contoh, gangguan panik dengan atau tanpa
agorafobia, gangguan ansietas perpisahan, gangguan dismorfik
tubuh, gangguan perkembangan pervasif, atau gangguan
kepribadian skizoid)
 Jika terdapat keadaan medis umum atau gangguan jiwa lain, rasa
takut pada kriteria pertama tidak terkait dengannya contoh rasa
takut bukan pada gagap atau gemetar pada penyakit parkinson
atau takut pada perilaku makan abnormal pada anoreksia
nervosa atau bulimia nervosa.
 Tentukan jika :
Menyeluruh : jika rasa takut mencakup sebagian besar situasi
sosial(juga pertimbangkan diagnosis tambahan gangguan
kepribadian menghindar )

d. Diagnosis Banding
Diagnosis banding ganguan anxietas fobik sosial adalah
agorafobia dan gangguan kepribadian skizoid 3
 Kriteria diagnosis agorafobia
a) Ansietas berada di tempat atau situasi yang jalan keluarnya
sulit (atau memalukan) atau tidak ada pertolongan saat
mengalami serangan panik dengan predisposisi situasional
atau tidak terduga atau gejala mirip panik. Rasa takut
agorafobik secara khas melibatkan kelompok khas situasi
yang mencakup berada jauh dari rumah sendirian;berada
dikeramaian atau mengantri; berada dijembatan;dan
berjalan-jalan dengan bus, kereta atau mobil.
b) Situasi tersebut dihindari atau dijalani dengan penderitaan
yang jelas atau atau dengan ansietas akan mengalami
serangan panik atau gejala mirip panik atau membutuhkan
adanya teman
c) Ansietas atau penghindaran fobik tidak disebabkan
gangguan jiwa lain seperti fobia sosial, fobia
spesifik,gangguan obsesi kompulsif, gangguan stres
pascatrauma atau gangguan ansietas perpisahan
 Kriteria diagnosis kepribadian skizoid
a) Pola pelepasan dari hubungan sosial yang pervasif dan
kisaran ekspresi emosi yang terbatas didalam lingkungan
interpersonal, dimulai pada masa dewasa awal dan ada
dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh
empat atau lebih hal berikut ini :
- Tidak ada hasrat atau menikmati hubungan dekat
termasuk menjadi bagian dari keluarga
- Hampir selalu memilih aktivitas yang soliter
- Hanya memiliki sedikit, jika ada, minat untuk
menjalani pengalaman seksual dengan orang lain
- Hanya mendapat kesenangan dari sedikit,jika
ada,aktivitas
- Tidak memiliki teman dekat atau orang kepercayaan
selain kerabat derajat pertama
- Tampak acuh terhadap ujian atau kritikan dari orang
lain
- Menunjukkan kedinginan emosi,pelepasan atau afek
datar
b) Tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan
skizofrenia,gangguan mood dengan ciri psikotik atau
gangguan psikotik lain atau gangguan perkembangan
pervasif serta tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung
atau suatu keadaan medis umum.

e. Terapi
a. Psikofarmaka
Obat yang efektif untuk terapi fobia sosial mencakup (1) SSRI, (2)
benzodiazepin )3) venlafaksin(effexor) dan (4) buspiron. Sebagian
besar klinisi mempertimbangkan SSRI sebagai terapi pilihan lini
pertama pasien fobia sosial menyeluruh. Benzodiazepin alprazolam
dan klonazepam juga bermanfaat untuk fobia sosial spesifik
maupun menyeluruh.
b. Psikoterapi
1. Terapi kognitif-perilaku
Aspek kunci keberhasilan terapi adalah (1) komitemen pasien
terhadap terapi (2) masalah dan tujuan yang teridentifikasi jelas
(3) strategi alternatif yang tersedia untuk menghadapi
perasaannya.
2. Terapi pajanan
desensitisasi sistemik yaitu pada metode ini psien secara serial
dipajankan pada daftar stimulus penginduksi ansietas dari yang
paling tidak menakutkan sampai yang paling menakutkan.
Melalui penggunaan obat penenang, hipnosis dan instruksi
untuk relaksasi otot, pasien diajari cara menenangkan sendiri
jiwa dan raga.saat mereka telah menguasai teknik ini, pasien
diminta menimbulkan relaksasi saat menghadapi setiap
stimulus yang mencetuskan ansietas. Ketika mereka telah
menjadi terdesentisasi dengan setiap stimulus didalam skala
itu,pasien berlanjut ke stimulus berikutnya hingga
akhirnya,yang sebelumnya menimbulkan ansietas tidak lagi
bisa mencetuskan pengaruh menyakitkan.

IX. RENCANA TERAPI


 Farmakoterapi :
Berikan obat antiansietas golongan benzodiazepine
(Alprazolam) dosis 0,5 mg Dan obat antidepresi maprotiline
tetrasiklik ( sandepril) 15 mg dibuatkan dalam bentuk kapsul dan
diberikan 2x1.
 Psikoterapi
Pada saat konseling diberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa
lega.
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang
sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang
kondusif untuk membantu proses penyembuhan pasien serta
melakukan kunjungan berkala.
Menganjurkan untuk pasien bisa terbiasa pada keadaan tampil
didepan umum tanpa menggunakan obat dan digantikan dengan cara
alternatif atau mensiasati keadaan pada saat ditempat tersebut seperti
menggunakan meja untuk menyembunyikan tangannya yang sedang
gemetar sehingga tidak terlihat oleh orang – orang kalau ia sedang
gemetar.

X. FOLLOW UP
Mengevaluasi keadaan umum, pola tidur, pola makan dan
perkembangan penyakit pasien serta menilai efektivitas pengobatan yang
diberikan dan melihat kemungkinan adanya efek samping obat yang
diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Medical Mini Notes Psychiatry. 2015.


2. Elvira,S.D. 2015. Buku Ajar Psikiatri edisi kedua. Fakultas kedokteran
universitas indonesia : Jakarta
3. Sadock B.J dan Sadock V.A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Jakarta :
EGC ;2010.

Anda mungkin juga menyukai