Disusun oleh
Nama : Desi Safitri Wagola
NMP : 1490123019
Dispepsia merupakan rasa nyeri atau tidak nyaman dibagian ullu hati pada abdomen
bagian atas atau dada bagian bawah. Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom
yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang,
sendawa (Ida, 2016).
Dyspepsia merupakan sindrom saluran pencernaan atas yang banyak dijumpai di
seluruh dunia . Banyak factor yang diduga berkaitan seperti riwayat penyakit, riwayat
keluarga, pola hidup, makanan maupun factor psikologis (Davey, 2020)
Sedangkan menurut (Pamela, 2019), sindrom dyspepsia merupakan kumpulan
gejala yang sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung, rasa
penuh, serta mual-mual. Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan
(Pamela, 2019). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan.
2. ETIOLOGI
Dyspepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organic
(struktur) dan fungsional. Penyakit yang bersifat organic antara lain karena terjadinya
gangguan di saluran pencernaan atau disekitar saluran cerna, seperti pancreas , kandung
empedu, dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena
factor intoleran terdapat obat-obatan dan jenis makanan tertentu. (Purnamasari, 2017).
Etiologi dyspepsia antara lain :
1. Idiopatik/dyspepsia fingsional
2. Ulkuspeptikum
3. Gastroesophageal reflexdisease (GERD)
4. Kanker lambung
5. Infeksi Helicobacter pylori
6. Iskemia usus
7. Kanker pancreas atau tumor abdomen
Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan lainnya).
Dispepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus (DNU), bila
tidak jelas penyebabnya.
3. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi tiga tipe, Herdman (2015) :
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et al,
2017).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan
atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat
memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala
lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut
kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi
respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang
tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada penderita dyspepsia meliputi (Mansjoer, et al, 2017) :
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik
lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter
pylori.
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
5. Komplikasi
Penderita sindroma dyspepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan , komplikasi yang dapat terjadi antara lain, perdarahan,
kanker lambung, muntah darah dan terjadinya ulkus peptikus (Purnamasari, 2017).
6. PATOFISIOLOGI
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan (Ida, 2016).
7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Non Farmokologi tindakan-tindakan keperawatan dalam perawatan
pasien dengan gangguan nyeri abdomen yaitu mengatur posisi pasien, hipnoterapi, terapi
relaksasi, manajemen nyeri dan terapi perilaku. Farmakologis pengobatan dyspepsia
mengenal beberapa obat yaitu antasida, pemberian antasida tidak dapat dilakukan terus
menerus, karena bersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri. Obat yang termasuk golongan
ini adalah simetidin, ranitidine, dan famotidine. Pemasangan cairan pariental, pemasangan
Naso Gastrik Tube (NGT) jika diperlukan (Amelia, 2018).
8. PATHWAY
DISPEPSIA
Perubahan pada
Muntah Nyeri status kesehatan
e. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Observasi keadaan umum pasien sejak pertama MRS, pemerikasaan ini
meliputi : TTV, pemeriksaan kepala, pemeriksaan wajah, pemeriksaan mata,
pemeriksaan hidung, pemeriksaan mulut, pemeriksaan mulut, pemeriksaan
telinga, pemeriksaan leher, pemeriksaan thoraks, pemeriksaan jantung,
pemeriksaan abdomen, pemiksaan intergumen, pemeriksaan ekstremitas,
pemeriksaan neurologis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nausea b.d. iritasi lambung
b. Nyeri Akut b.d. agen pencedera fisiologis
c. Defisit Nutrisi b.d. ketidakmampuan mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrien
Amelia, K. (2018). Keperawata Gawat darurat dan Bencana Sheely, Jakarta: ELSEVIER
Ida, M. (2016(. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pencernaan. Jakarta:
Pustaka Baru Press.
Purnamasari, L. (2017). Factor risiko, klasifikasi dan terapi sindrom dyspepsia, 870
PPNI, 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI
PPNI, 2018, Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 –
2017 Edisi 10. EGC : Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Manjoer, A, et al.2015. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medika aeusculapeus
Pamela, K (2019). Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: penerbit Buku kedokteran: EGC
Davey, Patrick, 2020. Medicine At A Glance, Alih Bahasa: Rahmalia, A, dkk. Jakarta :
Erlangga