DISPEPSIA
B. Klasifikasi
Dispepsia diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (Purnamasari, 2017) :
1. Dispepsia organik (struktural) dan fungsional (nonorganik).
Pada dispepsia organik terdapat penyebab yang mendasari, seperti
penyakit ulkus peptikum (Peptic Ulcer Disease/PUD), GERD
(GastroEsophageal Reflux Disease), kanker, penggunaan alkohol atau obat
kronis.
2. Dispepsia Non-organik (fungsional)
ditandai dengan nyeri atau tidak nyaman perut bagian atas yang kronis
atau berulang, tanpa abnormalitas pada pemeriksaan fisik dan endoskopi.
C. Etiologi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat
organik (struktual) dan fungsional. Penyakityang bersifat organik antara lain
karena terjadinya gangguan disaluran cerna atau disekitar saluran cerna,
seperti pankreas, kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang
bersifat fungsionaldapatdipicukarena faktor psikologis dan factor intoleran
terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu (Purnamasari, 2017).
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat
organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena
terjadinya gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti
pankreas, kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat
fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis dan faktor intoleran terhadap
obat-obatan dan jenis makanan tertentu. Faktor-faktor yang menyebabkan
dispepsia adalah:
1. Bakteri Helicobacter pylori
Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir sendiri adalah untuk
melindungi kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung.
Infeksi yang diakibatkan bakteri helicobacter menyebakan peradangan
pada dinding lambung.
2. Merokok Rokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena
itu orang yang merokok lebih sensitive terhadap dispepsia maupun ulser.
3. Stres Stres bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh.
Perubahan itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian
memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat
lambung terasa nyeri, perih dan kembung.
4. Efek samping obat-obatan tertentu Konsumsi obat penghilang rasa nyeri
seperti obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin,
ibuproven yang terlalu sering dapat menyebabkan penyakit gastritis, baik
itu gastritis akut maupun kronis
5. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu Minum-minuman yang mengandung
alkohol dan kafein seperti kopi dapat meningkatkan produksi asam
lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan
kemampuan fungsi dinding lambung
6. Alkohol Mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi dan mengikis
permukaan lambung.
7. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam.
Minum-minuman yang mengandung alkohol dan cafein seperti kopi dan
mengkonsumsi makanan pedas dapat meningkatkan produksi asam
lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan
kemampuan fungsi dinding lambung.
D. Patofisiologi
Patofisiologi Dispepsia adalah faktor lingkungan, terutama berhubungan
dengan infeksi helicobacter pylori, penggunaan obatobatan anti-inflamasi
non-steroid (OAINS) pada kelompok resiko tinggi. Asam lambung, dan
gangguan motorik gastrointestinal. Faktor-faktor resiko secara epidemiologis
untuk terinfeksi H. pylori adalah orang yang terlahir di Negara berkembang,
status sosial ekonomi yang rendah, kondisi lingkungan yang tidak memenuhi
standar kesehatan, makanan dan air yang tidak higenis. Konsumsi makanan
memainkan peranan penting pada perjalanan penyakit dispepsia.
Tekstur makanan dapat mempengaruhi manifestasi dispepsia. Makanan
tinggi lemak memperlambat pengosongan lambung dan dapat menyebabkan
dispepsia, sedangkan pola makan yang tidak teratur juga bisa menjadi faktor
penyebab terjadinya dispepsia. Pengosongan lambung lebih cepat
dibandingkan dengan pengosongan lambat pada pasien akan menunjukan
gejala Dispepsia. Biasanya setelah makan, fundus lambung menjadi rileks,
menurunkan perasaan kenyang. Pada pasien dengan Dispepsia, perut juga
mengalami hipersensitivitas. Terganggunya fisiologi lambung dapat
mengubah asupan makanan dalam lambung.
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,
zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan yang stres.
Pemasukan makanan menjadi kurang dapat mengkibatkan erosi pada lambung
akibat gesekan antara dinding lambung. Kondisi ini demikian dapat
mengakibatka produksi HCL yang merangsang terjadinya kondisi asam pada
lambung, sehingga merangsang di medulla oblongata membawa implus
muntah sehingga intake tidak adekuat baik makan maupun cairan.
E. Manifestasi klinis
Adanya gas diperut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat
kenyang, mual, tidak ada nafsu makan dan perut terasa panas. Rasa penuh,
cepat keyang, kembung setalah makan, mual muntah, sering bersendawa,
tidak nafsu makan, nyeri uluh hati dan dada atau regurgitas asam lambung ke
mulut. Gejala dispepsia akut dan kronis berdasarkan jangka waktu tiga bulan
meliput: rasa sakit dan tidak enak di ulu hati, perih, mual, berlangsung lama
dan sering kambuh dan disertai dengan ansietas dan depresi (Purnamasari,
2017).
Dispepsia Perubahan pada kesehatan ansietas dispepsia fungsional,
dispepsia organic, respon mukosa lambung, perangsangan saraf simpatis,
kopi, alcohol, stress, nyeri, kontak dengan mukosa gaster, vasodilatasi mukosa
gaster, mual, peningkatan produksi Hcl dilambung, muntah, kekurangan
volume cairan, pengelupasan, nyeri epigastrik berhubungan dengan iritasi
pada mukosa lambung, defisit pengetahuan.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan
organik, pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa bagian yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan
darah dalam tinja, dan urin. Jika ditemukan leukosit dosis berarti tanda-
tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak
pada pemeriksaan tinja kemungkinan menderita malabsorpsi.
2. Endoskopi
biasa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan lambung
melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bahwa mikroskop untuk
mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacter pylori. Endoskopi
merupakan pemeriksaan bakuemas, selain sebagai diagnostik sekaligus
terapeutik.
3. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen, serologi H.
pylori, urea breath test, dan lain-lain dilakukan atas dasar indikasi.
4. Ultrasonografi (USG)
USG (Ultrasonografi) Merupakan diagnostik yang tidak invasif,
akhir-akhir ini makin banyak di manfaatkan untuk membantu menentukan
diagnostik dari suatu penyakit.
G. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu
adanya komplikasi yang tidak ringan. Komplikasi yang dapat terjadi antara
lain, pendarahan, kanker lambung, muntah darah dan terjadinya ulkus
peptikus (Purnamasari, 2017).
H. Penatalaksanaan
Pengobatan yaitu Bila ditemukan penyebabnya, dokter akan mengobati
gejala- gejalanya. Antasid atau penghambat H2 seperti cimetidine, ranitidine
atau famotidine dapat dicoba untuk jangka waktu singkat. Jika orang tersebut
terinfeksi helicobacter pylori dilapisan lambungya, maka biasanya diberikan
bismuth subsalisilate dan antibiotik seperti amoxicillin atau metronidazole
(Dewi & Indah, 2019).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (D0019)
3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
4. Nausea berhubungan dengan iritasi lambung, distensi lambung (D.007)
5. Gangguan Pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur (D.0055)
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
7. Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan (D.0032)
C. Intervensi
SLKI-SIKI
DIAGNOSA
No KEPERAWATAN
(SDKI) SLKI SIKI
Edukasi
8. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
9. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
10. Ajarkan teknik non
farmakologis
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengn ahli gizi
untuk menetukan jumlh
kalori dan jenis nutsisi yang
dibutuhkan jika perlu.
11. Kolaborasi pemberian obat
antimetik jika perlu
Edukasi
6. Anjurkan pasien untuk
istirahat
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
antimietic
4. D.0055 Setelah dilakukan Observasi
Gangguan pola tidur intervensi keperawatan 1. Identifikasi pola aktivitas dan
berhubungan dengan diharapkan pola tidur tidur
proses penyakit. Ditandai membaik dengan kriteria
2. Identifikasi penyebab susah
dengan : hasil :
1. Mengeluh sulit tidur 1. Keluhan sulit tidur tidur
2. Mengeluh sering menurun
terjaga 2. Mengeluh sering Teraupetik
3. Mengeluh tidak puas terjaga menurun 3. Lakukan prosedur untuk
tidur 3. Mengeluh tidak puas meningkatkan kenyamanan
4. Mengeluh pola tidur tidur menurun (posisi tidur)
berubah 4. Melaporkan pola tidur
Edukasi
5. Mengeluh istirahat membaik 4. Jelaskan pentingnya tidur
tidak cukup 5. Melaporkan istirahat selama sakit
cukup 5. Anjurkan pasien untuk tidur
tepat waktu
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian obat
tidur agar tidak terjaga
6. D.0056 Setelah dilakukan Observasi
Intoleransi aktivitas b.d intervensi keperawatan 1. monitor kelelahan fisik
tirah baring, kelemahan,. diharapkan toleransi 2. identifikasi kemampuan
Dibuktikan dengan : aktivitas meningkat berpartisipasi dalam aktivitas
Mengeluh lelah dengan kriteria hasil : tertentu
1. Frekuensi jantung 1. kemudahan dalam
meningkat melakukan aktivitas Teraupetik
2. Sianosis sehari-hari meningkat 3. latihan gerak pasif dan aktif
3. Mengeluh lelah 2. kekuatan tubuh bagian 4. libatkan keluarga dalam
4. Merasa tidak nyaman atas dan bawah aktivitas
setelah beraktivitas meningkat
3. keluhan lelah Kolaborasi
membaik 5. anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
Edukasi:
13. Anjurkan posisi duduk, Jika
mampu
14. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
15. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan.
D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun selama fase perencanaan. Hal ini terdiri dari aktivvitas
perawat dalam membantu pasien mengatasi masalah kesehatannya dan juga
untuk mencapai hasil yang diharapkan dari pasien (Pangkey et al., 2021).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, di mana pada
dokumentasi ini akan membandingnkan secara sistematis dan terencana
tentang kesehatan pada pasien dengan tujuan yang telah diformulasikan
dengan kenyataan yang dialami oleh pasien dengan melibatkan pasien dan
tenaga Kesehatan lainnya (Pangkey et al., 2021).
PATHWAY
Dispepsia
Dispepsia Dispepsia
Organik Fungsional
Merangsang
saraf simpatik Respon mukosa
lambung
Nausea
Peningkatan
HCL dilambung D.0007
HCL kontak
dengan mukosa
Mual Resiko Defisit
Nutrisi
Nyeri akut
Muntah D.0032
D.0077
D.0056
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, S. V., & Indah, M. (2019). Rancangan Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit
Lambung Menggunakan Metode Forward Chaining. Journal of Informatics and
Computer Science, 4(2), 147. https://doi.org/10.33143/jics.vol4.iss2.541
Muflih, M., & Najamuddin, N. (2020). Hubungan Pola Makan Dan Tingkat Stres
Dengan Kejadian Dispepsia Di Rumah Sakit Umum Sundari Medan Tahun
2019. Indonesian Trust Health Journal, 3(2), 326–336.
https://doi.org/10.37104/ithj.v3i2.56
Pangkey, B. C. ., Hutapea, A. D., & Stanggang, I. S. Y. F. (2021). Dasar-Dasar
Dokumentasi Keperawatan. Yayasan Kita Menulis.
Purnamasari, L. (2017). Faktor Risiko , Klasifikasi , dan Terapi Sindrom Dispepsia.
Continuing Medical Education, 44(12), 870–873.
Rohmah, N., & Walid, S. (2019). Proses Keperawatan Berbasis KKNI (Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia) (Edisi I). AR-RUZZ Media.
https://www.google.co.id/books/edition/Proses_Keperawatan_Berbasis_KKNI_
Kerangk/2UXbDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0
Sumarni, S., & Andriani, D. (2019). Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian
Dispepsia. Jurnal Keperawatan Dan Fisioterapi (Jkf), 2(1), 61–66.
https://doi.org/10.35451/jkf.v2i1.282
Timah, S., Artikel, I., Pattern, D., In, R., & Patients, D. (2021). Hubungan pola
makan pada pasien dispepsia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 16, 47–53.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selata\n