Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM TYPOID

I. Konsep Dasar Medis


A. Pengertian
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut
usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi A, B dan C. Penularan emam tifoid melalui fecal dan oral yang
masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mustofa et al., 2020).
Demam typhoid (typhus abdominalis) merupakan penyakit infeksi akut
pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhosa dan hanya terdapat
pada manusia (Simangunsong et al., 2021).
Demam tifoid adalah sutau infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri
S typhi. Bakteri lain yang dapat menyebabkan demam tifoid adalah
Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C, penyakit ini disebut
demam paratifoid (Saputra, 2021).

B. Etiologi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C.
Penularan emam tifoid melalui fecal dan oral yang masuk ke dalam tubuh
manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mustofa et al.,
2020)
infeksi demam tifoid biasanya terjadi di musim kemarau dan pada
permulaan musim hujan di daerah endemik. Jumlah bakteri tifoid yang dapat
menjadi infeksius adalah jiika 103-106 organisme masuk atau tertelan secara
oral oleh manusia. Demam tifoid dapat menular melalui makanan dan air yang
terkontaminasi oleh feses (Saputra, 2021).

C. Penularan Demam Typhoid


Penularan demam tifoid dapat terjadi dari menelan makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi oleh bakteri tifoid, dan dapat juga karena
adanya kontak langsung jari tangan yang sudah terkontaminasi oleh tinja yang
mengandung bakteri tifoid, secret saluran nafas atau dengan pus dari penderita
yang sudah terinfeksi bakteri tersebut. Proses terkontaminasinya makanan
atau minuman dipengaruhi juga oleh faktor lain berupa pengolahan bahan
makanan yang tidak bersih dan perilaku dari kebersihan perorangan yang
kurang baik sehingga banyaknya bakteri yang ditemukan pada tangan
(Saputra, 2021).

D. Patofisiologi
Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi. Bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri basil gram negatif
ananerob fakultatif. Bakteri Salmonella akan masuk kedalam tubuh melalui
oral bersama dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Sebagian
bakteri akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian
bakteri Salmonella yang lolos akan segera menuju ke usus halus tepatnya di
ileum dan jejunum untuk berkembang biak. Bila sistem imun humoral mukosa
(IgA) tidak lagi baik dalam merespon, maka bakteri akan menginvasi kedalam
sel epitel usus halus (terutama sel M) dan ke lamina propia. Di lamina propia
bakteri akan difagositosis oleh makrofag. Bakteri yang lolos dapat
berkembang biak didalam makrofag dan masuk ke sirkulasi darah (bakterimia
I).
Bakterimia I dianggap sebagai masa inkubasi yang dapat terjadi selama 7-
14 hari Bakteri Salmonella juga dapat menginvasi bagian usus yang bernama
plak payer. Setelah menginvasi plak payer, bakteri dapat melakukan
translokasi ke dalam folikel limfoid intestin dan aliran limfe mesenterika dan
beberapa bakteri melewati sistem retikuloendotelial di hati dan limpa. Pada
fase ini bakteri juga melewati organ hati dan limpa. Di hati dan limpa, bakteri
meninggalkan makrofag yang selanjutnya berkembang biak di sinusoid hati.
Setelah dari hati, bakteri akan masuk ke sirkulasi darah untuk kedua kalinya
(bakterimia II).
Saat bakteremia II, makrofag mengalami hiperaktivasi dan saat makrofag
memfagositosis bakteri, maka terjadi pelepasan mediator inflamasi salah
satunya adalah sitokin. Pelepasan sitokin ini yang menyebabkan munculnya
demam, malaise, myalgia, sakit kepala, dan gejala toksemia. Plak payer dapat
mengalami hyperplasia pada minggu pertama dan dapat terus berlanjut hingga
terjadi nekrosis di minggu kedua. Lama kelamaan dapat timbul ulserasi yang
pada akhirnya dapat terbentuk ulkus diminggu ketiga. Terbentuknya ulkus ini
dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi (Levani & Prastya, 2020).
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis utama dari demam tifoid yang sering dijumpai adalah
demam. Gejala demam pada demam tifoid akan meningkat secara perlahan
dari menjelang sore dan mencapai puncak pada malam hari dan akan
mengalami penurunan pada siang hari. Demam akan terus meningkat hingga
39 – 40oC dan demam akan menetap pada minggu kedua infeksi. Masa
inkubasi dari bakteri tifoid yaitu sekitar 7 sampai 14 hari. Gejala infeksi pada
demam tifoid tidak spesifik dan seperti infeksi lainnya, gejalanya berupa sakit
kepala, nausea, nyeri perut, myalgia, arthralgia, demam, anoreksia serta
konstipasi (Saputra, 2021).

F. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosa demam tifoid sangat berkaitan dengan pemahaman
patogenesis infeksi Salmonella typhi pada keadaan akut, kronis, dan fase
penyembuhan. Pemeriksaan laboratorium yang dipilih harus disesuaikan.
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa demam tifoid dibagi menjadi
pemeriksaan baku emas (gold standard) dan pemeriksaan pendukung
(Nurmansyah & Normaidah, 2020).
1. Kultur bakteri
Ketika berhadapan dengan infeksi mikroorganisme, maka pemeriksaan
kultur selalau dijadikan sebagai gold standar. Pemeriksaan kutltur dapat
mendeteksi keberadaan mikroba dengan baik, memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang baik, dapat membedakan mikroba penyebab demam
tifoid atau demam enterik yang sama-sama disebabkan oleh mikroba
genus Salmonella. Bakteri hasil kultur dapat dijadikan isolat untuk
keperluan lain seperti tes resistensi terhadap antibiotik untuk penentuan
resistensi antibiotik bakteri isolat, karakterisasi genetik dari bakteri dengan
teknik molekuler, dan studi epidemiologi.
2. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi pada infeksi digunakan sebagai pemeriksaan
penunjang pada diagnosa demam tifoid. Walaupun bukan gold standar,
namun pemeriksaan ini memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang
baik. Pemeriksaan yang sering dan masih digunakan adalah tes Widal.
Prinsip tes Widal adalah mengukur antibodi terhadap antigen Salmonella
typhi O dan H (Ley, et al., 2010). Pemeriksaan Widal dapat menentukan
apakah infeksi akut atau kronis dengan peningkatan titer antibodi terhadap
antigen O dan H, namun masih memerlukan pemeriksaan lain sebagai
penentu diagnosa demam tifoid.
3. Pemeriksaan molekuler
4. Pemeriksaan penunjang lain
Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa kebanyakan penderita demam
tifoid mengalami keadaan leukositosis dan eosinopenia. Walaupun tidak
spesifik sebagai penanda adanya infeksi Salmonella typhi, namun
pmeriksaan penunjang dapat dijadikan sebagai parameter pendukung
penentuan diagnose. Pemeriksaan kimia darah juga didapati adanya
peningkatan AST dan ALT hingga 2 – 3 kali lipat nilai normal.

G. Komplikasi
1. Perdarahan usus
2. Perforasi usus
3. Peritonitis

H. Penatalaksanaan
Tatalaksana demam tifoid tanpa komplikasi adalah berupa pemeberian
antibiotik golongan fluoroquinolone, diantaranya adalah ciprofloxacin, ofl
oxacin, dan pefloxacin. Pemebrian antibiotik golongan fluoroquinolone pada
demam tifoid cukup efektif, karena isolat dari bakteri Salmonella tyhpi tidak
resisten terhadap golongan fluoroquinolone.
Terapi pada demam tifoid tidak hanya berupa pemberian antibiotik,
namun juga dapat berupa terapi suportif dan istirahat (bed rest). Terapi
suportif pada demam tifoid dapat diberupa pemeberian cairan dengan tujuan
untuk mengkoreksi adanya ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
Sedangkan pemberian antipiretik pada demam tifoid bertujuan untuk
menurunkan suhu dari demam hingga suhu normal, antipiretik yang biasa
digunakan pada demam tifoid adalah paracetamol 500 mg yang dapat
diberikan 3 kali dalam sehari. Pemberian nutrisi yang adekuat juga dapat
menjadi terapi yang tepat pada demam tifoid, pemberian nutri melalui TPN,
pemberian makanan dapat berupa makanan yang lembut dan mudah untuk
dicerna pasien (Saputra, 2021).
II. Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
1) Data biografi Data biografi meliputi : nama, alamat, umur, tanggal Masuk
rumah sakit, diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat
dihubungi.
2) Keluhan utama Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran: apatis
sampai somnolen, dan gangguan saluran pencernaan seperti perut
kembung atau tegang dan nyeri pada perabaan, mulut bau, konstipasi atau
diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
3) Riwayat kesehatan sekarang Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa
keluhan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah
keperawatan yang dapat muncul.
4) Riwayat kesehatan dahulu Apakah klien sudah pernah sakit dan dirawat
dengan penyakit yang sama
5) Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada dalam keluarga klien yang sakit
seperti klien
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat
makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali
b) Pola eliminasi Eliminasi
Klien dapat mengalami diare oleh karena tirah baring lama. Sedangkan
eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi
kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu
tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga
dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh
c) Pola aktivitas dan latihan Aktivitas
Klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu
d) Persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang dewasa terhadap keadaan
penyakitnya
e) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad
klien
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah
sakit dan klien harus bed rest total
h) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang dewasa akan tampak cemas (Aru, 2015).
7) Data Fokus
8) Klasifikasi Data
9) Analisa Data

B. DIgnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal (D.0130)
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (D0019)
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis (penekanan intra
abdoment) (D.0077)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurangnya control tidur
(D.0055)
6. Hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (D0023)
7. Ansietas (kecemasan) pada orang tua berhubungan dengan kurangnya
terpapar informasi (D.0080)

C. Intervensi

SLKI-SIKI
DIAGNOSA
No KEPERAWATAN
(SDKI) SLKI SIKI

1. D.0130 Setelah dilakukan Observasi


Hipertermia berhubungan intervensi keperawatan 1. identifikasi penyebab
dengan proses penyakit diharapkan termogulasi hipertermia
ditandai dengan suhu tubuh membaik dengan kriteria 2. monitor suhu tubuh
diatas nilai normal. hasil : 3. monitor warna dan suhu kulit
Ditandai dengan : - menggigil membaik
- suhu tubuh diatas nilai - kejang menurun Teraupetik
normal - takikardi membaik 4. longgarkan atau lepaslan
- kejang - takipnea membaik pakaian
- takikardi - suhu tubuh membaik 5. berikan cairan oral
- takipnea - suhu kulit membaik 6. lakukan kompres dingin
- kulit terasa hangat - tekanan darah 7. sesuaikan suhu lingkungan
membaik dengan kebutuhan pasien
- ventilasi membaik
Edukasi
8. anjurkan tirah baring

Kolaborasi
9. kolaborasi pemberian cairan
elektrolit
10. Kolaborasikan pemberian
antipiretik
2. D.0019 Setelah dilakukanObservasi
Defisit nutrisi b.d intervensi keperawatan 1. Identifikasi status nutrisi
penurunan intake makanan, diharapkan status nutrisi 2. Identifikasi alergi dan
Ketidak mampuan pasien membaik dengan intoleransi makanan
mengabsorbsi nutrient. kriteria hasil : 3. identifikasi makanan yang
Dibuktikan dengan : - Porsi makanan yang disukai
- Berat badan menurun dihabiskan meningkat 4. Identifikasi keburuhan kalori
minimal 10% dibawah - Diare menurun dan nutrisi
rentang ideal Kriteria - Frekuensi makan5. Monitor asupan makanan
- Cepat kenyang setelah membaik 6. Monitor berat badan
makan - Nafsu makan membaik
- Kram/nyeri abdomen - Bising usus membaik Terapeutik
- Nafsu makan menurun 7. Berikan makanan secara
- Bising usus hiperaktif menarik dan suhu yang sesuai
- Otot pengunyah lemah 8. Berikan makanan tinggi kalori
- Otot menelan lemah dan protein
- Membrane mukosa
pucat
Edukasi
9. Anjurkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi
10. Kolaborasi dengn ahli gizi
untuk menetukan jumlh
kalori dan jenis nutsisi yang
dibutuhkan jika perlu.
11. Kolaborasi pemberian obat
antimetik jika perlu
3. D.0077 Setelah dilakukan Observasi
Nyeri akut berhubungan intervensi keperawatan 1. Idntifikasi lokasi,
dengan agen pencedera diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
biologis (penekanan intra menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas
abdoment). Ditandai hasil : nyeri
dengan : 1. Keluhan nyri 2. Identifikasi skala nyeri
1. Mengeluh nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
2. Tampak meringis 2. Meringis menurun verbal
3. Gelisah 3. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
4. Frekuensi nadi 4. Kesulitan tidur memperberat dan
meningkat membaik memperingan nyeri
5. Sulit tidur 5. Frekuensi nadi
membaik Teraupetik
5. Berikan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
6. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
7. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
8. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
9. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
10. Ajarkan teknik non
farmakologis

4. D.0056 Setelah dilakukan Observasi


Intoleransi aktivitas b.d intervensi keperawatan 1. monitor kelelahan fisik
tirah baring, kelemahan,. diharapkan toleransi 2. identifikasi kemampuan
Dibuktikan dengan : aktivitas meningkat berpartisipasi dalam aktivitas
Mengeluh lelah dengan kriteria hasil : tertentu
1. Frekuensi jantung 1. kemudahan dalam
meningkat melakukan aktivitas Teraupetik
2. Sianosis sehari-hari meningkat 3. latihan gerak pasif dan aktif
3. Mengeluh lelah 2. kekuatan tubuh bagian 4. libatkan keluarga dalam
4. Merasa tidak nyaman atas dan bawah aktivitas
setelah beraktivitas meningkat
3. keluhan lelah Kolaborasi
membaik 5. anjurkan melakukan aktivitas
4. dispneu saat aktivitas secara bertahap
menurun
5. D.0055 Setelah dilakukan Observasi
Gangguan pola tidur intervensi keperawatan 1. Identifikasi pola aktivitas dan
berhubungan dengan diharapkan pola tidur tidur
kurangnya control tidur. membaik dengan kriteria
2. Identifikasi penyebab susah
Ditandai dengan : hasil :
- Mengeluh sulit tidur 1. Keluhan sulit tidur tidur
- Mengeluh sering menurun
terjaga 2. Mengeluh sering Teraupetik
- Mengeluh tidak puas terjaga menurun 3. Lakukan prosedur untuk
tidur 3. Mengeluh tidak puas meningkatkan kenyamanan
- Mengeluh pola tidur tidur menurun (posisi tidur)
berubah 4. Melaporkan pola tidur
Edukasi
- Mengeluh istirahat membaik
tidak cukup 5. Melaporkan istirahat 4. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
5. Anjurkan pasien untuk tidur
tepat waktu

Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian obat
tidur agar tidak terjaga
6. Hipovolemi b.d kehilangan Setelah dilakukan Obsevasi
cairan aktif. intervensi keperawatan 1. Periksa tanda dan gejala
Dibuktikan dengan : diharapkan status cairan hypovolemia (missal
1. Frekuensi nadi pasien membaik dengan frekuensi nadi meningkat,
meningkat kriteria hasil : nadi teraba lemah, tekanan
2. Nadi teraba lemah - Turgor kulit membaik darah menurun, tekanan nadi
3. Tekanan darah - Frekuensi nadi menyempit, turgor kulit
menurun membaik menurun, membrane mukosa
4. Tekanan nadi - Tekanan darah kering, volume urin
menyempit membaik menurun,haus,lemah).
5. Turgor kulit menurun - Membrane mukosa 2. Monitor intake dan output
6. Membran mukosa membaik cairan
kering - Intake cairan membaik
7. Volume urin menurun - Output urine Terapeutik
8. Hematokrit meningkat meningkat 3. Hitung kebutuhan cairan
4. Berikan asupan cairan oral

Edukasi
5. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
6. Anjurkan menghidari posisi
mendadak

Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian cairan
isotonis (Nacl.RL)
8. Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 20 ml/kg bb
untuk anak
7. D.0080 Setelah dilakukan Observasi
Ansietas (kecemasan) pada intervensi keperawatan 1. Identifikasi penyebab ansietas
orang tua berhubungan diharapkan ansietas 2. Monitor tanda-tanda ansietas
menurun dengan kriteria
dengan kurangnya terpapar
hasil :
informasi. Ditandai dengan - perilaku gelisah Teraupetik
: menurun 3. Ciptakan suasana teraupetik
- merasa bingung - verbalisasi kahwatir untuk menimbulkan
- merasa kahwatir dengan akibat kondisi yang kepercayaan
akibat dari kondisi yang dihadapi menurun 4. Temani pasien atau keluarga
dihadapi - perilaku tegang cukup pasien untuk mengurangi
menurun
- sulit berkosentrasi kecemasan
- tampak gelisah 5. Gunakan pendekatan yang
- tampak tegang tenang dan meyakinkan
- suara bergetar
- tekanan darah Edukasi
meningkat 6. Latihan teknik relaksasi
7. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
8. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien

D. Implementasi
Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan
yang dilakukan secara mandiri maupun dengan kolaborasi dengan
multidisiplin yang lain. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan dan
diselesaikan, sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang sudah dibuat
(Patrisia et al., 2020).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara membandingkan tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap hasil
yang diharapkan. Evaluasi juga dilakukan untuk mengidentifikasi sejauh
mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan
evaluasi, perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dalam kriteria hasil
(Patrisia et al., 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Levani, Y., & Prastya, A. D. (2020). Demam Tifoid: Manifestasi Klinis, Pilihan
Terapi Dan Pandangan Dalam Islam. Al-Iqra Medical Journal : Jurnal Berkala
Ilmiah Kedokteran, 3(1), 10–16. https://doi.org/10.26618/aimj.v3i1.4038
Mustofa, F. L., Rafie, R., & Salsabilla, G. (2020). Karakteristik Pasien Demam Tifoid
pada Anak dan Remaja. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 12(2), 625–
633. https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i2.372
Nurmansyah, D., & Normaidah. (2020). Review : Patogenesis Dan Diagnosa
Laboratorium Demam Tifoid. Klinikal Sains : Jurnal Analis Kesehatan, 8(2),
51–61. https://doi.org/10.36341/klinikal_sains.v8i2.1409
Patrisia, I., Juhdeliena, J., Kartika, L., Pakpahan, M., Siregar, D., Biantoro, B.,
Hutapea, A. D., Khusniyah, Z., & Sihombing, R. M. (2020). Asuhan
Keperawatan Dasar Pada Kebutuhan Manusia (Edisi 1). Yayasan Kita Menulis.
https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_pada_Kebutuhan
_Dasar/VeMNEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1
Saputra, D. A. (2021). Terapi pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi. Jurnal
Penelitian Perawat Profesional, 3(1), 213–222.
https://doi.org/10.37287/jppp.v3i1.392
Simangunsong, M. S., Syaiful, & Sinuraya, E. (2021). Studi Kasus Kompres Hangat
Dalam Menurunkan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Demam Thypoid Di
Rumah Sakit Tk Ii Putri Hijau Medan. Mahesa: Malahayati Health Student
Journal, 1(3), 297–306. https://doi.org/10.1016/j.ajodo.2021.07.002
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai