Anda di halaman 1dari 17

A.

KONSEP TEORI DEMAM THYPOID


1. PENGERTIAN

Demam tifoid adalah infeksi akut saluran cerna yang disebabkan oleh

Salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan

oleh Salmonella Paratyphi A,B, dan C. Gejala dan tanda penyakit tersebut

hampir sama, nanum manifestasi paratifoid lebih ringan (Widoyono, 2008).

Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran

cerna, dengan gejala demam kurang lebih satu minggu, gangguan pada

pencernaan, dan gangguan kesadaran (Sodikin 2011 ).

Penyakit Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus yang

disebabkan oleh salmonella typhosa dan hanya terdapat pada manusia (Marni,

2016).

Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai

saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu,

gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Mansjoer, 2000).

Berdasarkan berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

thypoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman

Salmonela typhosa ditandai dengan demam satu minggu.

2. ETIOLOGI
Etiologi typhoid adalah bakteri gram negative, bentuk batang tidak
berkapsul, bersifat aerobic dan anaerob fakultatif, memiliki flagella dan
tidak ber spora, dinamakan Salmonella typi atau Salmonella enterica
serotype.
Salmonella memiliki cara khas antigen O, H dan Vi. Penyakit tifoid ini
sering dihubungkan dengan paratifoid, yang biasanya lebih ringan dan
menunjukan gambaran klinis yang sama, atau menyebabkan enteritis akut
disebabkan oleh genus bakteri yang sama dengan subspecies paratyphi A, B,
C. salmonella typhi hanya menginfeksi manusia dan hewan peliharaan
Penyebab penyakit ini adalah jenis Salmonella Typhosa, kuman ini memiliki

ciri-ciri sebagai berikut :

a. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora
b. Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O
(somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella,
dan antigen Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien, biasanya
terdapat zat anti terhadap ketiga macam antigen tersebut (Sodikin, 2011).
3. MANIFESTASI KLINIS
a. Demam tinggi kurang lebih satu minggu disertai nyeri kepala hebat dan
gangguan saluran pencernaan, bahkan ada yang sampai mengalami
gangguan kesadaran. Pada anak yang mengalami demam tinggi dapat
terjadi kejang demam.
b. Gangguan pencernaan yang terjadi pada pasien demam tifoid yaitu mual,
muntah, nyeri ulu hati, perut kembung, anoreksia, lidah tifoid (kotor,
bagian belakang tampak putih pucat dan tebal, serta bagian ujung dan tepi
kemerahan)..
c. Dapat terjadi diare dan konstipasi.
d. Gangguan kesadaran juga dapat terjadi pada pasien demam tifoid yaitu
apatis dan somnolen
e. Pada minggu kedua dapat terjadi roseola. Roseola merupakan bintik kecil
kemerahan yang hilang dengan penekanan. Roseola ini terdapat pada
daerah perut, dada, dan kadang bokong.
f. Pembesaran limpa terjadi pada akhir minggu pertama, tidak progresif
dengan konsistensi yang lebih lunak.
g. Pada anak berusia di bawah 2 tahun, tanda dan gejala yaitu demam tinggi
mendadak, disertai muntah, kejang, dan tanda rangsangan meningeal
(Marni, 20l6).
4. PATOFISIOLOGI (PERJALANAN PENYAKIT)
Bakteri salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan
air yang tercemar. Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung, dan
sebagian masuk ke usus halus, mencapai plague peyeri di ileum terminalis
yang hipertrofi. Salmonella typhi memiliki fimbria khusus yang dapat
menempel ke lapisan plague peyeri, sehingga bakteri dapat di fagositosis.
Setelah menempel, bakteri memproduksi protein yang mengganggu brush
bonder usus dan memaksa sel usus untuk membentuk kerutan membrane
yang akan melapisi bakteri dalam vesikel. Bakteri dalam vesikel akan
menyebrang melewati sitoplasma sel usus dan di presentasikan ke makrofag
(Wibisono et al, 2014).
Kuman memiliki berbagai mekanisme sehingga dapat terhindar dari
serangan system imun seperti polisakarida kapsul Vi. Penggunaan makrofag
sebagai kendaraan dan gen Salmonella patogencity Island 2 (SPI2)
(Wibisono et al, 2014).
Setelah sampai kelenjar getah bening mensenterika, kuman kemudian
masuk ke aliran darah melalui duktus torasikus sehingga terjadi bakteremia
pertama yang asimtomatik. Salmonella typhi juga bersarang dalam sistem
retikuloendotelial terutama hati dan limpa, dimana kuman meninggalkan sel
fagosit berkemang biak dan masuk sirkulasi darah lagi sehingga terjadi
bakteremia kedua dengan gejala sistemik. Salmonella typhi menghasilkan
endotoksin yang berperan dalam inflamasi local jaringan tempat kuman
berkembang biak merangsang pelepasan zat pirogendan leukosit jaringan
sehingga muncul demam dan gejala sistemik lain. Perdarahan saluran cerna
dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri. Apabila
proses patologis semakin berkembang, perorasi dapat terjadi (Wibisono et al,
2014).
5. PATHWAY

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sarana laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis
Demam Tifoid secara garis besar di golongkan dalam tiga
kelompok yaitu :
a. Isolasi kumam penyebab Demam Tifoid, Salmonella Typhi melalui biakan kuman
dari spesimen seperti darah, sumsum tulang, urine, tinja, dan cairan duodenum.
b. Pemeriksaan pelacak DNA kuman S.Typhi.
c. Tes serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen Samonella Typhi dan
menentukan terdapatnya antigen spesifik Salmonella Typhi (Herry Garna, 2012).
d. Uji Widal : Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya kuman Salmonella
typhi. Pada uji widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan
antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan dalam uji widal ini
adalah kuman S.typhi yang sudah dinonaktifkan. Uji widal dimaksudkan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid
yaitu : a) Aglutinin O (dari tubuh kuman) b) Aglutinin H (flagella kuman) c)
aglutinin Vi (simpai kuman).
e. Uji Typhidot : Uji typhidot dilakukan untuk mendeteksi antibody IgM dan IgG
yang terdapat pada protein membrane luar Salmonella typhi . Hasil positif
didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik
antibody IgM dan IgG yang terdapat dalam antigen Salmonella typhi. Pada kasus
reinfeksi, respon imun sekunder IgG teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM
sulit dideteksi. IgG dapat bertahan 2 tahun setelah pendeteksian, sehingga tidak
dapat digunakan untuk membedakan kasus infeksi akut dan kasus reinfeksi
(Widodo et al 2014:552).

f. IgM Dipstick : Uji ini digunakan untuk mendeteksi antibody IgM spesifik
terhadap S.typhi pada specimen serum. Pemeriksaan ini menggunakan strip yang
mengandung antigen liposakarida S.typhi dan anti IgM (sebagai control).
Pemeriksaan ini mudah dan cepat dapat dilakukan dalam 1 hari, tanpa
memerlukan alat khusus, namun akurasi yang di dapatkan bila pemeriksaan
dilakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala (Widodo et al 2014).
7. PENATALAKSANAAN
Penalaksanaan thypoid terdiri dari 3 bagian yaitu :
a. Perawatan
Penderita thypoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Penderita harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari.
Besar demam / kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah
untuk mencegah komplikasi perdarahan / perforasi usus. Penderita dengan
kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu
untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostaltik dan dekubitus.

b. Diet
Dimasa lalu penderita tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan penderita. Pemberian bubur saring
ini dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus, karena ada
pendapat bahwa ulkus-ulkus perlu diistirahatkan. Banyak penderita tidak
menyukai bubur saring karena tidak sesuai dengan selera mereka. Karena
mereka hanya makan sedikit dan ini berakibat keadaan umum dan gizi
penderita semakin mundur dan masa penyembuhan menjadi lama.
Makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada penderita
tifoid.
c. Obat
Obat –obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah:
1) Kloramfenikol
Belum ada obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam lebih cepat
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4x.500 mg
sehari oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam. Dengan penggunan
kloramfenikol, demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari.
2) Tiamfenikol

Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam thypid sama dengan


kloramfenikol komplikasi pada hematologis pada penggunan tiamfenikol
lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfemikol demam pada
demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.
3) Ko-trimoksazol (kombinasi dan sulfamitoksasol)
Dosis itu orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas
demam (1 tablet mengandung 80 mg trimitropin dan 400 mg
sulfametoksazol). Dengan kontrimoksazol demam pada demam tifoid turun
rata-rata setelah 5-6 hari.
4) Ampicillin dan Amoksilin
Indikasi mutlak pengunaannya adalah pasien demam thypid dengan
leokopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kg berat badan
sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan ampicillin dan
amoksisilin demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari.
5) Sefalosforin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukan sefalosporin generasi ketiga amtara lain
sefiperazon, seftriakson dan cefotaksim efektif untuk demam thypoid, tatapi
dan lama pemberian yang oktimal belum diketahui dengan pasti.
6) Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk untuk demam thypoid, tetapi dosis dan lama
pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.

Obat-obat Simtomatik:
a. Antipiretika
Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien demam
thypoid, karena tidak dapat berguna.
b. Kortikosteroid
Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam
dosis yang menurun secara bertahap (Tapering off) selama 5 hari. Hasilnya
biasanya sangat memuaskan, kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu
badan cepat turun sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh
diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal
dan relaps.
8. PENCEGAHAN
Cara terbaik untuk mencegah tipes adalah dengan menjaga kebersihan dan
memperbaiki sanitasi. Selain itu, Anda dapat melakukan cara-cara di bawah ini:

a. Vaksinasi, yang dianjurkan oleh pemerintah Indonesia tapi tidak diwajibkan.


Vaksin ini bisa dapat diberikan secara oral maupun suntikan pada anak di atas usia
dua tahun.
b. Cuci tangan dengan air dan sabun, terutama ketika Anda akan menyiapkan
makanan atau setelah buang air.

c. Hindari makanan mentah karena bakteri penyebab tifus mungkin saja tersisa di


produk-produk tersebut.

d. Jangan jajan sembarangan sebab Anda tidak tahu apakah pedagang menerapkan


kebersihan yang baik saat menyiapkan makanan yang dijual.

e. Hindari kontak dengan orang sakit karena bakteri sangat mudah menyebar dari
satu orang ke orang lainnya.

9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi dari demam thypoid menurut Rahmat Juwono
(1996) :

a. Komplikasi pada usus halus : perdarahan usus, perforasi usus dan peritonitis.

b. Komplikasi diluar usus halus : bronchitis dan bronkopneumoni, kolesistitis,


thypoid ensefalopati, meningitis, miokarditis dan karier kronik.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM THYPOID


Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Menurut Nursalam, Susilaningrum & Utami (2008) adalah sebagai


berikut :
a. Identitas klien

b. Keluhan utama
Perasan tidak enak badan , lesu, nyeri kepala, pusing, dan
kurang bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama
selama masa inkubasi
c. Suhu tubuh

pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3minggu,


bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali.
Sselama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
ntiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat
pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua,pasien terus
berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu
berangsur- angsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu ketiga.
d. Kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun berapa


dalam,yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor,
koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala
tersebut mungkin terdapat gejala lainya. Pada penanggung dan
anggota gerak terdapat reseole, yaitu bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit yang ditemukan dalam
minggu pertama demam. Kadangkadang ditemukan pula
bradikardi dan epitaksis pada anak besar.
e. Pemeriksaan Fisik

1) Mulut
Terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering
dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih, sementara
ujung dan tepinya berwarna kemerahan,dan jarang di sertai
tremor.
2) Abdomen

Dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismuas),


bisa terjadi konstipasi atau mungkin diare atau normal
3) Hati dan limfe

Membesar disertai nyeri pada perabaan

f. Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran


leokopenia, limfositosis, relatif pada permukaan sakit
darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
2) biakan empedu hasil salmonella typhi dapat ditemukan
dalam darah pasien pada minggu pertama sakit, selanjutnya
lebih sering ditemukan dalam feces dan urine
3) pemeriksaan widal untukmembuat diagnisis, pemeriksaan
yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen 0, titer
yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukan kenaikan yang
progresif.
2. Diagnosa

a. hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi salmonella


typhi.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan
tidak adekuat.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan malabsorbsi nutrien.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
3. Intervensi Keperawatan

a. hipertermi berhubungn dengan proses inflamasi salmonella


typhi.
Tujuan : suhu tubuh kembali normal.
Kriteria Hasil :
b. pasien mempertahankan suhu tubuh normal yaitu 36ºC -
37ºC dan bebas dari demam.
c. Nadi dan RR dalam rentan normal

d. Tidak perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi:

1) pantau suhu tubuh pasien tiap 3 jam sekali

Rasional: suhu tubuh 38ºC-40ºC menunjukan proses


penyakit infeksi akut .
2) beri kompres hangat

Rasional: kompres dengan air hangat akan menurunkan


demam
3) anjurkan kepada ibu klien agar klien memakai pakaian
tipis dan menyerap keringat
Rasional : memberi rasa nyaman, pakaian tipis membantu
mengurangi penguapan tubuh
4) Beri banyak minum

Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan


menurunkan dehidrasi
5) Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotic
Rasional : antipiretik untuk mengurangi demam, antibiotik
untuk membunuh kuman infeksi.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan
tidak adekuat.
Tujuan: volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil:

a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB

b) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi elastis turgor kulit baik,


membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus berlebihan
d) tanda-tanda vital normal
Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda vital

Rasional : mengetahui suhu, nadi dan pernafasan

2) Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan


Rasional: mengontrol keseimbangan
cairan
3) Kaji status dehidrasi

Rasional : mengetahui drajat status dehidrasi

4) Beri banyak minum

Rasional:membantu memelihara kebutuhab cairan dan


menurunkan resiko dehidrasi.
5) Timbang popok / pembalut jika diperlukan

Rasional : membantu mengetahui berat urine didalam


popok.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan malabsorbsi nutrien.
Tujuan : tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil:
a) Nafsu makan maningkat

b) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

c) berat badan klien meningkat

d) tidak ada tanda-tanda malnutrisi

e) tidak terjadi penurunan berat badan


Intervensi :

1) Kaji status anak

Rasional : mengetahui langkah pemenuhan nutrisi

2) Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan


dengan teknik porsi kecil tapi sering
Rasional : meningkatkan jumlah masukan dan mengurangi
mual dan muntah
3) Pertahankan kebersihan tubuh anak

Rasional : menghilangkan rasa tidak enak pada mulut atau


lidah dan dapat nafsu makan
4) Beri makan lunak

Rasional : mencukupi kebutuhan nutrisi tanpa memberi


beban yang tinggi pada usus.
5) Jelaskan pada keluarga pentingnya intake nutrisi yang
adekuat
Rasional : memberikan motivasi pada keluarga untuk
memberikan makanan sesuai kebutuhan.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

Tujuan : dapat beraktivitas secara mandiri


Kriteria hasil :
a) Berparsipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR
b) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLS) secara
mandiri
c) Tanda-tanda vital normal

d) Level kelemahan

e) Nampu berpindah: denganatau tanpa bantuan alat

f) Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat


Intervensi :

a) Kaji toleransi terhadap aktivitas

Rasional: menunjukan respon fisiologis pasien terhadap


aktivitas
b) Kaji kesiapan meningkatkan aktivitas

Rasional : stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk


memajukan tingkat aktivitas individual
c) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan
menggunakan kursi mandi, menyikat gigi atau rambut
Rasional : teknik penggunaan energi menurunkan
penggunaan energi
d) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memiliki
periode aktivitas
Rasional : seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap
kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.
b. Tindakan Keperawatan

Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses


keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncakan dalam rencna
tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui
beberapa hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pada klien, tiknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam
memahami tingkat perkembangan psaien. Dalam pelaksanaan
rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis
mandiri dan tindakan kolaborasi. Sebagai profesi, perawat
mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam menentukan
asuhan keperawatan (Hidayat, 2009)
Tahap-tahap tindakan keperawatan yaitu :

a. Tahap Persiapan

Tahap awal pelaksanaan asuhan keperawatan menuntut


perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk
melakukan intervensi. Persiapan tersebut meliputi kegiatan
meninjau ulang (review) asuhan keperawatan yang telah
diidentifikasi pada tahap perencanaan, menganalisis
kemampuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan,
mengetahui komplikasi dari intervensi keperawatan yang
mungkin timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan
yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang kondusif
sesuai dengan intervensi yang akan dilaksanakan,
mengidentiikasi aspek hukum dan kode etik keperawatan
terhadap risiko yang mungkin muncul akibat dilakukan
intervensi.
b. Tahap Intervensi

Pendekatan asuhan keperawatan meliputi intervensi


independen (suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat
tanpa penunjuk atau instruksi dokter atau profesi kesehatan
lainnya), dependen (pelaksanaan rencana tindakan medis), dan
interdependen (menjelaskan kegiatan yang memerlukan
kerjasama dengan profesi kesehatan lainnya seperti tenaga
sosial, ahli gizi, fisioterapi, dan dokter).
c. Tahap Dokumentasi

Implementasi asuhan keperawatan harus diikuti oleh


pendokumentasian yang lengkap dan akurat terhadap suatu
kejadian dalam proses keperawatan. Ada tiga tipe sistem
pencatatan yang digunakan pada dokumentasi, Sources
Oriented Record; Problem – Oriented Record; POR; dan
Computed Assisted Record.

c. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis
keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon klien
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat
dapat mengambil keputusan.
a. Mengakhiri rencana asuhan keperawatan (jika klien telah
mencapai tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana asuhan keperawatan (jika klien
mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan)
c. Meneruskan rencana asuhan keperawatan (jika klien
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan)
Proses evaluasi terdiri dari 2 tahap :

a. Mengukur pancapaian tujuan klien.

Perawat menggunakan keterampilan pengkajian untuk


mendapatkan data yang akan digunakan dalam evaluasi yang
terdiri dari beberapa komponen yaitu kognitif (pengetahuan),
afektif (status emosional), psikomotor, perubahan fungsi
tubuh.
b. Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan
pencapaian tujuan.
Ada 3 kemungkinan keputusan pada tahap ini :

1) Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan.

2) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan.


3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan.
Kualitas asuhan keperawatan dapat dievaluasi pada saat proses
(formatif) dan dengan melihat hasilnya (sumatif).
a. Evaluasi proses atau formatif

Fokus tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses


keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan
keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera
setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk
membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Evaluasi
formatif terus menerus dilaksanakan sampai tujuan yang
telah ditentukan tercapai.
b. Evaluasi hasil atau sumatif

Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status


kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Meskipun
informasi pada tahap ini tidak secara langsung berpengaruh
terhadap klien yang dievaluasi, tetapi evaluasi hasil dapat
menjadi suatu metode untuk memonitor kualitas dan
efektifitas intervensi yang telah diberikan.

Anda mungkin juga menyukai