Demam tifoid adalah infeksi akut saluran cerna yang disebabkan oleh
oleh Salmonella Paratyphi A,B, dan C. Gejala dan tanda penyakit tersebut
Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna, dengan gejala demam kurang lebih satu minggu, gangguan pada
Penyakit Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella typhosa dan hanya terdapat pada manusia (Marni,
2016).
2. ETIOLOGI
Etiologi typhoid adalah bakteri gram negative, bentuk batang tidak
berkapsul, bersifat aerobic dan anaerob fakultatif, memiliki flagella dan
tidak ber spora, dinamakan Salmonella typi atau Salmonella enterica
serotype.
Salmonella memiliki cara khas antigen O, H dan Vi. Penyakit tifoid ini
sering dihubungkan dengan paratifoid, yang biasanya lebih ringan dan
menunjukan gambaran klinis yang sama, atau menyebabkan enteritis akut
disebabkan oleh genus bakteri yang sama dengan subspecies paratyphi A, B,
C. salmonella typhi hanya menginfeksi manusia dan hewan peliharaan
Penyebab penyakit ini adalah jenis Salmonella Typhosa, kuman ini memiliki
a. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora
b. Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O
(somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella,
dan antigen Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien, biasanya
terdapat zat anti terhadap ketiga macam antigen tersebut (Sodikin, 2011).
3. MANIFESTASI KLINIS
a. Demam tinggi kurang lebih satu minggu disertai nyeri kepala hebat dan
gangguan saluran pencernaan, bahkan ada yang sampai mengalami
gangguan kesadaran. Pada anak yang mengalami demam tinggi dapat
terjadi kejang demam.
b. Gangguan pencernaan yang terjadi pada pasien demam tifoid yaitu mual,
muntah, nyeri ulu hati, perut kembung, anoreksia, lidah tifoid (kotor,
bagian belakang tampak putih pucat dan tebal, serta bagian ujung dan tepi
kemerahan)..
c. Dapat terjadi diare dan konstipasi.
d. Gangguan kesadaran juga dapat terjadi pada pasien demam tifoid yaitu
apatis dan somnolen
e. Pada minggu kedua dapat terjadi roseola. Roseola merupakan bintik kecil
kemerahan yang hilang dengan penekanan. Roseola ini terdapat pada
daerah perut, dada, dan kadang bokong.
f. Pembesaran limpa terjadi pada akhir minggu pertama, tidak progresif
dengan konsistensi yang lebih lunak.
g. Pada anak berusia di bawah 2 tahun, tanda dan gejala yaitu demam tinggi
mendadak, disertai muntah, kejang, dan tanda rangsangan meningeal
(Marni, 20l6).
4. PATOFISIOLOGI (PERJALANAN PENYAKIT)
Bakteri salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan
air yang tercemar. Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung, dan
sebagian masuk ke usus halus, mencapai plague peyeri di ileum terminalis
yang hipertrofi. Salmonella typhi memiliki fimbria khusus yang dapat
menempel ke lapisan plague peyeri, sehingga bakteri dapat di fagositosis.
Setelah menempel, bakteri memproduksi protein yang mengganggu brush
bonder usus dan memaksa sel usus untuk membentuk kerutan membrane
yang akan melapisi bakteri dalam vesikel. Bakteri dalam vesikel akan
menyebrang melewati sitoplasma sel usus dan di presentasikan ke makrofag
(Wibisono et al, 2014).
Kuman memiliki berbagai mekanisme sehingga dapat terhindar dari
serangan system imun seperti polisakarida kapsul Vi. Penggunaan makrofag
sebagai kendaraan dan gen Salmonella patogencity Island 2 (SPI2)
(Wibisono et al, 2014).
Setelah sampai kelenjar getah bening mensenterika, kuman kemudian
masuk ke aliran darah melalui duktus torasikus sehingga terjadi bakteremia
pertama yang asimtomatik. Salmonella typhi juga bersarang dalam sistem
retikuloendotelial terutama hati dan limpa, dimana kuman meninggalkan sel
fagosit berkemang biak dan masuk sirkulasi darah lagi sehingga terjadi
bakteremia kedua dengan gejala sistemik. Salmonella typhi menghasilkan
endotoksin yang berperan dalam inflamasi local jaringan tempat kuman
berkembang biak merangsang pelepasan zat pirogendan leukosit jaringan
sehingga muncul demam dan gejala sistemik lain. Perdarahan saluran cerna
dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri. Apabila
proses patologis semakin berkembang, perorasi dapat terjadi (Wibisono et al,
2014).
5. PATHWAY
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sarana laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis
Demam Tifoid secara garis besar di golongkan dalam tiga
kelompok yaitu :
a. Isolasi kumam penyebab Demam Tifoid, Salmonella Typhi melalui biakan kuman
dari spesimen seperti darah, sumsum tulang, urine, tinja, dan cairan duodenum.
b. Pemeriksaan pelacak DNA kuman S.Typhi.
c. Tes serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen Samonella Typhi dan
menentukan terdapatnya antigen spesifik Salmonella Typhi (Herry Garna, 2012).
d. Uji Widal : Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya kuman Salmonella
typhi. Pada uji widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan
antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan dalam uji widal ini
adalah kuman S.typhi yang sudah dinonaktifkan. Uji widal dimaksudkan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid
yaitu : a) Aglutinin O (dari tubuh kuman) b) Aglutinin H (flagella kuman) c)
aglutinin Vi (simpai kuman).
e. Uji Typhidot : Uji typhidot dilakukan untuk mendeteksi antibody IgM dan IgG
yang terdapat pada protein membrane luar Salmonella typhi . Hasil positif
didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik
antibody IgM dan IgG yang terdapat dalam antigen Salmonella typhi. Pada kasus
reinfeksi, respon imun sekunder IgG teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM
sulit dideteksi. IgG dapat bertahan 2 tahun setelah pendeteksian, sehingga tidak
dapat digunakan untuk membedakan kasus infeksi akut dan kasus reinfeksi
(Widodo et al 2014:552).
f. IgM Dipstick : Uji ini digunakan untuk mendeteksi antibody IgM spesifik
terhadap S.typhi pada specimen serum. Pemeriksaan ini menggunakan strip yang
mengandung antigen liposakarida S.typhi dan anti IgM (sebagai control).
Pemeriksaan ini mudah dan cepat dapat dilakukan dalam 1 hari, tanpa
memerlukan alat khusus, namun akurasi yang di dapatkan bila pemeriksaan
dilakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala (Widodo et al 2014).
7. PENATALAKSANAAN
Penalaksanaan thypoid terdiri dari 3 bagian yaitu :
a. Perawatan
Penderita thypoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Penderita harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari.
Besar demam / kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah
untuk mencegah komplikasi perdarahan / perforasi usus. Penderita dengan
kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu
untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostaltik dan dekubitus.
b. Diet
Dimasa lalu penderita tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan penderita. Pemberian bubur saring
ini dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus, karena ada
pendapat bahwa ulkus-ulkus perlu diistirahatkan. Banyak penderita tidak
menyukai bubur saring karena tidak sesuai dengan selera mereka. Karena
mereka hanya makan sedikit dan ini berakibat keadaan umum dan gizi
penderita semakin mundur dan masa penyembuhan menjadi lama.
Makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada penderita
tifoid.
c. Obat
Obat –obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah:
1) Kloramfenikol
Belum ada obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam lebih cepat
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4x.500 mg
sehari oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam. Dengan penggunan
kloramfenikol, demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari.
2) Tiamfenikol
Obat-obat Simtomatik:
a. Antipiretika
Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien demam
thypoid, karena tidak dapat berguna.
b. Kortikosteroid
Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam
dosis yang menurun secara bertahap (Tapering off) selama 5 hari. Hasilnya
biasanya sangat memuaskan, kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu
badan cepat turun sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh
diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal
dan relaps.
8. PENCEGAHAN
Cara terbaik untuk mencegah tipes adalah dengan menjaga kebersihan dan
memperbaiki sanitasi. Selain itu, Anda dapat melakukan cara-cara di bawah ini:
e. Hindari kontak dengan orang sakit karena bakteri sangat mudah menyebar dari
satu orang ke orang lainnya.
9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi dari demam thypoid menurut Rahmat Juwono
(1996) :
a. Komplikasi pada usus halus : perdarahan usus, perforasi usus dan peritonitis.
b. Keluhan utama
Perasan tidak enak badan , lesu, nyeri kepala, pusing, dan
kurang bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama
selama masa inkubasi
c. Suhu tubuh
1) Mulut
Terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering
dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih, sementara
ujung dan tepinya berwarna kemerahan,dan jarang di sertai
tremor.
2) Abdomen
f. Pemeriksaan laboratorium
Intervensi:
d) Level kelemahan
a. Tahap Persiapan
c. Evaluasi Keperawatan