Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN KUNJUNGAN PUSKESMAS DARUL IMARAH


ACEH BESAR

Oleh:

Alfiatur Rahmi, S.Kep


2112501010073

Pembimbing :
Ns. Nevi Hasrati Nizami, S. Kep., M.Kep

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)


STASE KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2022
LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM TIFOID

A. Definisi
Menurut Sumiati, A. (2022), Demam thypoid adalah infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella typhi, biasanya disebabakan oleh makanan atau
air yang terkontaminasi. Demam tifoid penyakit infeksi bakteri yang
menyerang sistem pencernaan manusia yang disebabkan oleh Salmonella
typhi dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Widyawati,
2022).
Demam tifoid yaitu jenis terbanyak dari salmonelosis. Banyak jenis lain
dari demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh S.
paratyphi A, S. schottmuelleri (semula S. paratyphi B) dan S. hirschfeldii
(semula S. paratyphi c) (Rohana, 2016).
B. Etiologi
Penyakit demam tifoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi
(WHO, 2018). Salmonella enterica serotype typhi adalah bakteri gram negatif,
berbentuk batang, berflagela yang satu-satunya reservoar adalah tubuh
manusia. Bakteri menyebar dari usus untuk menyebabkan penyakit sistemik
(Ashurst, Truong, & Woodbury, 2021).
C. Manifestasi Klinis
Demam Tifoid adalah salah satu penyakit menular yang memiliki gejala
nonspesifik (Bhandari et al., 2020), mulai dari gejala ringan (yang kadang
terjadi misdiagnosis), gejala khas hingga gejala berat yang disertai dengan
komplikasi. Gambaran klinis yang didapatkan juga akan bervariasi yakni
berdasarkan daerah serta waktu tertentu. Tanda dan gejala :
a. Demam (dimulai 7-14 hari setelah menelan organisme)
b. Gangguan pencernaan (enterokolitis setelah 12 jam- 48 jam inokulasi)
c. Hepatosplenomegali
d. Bradikardia relatif
D. Komplikasi
Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ tubuh dapat
diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi
yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu (Setiati et al., 2015):
a. Komplikasi intestinal : Perdarahan, perforasi, ileus paralitik, pankreatitis
b. Komplikasi ekstra-intestinal
1) Komplikasi kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis
tromboflebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koagulasi
intravaskuler diseminata (KID), trombosis.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
4) Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
6) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondylitis, artritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam tifoid meliputi tiga aspek berikut, yaitu:
1. Istirahat
Bedrest atau berbaring tempat tidur bertujuan untuk mencegah
komplikasi dari demam tifoid. Istirahat yang cukup juga akan
mempercepat proses penyembuhan
2. Diet dan terapi penunjang
Penderita demam tifoid di sarankan untuk mengonsumsi bubur untuk
menghindari komplikasi perdarahan cerna atau perforasi usus. Penderita
juga di anjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan berserat seperti
sayur-sayuran dan buah-buahan
3. Antibiotik
Ada beberapa jenis obat antibiotik yang sering di serapkan untuk
penderita demam tifoid, diantaranya :
1) Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan obat yang masih menjadi pilihan utama
dalam demam tifoid. Dosis yang di berikan yaitu 4 x500 mg per hari
secara oral atau intravena dan di berikan sampai dengan 7 hari bebas
panas
2) Kotrimokrazol
Dosis yang di berikan pada obat ini adalah 2 x 2 tablet yang di
berikan selama dua minggu. Efektifitas obat ini di laporkan hampir
sama dengan kloramfenikol
3) Sefalosporin generasi ketiga
Sefalosporin generasi ketiga yang efektif untuk demam tifoid
adalah saftriason, dengan dosis yang di berikan selama 3-5 hari
4) Azitromisin
Azitromisi mampu membuat konsentrasi antibiotika dalam jaringan
tetap tinggi, wlaupun konsentrasi dalam darah rendah. Antibiotika
akan terkonsentrasi dalam sel, sehingga antibiotika ini ideal dalam
penggunaan pengobatan infeksi salmonella typhi yang merupakan
bakteri intraseluler. Dosis yang di sarankan adalah 2 x 500 mg
5) Ampisilin dan amoxilin
Kedua obat ini memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam
menurunkan demam di bandigkan dengan kloramfenokol. Dosis yang
di sarankan adalah 50-150/kg berat badan selama dua minggu
6) Golongan floroquionolon
Obat golongan ini memiliki beberapa jenis bahan sediaan yaitu
norfloksasin (2 cx 400 mg/hari selama 14 hari), siprofloksasin(2 x 500
mg/hari selama 6 hari), ofloksasin (2 x 400 mg/hari selama 7 hari),
peroflokasin (2 x 400 mg/hari selama 7 hari), dan fleroksasin di
berikan dengan dosis 400 mg/ hari selama 7 hari
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi
Leokopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia
2. Pemeriksaan sum-sum tulang
Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang
3. Biakan empedu
Terdapat basil salmonella typosa pada urin dan tinja. Jika pada
pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil
salmonella typosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-
betul sembuh
4. Pemeriksaan widal
5. Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan
titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan akan dapat tetap tinggi
setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengecek bakteri
Salmonella typhi pada penderita demam tifoid antara lain :
1. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi
bakteri Salmonella typhi yang spesifik dalam darah penderita, sehingga
memungkinkan diagnosis dalam beberapa jam. DNA (asam nukleat) gen
flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam
nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction
(PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi.
Metode ini spesifik dan lebih sensitif untuk mendeteksi bakteri yang
terinfeksi dalam darah (Sucipto, 2015).
2. Biakan Salmonella typhi
Biakan Salmonella typhi dari spasimen seperti darah, sumsum tulang,
tinja, urin, dan cairan duodenum. Hasil biakan yang positif memastikan
demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid,
karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor.
3. Tes serologis
Tes serologis merupakan pemeriksaan diagnosis untuk mendeteksi
antibodi terhadap antigen Salmonella typhi dan menentukan terdapatnya
antigen spesifik Salmonella typhi. Tes ini terdiri dari atas tes Widal dan
ELISA (Garna, 2012).
4. Tes Widal
Pada tes widal diambil darah vena sebanyak 3-5 mL. Prinsip
pemeriksaan yaitu terjadi reaksi aglutinasi antara Salmonella typhi dan
aglutinin penderita. Titer aglutinin dinyatakan dengan nilai pengenceran
tertinggi yang masi menunjukkan aglutinasi. Biasanya titer aglutinin O
akan naik lebih dulu dan lebih cepat hilang dibandingkan dengan aglutinin
H atau Vi.
Interprestasi tes widal dinilai berdasarkan kenaikan titer aglutinin
empat kali, terutama aglutinin O atau aglutinin H. penetapan aglutinin O
bervariasi antara titer O > 1/160 sampai > 1/320 atau titer H > 1/800
dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapatkan vaksinasi atau sembuh
dari sakit demam tifoid.
5. Tes ELISA
Pemeriksaan enzyme linkage immunosorbent assay (ELISA) dapat
menentukan antibodi imunoglobulin M (IgM) maupun imunoglobulin G
(IgG) pada penderita demam tifoid.
Metode ini dilakukan untuk mendeteksi kadar antibodi terhadap
Salmonella typhi. Pada metode ini antigen dimobilisasi terlebih dahulu,
kemudian antibodi primer ditambahkan dalam jumlah berlebih, lalu
ditambahkan enzim yang sudah dikonjugasikan dengan imunoglobulin
antibodi atau antibodi sekunder dalam jumlah berlebih. Kompleks antigen-
antibodi primer dan antibodi sekunder diukur secara fotometrik. Dengan
menggunakan lipopolisakarida sebagai antigen didapatkan sensitivitas
untuk IgM sebesar 69-94%, untuk IgG sebesar 93-95%, sedangkan
spesifitasnya untuk IgM dan IgG masing-masing 94% dan 98%.

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

A. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
Perasan tidak enak badan , lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang
bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa
inkubas
c. Suhu tubuh
Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3minggu, bersifat
febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Sselama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik ntiap harinya, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Pada
minggu kedua,pasien terus berada dalam keadaan demam.Pada minggu
ketiga,suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu ketiga.
d. kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun berapa
dalam,yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau
gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala
lainya. Pada penanggung dan anggota gerak terdapat reseole, yaitu
bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang
ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadangkadang ditemukan
pula bradikardi dan epitaksis pada anak besar.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Mulut Terdapat nafas yang berbautidak sedap serta bibir kering dan
pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih, sementara ujung dan
tepinya berwarna kemerahan,dan jarang di sertai tremor.
2) Abdomen Dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismuas),
bisa terjadi konstipasi atau mungkin diare atau normal
3) Hati dan limfe Membesar disertai nyeri pada perabaan
f. pemeriksaan laboratorium
1) pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leokopenia,
limfositosis, relatif pada permukaan sakit
2) darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
3) biakan empedu hasil salmonella typhi dapat ditemukan dalam darah
pasien pada minggu pertama sakit, selanjutnya lebih sering
ditemukan dalam feces dan urine
4) pemeriksaan widal untuk membuat diagnisis, pemeriksaan yang
diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen 0, titer yang bernilai
1/200 atau lebih menunjukan kenaikan yang progresif

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I. 08238)
(D.0077) (L.08066) Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Tindakan keperawatan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
3x24 jam diharapkan nyeri
tingkat nyeri menurun, 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri 4. Identifikasi faktor yang meringankan
menurun (skala dan memperberat nyeri
nyeri 0) 5. Identifikasi pengaruh nyeri pada
2. Pasien tidak kualitas hidup
meringis 6. Monitor efek samping keberhasilan
3. Gelisah menurun terapi komplementer yang sudah
4. Kesulitan tidur diberikan
menurun 7. Monitor efek samping penggunaan
5. Frekuensi nadi analgetic
membaik (60- Terapeutik
100x/menit) 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
6. Pola napas mengurangi rasa nyeri (terapi kompres
membaik hangat/dingin, terapi imajinasi
(16-20x/menit) terbimbing, terapi relaksasi)
7. Tekanan darah 2. Kontrol lingkungan yang memperberat
membaik (110- rasa nyeri (suhu ruang, pencahayaan,
120/70-80mmHg) kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetic
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesic bila
perlu
Hipertermia L.14134 L.15506
D.0130 Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
Tindakan keperawatan Observasi
3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi penyebab hipertemia (mis.
pengaturan suhu tubuh dehidrasl, terpapar lingkungan panas,
agar tetap berada pada penggunaan inkubalor)
rentang nomal dengan 2. Monitor suhu tubuh
kriteria hasil : 3. Monitor kadar elektrollt - Monitor
1. Menggigil menurun haluaran urine
2. Kulit merah menurun 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
3. Kejang menurun Terapeutik
4. Akrosianosis 5. Sediakan lingkungan yang dingin
menurun 6. Longgarkan atau lepaskan pakalan
5. Konsumsi oksigen 7. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
menurun 8. Berikan cairan oral
6. Piloereksi menurun 9. Ganti linen setiap hari atau lebih
7. Vasokonstriksi sering jika mengalami hiperhidrosis
perifer menurun (keringat berlebih)
8. Kutis memorata 10. Lakukan pendinginan eksternal (mis.
menurun selimut hipotermia atau kompres
9. Pucat menurun dingìn pada dahi, leher, dada,
10. Takikardi menurun abdomen, aksila)
11. Takipnea menurun 11. Hindari pemberian antipiretik atau
12. Bradikardi menurun aspirin Berikan oksigen, jika perlu
13. Dasar kuku sianolik Edukasi
menurun 1. Anjurkan tirah baring
14. Hipoksia menurun Kolaborasi
15. Suhu tubuh membaik 1. Kolaborasi pemberian cairan dan
16. Suhu kulit membaik elektrolit intravena, jika perlu
17. Kadar glukosa darah
membaik
18. Pengisiaan kapiler
membaik
19. Ventilasi Tekanan
darah membaik
Defisit L.03030 I.03119
Nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
D.0019 keperawatan 3x24 jam Observasi
ketidakadekuatan asupan 1. Identifikasi status nutrisi Identifikasi
nutrisi untuk memenuhi alergi dan intoleransi makanan
kebutuhan metabolism Identifikasi perlunya penggunaan
membaik dengan kriteria selang nasogastric
hasil 2. Monitor asupan makanan
1. Porsi makanan yang 3. Monitor berat badan
dihabiskan Terapeutik
meningkat 1. Lakukan oralhygiene sebehummakan
2. Serum albumin Jika perlu
meningkat 2. Sajikan makanan secara menarik dan
3. Verbalisasi keinginan suhu yang sesuai
untuk meningkatkan 3. Hentikan pembenian makanan melalui
nutrisi meningkat selang nasogastric jika asupan oral
4. Pengetahuan tentang dapat ditoleransi
pilihan makanan Edukasi
yang sehat meningkat 1. Anjurkan posisi duduk jika mampu
5. Pengetahuan tentang 2. Ajakan diet yang dipogamkan
pilihan minuman Kolaborasi
yang sehat meningkat 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
6. Pengetahuan tentang menentukan jumlah kalori dan jenis
standar asuparı nutrien yang dibutuhkan
nutrisi yang tepat
meningkat
7. Penyiapan dan
penyimpanan
makanan yang aman
meningkat
8. Sikap terhadap
makanan/minuman
sesuai dengan tujuan
kesehatan meningkat
9. Persiapan cepat
kenyang menurun
10. Nyeri abdomen
menurun
11. Berat badan Indeks
Massa Tubuh (IMT)
membaik
Intoleransi L.05047 I.05178
Aktivitas Setelah dilakukan asuhan Manajemen Energi
D.0056 keperawatan 3x24 jam, Observasi
diharapkan : 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
1. Frekuensi nadi yang mengakibatkan kelelahan
meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
2. Saturasi oksigen 3. Monitor pola dan jam tidur
meningkat 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
3. Kemudahan dalam selama melakukan aktivitas
melakukan aktivitas Terapeutik
sehari-hari 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
meningkat rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
4. Jarak berjalan kunjungan)
meningkat 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif
5. Keluhan lelah dan/atau aktif
menurun 3. Berikan aktivitas distraksi yang
6. Perasaan lemah menenangkan
menurun 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
7. Warna kulit jika tidak dapat berpindah atau
membaik berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
Konstipasi L.04033 I.04151
D.0049 Setelah dilakukan asuhan Manajemen eliminasi fekal
keperawatan selama 3x24 Observasi
jam, proses defekasi 1. Identifikasi masalah usus dan
normal membaik, dengan penggunaan obat pencahar
kriteria hasil : Terapeutik
1. Keluhan defekasi 1. Berikan air hangat setelah makan
lama dan sulit 2. Jadwalkan waktu defekasi
menurun Edukasi
2. Mengejan saat 1. Anjurkan makanan yang tinggi serat
defekasi menurun 2. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
3. Distensi abdomen Kolaborasi
menurun 1. Kolaborasi pemberian obat supositoria
4. Nyeri abdomen anal
menurun 2. Kolaborasi dengan ahli gizi,
5. Kram abdomen penyediaan makanan tinggi serat
menurun

I.04155
Manajemen konstipasi
Observasi
1. Identifikasi faktor resiko konstipasi
2. Periksa tanda dan gejala konstipasi
Terapeutik
1. Anjurkan diet tinggi serat
2. Lakukan masase abdomen
Edukasi
1. Jelaskan etiologi masalah dan tindakan
2. Anjurkan peningkatan asupan cairan
3. Latihan buang air besar secara teratur
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat pencahar
DAFTAR PUSTAKA

Ashurst, J. V., Truong, J. and Woodbury, B. (2021) Salmonella typhi. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing. Available
at:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519002/.

Bhandari, J., Thada, P. K. and DeVos, E. (2020) Typhoid Fever. Florida: StatPearls.
Available at: https://www-ncbi-
nlmnihgov.translate.goog/books/NBK557513/?_x_tr_sl=en&_x_
tr_tl=id&_x_tr_hl=id &_x_tr_pto=ajax,sc#_NBK557513_pubdet_.

Rohana (2016) Perbedaan Pengetahuan Dan Tindakan Orang Tua Di Pedesaan Dan
Perkotaan Dalam Pencegahan Demam Tifoid Pada Balita. Https://Repository.
Unair.Ac.Id/40043/3/Halaman%20depan.Pdf

Sumiati, A. (2022) Gambaran Kebiasaan Mencuci Tangan Dengan Kejadian Demam


Typhoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Cariu Kabupaten Bogor. Jurnal Sahabat
Keperawatan, 4(1).

Widyawati (2022) Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Demam Tifoid dengan Cara
Penanganan Demam Tifoid pada Anakwilayah Kerja Puskesmas Birobuli Kota
Palu. Jurnal Kolaboratif Sains. 5(4) : 209-215
PPNI. (2016a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.

PPNI. (2016b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.

PPNI. (2016c). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.


ANALISA DATA (AN. HA)

No. DATA ETIOLOGI MASALAH


1. S: Proses penyakit Hipertermia
Ibu mengatakan : “anak
mengalami demam 1 hari yang
lalu dan rewel serta menangis
dimalam hari”
O:
1. K/U: lemah
2. T: 38,5 oC
3. RR: 45 x/menit
4. Kulit teraba hangat

ANALISA DATA (AN. R)

No. DATA ETIOLOGI MASALAH


1. S: Proses Infeksi Diare

Ibu pasien mengatakan : “anak


merasakan diare sejak satu hari
yang lalu, anak suka membeli
jajanan dijalan”

O:
 KU = lemah
 Kesadaran = Compos mentis
 Tidak ada muntahan
 Defekasi > 4 kali/24 jam
 Feses Cair
 T = 36,2
 RR = 34x/m
 Tidak mendapatkan imunisasi
apapun

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan suhu 38,5 oC
2. Diare berhubungan dengan Proses Infeksi dibuktikan suka membeli jajanan
INTERVENSI KEPERAWATAN

RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL

Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia


penyakit keperawatan 3x24 jam
diharapkan termogulasi - Identifikasi penyebab hiertermia
neonatus membaik dengan - Monitor suhu tubuh
kriteria hasil: - Monitor warna dan suhu kulit
1. Suhu tubuh membaik - Monitor kadar elektrolit
2. Suhu kulit membaik - Monitor haluaran urine
3. Frekuensi nadi - Monitor komplikasi akibat
menurun hipertermia
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan
pakaian/bedong
- Berikan cairan oral
- Lakukan pendinginan eksternal
- Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
- Berikan oksigenasi
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
Diare berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Diare
dengan Proses Infeksi keperawatan 3x24 jam
 Identifikasi penyebab diare
diharapkan :  Identifikasi riwayat pemberian
 Kontrol pengeluaran makanan
feses meningkat  Identifikasi gejala invaginasi
 Nyeri abdomen  Monitor warna, volume,
menurun frekuensi dan konsistensi tinja
 Konsistensi feses  Monitor gejala hipovolemia
membaik  Berikan asupan cairan oral
 Berikan cairan intravena
 Frekuensi defekasi
 Ambil sampel darah untuk
membaik pemeriksaan darah dan elektrolit
 Peristaltik usus  Anjurkan makan makanan porsi
membaik kecil dan sering secara bertahap
 Kolaborasi pemberian obat
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN DI RUANG MTBS

Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi


Jum’at/ Hipertermi Manajemen Hipertermia S:
10/6/2022 berhubungan Ibu mengatakan : “anak
dengan - Identifikasi penyebab
mengalami demam 1 hari
8.30 WIB proses hiertermia
- Monitor suhu tubuh yang lalu dan rewel serta
penyakit
- Monitor warna dan suhu menangis dimalam hari”
kulit
- Monitor kadar elektrolit O:
- Monitor haluaran urine 3. K/U: lemah
- Monitor komplikasi 4. T: 38,5 oC
akibat hipertermia 5. RR: 45 x/menit
- Sediakan lingkungan 6. Kulit teraba hangat
yang dingin
A: Hipertermia
- Longgarkan atau
lepaskan pakaian/bedong
P:
- Berikan cairan oral  Identifikasi penyebab
- Lakukan pendinginan hipertermia Monitor
eksternal suhu tubuh
- Hindari pemberian
 Monitor warna dan
antipiretik atau aspirin
suhu kulit
- Berikan oksigenasi
 Monitor haluaran urin
- Kolaborasi pemberian
 Sediakan lingkungan
cairan dan elektrolit
yang dingin
intravena, jika perlu
 Longgarkan atau
lepaskan
pakaian/bedong
 Lakukan pendinginan
eksternal
 Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
 Kolaborasi pemberian
elektrolit intravena

I:
 Mengukur suhu tubuh
 Memonitor warna dan
suhu kulit
 Menganjurkan
pemberian ASI
 Menganjurkan Ibu
untuk melonggarkan
pakaian/ bedong bayi
 Menganjurkan
kembali ke MTBS
jika masih demam

E:
 Suhu Tubuh masih
38,5 oC
 Warna kulit
kemerahan
 Terasa hangat
 Ibu masih tetap
memberikan ASI jika
anak menangis
 Mendampingi perawat
memberi resep
paracetamol
 Sudah menasehati Ibu
untuk kembali 2 hari
lagi jika masih demam
Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
Jum’at/ Diare Manajemen Diare S:
10/6/2022 berhubungan Ibu pasien mengatakan :
dengan  Identifikasi penyebab “anak merasakan diare
8.30 WIB Proses diare sejak satu hari yang lalu,
Infeksi  Identifikasi riwayat anak suka membeli jajanan
pemberian makanan dijalan”
 Identifikasi gejala
invaginasi O:
 Monitor warna, volume,  KU = lemah
frekuensi dan  Kesadaran = Compos
konsistensi tinja mentis
 Monitor gejala  Tidak ada muntahan
hipovolemia  Defekasi > 4 kali/24
 Berikan asupan cairan jam
oral  Feses Cair
 Berikan cairan intravena  T = 36,2
 Ambil sampel darah  RR = 34x/m
untuk pemeriksaan
darah dan elektrolit  Tidak mendapatkan
 Anjurkan makan imunisasi apapun
makanan porsi kecil dan
sering secara bertahap A : Diare
 Kolaborasi pemberian
obat P:
 Identifikasi penyebab
diare
 Identifikasi riwayat
pemberian makanan
 Berikan asupan cairan
oral
 Anjurkan makan
makanan porsi kecil
dan sering secara
bertahap
 Kolaborasi pemeberian
obat

I:
 Membantu
mengidentifikasi
penyebab diare
 Mengidentifikasi
riwayat pemberian
makanan
 Menganjurkan makan
pisang untuk
mengatasi diare (Jurnal
Larasati, T.A, 2016)
 Mendampingi perawat
dalam meresepkan
Obat Zinc, Oralit
 Menasehati kunjungan
ulang 3 hari jika tidak
ada perbaikan

E:
 BB : 15 kg
 TB : 100 cm
 BB/U : -1 SD
 Telah berkolaborasi
pemberian oralit dan
zinc
 Ibu mengerti dan akan
mencoba memberikan
makanan pisang untuk
mengatasi diare
 Telah mengedukasi ibu
untuk melakukan
kunjungan ulang
apabila tidak ada
perbaikan.

Anda mungkin juga menyukai