Anda di halaman 1dari 6

Nama : Faria Yunita Utami

Nim: H1A018033

Worksheet
Praktikum Widal

Soal
1. Sebutkan kelebihan dari pemeriksaan widal?
 a. Proses cepat
 b. Apabila fasilitas untuk kultur tidak tersedia, pemeriksaan widal tes
dapat dilakukan sebagai alternatif sebagai diagnostik
2. Sebutkan limitasi/keterbatasan dari pemeriksaan widal?
 a. Antigennya
1. Strain Salmonella typhi yang dipakai sangat berpengaruh pada
hasil uji widal. Ag yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang
bukan berasal dari daerah endemis yang bersangkutan dapat
memberikan hasil yang negatif maupun positif semu.
2. Kekeruhan suspensi antigen yang kurang tepat dapat menimbulkan
fenomena Prozone maupun Postzone. Biasanya dipakai derajat
kekeruhan sebesar
3 U Mc. Farland. Cara yang terbaik untuk menetukan kekeruhan
antigen yaitu dengan cara spektrofotometris, nefilometris, atau
turnbidometris.
 b. Kadar aglutinin dalam serum Kadar aglutinin yang amat tinggi
dapat menimbulkan fenomena Prozone sehingga dapat menyebabkan
kesalahan dalam pembacaan hasil uji widal.
 c. Cara pembacaan hasil uji widal Pembacaan dilakukan dengan mata
telanjang sehingga amat subjektif dan dapat memberikan
ketidaksesuaian hasil pembacaan (discrepancy) yang cukup besar.
 d. Warna aglutinat Umumnya tidak berwarna sehingga dapat
menyukarkan pembacaan hasil uji widal
3. Sebutkan hal hal yang dapat menimbulkan false positif pada pemeriksaan
widal?
 Ada riwayat imunisasi dengan antigen salmonella sebelumnya
 Adanya penyakit lain (dengue)
 Reaksi silang dengan salmonella non-typhoid
 Terinfeksi malaria atau enterobactericaea lain
 Terlalu lama membaca (> 1 menit pasca pencampuran)
4. Sebutkan hal hal yang dapat menimbulkan false negatif pada pemeriksaan
widal?
 Kesalahan tekhnis saat melakukan tes
 Membaca hasil terlalu cepat
 Mengkonsumsi anti biotik sebelum pemeriksaan

5. Perhatikan hasil pemeriksaan kualitatif pemeriksaan widal berikut!

Berdasarkan atas hasil uji test widal diatas, manakah yang dilanjutkan ke
uji slide berikutnya?
 Positif: Aglutinasi dalam satu menit
 Negatif: Tidak ada aglutinasi yang menunjukkan tidak adanya
kadar antibodi yang sesuai secara klinis dalam serum pasien.
 Sampel yang menunjukkan titer 1:100 atau lebih untuk aglutinasi
AH, H, dan BH dan 1:200 atau lebih untuk aglutinasi O harus
dianggap signifikan secara klinis (infeksi aktif).
 Demonstrasi kenaikan 4 kali lipat antara keduanya adalah
diagnostik.
 Aglutinasi O lebih dapat diandalkan daripada aglutinin AH, H dan
BH
 Aglutinin mulai muncul dalam serum pada akhir minggu pertama
dengan kenaikan tajam pada minggu ke-2 dan ke-3 dan titer tetap
stabil sampai minggu ke-4 setelah itu menurun.
 Titer antibodi yang meningkat merupakan bukti infeksi yang lebih
meyakinkan daripada tes positif saja.
 Titer antibodi yang rendah sering terjadi pada individu normal dan
tidak menunjukkan adanya infeksi.

6. Perhatikan Skenario berikut!


Seorang anak perempuan usia 9 tahun 8 bulan masuk ke RS dengan keluhan
demam. Demam dirasakan sejak ± 6 hari sebelum masuk RS, demam terus-
menerus, meningkat pada sore hari, dan menurun pada pagi hari. Menurut
orang tua pasien, pasien sempat tidak sadarkan diri selama 2 jam, kemudian
kesadaran pasien berangsur-angsur membaik. Sesak (+) Kejang (-). Orang
tua pasien juga menjelaskan kalau anaknya menderita sakit kepala, pusing
berputar, lemah, mual, dan muntah sebanyak 10 kali. Sulit buang air besar
sejak ± 4 hari sebelum masuk RS. Orang tua pasien menyangkal adanya
keluhan batuk, flu, sesak, nyeri menelan, mimisan, perdarahan gusi, maupun
kejang yang anaknya alami. Riwayat Asma (-)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran compos mentis, tekanan darah
100/60 mmHg, denyut nadi 60×/menit kuat angkat, 35×/menit, suhu axilla
39,50C, mulut berbau tidak sedap, bibir kering, rambut kering, lidah putih di
bagian tengah, dan sampingnya berwarna kemerahan dengan tepi lidah
tampak kemerahan. Pada pemeriksaan thorax: dalam batas normal,
abdomen: nyeri tekan epigastrium (+), meteorismus (+). Hasil pemeriksaan
laboratorium hematologi rutin menunjukkan leukosit 17,1×103 /uL,
trombosit 281×103 /uL, dan hematocrit 37 %. Hasil serologi – tes Widal S.
typhi O 1/320. Pasien kemudian didiagnosis dengan demam tifoid dengan
komplikasi sepsis.

Pertanyaan terkait skenario


a. Apakah diagnosis standar untuk demam Tifoid?
 Diagnosis standar demam tifoid menggunakan metode
konvensional yaitu polimerase Chain Reaction (PCR) Enzyne
Immunoassay Dot (EID) dan Enzyme Limked Immunosorbent
Assay (ELISA) . sedangkan diagnosis definitif demam typoid
adalah dgn isolasi salmonella enterica serotype typi dari darah, urin
dan cairan tubuh lainnya.
b. Kapan biasanya pemeriksaan darah dilakukan?
 Minggu pertama simtomatik
c. Kapan pemeriksaan feses dan urin dilakukan?
 Minggu kedua atau ketiga simtomatik

d. Apakah jenis antibiotik yang digunakan untuk terapi empirik demam


Tifoid?
 Terapi antibiotik: Pemberian segera terapi antibiotik yang relevan
melindungi dari komplikasi demam tifoid yang parah. Terapi obat
awal pilihan tergantung pada kerentanan strain. Di sebagian besar
wilayah, fluoroquinolones adalah obat pilihan yang paling efektif.
Dalam kondisi parah yang memerlukan pengobatan segera,
fluoroquinolones dapat diberikan secara empiris berdasarkan
kecurigaan klinis sebelum hasil tes kultur diagnostik.
Fluoroquinolones menyembuhkan sekitar 98% kasus dengan
kekambuhan dan tingkat pengangkutan tinja kurang dari 2%.
Ciprofloxacin (500 mg per oral dua kali sehari selama 5-7 hari)
adalah fluoroquinolone yang paling efektif. Amoksisilin (750mg
per oral 4 kali sehari selama sekitar 2 minggu), trimetoprim-
sulfametoksazol (160 mg dua kali sehari selama 2 minggu), dan di
luar Amerika Serikat, kloramfenikol (500mg 4 kali sehari selama
2-3 minggu) merupakan pengobatan alternatif untuk dewasa dalam
kasus yang sangat rentan, tetapi mereka semakin menghadapi
resistensi. Kasus yang tidak rumit dapat ditangani di rumah dengan
antibiotik oral dan antipiretik. Pasien dengan komplikasi yang
signifikan, termasuk muntah, diare, dan distensi abdomen, harus
dirawat di rumah sakit. Terapi suportif tambahan dan antibiotik
parenteral seperti sefalosporin generasi ketiga (dipandu oleh
sensitivitas kultur) harus dilanjutkan sampai 5 hari setelah
pemulihan. Strain yang resistan terhadap banyak obat (MDR) dan
sangat resistan terhadap obat (XDR) telah berkembang di daerah
endemik. Sifat intraseluler bakteri melindungi terhadap antibiotik
ekstraseluler. Dalam kasus MDR, sefalosporin generasi ketiga
(ceftriaxone, cefotaxime, dan cefixime oral 2g sekali sehari selama
2 minggu) dan azitromisin adalah pengobatan yang optimal dengan
ciprofloxacin sebagai pengobatan alternatif. Tingkat kegagalan
terapi ini hampir 5% sampai 10%, dengan tingkat kekambuhan 3%
sampai 6%. Agen ini menghilangkan demam dalam waktu
seminggu dengan tingkat pengangkutan tinja kurang dari 3%.
Penambahan azitromisin dan sefiksim menurunkan tingkat
kegagalan dan mengurangi durasi rawat inap.

e. Apakah komplikasi demam tifoid dan bagaimana mekanisme


patofisiologinya?
 Komplikasi demam thypoid dibagi dalam :
a. Komplikasi Intestinal
1. Pendarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ileus paralitik

b. Komplikasi ektra-intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler : Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan
sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2. Komplikasi darah : Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma
uremia hemolitik.

 c. Komplikasi paru
 Pneumonia, emfiema, dan pleuritis

 d. Komplikasi hepair dan kandung empedu
 Hepatitis dan kolesistitis

 e. Komplikasi ginjal
 Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan arthritis

 f. Komplikasi neuropsikiatrik
 Delirium, meningismus, meningistis, polyneuritis perifer, sindrom,
katatoni

 Patofisiologi
 Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk ke dalam tubuh
manusia melalui makanan yang telah terkontaminasi kuman.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imun
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama
sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal dan
kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika Selanjutnya
melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag
ini masuk ke dalam irkulasi darah (mengakibatkan bakterimia
pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
f. Apa yang anda ketahui tentang tubex test dan bagaimana akurasinya
dibandingkan widal test?
 Dapat mendeteksi infeksi akut salmonella typhi secara dini
 Hanya diperlukan sedikit sampel darah
 Sensitivitas tinggi terhadap kuman salmonella
 Hasil dapat diperoleh dengan cepat
Penelitian menunjukkan bahwa tes tubex memiliki tingkat akurasi
yang lebih baik dalam mendeteksi Salmonella typhi, yakni dengan
sensitivitas hingga 78%. Sementara itu, akurasi tes Widal hanya
64%.

Anda mungkin juga menyukai