Anda di halaman 1dari 12

Adisti Tipes SDH Vol.1 No.

PREVALENSI PENDERITA THYPUS YANG DI PERIKSA MENGGUNAKAN WIDAL


DI PUSKESMAS SINGOSARI
Oleh
Adisti Wulandari
Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Malang

INTISARI
Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi penderita thypus yang diperiksa
menggunakan widal di Puskesmas Singosari..Penelitian ini menggunakan desain deskriptif,
populasi dalam penelitian adalah penderita yang mengunjungi dan menjalani pemeriksaan widal
di Puskesmas Singosari, sebanyak 156 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita umur
5-22 tahun sebanyak 60 orang. Pengumpulan data mengambil data sekunder dari Puskesmas
Singosari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi penderita thypus umur 5-9 tahun 21 orang, umur
10-14 tahun 10 orang, umur 15-19 tahun 10 0rang dan umur 20-22 tahun 19 orang.Jenis obat
yang dipakai di Puskesmas Singosari yaitu Chlorampenikol, Paracetamol, cotrim , Amoxilin dll.
Prevalensi penderita thypus tiap tahunnya berbeda kebersihan, pengetahuan orang tua, dan peran
tenaga kesehatan merupakan faktor penting untuk meminimalisir penyakit yang endemis di
Indonesia. Peran orang tua dalam membiasakan hidup bersih sejak dini, penanganan tepat saat
terjadi gejala, dan pemberian obat secara teratur, diet dan patuh pada saran dokter juga
berpengaruh dalam kesembuhan penderita serta mencegah kekambuhan. Daya tahan tubuh juga
harus ditingkatkan seperti gizi yang baik, tidur 7-8 jam/hari, olah raga secara teratu. Bagi orang
yang pernah mengalami penyakit Thypus sebaiknya tidak melakukan kegiatan yang sangat
melelahkan. Karena akan lebih mudah kambuh kembali daripada orang yang sama sekali belum
menderita Thypus. Untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit ini kini sudah ada
Vaksin Thypus atau Thyphoid yang disuntikkan atau secara minum obat dan dapat melindungi
seseorang dalam waktu 3 tahun .

PENDAHULUAN

Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang pada
aliran darah yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan
C, selain ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak
menyerang usus). Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak
kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam pembuluh darah
dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan
menyebar kembali ke pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.
Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia
kedokteran disebut Thyphoid fever atau Thypus abdominalis, karena berhubungan dengan usus
pada perut( Anonim, 2009 ).
Gejala yang dialami penderita Thypus dapat diuraikan menjadi berikut ini:
-Panas badan yang semakin hari bertambah tinggi, terutama pada sore dan malam hari. Terjadi selama 7-
10 hari, kemudian panasnya menjadi konstan dan kontinyu. Umumnya paginya sudah merasa baikan,
namun ketika menjelang malam kondisi mulai menurun lagi.
- Pada fase awal timbul gejala lemah, sakit kepala, infeksi tenggorokan, rasa tidak enak di perut, sembelit
atau terkadang sulit buang air besar, dan diare.
- Pada keadaan yang berat penderita bertambah sakit dan kesadaran mulai menurun.
Pemeriksaan widal ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (dalam darah) terhadap antigen
kuman salmonella tiphy / paratiphy (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan
paling sering diminta terutama dinegara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji
cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi.
Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai febrile agglutinin (Musyafalla, 2010 ).
Tehnik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji
tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan
sedangkan uji tabung membutuhkan tehnik yang lebih rumit, tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi
hasil dari uji hapusan. Prinsip uji widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum
penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda- beda terhadap antigen somatik (o) dan flagela H
yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang
masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum (Musyafalla, 2010 ).
Reaksi Widal merupakan test imunitas yang ditimbulkan oleh kuman Salmonella typhi/
paratyphi, yaitu kuman yang terdapat di minuman dan makanan kita yang terkontaminasi dengan
tinja orang yang sakit. Dikatakan meningkat bila titernya lebih dari 1/400 atau didapatkan
kenaikan titer 2 kali lipat dari titer sebelumnya dalam waktu 1 minggu.
Dalam menindaklanjuti masalah diatas perlu adanya usaha pencegahan, untuk
meminimalisir terjadinya thypus yang merupakan salah satu jenis penyakit yang endemis di
Indonesia. Dalam hal ini perlu ditingktan pengetahuan individu akan kebersihan makanan dan
minuman, peningkatan hygiene pribadi, perbaikan sumber air untuk keperluan rumah tangga
karena penyebab yang terdekat adalah air atau makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia,
peningkatan sanitasi lingkungan khususnya perbaikan cara pembuangan feaces manusia, serta
pemberantasan tikus dan lalat. Selain itu, pengawasan penjualan bahan makanan dan tempat
pemotongan hewan. Untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit ini kini sudah ada
Vaksin Tipes atau Typhoid yang disuntikkan atau secara minum obat dan dapat melindungi
seseorang dalam waktu 3 tahun.
Berdasarkan latar belakang diatas ,maka dapat dirumuskan masalah Sebagai berikut:
Bagaimana melihat prevalensi penderita thypus, yang diperiksa menggunakan widal di
puskesmas singosari.

Sifat Bakteri Salmonella typhi


Bentuk batang gram negatif, fakultatif aerob, bergerak dengan flgel
peritrich,mudah tumbuh pada perbenihan biasa, dan tumbuh baik pada perbenihan empedu.
Dialam bebas, salmonella typhi dapat bertahan hidup lama dalam air, tanah atau pada bahan
makanan. Dalam feaces diluar tubuh manusia tahan hidup 1- 2 bulan. Dalam air susu dapat
berkembang dan hidup lama sehinggga sering merupakan batu loncatan untuk penularan
penyakitnya ( Entjang,2003 ).

Petanda serologi demam typhoid


Salmonella typhi mengandung tiga jenis antigen yaitu antigen O dinding sel kuman,
antigen H dalam flagelum, dan antigen Vi dalam lapisan luar, Yang meliputi dinding kuman.
Antigen O, H, dan Vi menyebabkan sel retikoendotel memproduksi antibodi ( aglutinin ) O ,
H ,dan Vi.Titer antibodi pada penderita typhoid akan meningkat pada minggu II. Titer antibodi
O, akan menurun setelah beberapa bulan, dan titer antibodi H ,akan menetap sampai beberapa
tahun
Tubuh yang kemasukan salmonella akan terangsang untuk membentuk antibodi yang
bersifat spesifik terhadap antigen yang merangsang pembentukannya. Antibodi yang dibentuk
merupakan petanda demam typhoid, yang dapat dikategorikan sebagai berikut (Musyafalla,
2010 ).

Aglutinin O
Titer aglutinin O akan naik lebih dulu dan lebih cepat hilang dari pada aglutinin H atau Vi
karena pembentukan T independent sehingga dapat merangsang limposit B untuk
mengekskresikan antibodi tanpa melalui limposit T. Titer aglutinin O ini lebih bermanfaat dalam
diagnosa dibandingkan dengan aglutinin H. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk
endapan seperti pasir. Titer aglutinin O 1/160 dinyatakan positf demam typhoid dengan catatan 8
bulan terakhir tidak mendapat vaksinasi atau sembuh dari demam thyphoid dan yang untuk tidak
pernah terkena 1/80 merupakan positif.

Aglutinin H ( flageller )
Titer aglutinin ini lebih lambat naik karena dalam pembentukannya memerluhkan rangsangan
limfosit T. Titer aglutinin 1/ 80 keatas mempunyai nilai diagnostik yang baik dalam menentukan
demam typhoid. Kenaikan titer aglutinin empat kali dalam jangka 5 7 hari berguna untuk
menentukan demam typhoid. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan
seperti kapas atau awan .

Aglutinin Vi ( envelop )
Aglutinin Vi tidak digunakan untuk menunjang diagnosis demam typhoid. Aglutinin Vi
digunakan untuk mendeteksi adanya carier. Antigen ini menghalangi reaksi aglutinasi antiO
antibodi dengan antigen somatik. Selain itu antigen Vi dapat untuk menentukan atau menemukan
penderita yang terinfeksi oleh salmonella typhi atau kuman kuman yang identik antigennya.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif
palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain
pernah mendapat vaksinasi. Reaksi silang dengan species lain (enterobacteriaceae sp), reaksi
anamnestik ( pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu disebabkan
antara lain : penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, pengambilan darah kurang dari 1
minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.

Prosedur pemeriksaan widal slide


Alat dan bahan :
- Mikroskop - Yelow tipe
- Rotator - Slide steril
- Pipet mikro - Pengaduk / tusuk gigi
- Sentrifuge - Reagent widal O H A B
Specimen yang digunakan : Darah
1. Darah pasien disentrifuge hingga terspisah plasmanya .
2. Kemudian ambil plasmanya menggunakan pipet mikro masing-masing sebanyak 10 mikro
teteskan pada objek glass buat 4 tetesan dan tambahkan reagen ( O , H , A, B) dengan
perbandingan yang sama pada tiap tetesan. Aduk hingga tercampur rata / homogen .
3. Letakkan dirotator selama 1 menit .
4. Kemudian amati aglutinasi menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10X. Maksimal 2 menit
untuk melihat aglutinasi menggunakan mikrsoskop.

Pemeriksaan / diagnosa Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalisa, kimia klinik,
imunoserologi, bakteriologi, dan biologi molekuler. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu
menegakkan diagnosis ( adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis ),menetapkan prognosis,
memantau perjalanan penyakit ,dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit. Pemeriksaan
laboratorium untuk menunjang diagnosis demam typhoid meliputi : (Musyafalla, 2010 ).

Hematologi
Pada penderita demam typhoid, bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal
atau bergeser kekiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada
fase lanjut. Jumlah trombosit normal atau menurun ( trombositopenia ). Penelitian oleh beberapa
ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak
mempunyai sensitifitas, spesifitas, dan nilai ramal cukup tinggi untuk dipakai dalam
membedakan antara demam typhoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfosit
relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam typhoid.
Urinalisa
Protein bervariasi dari negatif sampai positif ( akibat demam ), eritrosit dan leukosit
normal, bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
Kimia klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai
hepatitis akut .
Imunologi
a.Widal slide
Diagnosis typhoid atau paratyphoid dinyatakan bila titer O= 1/160 atau bahkan nilai batas
tersebut harus lebih tinggi mengingat demam tifoid ini endemis di Indonesia Titer O meningkat
setelah akhir minggu.
b.Elisa salmonella typhi/ paratyphi IgG dan IgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif
dan spesifik dibandingkan uji widal untuk mendeteksi demam typhoid atau paratyphoid sebagai
tes cepat ( rapid test ) hasilnya juga dapat segera diketahui. Diagnosis demam typhoid
dinyatakan : bila IgM positif menandakan infeksi akut dan jika IgG positif pernah
kontak/pernah terinfeksi /reinfeksi /daerah endemis .
c.Tes Tubex
Tes tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat
( kurang lebih 2 menit ) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan
sensitivitas. Spesifitas ditingkatkan dengan antigen O9 yang benar benar spesifik yang
ditemukan pada salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat untuk diagnosis infeksi akut
karena hanya mendeteksi antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa
menit.Tes ini mempunyai sensivitas dan spesif$itas lebih baik dari uji widal .Penelitian oleh Lim
dkk ( 2002 ) mendapatkan hasil sensivitas 100% dan spesifitas 100%. Penelitian lain
mendapatkan sensivitas sebesar 78% dan spesifitas 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan
ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat , mudah, dan sederhana,
terutama dinegara berkembang .
Mikrobiologi Gall culture
Uji ini merupakan baku emas (gold standard ) untuk pemeriksaan demam typhoid /
paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti demam typhoid /
paratyphoid. Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu bukan typhoid / paratyphoid, karena hasil
biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain jumlah darah terlalu
sedikit kurang dari 2ml, darah tidak segera dimasukkan kedalam media Gall ( darah dibiarkan
membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap dalam bekuan ), saat pengambilan darah
masih dalam 1 minggu sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksin.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk
pertumbuhan kuman ( biasanya positif antara 2 7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni
ditunggu sampai 7 hari ). Pilihan bahan specimen pada awal sakit adalah darah kemudian untuk
stadium lanjut atau carier digunakan urin atau tinja .
Biologi molekuler
PCR (Polymerase Chain Reaction) metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini
dilakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang
spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta
kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa darah, urin,
cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi .
Perbedaan demam thypus dan demam karena infeksi virus, demam thypus sering kali bila
tidak dicermati sulit dibedakan dengan demam karena infeksi virus tetapi kalau melihat pola
demamnya relatif mudah dibedakan demam karena virus (virus tertentu termasuk dengue ) 1-2
hari mendadak sangat tinggi kemudian pada hari ketiga turun, hari ke 4-5 tapi tidak setinggi hari
1-2 ( pola penurunan anak tangga, DBD pola pelana kuda ).Demam karena thypus, demam
awalnya tidak terlalu tinggi, tetapi hari berikutnya semakin tinggi dan semakin tinggi ( pola
kenaikan anak tangga ) (Anonim 2009 )
Faktor yang mempengaruhi uji widal

a.Faktor Penderita
a. Saat pemeriksaan perjalanan penyakit
b. Pengobatan dini dengan antibiotika
c. Keadaan umum gizi penderita
d. agamaglobulinemia, leukimia, tumor
e. Pemakaian obat imunosupresif dan kortikosteroid
f. Vaksinasi
g. Infeksi subklinis
h. Reaksi anamnestik.

b.Faktor Teknis
a. Reaksi silang
b. Konsentrasi suspensi antigen
c. Strain salmonella yang dipakai untuk antigen

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional non eksperimen
tentang prevalensi penderita thypus yang diperiksa menggunakan widal di puskesmas singosari
pada tahun 2008 -2009. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan melakukan
depenelitian mengenai fenomena yang ditemukan, baik yang berupa faktor resiko, maupun efek
atau hasil .
Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang penderita thypus yang mengunjungi
dan menjalani pemeriksaan di puskesmas singosari. Sedangkan populasi dari penelitian ini
adalah 156 0rang.
Sampel dalam penelitian adalah penderita thypus umur 5 22 tahun yang di yang
diperiksa menggunakan widal pada tahun 2009-2010 di puskesmas singosari. Sedangkan sampel
yang diambil sebanyak 60 orang.
Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder penderita thypus yang diperiksa
menggunakan widal di puskesmas singosari pada tahun 2008 - 2009.
Metode analisis data menggunakan Uji ini berfingsi untuk menguji signifikasi perbedaan antara
dua kelompok yang independen atau untuk menguji hipotesis. Cara perhitungan menggunakan
bantuan tabel kotingensi 2x2 sebagai berikut:

Tabel 1. Tabel kontigensi


Sampel Obyek 1 Obyek 2 Jumlah sampel
sampel A a b a+b
Sampel B c d c+d
Jumlah a +c b+d N

Berdasarkan tabel kotigensi diatas disusun rumus sebagai berikut:


2 = N [ (ad-bc)- 1/2n]2
(a+b)(a+c)(b+d)(c+d)

Uji chi kuadrat menggunakankriteria pengujian, terima Ha bila harga chi kuadrat hitung > dari
chi kuadrat tabel dengan dk=1 dan taraf kesalahan 5%(0,05). Artinya terdapat perbedaan
prevalensi penderita thypus yang diperiksa menggunakan widal pada tahun 2009-2010 di
puskesmas singosari.

HASIL PENELITIAN

Hasil Penelitian
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian deskiptif tentang prevalensi penderita thypus
yang mengunjungi dan menjalani pemeriksaan menggunakan widal dipuskesmas singosari pada
tahun 2009-2010 sebanyak 156 orang,tetapi peneliti membatasi sampel 60 orang yaitu penderita
yang berumur 5- 22 tahun. Kemudian hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi berdasarkan kelas masing masing dan dianalisa menggunakan uji chi-
kuadrat

Tabel 2 Survei Terpadu Penyakit Berbasis Puskesmas Kasus Baru Thypus Perut Klinis

No Nama Jenis kelamin Obat yang Umur


diberikan
1 NV P A 5
2 RA P A 5
3 NB P C 5
4 IM P A 5
5 RA P A 5
6 MR L A 6
7 AY P A 6
8 RN P A 6
9 AD L A 7
10 AR P A 7
11 EL P A 7
12 AR P A 7
13 AH P A 8
14 IPL P A 8
15 AF P B 8
16 RH P A 8
17 DT P A 8
18 TP P C 8
19 IU P A 9
20 AN L A 9
21 RS P A 9
22 A L A 10
23 JH L A 12
24 TP L A 10
25 GL L A 11
26 FR P A 10
27 ES L DIRUJUK 12
28 HR P A 11
29 GH P A 11
30 RP L A 13
31 KK L C 14
32 NB P C 15
33 RP P A 17
34 AW L A 16
35 MS L A 17
36 PE P DIRUJUK 18
37 DF L A 19
38 RH P A 18
39 VD L A 15
40 DA P A 16
41 TH L A 17
42 HF L A 20
43 CH P A 22
44 IS P A 21
45 HR L C 20
46 HR L C 22
47 AM P A 20
48 FA L C 21
49 VA P DIRUJUK 20
50 BR L A 20
51 MS L A 20
52 WK P C 20
53 ES P A 21
54 DR L DIRUJUK 21
55 SS P A 21
56 WK P DIRUJUK 21
57 VA P A 22
58 RB L A 22
59 ZA P A 22
60 MZ L A 22
Keterangan A: Chlorampenikol, Paracetamol dll
B:Amoxilin, Paracetamol , Bacitasin dll
C: Cotrim, Pamol, Bacitasin dll

Analisa data
Peneliti menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk mendiskripsikan hasil
penelitiannya tentang prevalensi penderita thypus yang diperiksa menggunakan widal
dipuskesmas singgosari pada tahun 2009-2010.

Tabel 3. Tabel distribusi penderita thypus yang diperiksa menggunakan widal


N0 Umur penderita Frekuensi Ket
1 5-9 21 Anak-anak
2 10-14 10 Anak-anak
3 15-19 10 Remaja
4 20-22 19 Remaja
Jumlah 60

Dari tabel 3 diatas menggambarkan prevalensi penderita thypus umur 5-9 tahun 21
orang, umur 10-14 tahun 10 orang, umur 15-19 tahun 10 0rang dan umur 20-22tahun 19 orang.

Uji chi-kuadrat
Data yang telah disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisa
menggunakan uji chi-kuadrat, untuk mempermudah perhitungan digunakan tabel kotigensi 2x2
sebagai berikut:

Tabel 4 Tabel kotigensi 2x2


Sampel Anak-anak Remaja Jumlah
2008 21 (a) 10 (b) 31
2009 10 (c) 19 (d) 29
Jumlah 31 29 60
Rumus
2= N [ (ad-bc)- 1/2n]2
(a+b)(a+c)(b+d)(c+d)

2 = 60{(21x19-10x10)-1/2x60}2
(21+10)(21+10)(10+19)(10+19)

2= 60(2989917)2
808201

2 = 53637622
808201

2 = 6,637

Dari analisa uji chi-kuadrat yang mengunakan rumus 2 diperoleh nilai 2 adalah 6,637 Uji chi
kuadrat menggunakan kriteria pengujian, terima Ha bila harga chi kuadrat hitung > dari chi
kuadrat tabel 3,481 dengan dk=1 dan taraf kesalahan 5%(0,05).Yang artinya terdapat perbedaan
prevalensi penderita thypus yang diperiksa menggunakan widal pada tahun 2009-2010 di
puskesmas singosari

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi penderita thypus dari umur 5-22 tahun yaitu
sebanyak 60 orang perempuan 41 orang, laki-laki 19 orang, yang memakai obat jenis A 46 orang,yang
memakai obat jenis B 1 orang, yang memakai obat jenis C 8 orang dan yang dirujuk 5 orang. Umur 5-9
tahun 21 orang , umur 10-14 tahun 10 orang, umur 15-19 tahun 10 0rang dan umur 20-22 tahun 19 orang.
Jenis antibiotik yang dipakai di Puskesmas Singosari yaitu Chlorampenikol. Jenis antibiotik diberikan
harus cukup sesuai resep yang dokter berikan. Jangan dihentikan bila gejala demam atau lainnya sudah
reda selama 3-4 hari minum obat. Obat harus diminum sampai habis ( 7 10 hari ). Bila tidak, maka
bakteri Tipes yang ada di dalam tubuh pasien belum mati semua dan kelak akan kambuh kembali.
Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan prevalensi penderita thypus di puskesmas
singosari pada tahun 2009-2010 terbanyak pada umur 5-9 tahun yaitu 21 0rang karena
penularan terjadi melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses atau urine dari pasien
karier. Menurut Ngastiyah (2005) anak yang sudah sekolah supaya dinasehatkan jangan
membeli makanan yang tidak ditutup atau yang tidak bersih, sebaiknya anak diatas satu tahun
dimintakan suntikan TIPA (tifus,paratifus A-B-C), untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi
(anak balita) dan orang tua lebih mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat muda
atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini
mungkin disebabkan karena umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.
Imunisasi tipa diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap demam typhoid (tifus atau
paratifus). Kekebalan yang didapat bisa bertahan selama 3 sampai 5 tahun. Oleh karena itu perlu diulang
kembali. Imunisasi tipa sangat bermanfaat untuk menghindarkan balita karena penyakit thypus,
parathypus, salmonella typhi dan salmonella paratyphi A, B, C, imunisasi tipa diberikan tiga kali yaitu
pada usia 15bulan, 16bulan, dan 17bulan. Ada juga yang menganjurkan agar imunisasi pertama dilakukan
setalah balita berusia diatas 24 bulan, lalu berturut-turut dianjurkan pada dua bulan berikutnya sebanyak
dua kali, alasannya penyakit ini sangat jarang menyerang balita yang usianya dibawah 2 tahun.
Revaksinasi tipa diberikan kembali setiap 3 tahun dengan dua kali suntikan. Imunisasi ini dapat diberikan
dalam 2 jenis: imunisasi oral berupa kapsul yang diberikan selang sehari selama 3 kali. Biasanya untuk
anak yang sudah dapat menelan kapsul. Sedangkan bentuk suntikan diberikan satu kali. Pada imunisasi
ini tidak terdapat efek samping ( Waldi, 2010 ).
Pertahanan tubuh terhadap bakteri patogen seperti pada pertahanan mikroorganisme
lainnya terdiri atas pertahanan /sistem imun nonspesifik ada sejak lahir merupakan pertahanan
tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat
memberikan respon langsung terhadap antigen, sedang sistem imun spesifik membutuhkan
waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Pada akhir
respon imun semua bakteri dihancurkan fagosit (Karnen, 2000).
Biakan empedu untuk menemukan salmonella dan pemeriksaan widal merupakan
pemeriksaan yang menentukan diagnosis thypus abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu
dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya (Ngastiyah, 2005).
Faktor kebersihan makanan dan minuman, hygiene pribadi dan sanitasi, sangat berpengaruh
besar bagi penularan penyakit ini selain itu tingkat pengetahuan orang tua juga berpengaruh karena
dengan tingkat pengetahuan yang cukup akan meminimalisir jumlah penderita dengan cara
memperhatikan kebersihan makanan dan minuman, hygiene pribadi dan sanitasi. Daya tahan tubuh juga
harus ditingkatkan seperti gizi yang baik, tidur 7-8 jam/hari, olah raga secara teratur. Bagi orang yang
pernah mengalami penyakit Typhus sebaiknya tidak melakukan kegiatan yang sangat melelahkan. Karena
akan lebih mudah kambuh kembali dari pada orang yang sama sekali belum menderita Typhus.
Hasil uji Chi-kuadrat menggunakaan rumus 2 dengan bantuan tabel kotigensi diperoleh
2
hasil adalah 6,637 jadi harga chi kuadrat hitung(6,637) > dari harga chikuadrat tabel (3,481)
yang artinya Ha diterima terdapat perbedaan prevalensi penderita thypus yang diperiksa
menggunakan widal pada tahun 2009-2010 di puskesmas singosari.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan prevalensi penderita thypus yang diperiksa
menggunakan widal , dapat disimpulkan sebagaiberikut:
a. Prevalensi penderita thypus di puskesmas singosari pada tahun 2009-2010 perempuan 41 orang,
laki-laki 19 orang, terbanyak pada umur 5-9 tahun yaitu 21 orang. Obat yang sering digunakan di
Puskesmas Singosari yaitu Chlorampenikol, Paracetamol, cotrim ,Amoxilin dll.
2. Analisa data diperoleh hasil 2 hitung(6,637) > dari harga chikuadrat tabel (3,481) artinya Ha
diterima terdapat perbedaan, dengan demikian terdapat perbedaan prevalensi penderita thypus
yang diperiksa menggunakan widal pada tahun 2009-2010 di puskesmas Singosari.

Saran
Diharapkan petugas kesehatan khususnya di Puskesmas Singosari dapat mempertahankan
mutu pelayanan dengan cara mengadakan konseling, penyuluhan, sosialisasi, informasi dan
pendidikan tentang pengobatan serta pencegahan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto ,Suharsimi , 2002, Prosedur penelitian ,Edisi Revisi v,Rineka cipta , Jakarta
Anonim, pedoman diagnosis dan terapi laboratorium / UPF ilmu penyakit dalam , RSUD Dr
Soetomo ,Surabaya
Entjang , indah , 2003 , Mikrobiologi dan parasitologi ,PT Citra Aditya , Bandung
Mandal , 2008 , Penyakit Infeksi , Edisi keenam, Erlangga , Jakarta
Noer, ahmad , 2004 ,Statistik deskriptif dan probabilitas ,Fakultas ekonomi UGM ,Yogyakarta
Ngastiyah,2005,Perawatan Anak Sakit ,Edisi 2,EGC,Jakarta
Rampengan ,2006 ,Penyakit infeksi tropik pada anak ,Edisi 2 ,ECG penerbit buku kedokteran ,Manado
Sutedjo,Ay 2007, Buku saku mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium,Amara
books ,Yogyakarta
Sastroasmoro,sudigdo ,Ismael sofyan ,2002 ,Dasar dasar metodelogi penelitian klinis ,edisi ke 2 ,cv
Agung seto , Jakarta
Anonim, 2009 ,Tipes thypus ,http://toetoet.wordpress.com, diakses 07 Agustus 2010
Ripani musyaffala, 2010, widal-dan-typhoid-fever,file://localhost/D:/.html, diakses 07 Agustus 2010
Widodo Judarwanto ,2009 ,Cermati- diagnosis-tifus-yang-tidak-benar-tes-widal-positif-belum-tentu-
tifus http://koranindonesiasehat.wordpress.com,diakses 09 oktober 2010
Waldi Nurhamzah, 2010, pentingnya-imunisasi-untuk-si-kecil http://puskesmas
kaliwiro.web.id,diakses 23 oktober 2010

Anda mungkin juga menyukai