DEMAM TYPHOID
oleh
Kelompok 4 (Anak)
LAPORAN PENDAHULUAN
JUDUL: HIPERTERMI
Oleh: Kelompok 4
1.
Kasus
Demam typhoid
2.
a.
yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh panas
berkepanjangan, di topang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel
fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyers patch
(Sumarmo, 2008).
Penyebab utama dari penyakit ini adalah mikroorganisme Salmonella
Typhosa dan Salmonella Typhi, A, B, dan C. Mikroorganisme ini banyak terdapat
di kotoran, tinja manusia dan makanan atau minuman yang terkena
mikroorganisme yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama dari penyakit
ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti virus yang dapat
beterbangan di udara, mikroorganisme ini hidup di sanitasi yang buruk seperti
lingkungan kumuh, makanan dan minuman yang tidak higenis Manifestas Klinik.
( Ngastiyah, 2005 ).
Gejala demam typhoid sering kali muncul setelah 1 sampai 3 minggu
terpapar mulai dari tingkat sedang hingga parah. Gejala klasik yang muncul mulai
dari demam tinggi, malas, sakit kepala, konstipasi atau diare, Rose-Spot pada dada
dan Hepatosplenomegali ( WHO, 2010 ). Rose spot adalah suatu ruam
makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1 sampai 5 mm, sering kali
di jumpai pada daerah abdomen, thoraks, ekstremitas dan punggung pada orang
kulit putih, tetapi tidak pernah di laporkan di temukan pada anak Indonesia. Ruam
ini muncul pada hari ke 7 sampai 10 dan bertahan selama 2 sampai 3 hari.
( Soedarmo et al. 2010 ).
Periode inkubasi demam typhoid pada anak antara 5 sampai 40 hari
dengan rata-rata 10 sampai 14 hari. Gejala klinis ringan tidak memerlukan
perawatan, sedangkan gejala klinis berat harus di rawat. Anak mengalami demam
tinggi pada sore hingga malam hari dan turun pada pagi hari. Banyak penderita
demam typhoid yang di akibatkan kurang masukan cairan dan makanan.
( Soedarmo et al. 2010 ).
Penderita typhoid perlu di rawat di rumah sakit untuk isolasi agar
penyakit ini tidak menular ke orang lain. Penderita harus istirahat total minimal 7
hari bebas panas. Istirahat total ini untuk mencegah terjadinya komplikasi di usus.
Makanan yang di konsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak berserat.
Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus di hindari, jadi harus
benar-benar di jaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus
menjalani upaya penyembuhan. (Soedarto, 2007 ).
b. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella lain adalah bakteri Gram
negatif mempunyai flagela tidak berkapsul dan tidak membentuk spora fakultatif
anaerob. Mempunyai anti gensomatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang tediri dari
polisakarida. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapisan luar dari diding sel yang di namakan endotoksin. Salmonella
Typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multiple antibiotik. ( Sumarmo S.dkk 2008 ).
c.
Patofisiologi
Patofisiologi demam typhoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti
ingesti organisme Yaitu: (1) Penempelan dan invasi sel-sel M Peyers patch, (2)
mikroorganisme bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyers patch,
nodus limfatikus mesenterikus dan organ-organ ekstra intestinal sistem
retikuloendotelial, (3) mikroorganisme bertahan hidup di dalam aliran darah, (4)
produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar CAMP di dalam kripta usus dan
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal. ( Soedarmo
et al. 2010 ) Mikroorganisme Salmonella Typhi dan Salmonella parathyphi masuk
ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman terkontaminasi.
Sebagian mikroorganisme di musnahkan dalam lambung dengan pH <2, sebagian
lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon
imunitas humoral mukosa ( IgA ) usus kurang baik maka mikroorganisme akan
menembus sel-sel epitel ( terutama sel M ) dan selanjutnya ke lamina propia.
Propia mikroorganisme berkembang biak dan difagosit oleh makrorag.
Mikroorganisme dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya di bawa ke Plak Peyeriileum Distal kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterika. ( Sudoyo et al. 2009 ).
Kemudian melalui duktus torasikus bakteri yang ada didalam makrofag
ini masuk ke dalam sirkulasi darah mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimtomatik dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama
organ hati dan limpa. Di organ-organ ini, bakteri meninggalkan sel fagosit dan
kemudian berkembang biak di luar sel dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi
darah lagi sehingga mengakibatkan bakterimia yang kedua kali disertai dengan
tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Didalam hati, kuman masuk ke dalam
kandung empedu dan berkembang biak bersama cairan empedu diekresikan secara
intermittent ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan
sebagian lagi masuk kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama
akan terulang kembali. Makrofag yang telah aktif dan hiperaktif saat fagositosis
kuman salmonella melepas beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik, seperti demam, malaise, myalgia,
sakit kepala, sakit perut, dan koagulasi (Widodo, 2006).
d.
berikut.
1. Pada minggu 1 ditemukan gejala klinis dan keluhan demam tifoid, eperti
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi
atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik biasanya hanya ditemukan peningkatan suhu tubuh. Sifat
demam meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari sampai malam
hari.
2. Pada minggu ke dua, ditemukan gejala yang lebih jelas seperti demam,
bradikardia, lidah berselaput (kotor di bagian tengan tepi dan ujung merah),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, delirium, dan psikosis.
e.
Penatalaksanaan
Menurut mansjoer (2001), penatalaksanaan pada demam tifoid dibagi
mencegah
komplikasi
dan
mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas
demam dan kurang leih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien.
2. Diet
Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal
ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan
perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan
umum dan mempercepat proses penyembuhan. Cairan yang adequat juga
diperlukan untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
3. Obat-obatan
a) Kloramfenikol
b) Thiamfenikol
c) Ko-trimokazol
d) Ampisilin dan amoksisilin
e) Sefalosporin generasi ketiga
f) fluorokinolon
f.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan demam typhoid ada beberapa jenis yaitu untuk mendeteksi
atibodi ( Salmonella Typhi ) dalam serum antigen tehadap Salmonella Typhi dalam
darah, serum, urin dan DNA ( Salmonella Typhi ) dalam darah dan faeses
polymerase chain reaction telah di gunakan untuk memperbanyak gen salmonella
sel. Typhoid secara spesifik pada darah pasien dan hasil dapat di peroleh hanya
dalam beberapa jam. Metode ini spesifik dan lebih sensitif di banding dengan
biakan darah. ( Sumarmo S.dkk 2008 ).
Berikut pemeriksaan penunjang yang lebih spesifik pada klien dengan
demam thypoid.
1) Kultur Gal
Diagnosis pasti penyakit demam tifoid yaitu dengan melakukan isolasi bakteri
Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B dan
Salmonella paratyphi C dari spesimen yang berasal dari darah, feses, dan urin
penderita demam tifoid. Pengambilan spesimen darah sebaiknya dilakukan
pada minggu pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif
mencapai 80-90%, khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi
antibiotik. Pada minggu ke-3 kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and
minggu ke-4 hanya 10-15%.
2) Widal
Penentuan kadar aglutinasi antibodi terhadap antigen O dan H dalam darah
Pemeriksaan Widal memberikan hasil negatif sampai 30% dari sampel biakan
positif penyakit tifus, sehingga hasil tes Widal negatif bukan berarti dapat
dipastikan tidak terjadi infeksi. Pemeriksaan tunggal penyakit tifus dengan tes
Widal kurang baik karena akan memberikan hasil positif bila terjadi infeksi
berulang karena bakteri Salmonella, imunisasi penyakit tifus sebelumnya
,Infeksi lainnya seperti malaria dan lain-lain. Widal test merupakan tes serologi
suatu uji serum darah dengan aglutinasi untuk mendiagnosa demam tifoid.
Prinsip pemeriksaan menggunakan tes widal adalah reaksi aglutinasi yang
terjadi pada serum penderita setelah dicampur dengan suspense antigen
Salmonella. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi antara
antigen dan antibodi (aglutinin) pada serum penderita. Pemberian antibiotika
yang dilakukan sebelumnya kemudian diperiksa Widal hal ini menghalangi
respon antibodi. Pada pemeriksaan uji Widal terdapat beberapa antigen yang
dipakai sebagai parameter penilaian hasil uji Widal meliputi antigen O, antigen
H, dan antigen Vi. Dari ketiga anglutinin ( O, H, vi ) hanya anglutinin O dan H
yang ditentukan titernya untuk diangnosis, semakin tinggi titer anglutininnya
semakin besar pula kemungkinan untuk diagnosis demam tifoid. Pada infeksi
yang aktif titer anglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang
dilakukan selang waktu paling sedikit lima hari.
3) TubexRTF
Pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM dengan reagen TubexRTF sebagai
typhi
dengan
menggunakan
membran
nitroselulosa
yang
Pengkajian Keperawatan
1) Pengkajian
a. Identitas: nama, jenis kelamin, umur, tanggal MRS.
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian)
2. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien
saat masuk rumah sakit): sejak kapan timbul, sifat, gejala lain yang
menyertai.
3. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien).
4. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetik atau tidak)
2) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi
2. Pemeriksaan persistem
2.
3.
Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan penggunaan
oksigen
c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, invasi
penyakit
d. Nyeri akut berhubungan dengan invasi kuman salmonella typhi ke saluran
gastrointestinal
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi tubuh
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan peristaltik usus, ketidakmampuan mencerna makanan
g. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan suhu
tubuh
h. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Intervensi keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
(NOC)
(NIC)
NIC:
a. Respiratory
Ventilation
b. Respiratory status : Airway
status
patency
c. Aspiration Control
Kriteria hasil:
a. Mendemonstrasikan
Airway Management
a. Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
b. Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
batuk c. Identifikasi
pasien
perlunya
sputum,
mampu
dengan
bernafas
suction
g. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
h. Lakukan suction pada mayo
lips)
i. Berikan bronkodilator bila perlu
b. Menunjukkan jalan nafas j. Berikan pelembab udara Kassa
mudah, tidak ada pursed
yang
neuromuskular,
merasa
irama
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status O2
dan
jalan nafas.
Napas dalam
Perubahan gerakan dada
Mengambil posisi tiga titik
Bradipneu
Penurunan tekanan ekspirasi
a. Respiratory
status
NIC
:
Ventilation
b. Respiratory status : Airway
patency
c. Vital sign status
Kriteria hasil:
a. Mendemonstrasikan
batuk
Airway Management
1.
2.
3.
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi
pasien
perlunya
pemasangan
buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
dan
dyspneu
(mampu
4.
5.
alat
jalan
nafas
mengeluarkan
mampu
bernafas
sputum,
dengan
merasa
tercekik,
irama
rentang
normal
6.
perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
7.
atau suction
Auskultasi suara
8.
9.
nafas,
catat
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
(tekanan
Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut,
2.
3.
4.
5.
6.
hidung
dan
secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi