Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

TETANUS
A. Definisi Tetanus
Tetanus merupakan penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh
eksotoksin(tetanospasmin) bakteri Clostridium tetani. Bakteri gram positif ini
berbentuk batang anaerob, sporanya dapat bertahan di tanah dan menginfeksi
luka yang terkontaminasi. C. tetani dapat menghasilkan dua jenis eksotoksin,
yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Efek tetanolisin masih belum diketahui
pasti. Tetanospasmin merupakan neurotoksin penyebab manifestasi klinis
infeksi tetanus (Surya, 2016).
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh C. tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme
yang periodik dan berat. Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan
hipertonia akut atau kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada
rahang bawah dan leher) dan spasme otot menyeluruh tanpa penyebab lain,
serta terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya (Rahmanto,
2017).
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
Clostiridium tetani  yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara
proksimal dan diikuti kekakuan seluruh bada. Kekakuan tonus otot ini
selalu nampak pada otot masester dan otot rangka (Vanessa, 2007 dalam S.
Nur, 2016 ).
Tetnus adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan oleh adanya
kontaminasi luka dari toksin yang dihasilkan oleh bakteri yang bernama
Clostridium tetani, yaitu bakteri yang hidup bertahun-tahun di tanah dalam
bentuk spora (Davis, 2009 dalam S. Nur, 2016).
Klasifikasi beratnya tetanus adalah sebagai berikut :
1. Derajat 1 (ringan) : trismus (kekuatan otot mengunyah) ringan sampai
sedang, spastisitas general, tanpa gangguan pernapasan, tanpa spasme,
sedikit atau tanpa disfagia
2. Derajat II (sedang) : trismus sedang, ridigitas yang Nampak jelas, spasme
singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR
>30x/menit, disfagia ringan
3. Derajat III (berat) : trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR >40x/menit, serangan apnea, disfagia berat,
takikardia >120
4. Derajat IV (sangat berat) : derajat tiga dengan gangguan otomik berat
melibatkan system kardiovaskular. Hipotensi berat dan takikardia terjadi
berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat
menetap komplikasi-komplikasi tetanus (Nurarif & Kusuma, 2016).

B. Etiologi
Clostridium tetani adalah bakteri Gram positif anaerob yang ditemukan di
tanah dan kotoran binatang. Bakteri ini berbentuk batang dan memproduksi
spora, memberikan gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak selalu
terlihat. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun. C. tetani
merupakan bakteri yang motil karena memiliki flagella, dimana menurut
antigen flagellanya, dibagi menjadi 11 strain dan memproduksi neurotoksin
yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak
agen desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia. Spora C. Tetani dapat
bertahan dari air mendidih selama beberapa menit (meski hancur dengan
autoclave pada suhu 121° C selama 15-20 menit). Jika bakteri ini menginfeksi
luka seseorang atau bersamaan dengan benda lain, bakteri ini akan memasuki
tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama
tetanospasmin. Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka
terbuka. Ketika menempati tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan
berkembang dan melepaskan toksin tetanus. Dengan konsentrasi sangat
rendah, toksin ini dapat mengakibatkan penyakit tetanus (Rahmanto, 2017).

C. Tanda dan gejala


Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3
atau beberapa minggu).
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni
1. Localited tetanus (Tetanus Lokal)
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tctanus umum)
Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus
Kharekteristik dari tetanus:
1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7
hari.
2. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
3. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
4. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari
leher.
5. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena
spasme
6. Otot masetter.
7. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus, nuchal rigidity)
8. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat.
9. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya
kesadaran tetap baik.
10. Kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada
anak).

D. Patofisiologis
Menurut Surya (2016), patofisiologis terjadinya tetanus disebabkan oleh
Clostridium tetani dalam bentuk spora, yang masuk ke tubuh melalui luka
yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara
masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk
oleh besi, luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang
kronis, abortus, tali pusat, kadang–kadang luka tersebut hampir tak terlihat.
Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi
hipaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang
mati, benda–benda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang
kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis
maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin,
tidak berhubungan dengan pathogenesis penyakit. Tetanospasmin, atau secara
umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin yang mengakibatkan
manifestasi dari penyakit tersebut.
Tetanospasmin masuk ke susunan saraf pusat melalui otot dimana terdapat
suasana anaerobik yang memungkinkan Clostridium tetani untuk hidup dan
memproduksi toksin. Lalu setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan
ditransportasikan secara retrograde menuju saraf presinaptik, dimana toksin
tersebut bekerja. Toksin tersebut akan menghambat pelepasan
neurotransmitter inhibisi dan secara efektif menghambat inhibisi sinyal
interneuron. Tetapi khususnya toksin tersebut menghambat pengeluaran
Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang spesifik menginhibisi neuron
motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak teregulasi dari
sistem saraf motorik.
Tetanospamin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang
berat, sehingga terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil,
takikardi, keringat yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin
dalam urin. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi kardiovaskuler.
Tetanospamin yang terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat dinetralisir
lagi oleh antitoksin tetanus.
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 7-10 hari, namun dapat lebih
singkat atau dapat lebih lama. Makin pendek masa inkubasi makin jelek
prognosisnya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi C. tetani dengan
susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana
makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin panjang.
E. Pathway
F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat ditegakkan menurut NANDA-I 2015/2017 adalah
sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
3. Nyeri akut
4. Ketidakefektifan pola nafas
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Hambatan mobilitas fisik
7. Hambatan komunikasi verbal
8. Gangguan pertukaran gas
9. Gangguan ventilasi spontan
10. Resiko aspirasi

G. Penatalaksanaan
Menurut Surya (2016), penatalaksanaan tetanus adalah sebagai berikut:
1. Umum
Pasien sebaiknya ditempatkan di ruang perawatan yang sunyi dan
dihindarkan dari stimulasi taktil ataupun auditorik.
2. Imunoterapi
Antitoksin tetanus intramuskuler (IM) dengan dosis human tetanus
immunoglobulin (TIG) 3.000-10.000 U dibagi tiga dosis yang sama,
diinjeksikan di tiga tempat berbeda. Rekomendasi British National
Formulary ialah 5.000-10.000 unit intravena. Bila human TIG tidak
tersedia, dapat digunakan ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit,
diberikan 50.000 unit intravena dan 50.000 unit IM.9 Antitoksin diberikan
untuk menginaktivasi toksin tetanus bebas, sedangkan toksin yang sudah
berada di saraf terminal tidak dapat ditangani dengan antitoksin. Oleh
karena itu, gejala otot dapat tetap berkembang karena toksin tetanus
berjalan melalui akson dan trans-sinaps serta memecah VAMP. Selain itu,
dapat ditambahkan vaksin tetanus toksoid (TT) 0,5 ml. IM. Pasien yang
tidak memiliki riwayat vaksinasi sebaiknya mendapat dosis kedua 1-2
bulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga 6-12 bulan setelahnya.
3. Antibiotik
Beberapa antibiotik pilihan di antaranya metronidazol 500 mg setiap 6 jam
intravena atau per oral, penisilin G 100.000-200.000 IU/kgBB/hari
intravena dibagi 2-4 dosis. Pasien alergi golongan penisilin, dapat diberi
tetrasiklin, makrolid, klindamisin, sefalosporin, atau kloramfenikol.
4. Kontrol Spasme Otot
Golongan benzodiazepin menjadi pilihan utama. Diazepam intravena
dengan dosis mulai dari 5 mg atau lorazepam dengan dosis mulai dari 2
mg dapat dititrasi hingga tercapai kontrol spasme tanpa sedasi dan
hipoventilasi berlebihan. Magnesium sulfat dapat digunakan tunggal atau
kombinasi dengan benzodiazepin untuk mengontrol spasme dan disfungsi
otonom dengan dosis loading 5 mg intravena diikuti 2-3 gram/jam hingga
tercapai kontrol spasme.
5. Kontrol Disfungsi Otonom
Dapat menggunakan magnesium sulfat atau morfin.
6. Kontrol Saluran Napas
Obat yang digunakan untuk mengontrol spasme dan memberikan efek
sedasi dapat menyebabkan depresi saluran napas. Ventilasi mekanik
diberikan sesegera mungkin. Trakeostomi lebih dipilih dibandingkan
intubasi endotrakeal yang dapat memprovokasi spasme dan memperburuk
napas.
7. Cairan dan Nutrisi yang Adekuat
Diperlukan cairan serta nutrisi yang adekuat mengingat tetanus
meningkatkan status metabolik dan katabolik.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : interval CT memanjang karena segmen ST. bentuk takikardia
ventrikuler (torsaderse pointters).
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah
kadar fosfat dalam serum meningkat.
3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto rontgen pada jarringan
subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi (Nurarif &
Kusuma, 2016).

I. Komplikasi
Menurut Rahmanto (2017), komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai
adalah laringospasm, kekakuan otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi
sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan
laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal
failure.

J. Asuhan Keperawatan
(Bickley, Lynn, S. 2017).
1. Identitas
a. Pasien: Mencakup nama, nomer RM, jenis kelamin, umur,
pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, alamat, anak ke, diagnosa
medis.
b. Penanggung jawab klien, mencakup nama ayah/ibu/wali, pekerjaan
ayah/ibu/wali, pendidikan ayah/ibu/wali dan alamat.
2. Keluhan Utama: Merupakan keluhan yang paling mengganggu yang
paling utama yang dirasakan oleh klien seperti “pasien mengatakan dada
saya nyeri seperti diremas-remas dan terasa terus menerus menjalar dari
leher ke lengan dan punggung”.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang: Bagian ini merupakan deskripsi masalah
yang lengkap, jelas dan kronologis yang memicu pasien untuk mencari
layanan kesehatan. Riwayat ini harus mencakup: Apakah yang
menyebabkan gejala? Apa saja yang dapat mengurangi atau memperbaiki
gejala? Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar? Sejauh mana
klien merasakannya sekarang? Dimana gejala terasa? Apakah menyebar?
Seberapakah keparahan dirasakan?
4. Riwayat Kesehatan Dahulu: Mencakup riwayat penyakit, imuniasi.
riwayat pengobatan, riwayat operasi, ada tidaknya alergi dan riwayat
imunisasi.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga: Kaji apakah penyakit yang dialami ada
kaitannya dengan riwayat kesehatan yang dimiliki anggota keluarga
lainnya dan terjadi atau tidak pada keluarga, seperti penyakit
degenerative/ menurun (misalnya, diabetes, hipertensi), status sosial
ekonomi keluarga dan genogram.
6. Riwayat sosial: mencakup hubungan dengan anggota keluarga, hubungan
dengan teman sebaya, pembawaan secara umum, lingkungan rumah.
7. Pola kebiasaan sehari-hari: mencakup aktivitas dan latihan, kebutuhan
istirahat dan tidur, eliminasi, personal hygiene /perawatan diri dan
asupan nutrisi: jenis makanan, frekuensi, habis berapa porsi, makanan
kesukaan, BB, TB, dan IMT, nausea/vomitus, jenis minum dan
jumlahnya.
8. Riwayat Psikososial: Mencakup persepsi dan pemeliharaan kesehatan,
konsep diri, peran dan hubungan sosial, spiritual.
9. Pengkajian fisik:
(Sumber: Bickley, 2017)
Hasil Pemeriksaan
Kepala Inspeksi: Kesimetrisan kepala, ada tidaknya lesi dan massa
Palpasi: Ada tidaknya nyeri tekan, ada tidaknya massa.
Rambut Inspeksi: Distribusi rambut, adanya alopesia, warna
rambut,
Palpasi: Kelembaban
Wajah Inspeksi: Kesimentrisan wajah, mimik wajah.
Palpasi: Ada tidaknya nyeri tekan, lesi dan massa.
Mata Inspeksi: Kesimetrisan, pupil, warna seklera.
Palpasi: Konjungtiva anemis atau tidak.
Telinga Inspeksi: Kesimetrisan
Palpasi: Ada tidaknya serumen, ada tidaknya lesi dan
massa.
Hidung Inspeksi: Cuping hidung, kesimetrisan
Palpasi: Ada tidaknya nyeri tekan
Mulut Inspeksi: Mucosa bibir, warna, ada tidaknya stomatitis.
Gigi Inspeksi: Warna gigi
Palpasi: Ada tidaknya gigi berlubang, kelengkapan gigi.
Lidah Inspeksi: Warna lidah
Tenggorokan Inspeksi: Ada tidaknya lesi dan massa
Palpasi: Ada tidaknya nyeri tekan.
Leher Inspeksi: Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid.
Palpasi: Ada tidaknya nyeri tekan dan pembesaran kelenjar
tiroid.
Respirasi Inspeksi: Kesimetrisan, penarikan dinding dada
Palpasi: Ada tidaknya lesi dan massa
Perkusi: Sonor atau abnormal (hipersonor, pekak)
Auskultasi: Vesikuler atau abnormal (weezing, stridor dll)
Jantung Inspeksi: Ictus cordis tampak pada intercostal keberapa.
Palpasi: Teraba atau tidaknya ictus cordis
Perkusi: Pekak
Auskultasi: S1 lup dup
Abdomen Inspeksi: Buncit atau tidak
Auskultasi: Bising usus 5-30 x/menit
Palpasi: Ada tidaknya lesi, massa dan nyeri tekan.
Perkusi: Thympani
Genetalia Inspeksi: Terpasang kateter urin atau tidak.
Palpasi: Ada tidaknya lesi dan massa
Anus & Inspeksi: Ada tidaknya lesi atau pembentukan masa
rectum Palpasi: Teraba massa atau tidak, ada tidaknya nyeri tekan.
Integumen Inspeksi:Ada tidaknya lesi dan massa, warna kulit.
Palpasi: Kelembaban kulut, CRT, akral
Ekstremitas Ektremitas atas:
Inspeksi: Ada tidaknya lesi dan massa
Palpasi: Ada tidaknya nyeri
Ekstremitas bawah:
Inspeksi: Ada tidaknya lesi dan massa
Palpasi: Ada tidaknya nyeri
Derajat kekuatan otot diukur.

10. Pemeriksaan Penunjang: Lakukan pemeriksaan laboratorium, radiologi


dan berikan terapi medik
11. Data Fokus: Berisi data yang terbagi menjadi data subjektif dan objektif.
12. Analisa Data: Berisikan PES (Problem, Etiologi, Symtom: mencakup data
subjektif dan objektif).
13. Diagnosa Keperawatan pada kasus tetanus mencakup:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
c. Nyeri akut
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Hambatan mobilitas fisik
f. Hambatan komunikasi verbal
g. Gangguan pertukaran gas
h. Gangguan ventilasi spontan
i. Resiko aspirasi
K. Rencana Keperawatan
No Tgl/ Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi TTD
Jam keperawatan (Moorhead, Sue, et al. 2015) (Bulechek Gloria M,et al 2015)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri
selama ....x..., Nyeri akut dapat teratasi Monitor tanda-tanda vital
dengan kriteria hasil: - Kaji nyeri secara komprehensif
Tingkat nyeri (2102 halaman 577) - Berikan individu penurun nyeri yang
- Nyeri yang dilaporkan membaik dari optimal dengan resep analgetik
skala 1 (berat) menjadi 5 (tidak ada). - Dukung istirahat yang adekuat untuk
- Panjangnya episode nyeri, membaik dari mengurangi nyeri
skala 1 (berat) menjadi 5 (tidak ada). - Ajarkan teknik non-farmakologi (nafas
- Ekspresi wajah membaik dari skala 1 dalam dan distraksi)
(berat) menjadi 5 (tidak ada). - Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
mengenai strategi non-farmakologi dan
farmakologi dalam manajemen nyeri.
- Monitor TTV sebelum dan setelah
pemberian analgetik.
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan
keparahan nyeri sebelum mengobati
pasien.
- Ajarkan tentang penggunaan analgesik.
- Kolaborasi dengan dokter terkait dosis dan
peresepan obat analgesik.
2 Ketidakefektifan etelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen edema cerebral
perfusi jaringan selama ...x... Ketidakefektifan perfusi - Monitor keluhan pusing dan mual
cerebral jaringan cerebral dapat teratasi dengan - Monitor TTV
kriteria hasil: - Kurangi stimulus dalam lingkungan pasien
Keparahan cedera fisik Perfusi jaringan - Posisikan tinggi kepala tempat tidur 15-30
cerebral derajat.
- Tekanan darah sistolik dan diastolik - Libatkan dan dorong keluaraga atau orang
membaik dari skala 1 (Berat) menjadi %( yang penting untuk berbicara dengan
normal: sistolik; 110-120 mmHg, pasien.
diastolik;70-80 mmHg) - Kolaborasikan dengan dokter terkait obat
- Sakit kepala berkurang dari skala 1 yang diberikan sesuai kebutuhan.
(berat) menjadi 5 (tidak ada).
- Muntah berkurang dari skala 1 (berat)
menjadi 5 (tidak ada).
- Memar berkurang dari skala 1 (berat)
menjadi 5 (tidak ada).
- Cidera kepala tertutup/terbuka membaik
dari skala 1 (berat) menjadi 5 (tidak ada).
3 Ketidakseimban Setelah dilakukan tindakan keperawatan Nutrition Management
gan nutrisi selama ...x.... ketidakseimbangan nutrisi Nutrition Monitoring
kurang dari kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi - Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil: - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Nutritional Status : food and Fluid Intake menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dibutuhkan pasien.
dengan tujuan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi intake Fe
badan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan protein dan vitamin C
nutrisiTidak ada tanda-tanda malnutrisi - Berikan substansi gula
- Tidak terjadi penurunan berat badan - Yakinkan diet yang dimakan mengandung
yang berarti tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
- Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
- BB pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
- Monitor interaksi anak atau orangtua
selama makan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak
selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
dan kadar Ht
- Monitor makanan kesukaan
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
- Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
4 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peripheral sensation management
perfusi jaringan selama ..... Ketidakefektifan perfusi jaringan (manajemen sensai perifer)
perifer perifer dapat teratasi dengan kriteria hasil: - Monitor adanya daerah tertentu yang
Circulation status hanya peka terhadap panas/ dingin
Tissue perfusion: Cerebral /tajam/tumpul
- Klien mampu mendemonstrasikan status - Monitor adanya paretese
sirkulasi yang ditandai dengan: - Instruksikan keluarga untuk
 Tekanan systole dan diastole dalam mengobservasi kulit jika terdapat laserasi
rentang yang diharapkan. - Gunakan sarung tangan untuk proteksi
 Tidak ada ortostatik hipertensi - Batasi gerakan pada kepala, leher dan
 Tidak ada tanda-tanda peningkatan punggung
tekanan intrakranial (tidak lebih dari - Monitor kemampuan BAB
15 mmHg) - Kolaborasi pemberian analgetik
- Klien mampu mendemonstrasikan - Monit adanya tromboplebitis
kemampuan kognitif yang ditandai - Diskusikan mengenai penyebab perubahan
dengan: sensasi.
 Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
 Menunjukkan perhatian konsentrasi
dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan dengan benar
- Klien mamou menunjukkan fungsi
motorik cranial yang utuh:
 Tingkat kesadaran membaik, tidak ada
gerakan-gerakan infolunter.
5 Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Exercise therapy: ambulation
mobilitas fisik selama ..... Hambatan mobilitas fisik dapat - Monitoring vital sign sebelum atau
teratasi dengan kriteria hasil: sesudah latihan dan lihat respon pasien
Joint movement: active saat latihan.
Mobility level - Konsultasikan dnegan terapi fisik tentang
Self care: ADLs rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
Transfer performance - Bantu klien untuk menggunakan tongkat
- Aktivitas fisik klien meningkat saat berjalan dan cergah terhadap cedera
- Klien mengerti tujuan dari peningkatan - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
mobilitas tentang teknik ambulasi
- Mengverbalisasikan perasaan dalam - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
meningkatkan kekuatan dan kemampuan - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
berpindah ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
- Memperagakan peggunaan alat - Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi
- Bantu untuk mobilisasi (walker) dan bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien
- Berikan alat bantu jika klien memerlukan
- Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika diperlukan
6 Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Comunication enhacement: speech defisit
komunikasi selama ...... Hambatan komunikasi verbal Comunication enhacement: Hearing deficit
verbal dapat teratasi dengan kriteria hasil: Comunication enhacement: Visual deficit
Anxiety self control Anxiety Reduction
Coping Active Listening
Sensory function: hearing and vision - Gunakan penerjemah, jika diperlukan
Fear self control - Beri satu kalimat simpel setiap bertemu,
- Komunikasi: penerimaan interpretasi dan jika diperlukan
ekspresi pesan lisan tulisan dan - Konsultasikan dengan dokter kebutuhan
nonverbal meningkat terapi wicara
- Komunikasi ekspresif (kesulitan - Dorong pasien untuk berkomunikasi
berbicara): ekspresif pesan verbal dan secara perlahan dan untuk mengulangi
atau nonverbal yang bermakna permintaan
- Komunikasi reseptif (kesulitan - Dengarkan dnegan penuh perhatian
mendengar): penerimaan komunikasi dan - Berdiri didepan pasien ketika berbicara
interpretasi pesan verbal dan atau - Gunakan kartu baca kertas pensil, bahasa
nonverbal tubuh, gambar, daftar kosakata bahasa
- Gerakan terkoordinasi: mampu asing, komputer dan lain lain untuk
mengkoordinasi gerakan dalam memfasilitasi komunikasi duia arah yang
menggunakan isarat. optimal.
- Pengolahan informasi: klien mampu - Ajarkan bicara dari esofagus jika
untuk memperoleh, mengatur dan diperlukan
menggunakan informasi. - Beri anjuran kepada pasien dan keluarga
- Mampu mengontrol respon ketakutan tentang penggunaan alat bantu bicara
dan kecemasan terhadap (misalnya prostesi trakeoesofagus dan
ketidakmampuan berbicara laring buatan)
- Mampu memanajemen kemampuan fisik - Berikan reinforcement positif
yang dimiliki. - Anjurkan pada pertemuan kelompok
- Mampu mengkomunkasikan kebutuhan - Anjurkan kunjungan keluarga secara
dengan lingkungan sosial. teratur untuk memberi stimulus
komunikasi
- Anjurkan ekspresi diri dengan cara
laindalam menyampaikan informai
(bahasa isyarat).
7 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen
pertukaran gas keperawatan selama …...... Gangguan Manajemen jalan nafas
pertukaran gas dapat teratasi dengan Monitor pernafasan Monitor tanda-tanda
kriteria hasi: vital
Respiratory Status : Gas exchange - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Keseimbangan asam Basa, Elektrolit ventilasi
Respiratory Status : ventilation - Pasang mayo bila perlu
Vital Sign Status - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Mendemonstrasikan peningkatan - Keluarkan sekret dengan batuk atau
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat suction
- Memelihara kebersihan paru paru dan - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
bebas dari tanda tanda distress tambahan
pernafasan - Berikan bronkodilator ;
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan - Barikan pelembab udara
suara nafas yang bersih, tidak ada - Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
sianosis dan dyspneu (mampu keseimbangan.
mengeluarkan sputum, mampu bernafas - Monitor respirasi dan status O2
dengan mudah, tidak ada pursed lips) - Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
- Tanda tanda vital dalam rentang normal penggunaan otot tambahan, retraksi otot
- AGD dalam batas normal supraclavicular dan intercostal
- Status neurologis dalam batas normal - Monitor suara nafas, seperti dengkur
- Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
- Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
- Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus
mental
- Observasi sianosis khususnya membran
mukosa
- Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
persiapan tindakan dan tujuan penggunaan
alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
- Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung
8 Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Mechanical Ventilation Management
ventilasi spontan selama...... Gangguan ventilasi spontan Invasive
dapat teratasi dengan kriteria hasil: - Pastikan alarm ventilator aktif
Respiratory Status: Airway Patency - Konsultasikan dengan tenaga kesehatan
Mechanical Ventilator Weaning lainnya dalam pemilihan jenis ventilator
Rensponse - Pantau adanya kegagalan pernafasan yang
Respiratory Status: Airway Patency akan terjadi
Breathing Pattern, ineffective - Pantau adanya penurunan volume
- Respon alergik sistemik: tingkat ekshalasi dan peningkatan tekanan
keparahan respons hipersensitivitas imun inspirasi pada pasien
sistemik terhadap antigen lingkungan - Panatau keaktifan ventilasi mekanik pada
(eksogen). kondisi fisiologis dan psikologis pasien
- Renspons ventilasi mekanik: pertukaran - Pantau adanya efek yang merugikan dari
alveolar dan perfusi jaringan didukung ventilasi mekanik: infeksi, barotraumas,
oleh ventilasi mekanik penurunan curah jantung
- Status pernafasan pertukaran gas: - Pantau efek perubahan ventilator terhadap
pertukaran CO2 atau O2 dialveolus oksigenasi: GDA,SaO2,SvO2,CO2,akhir-
untuk mempertahankan konsentrasi gas tidal,Qsp/Qtserta respons subjektif pasien
darah arteri dalam rentang normal - Pantau derajat pirau, kapasitas vital,
- Status pernafasan ventilasi: pergerakan Vd,VT,MVV, daya inspirasi, FEV1, dan
udara keluar-masuk paru adekuat kesiapan untuk penyapihan dari ventilasi
- Tanda vital: tingkat suhu tubuh, nadi, mekanik, sesuai protokol institusi.
pernafasan, tekanan darah dalam rentang - Auskultasi suara nafas, catat area
normal. penurunan atau ketiadaan ventilasi dan
- Menerima nutrisi adekuat sebelum, adanya suara nafas tambahan.
selama, dan setelah proses penyapihan - Tentukan kebutuhan pengisapan dengan
dari ventilator. mengauskultasi suara ronki basah halus
dan ronki basah kasar dijalan nafas
- Lakukan higiene mulut secara rutin.
Oxygen Therapy
- Bersihkan mulut , hidung dan trakea
sekresi.
- Menjaga patensi jalan nafas
- Mengatur peralatan oksigen dan mengelola
melalui sistem dipanaskan dilembabkan.
- Administer oksigen tambahan seperti yang
diperintahkan
- Memantau aliran liter oksigen
- Memantau posisi perangkat pengiriman
oksigen
- Secara berkala memeriksa perangkat
pengiriman oksigen untuk memastikan
bahwa konsentrasi yang ditentukan sedang
disampaikan.
- Memantau efektifitas terapi oksigen
(misalnya nadi oksimetri, ABGs)
- Amati tanda-tanda oksigen diinduksi
hipoventilasi
- Memantau tanda-tanda tosisitas oksigen
dan penyerapan atelektasis
- Menyediakan oksigen ketika pasien
dipindahkan.
- Aturlah unt penggunaan perangkat oksigen
yang memudahkan mobilitas
9 Resiko aspirasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan nafas
selama......, resiko aspirasi dapat teratasi Penjegahan aspirasi
dengan kriteria hasil: - Monitor status pernafasan dan
Status pernafasan: ventilasi oksigenasi
- Kepatenan jalan nafas membik dari - Monitor TTV setiap 15 menit
skala 1 (berat) menjadi 5 (normal) - Monitor tingkat kesadaran dan refleks
- Tekanan darah sistolik dan diastolik batuk
berada dalam rentan normal (sistolik - Posisikan pasien untuk
110-120 mmHg, diastolik 70-80 memaksimalkan ventilasi
mmHg) - Berikan oksigen dengan tepat
- Tekanan nadi dalam batas normal - Atur tempat tidur dengan tepat
(60-100 x/menit) - Kolaborasi dengan dokter terkait
- Saturasi oksigen dalam rentan status pernafasan dan pemberian terapi
normal (95%-100%) oksigen.
- Tingkat kesadaran membaik, dari
skala 1 (berat) menjadi 5 (normal)
L. Implementasi Keperawatan
Menurut Doenges et al (2006) dalam Debora (2017), implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah ditentukan sesuai
dengan tujuan. dan kriteria hasil yang diinginkan
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus
mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Perawat harus yakin bahwa:
1. Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan
2. Dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi klien
3. Selalu dievaluasi apakah sudah efektif
4. Selalu didokumentasikan menurut urutan waktu.

M. Evaluasi Keperawatan
Menurut Doenges et al (2006) dalam Debora (2017), evaluasi meliputi data subyektif, obyektif, assassment dan planing. Pada tahap ini
perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah
yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya.
DAFTAR PUSTAKA

Bickley, Lynn, S. 2017. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.
Jakarta: EGC.

Bulechek Gloria M, et al. 2015. Nursing Interventions Classification Edisi 6.


Indonesia: ELSEVIER mocomedia.

Debora, Oda. 2017. Proses Keperawatan dan pemeriksaan Fisik Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.

Moorhead, Sue, et al. 2015. Nursing Outcomes Classification Edisi 5. Indonesia:


ELSEVIER mocomedia.

NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin, Huda dan Kusuma Hardhi. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta:
MediAction.

Rahmanto, Danang. 2017. Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh pada Kematian


Pasien Tetanus Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Diakses pada tanggal
12 Agustus 2019 pukul 13.40 WIB dari http://eprints.undip.ac.id/

S. Nur, Fitri, Ariani. 2016. Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan


Tetanus. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2019 pukul 17.43 WIB dari
https://www.academia.edu/

Surya, Raymond. 2016. Skoring Prognosis Tetanus Generalisata pada Pasien


Dewasa. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2019 pukul 13.20 WIB dari
http://www.cdkjournal.com/

Anda mungkin juga menyukai