Disusun Oleh :
Kelompok II B
Di Susun Oleh :
(24.19.1334)
LEMBAR PENGESAHAN
Mahasiswa
Mengetahui
Pembimbing Akademik
A. Definisi
Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi (Pudjiani, 2012). Sedangkan menurut Depkes RI
(2010) Kurang Energi Protein (KEP) adalah masalah gizi kurang akibat konsumsi
pangan tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan.
(Soekirman, 2010).
Menurut Arisman (2016) Kurang Energi Protein (KEP) akan terjadi disaat
kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Kedua
bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian,meskipun salah satu lebih
dominan daripada yang lain. Sedangkan menurut Merryana Adriani dan Bambang
Wijatmadi (2012) KEP merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi kecukupan yang dianjurkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kekurangan Energi Protein adalah keadaan
kurang gizi yang dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu konsumsi energi dan protein
kurang dan gangguan kesehatan.
Pada masa lansia terjadi berbagai penurunan fungsi sel seiring dengan
bertambahnya usia. Akibatnya adalah kemampuan sel untuk menerima protein jauh
lebih menurun dibandingkan yang bukan lansia, sehingga secara keseluruhan akan
terjadi penurunan kebutuhan asupan protein pada usia lanjut. Hal ini disebabkan
karena adanya penurunan fungsi tubuh secara alamiah dan tidak dapat dihindari
(Fatmah, 2010).
B. Etiologi
Kekurangan energi protein (KEP) terjadi karena kurangnya asupan protein dan
makronutrien lain yang merupakan sumber energi atau kalori, yaitu karbohidrat dan
lemak.
Berdasarkan jenis nutrisi yang kurang, kekurangan energi protein dapat dibagi
menjadi:
Kwashiorkor, yaitu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh kekurangan asupan
protein dalam jangka waktu yang lama.
Marasmus, yaitu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh kekurangan asupan
protein dan kalori.
Marasmus-kwashiorkor, yaitu bentuk malnutrisi energi protein berat yang
merupakan kombinasi keduanya.
Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami
malnutrisi energi protein adalah:
1. Faktor social
Faktor sosial merupakan penyebab malnutrisi energi protein yang paling
umum di negara-negara berkembang. Faktor ini meliputi:
Kekurangan bahan pangan, misalnya karena tinggal di lingkungan yang
terisolasi.
Memiliki keterbatasan fisik atau mental yang membuat sulit untuk menyiapkan
makanan.
Memiliki ketergantungan pada orang lain untuk mendapatkan makanan.
Memiliki pengetahuan yang kurang tentang gizi dan cara mengolah makanan
yang baik.
Menyalahgunakan NAPZA dan kecanduan alkohol.
2. Penyakit tertentu
Malnutrisi energi protein juga bisa terjadi karena seseorang menderita suatu
penyakit, antara lain:
Infeksi di saluran pencernaan yang menyebabkan diare.
Infeksi cacing tambang yang menyerap nutrisi dari dan darah dari usus
Penyakit yang mengganggu kemampuan saluran cerna untuk mencerna atau
menyerap makanan, seperti radang usus dan penyakit celiac.
Penyakit yang membuat sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, seperti
HIV/AIDS dan kanker.
Gangguan mental, seperti depresi, skizofrenia.
Gangguan makan, seperti anorexia nervosa dan bulimia.
Demensia, karena dapat membuat penderita lupa untuk makan.
Penyakit yang meningkatkan metabolisme dan kebutuhan energi, seperti
demam, kecelakaan, luka bakar berat, atau hipertiroidisme
Selain itu, ada juga beberapa penyakit atau kondisi yang bisa meningkatkan
risiko terjadinya malnutrisi, seperti penyakit jantung bawaan, gagal ginjal
kronis, fibrosis kistik, dan penggunaan obat-obatan tertentu. (Edwin, saputra suriadi.
2012)
C. Manifestasi
Saat tubuh kekurangan energi protein dalam jangka waktu yang lama, dapat
muncul beragam keluhan dan gejala. Gejala yang umumnya muncul adalah:
Berat badan di bawah normal dengan indeks massa tubuh (IMT) kurang dari 18,5
kg/m2
Lelah dan lemas yang terus-menerus
Mudah kedinginan
Nafsu makan berkurang
Penyusutan otot dan lemak tubuh
Perubahan sikap dan emosi, misalnya menjadi apatis (tidak peduli dengan
lingkungan), sering gelisah, mudah marah, sulit berkonsentrasi atau terus-
menerus sedih
Kulit kering dan lebih pucat
Sering sakit dan luka lebih lama sembuh
Rambut rontok hingga botak
Mati rasa atau kesemutan
Diare kronis (diare yang berkepanjangan) (Kushariyadi.2010)
D. Patofisiologi
Dalam kehidupan sehari-hari manusia memerlukan akan zat gizi yang
diperoleh dari makanan apabila kebutuhan didalam tubuh bisa kurang karena oleh
susunan makanan yang salah, Penyediaan makanan yang kurang baik dimana bahan
makanan yang kurang baik. Makanan yang mengandung zat-zat gizi yang cukup baik
makronutrien karbohidrat, lemak, protein maupun makronutrien vitamin, mineral
serta air. Kekurangan makanan sumber energy secara umum, baik karbohidrat, lemak
dan protein mengakibatkan penyakit defisiensi yang disebut dengan penyakit kurang
energy protein (KEP).(Edwin, saputra suriadi. 2012)
Kurang Energi Protein adalah eadaan dimana kekurangan gizi disebabkan
karena tubuh kekurangan energy dan protein dalam ,makanan sehari-hari. Sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan status penderita kurang energy proteintermasuk
dalam gizi kurang atau gizi buruk. Kurang energy protein terjadi disemua umur tak
terkecuali lansia. Sehingga dapat menurunkan pula derajat kesehatan yangmana
rentan terhadap penyakit dan menurunkan produktivitas aktivitas . disamping itu juga
akan menyebabkan kwashiorkor dan marasmus yang mana keduanya akan
menggangu dan menyebabkan kelemahan otot pada penderita.(Kushariyadi.2010)
E. Pathway
PATHWAY
Resiko gangguan
tumbang
Kwashiorkor
Trjd perubahan biokimia
dalam tubuh
Penurunan jml protein
tubuh
KEP
Kegagalan menyusui ASI, terapi puasa
krn pnykt, tdk memulai maknan
tambahan
Ekonomi rendah,
pendidikan, kurang,
hygiene rendah
Penyusutan otot
Pengambilan energi selain
dari protein (otot)
Gangguan
keseimbangan cairan
Gangguan absorbsi dan
transportasi zat-zat gizi
Odema
Cairan dari intravaskuler ke
intersisial
Tek. Osmotic plasma
menurun
Gangguan pembentukan
lipoprotein (lemak) dari hati
Produksi albumin o/ hepar
rendah (hipo albuminemia)
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Penurunan BB
Gangguan
integritas kulit
Perbandinagan asam amino yg berbeda
dgn protein jaringan
Cadangan protein otot terpakai secara terus
menerus untuk memperoleh asam amino
Marasmus
Energi menurun
Resti infeksi
Penurunan detoksifikasi
hati
Otot-otot melemah dan
menciut
Tubuh mengalami kehilangan
energi scr terus menerus
Asam amino tdk
berguna bagi sel
salah satu jenis asam amino rendah
konsentrasinya
PATHWAY
Resiko gangguan
tumbang
Kwashiorkor
Trjd perubahan biokimia
dalam tubuh
Penurunan jml protein
tubuh
KEP
Kegagalan menyusui ASI, terapi puasa
krn pnykt, tdk memulai maknan
tambahan
Ekonomi rendah,
pendidikan, kurang,
hygiene rendah
Penyusutan otot
Pengambilan energi selain
dari protein (otot)
Gangguan
keseimbangan cairan
Gangguan absorbsi dan
transportasi zat-zat gizi
Odema
Cairan dari intravaskuler ke
intersisial
Tek. Osmotic plasma
menurun
Gangguan pembentukan
lipoprotein (lemak) dari hati
Produksi albumin o/ hepar
rendah (hipo albuminemia)
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Penurunan BB
Gangguan
integritas kulit
Perbandinagan asam amino yg berbeda
dgn protein jaringan
Cadangan protein otot terpakai secara terus
menerus untuk memperoleh asam amino
Marasmus
Energi menurun
Resti infeksi
Penurunan detoksifikasi
hati
Otot-otot melemah dan
menciut
Tubuh mengalami kehilangan
energi scr terus menerus
Asam amino tdk
berguna bagi sel
salah satu jenis asam amino rendah
konsentrasin
F. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat malnutrisi energi protein
(kwashiorkor dan marasmus), yaitu:
Hipotermia (penurunan suhu tubuh)
Anemia dan hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)
Ensefalopati (kerusakan jaringan otak)
Gangguan fungsi organ, seperti gagal ginjal dan penyakit jantung
Koma
Selain itu, penderita malnutrisi juga rentan mengalami beragam penyakit, seperti
beri-beri, dermatitis seboroik, demensia, atau gangguan pada tulang,
misalnya osteomalacia. (Mansjoer,Arif. 2010)
G. Pemeriksaan diagnostic
Untuk memastikan penyebab malnutrisi, dokter akan meminta pasien untuk
melakukan sejumlah tes penunjang berikut:
Tes darah, untuk mengindentifikasi penyebab malnutrisi, misalnya infeksi HIV,
serta untuk menilai kadar glukosa, protein (albumin), vitamin, dan mineral di
dalam tubuh penderita.
Tes tinja (feses), untuk melihat keberadaan parasit atau cacing yang bisa
menyebabkan malnutrisi energi protein.
Rontgen dada, untuk melihat ada tidaknya peradangan dan infeksi pada paru.
(Potter & Perry. 2008).
H. Penatalaksanaan medis
Penanganan malnutrisi energi protein meliputi pemberian nutrisi melalui
mulut maupun infus, penanganan kondisi yang menjadi penyebab terjadinya
malnutrisi, dan pemberian obat-obatan sesuai keluhan atau kondisi penderita.
Penanganan malnutrisi energi protein membutuhkan waktu dan disiplin dari pasien
dan keluarga pasien.
Pemberian nutrisi ini bisa dilakukan sesuai kondisi pasien. Bila masih bisa
makan dan minum, pasien akan dianjurkan untuk makan dan minum lebih sering,
dengan asupan yang mengandung gizi seimbang. Jika sulit untuk mengonsumsi
makanan yang padat, pasien bisa diberikan makanan cair terlebih dahulu.
Jika pasien tidak bisa makan atau minum, dokter akan memberikan asupan
nutrisi melalui selang makan atau infus. Selang makan bisa dimasukkan ke dalam
lambung melalui mulut atau hidung. Pada awal terapi, asupan nutrisi umumnya masih
berupa makanan cair dan suplemen yang diberikan 6–12 kali per hari. Saat kondisi
tubuhnya dinilai sudah siap, pasien akan diberikan makanan padat. Makanan yang
diberikan harus bergizi seimbang, yaitu mengandung karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral. Selama masa terapi ini, dokter juga akan memberikan
multivitamin serta obat-obatan tertentu untuk meningkatkan nafsu makan.
(Mansjoer,Arif. 2010)
I. Pengkajian keperawatan
a. Data Subyektif
1) Identitas
Identitas biasanya mencakupnama, tempat/tanggal lahir, usia, agama, jenis
kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan diagnosa
medis.
2) Keluhan utama
Biasanya klien datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan gatal
pada kulitnya, intensitas gatal lebih sering terasa pada malam hari.
3) Riwayat penyakit sekarang
Factor pencetus timbulnya pruritus dapat disebabkan oleh adanya kelainan
sistemik internal seperti diabetes melitus, kelainan darah atau kanker,
penggunaan preperat oral seperti aspirin , terapi antibiotic, hormone. Adanya
alergi, baru saja minum obat yang baru, pergantian kosmetik dapat menjadi
factor pencetus adanya pruritus.Tanda-tanda infeksi dan bukti lingkungan
seperti udara yang panas, kering, atau seprei/selimut yang menyebabkan
iritasi, harus dikenal.Pruritus dapat Riwayat Kesehatan Keluarga
4) Riwayat penyakit dahulu
Pruritus merupakan penyakit yang hilang/ timbul, sehingga pada riwayat
penyakit dahulu sebagian besar klien pernah menderita penyakit yang sama
dengan kondisi yang dirasa sekarang.
b. Data obyektif
Pemeriksaan fisik pada Lansia
1) Sel (perubahan sel)
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intrasel.
2) Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan
terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan
menurunnya sel – sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan
kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah
meningkat, rambut menipis / botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat
berkurang jumlah dan fungsinya.
3) Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot
karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
4) Sistem pendengaran
Presbiakusis (menurunnya pendengaran pada lansia) membran timpani
menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga
mengeras karena meningkatnya keratin.
5) Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan (daya
adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap). Hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas
pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.
6) Sistem Pernafasan
Otot–otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan
jumlah berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon
oksida pada arteri tidak berganti – kemampuan batuk berkurang.
7) Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan
darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
8) Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik
lemah sehingga sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
9) Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai
50%, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang
sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria
bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung
kemih menurun (zoome) karena otot – otot yang lemah, frekwensi berkemih
meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan
retensi urin dan pembesaran prostat (75 % usia diatas 60 tahun).
10) Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun/kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi
payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan
secara berangsur – angsur, dorongan sek menetap sampai usia diatas 70 tahun
asal kondisi kesehatan baik.
11) Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak
berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas
tiroid sehingga laju metabolisme tubuh (BMR) menurun, menurunnya produk
aldusteran, menurunnya sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen,
testosteron.
12) Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak
menurun sekitar 10–20 %)
J. Diagnosa
Menurut NANDA (2015) ada beberapa diagnosa keperawatan yang dapat muncul
pada diagnosa pruritus, yaitu :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi, erosi
3. Intoleransi aktivitas b/d fatigue
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
K. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan selama …x 24 1. Tentukan status gizi pasien
kebutuhan tubuh jam diharapkan nutrisi klien dan kemampuan pasien untuk
terpenuhi dalam rentang memenuhi kebutuhan gizi
normal dengan indikator 2. Identifikasi adanya alergi atau
sebagai berikut: intoleransi makanan yang dimiliki
a. Status nutrisi pasien
Dengan indicator 1-5 (1: 3. Tentukan apa yang menjadi
sangat menyimpang dari preferensi makanan bagi pasien
rentang normal, 2: banyak 4. Tentukan jumlah kalori dan jenis
menyimpang dari nutrisi yang dibutuhkan untuk
rentang normal, 3: cukup memenuhi persyratan gizi
menyimpang dari rentang 5. Berikan pilihan makanan sambil
normal, 4: sedikit menawarkan bimbingan terhdap
menyimpang dari pilihan atau makanan yang lebih
rentang normal, 5: tidak sehat, jika diperlukan
menyimpang dari rentang 6. Ciptakan lingkungan yang optimal
normal) : pada saat mengonsumsi makanan
1) Asupan gizi dari 1 (misalnya, bersih, berventilasi,
menjadi 4 santai, dan benar dari bau yang
2) Asupan makanan menyengat)
dari 1 menjadi 4 7. Lakukan atau bantu pasien terkait
3) Asupan cairand ari 1 dengan perawatan mulut sebelum
menjadi 4 makan
4) Energy dari 1 8. Monitor kalori dan asupan
menjadi 4 makanan
5) Rasio BB/tinggi 9. Monitor kecenderungan terjadinya
badan dari 1 menjadi 4 penurunan dan kenaikan berat
Arisman. 2016. Buku ajar ilmu gizi dari gizi dalam daur kehidupan. Jakarta; buku kedokteran
EGC.
Depkes RI, 2010. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia. Sehat. Jakarta.
Mansjoer,Arif. 2010 Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media Aescullapius
Mubarak. 2017. Buku ajar kebutuhan dasar manusia : Teori & Aplikasi dalam praktek.
Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2008. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Pudjiadi,Solihin. 2012. Ilmu Gizi Klinis Pada Lansia. Ed ke 4.Jakarta: FKUI