PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penuaan penduduk telah berlangsung secara pesat terutama di Negara
berkembang. Pada saat ini penduduk lanjut usia di Indonesia telah mengalami
peningkatan dari sebelumnya yaitu berjumlah sekitar 24 juta dan tahun 2020
diperkirakan akan meningkat sekitar 30-40 juta jiwa (Komnaslansia, 2011).
Pertambahan jumlah lanjut usia akan menimbulkan berbagai
permasalahan kompleks bagi lansia, keluarga maupun masyarakat meliputi
aspek fisik, biologis, mental maupun sosial ekonomi. Seiring dengan
permasalahan tersebut, akan mempengaruhi asupan makannya yang pada
akhirnya dapat berpengaruh terhadap status nutrisi.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan hasil yaitu
penelitian pada 242 orang lanjut usia di Semarang memperlihatkan prevalensi
kurang energi kronis (KEK) sebesar 31%, sedangkan penelitian di Jakarta
pada 10 Puskesmas kecamatan di Jakarta Selatan dari 222 orang lanjut usia
didapatkan berat badan Iebih pada 73 orang lansia (32-39%) dan obese pada
14 orang (6,3%). Selanjutnya pada penelitian di Utan Kayu Selatan pada 100
orang lanjut usia didapatkan 19% tergolong defisiensi besi. Penelitian pada 10
orang lanjut usia di salah satu panti werdha memperlihatkan keadaan
defisiensi vitamin B6 pada 3 orang lanjut usia (30%), defisiensi vitamin B12
pada 3 orang lanjut usia (30%) dan defisiensi asam folat terdapat pada 90%
dari subyek yang diteliti (Kemenkes, 2012).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi
penyakit pada lanjut usia 55-64 tahun adalah Penyakit Sendi 56,4%,
Hipertensi 53,7%, stroke 20,2%o, Penyakit Asma 7,3%, Jantung 16,1%,
Diabetes 3,7%, tumor 8,8 %. meningkatnya penyakit degeneratif pada lanjut
usia ini akan meningkatkan beban ekonomi keluarga, masyarakat dan Negara
(Kemenkes, 2012).
1
Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan mutu
gizi perorangan dari masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi
makanan, perbaikan dan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu
pelayanan gizi dari kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
Pelayanan gizi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan lanjut usia
dapat dilakukan disemua fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun Swasta. Dengan meningkatkan pelayanan gizi pada lanjut usia
diharapkan dapat menanggulangi masalah gizi lanjut usia sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan status gizi dan kesehatan lanjut usia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebutuhan gizi pada lansia?
2. Apa masalah gizi yang terjadi pada lanjut usia?
3. Bagaimana pengkajian status gizi pada lanjut usia?
4. Bagaimana pemberian makanan pada lanjut usia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kebutuhan gizi pada lansia.
2. Untuk mengetahui masalah gizi yang terjadi pada lanjut usia.
3. Untuk mengetahui pengkajian status gizi pada lanjut usia.
4. Untuk mengetahui pemberian makanan pada lanjut usia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi lanjut usia (Wahjudi, 2015) :
4
pekerjaan sehari-hari : ringan, sedang, berat. Makin berat pekerjaaan
seseorang makin besar zat gizi yang dibutuhkan. Lanjut usia dengan
pekerjaaan fisik yang berat memerlukan zat gizi yang lebih banyak.
4. Postur tubuh
Postur tubuh yang lebih besar memerlukan energi lebih banyak
dibandingkan postur tubuh yang lebih kecil.
5. Iklim/suhu udara
Orang yang tinggal di daerah bersuhu dingin (pegunungan)
memerlukan zat gizi lebih untuk mempertahankan suhu tubuhnya.
6. Kondisi kesehatan (stress fisik dan psikososial)
Kebutuhan gizi setiap individu tidak selalu tetap, tetapi bervariasi
sesuai dengan kondisi kesehatan seseorang pada waktu tertentu. Stress fisik
dan stressor psikososial yang kerap terjadi pada lanjut usia juga
mempengaruhi kebutuhan gizi. Pada lanjut usia masa rehabilitasi sesudah
sakit memerlukan penyesuaian kebutuhan gizi.
7. Lingkungan.
Lanjut usia yang sering terpapar di lingkungan yang rawan polusi
(pabrik, industri, dll) perlu mendapat suplemen tambahan yang mengandung
protein, vitamin dan mineral untuk melindungi sel-sel tubuh dari efek radiasi.
Pada prinsipnya butuhan gizi pada lanjut usia mengikuti prinsip gizi
seimbang. Konsumsi makanan yang cukup dan seimbang bermanfaat bagi
lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi risiko penyakit degeneratif dan
kekurangan gizi. Kebutuhan gizi lanjut usia dihitung secara individu.
5
1. Kebutuhan Makronutrien
a. Kebutuhan energy
6
karena menurunnya resepsi haus selain gangguan persepsi haus, penyakit
kronik dan imobilitas dapat pula menurunkan asupan air. Asupan air yang
kurang dapat meningkatkan osmolaritas serum yang kemudian dapat
mengganggu keseimbangan asam basa darah.
b. Kebutuhan mikronutrien
Kebutuhan akan vitamin E, C dan sebagian besar vitamin B lansia
tidak berbeda jauh dengan kebutuhan pada usia dewasa. Namun demikian
terjadi perubahan kebutuhan akan vitamin A, D dan B-6. Kebutuhan akan
vitamin B-6 meningkat oleh karena penurunan atau kurang efisiennya
absorbsi vitamin tersebut.
Pada usia tua, kemampuan ginjal untuk mesintesis vitamin D
sebagai respons terhadap sinyal hormone paratiroid menurun. Selain itu,
usus lansia juaga kurang responsive tehadap sinyal vitamin D untuk
meningkatkan absorbsi kalsium. Selain itu kulit lansia menurun
kemampuannya untuk mensintesis prokolekalsiferel yang diubah menjadi
vitamin D dengan bantuan sinar ultraviolet.
Absorbsi seng dan magnesium menurun pada lansia. Perubahan
absorbsi ini dapat disebabkan penurunan fungsi intestinum atau karena
adanya penurunan kebutuhan, namun jawaban pastinya belum ditemukan.
Defisiensi seng yang margimnal dapat berpengaruh terhadap indra
pengecap dan penyembuhan luka yang melambat.
Masalah gizi tidak hanya terjadi pada belita dan ibu hamil, tetapi ternyata
sering kali menimpa lanjut usia. Hal yang perlu mendapat perhatian ialah gizi
berlebih, gizi kurang, dan kekurangan vitamin.
7
1. Gizi berlebih
Gizi berlebih pada lanjut usia banyak terdapat di Negara barat dan kota
besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan
berlebih, apalagi pada lanjut usia karena pengguanaan kalori berkurang karena
berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan tersebut sulit untuk diubah
walaupun klien telah menyadari untuk mengurangi makan. Kegemukan
merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung,
diabetes melitus, penyempitan pembuluh darah, dan tekanan darah tinggi.
2. Gizi kurang
Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah sosial-ekonomi dan juga
karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang
dibutuhkan, hal tersebut menyebabkan berat badan berkurang dari normal.
Apabila kondisi ini disertai kekurangan protein, kerusakan sel terjadi yang
tidak dapat diperbaiki. Akibatnya, rambut rontok, daya tahan terhadap
penyakit menurun, atau mudah terkena infeksi pada organ tubuh yang vital.
3. Kekurangan vitamin
Bila lanjut usia kurang mengkonsumsi buah dan sayur, ditambah
kekureangan protein dalam makanan, hal tersebut mengakibatkan nafsu
makan berkurang, pengelihatan mundur, kulit kering, lesu, lemah lunglai, dan
tidak semangat (Wahjudi, 2015).
Selain 3 hal yang disebutkan diatas, menurut Darmojo (2014) masalah yang
sering terjadi pada lanjut usia yaitu :
8
2) Cachexia, kehialngan massa tubuh bebas lemak yang tidak disadari yang
disebabkan oleh proses katabolisme, ditandai oleh peningkatan rate
metabolik dan peningkatan pemecahan protein.
3) Sarcopenia, kehilangan massa otot yang tidak disadari sebagai bagian dari
proses menua. Kadang-kadang tidak ada penyakit yang mendasari.
b. Obesitas
9
pada lansia dapat memperbaiki kekuatan otot dan kesehatan lansian secara
keseluruhan.
Pada saat mengukur tinggi badan seseorang lanjut usia, perlu diingat
bahwa lanjut usia dapat mengalami pengurangan tinggi badan seiring dengan
pertambahan usia. Pengurangan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain :
Oleh sebab itu, dianjurkan menggunakan ukuran tinggi lutut (knee height)
untuk menentukan secara pasti tinggi badan seseorang. Tinggi lutut tidak akan
10
berkurang, kecuali jika terdapat fraktur tungkai bawah. Dari tinggi lutut, dapat
dihitung tinggi badan sesungguhnya.
U = umur
11
7. Beri makanan yang lunak untuk menghindari konstipasi serta memudahkan
mengunyah, terutama bagi klien lanjut usia, yang sudah ompong, misalnya
dalam bentuk tim aau bubur.
Bagi lanjut usia yang mampu sendiri, diharapkan untuk makan sendiri.
Keluarga atau perawat membantu manyajikan saja. Usaha-usaha klien disorong
untuk mengerjakan sendiri segala sesuatunya. Bagi klien lanjut usia yang tidak
mampu bergerak sendiri atau pasif, perlu diberi pertolongan dan bantuan sesuai
dengan kebutuhan, misalnya kebutuhan makanannya (perlu disuapin).
12
5) Makanan kudapan, susu, buah, dan sari buah sebaiknya diberikan.
e. Batasi minum kopi dan teh. Minuman tersebut boleh diberikan, tetapi
harus dicerna karena berguna untuk merangsang gerakan usus dan
menambah nafsu makan.
13
j. Hindari bahan makanan yang mengandung tinggi alcohol.
k. Pilih makanan yang mudah dikunyah seperti makanan kunak
Syarat menu untuk lanjut usia dengan berat badan yang kurang :
4. Cara pemberian makanan dengan berat badan yang rendah adalah makanan
biasa dengan diberi makanan tambahan.
Syarat menu untuk lanjut usia dengan berat badan lebih (kegemukan):
14
Selain cara pemilihan bahan makanan yang bermutu, juga perlu diketahui
kandungan gizi dari bahan makanan tersebut ketika menyusun menu lansia. Hal
ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi lanjut usia sehingga tidak asal
kenyang (Wahjudi, 2015).
15
b) Makanan Enteral
Pemberian makanan melalui pipa nasogastrik merupakan metode
yang paling banyak dipakai karena paling mendekati kondisi normal dan
pemasangan yang mudah. NGT dapat dipasng pada keadaan akut maupun
lronis, karena dapat dipasang dalam jangka panjang. Beberapa
keterbatasan metode ini antara lain tingginya risiko aspirasi dan
kemungkinan trauma pada saat pemasangan tube. Pemasangan NGT ini
juga menimbulkan perasaan tidak nyaman pada pasien yang menyebabkan
gelisah dan bahkan kadang-kadang mencabut sendiri pipa yang sudah
terpasang.
c) Nutrisi parental
Nutrisi parenteraldiberikan pada lansia dengan asupan enteral yang
tidak mencukupi kebutuhan atau tidak memungkinkan diberikan makanan
melalui enteral. Bila nutrisi parenteral hanya digunakan sebagai dukungan
gizi tambahan, maka dapat diberikan melalui vena periverdengan cairan
perifer. Namun bila bila terdapat indikasi untuk retriksi cairan, maka
pilihan vena sentral lebih tepat dengan lipid sebagai sumber energi utama
(Darmojo,2014).
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebutuhan gizi klien lanjut usia perlu dipenuhi secara adekuat untuk
kelangsungan proses pergantian sel dalam tubuh, mengatasi proses menua, dan
memperlambat terjadinya usia biologis kebutuhan kalori pada pasien lanjut usia
berkurang karena berkurangnya kalori dasar akibat kegiatan fisik. Kalori dasar
adalah kalori yang dibutuhlan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan
istirahat,
Masalah gizi yang terjadi pada lanjut usia yang perlu mendapat perhatian
ialah gizi berlebih, gizi kurang, dan kekurangan vitamin. Pemberian makanan
pada lansia disesuaikan dengan kebutuhan masing-masimg lansia. Lansia yang
tidak dapat mencerna makanan dengan baik, kesadaran menurun, menderita
penyakit kronis, menpunyai masalah saluran cerna (malabsorbsi, maldigesti,
gangguan motilitas) memerlukan dukungan gizi. Dukungan gizi peroral
diutamakan, namun apabila ada gangguan pada saluran cerna bagian atas maka
makanan enteral dapat diberikan. Namun bila saluran cerna tidak dapat
difungsikan, maka pilihan terakhir adalah nutrisi parenteral.
17
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan RI. 2012. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Lnajut Usia.
Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
18