Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penuaan penduduk telah berlangsung secara pesat terutama di Negara
berkembang. Pada saat ini penduduk lanjut usia di Indonesia telah mengalami
peningkatan dari sebelumnya yaitu berjumlah sekitar 24 juta dan tahun 2020
diperkirakan akan meningkat sekitar 30-40 juta jiwa (Komnaslansia, 2011).
Pertambahan jumlah lanjut usia akan menimbulkan berbagai
permasalahan kompleks bagi lansia, keluarga maupun masyarakat meliputi
aspek fisik, biologis, mental maupun sosial ekonomi. Seiring dengan
permasalahan tersebut, akan mempengaruhi asupan makannya yang pada
akhirnya dapat berpengaruh terhadap status nutrisi.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan hasil yaitu
penelitian pada 242 orang lanjut usia di Semarang memperlihatkan prevalensi
kurang energi kronis (KEK) sebesar 31%, sedangkan penelitian di Jakarta
pada 10 Puskesmas kecamatan di Jakarta Selatan dari 222 orang lanjut usia
didapatkan berat badan Iebih pada 73 orang lansia (32-39%) dan obese pada
14 orang (6,3%). Selanjutnya pada penelitian di Utan Kayu Selatan pada 100
orang lanjut usia didapatkan 19% tergolong defisiensi besi. Penelitian pada 10
orang lanjut usia di salah satu panti werdha memperlihatkan keadaan
defisiensi vitamin B6 pada 3 orang lanjut usia (30%), defisiensi vitamin B12
pada 3 orang lanjut usia (30%) dan defisiensi asam folat terdapat pada 90%
dari subyek yang diteliti (Kemenkes, 2012).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi
penyakit pada lanjut usia 55-64 tahun adalah Penyakit Sendi 56,4%,
Hipertensi 53,7%, stroke 20,2%o, Penyakit Asma 7,3%, Jantung 16,1%,
Diabetes 3,7%, tumor 8,8 %. meningkatnya penyakit degeneratif pada lanjut
usia ini akan meningkatkan beban ekonomi keluarga, masyarakat dan Negara
(Kemenkes, 2012).

1
Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan mutu
gizi perorangan dari masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi
makanan, perbaikan dan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu
pelayanan gizi dari kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
Pelayanan gizi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan lanjut usia
dapat dilakukan disemua fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun Swasta. Dengan meningkatkan pelayanan gizi pada lanjut usia
diharapkan dapat menanggulangi masalah gizi lanjut usia sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan status gizi dan kesehatan lanjut usia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebutuhan gizi pada lansia?
2. Apa masalah gizi yang terjadi pada lanjut usia?
3. Bagaimana pengkajian status gizi pada lanjut usia?
4. Bagaimana pemberian makanan pada lanjut usia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kebutuhan gizi pada lansia.
2. Untuk mengetahui masalah gizi yang terjadi pada lanjut usia.
3. Untuk mengetahui pengkajian status gizi pada lanjut usia.
4. Untuk mengetahui pemberian makanan pada lanjut usia.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebutuhan Gizi Pada Lanjut Usia


Kebutuhan gizi klien lanjut usia perlu dipenuhi secara adekuat untuk
kelangsungan proses pergantian sel dalam tubuh, mengatasi proses menua, dan
memperlambat terjadinya usia biologis kebutuhan kalori pada pasien lanjut usia
berkurang karena berkurangnya kalori dasar akibat kegiatan fisik. Kalori dasar
adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan
istirahat, misalnya untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal dan lain-lain.
Kebutuhan kalori klien lanjut usia tidak melebihi 1700 kalori, sebaiknya
disesuaikan dengan macam kegiatannya. Kebutuhan protein normal lanjut usia
adalah 1 gram/kg BB/hari (Wahjudi, 2015).

Makanan yang mengandung lemak hewani harus dikurangi, misalnya


daging sapi, daging kerbau, kuning telur, otak dan lain-lain. Lanjut usia
disarankan mengonsumsi makanan tambahan yang banyak mengandung kalsium
(Ca) atau zat kapur. Kebutuhan kalsium klien lanjut usia adalah 14,1 mg/kg
BB/hari. Zat besi perlu diberikan untuk memperlancar pembentukan darah.
Pemberian garam natrium harus dikurangi karena kemungkinan adanya tekanan
darah tinggi. Lanjut usia perlu pula diberi buah-buahan untuk mendapatkan
vitamin. Untuk menghindari konstipasi (sembelit), klien lanjut usia perlu diberi
cukup makanan yang mengandung serat, misalnya, beras tumbuk, akar-akar hijau,
kacang-kacangan, buah-buahan, serta banyak minum (1500-2000 cc) yang
sekaligus berguna membantu kerja ginjal (Wahjudi, 2015).

3
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi lanjut usia (Wahjudi, 2015) :

1. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan (akibat kerusakan


gigi/ompong).
2. Berkurangnya cita rasa.
3. Berkurangnya koordinasi otot.
4. Keadaan fisik yang kurang baik.
5. Faktor ekonomi dan social.
6. Faktor penyerapan makanan (daya absorbi).

Kebutuhan gizi pada lanjut usia spesifik, karena terjadinya perubahan


proses fisiologi dan psikososial sebagai akibat proses menua.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi/nutrisi pada lansia (KemenKes, 2012) :
1. Umur
Pada lanjut usia kebutuhan energy dan lemak menurun. Setelah usia
50 tahun, kebutuhan energi berkurang sebesar 5% untuk setiap 10 tahun.
Kebutuhan protein, vitamin dan mineral tetap yang berfungsi sebagai
regenerasi sel dan antioksidan untuk melindungi sel-sel tubuh dari radikal
bebas yang dapat merusak sel.
2. Jenis kelamin
Umumnya laki-laki memerlukan zat gizi lebih banyak (terutama
energi, protein dan lemak) dibandingkan pada wanita, karena postur, otot dan
luas permukaan tubuh laki-laki lebih luas dari wanita. Namun kebutuhan zat
besi (Fe) pada wanita cenderung lebih tinggi, karena wanita mengalami
menstruasi. Pada wanita yang sudah menopause kebutuhan zat besi (Fe) turun
kembali.
3. Aktivitas fisik dan pekerjaan
Lanjut usia mengalami penurunan kemampuan fisik yang berdampak
pada berulangnya aktivitas fisik sehingga kebutuhan energinya juga
berkurang. Kecukupan zat gizi seseorang juga sangat tergantung dari

4
pekerjaan sehari-hari : ringan, sedang, berat. Makin berat pekerjaaan
seseorang makin besar zat gizi yang dibutuhkan. Lanjut usia dengan
pekerjaaan fisik yang berat memerlukan zat gizi yang lebih banyak.
4. Postur tubuh
Postur tubuh yang lebih besar memerlukan energi lebih banyak
dibandingkan postur tubuh yang lebih kecil.
5. Iklim/suhu udara
Orang yang tinggal di daerah bersuhu dingin (pegunungan)
memerlukan zat gizi lebih untuk mempertahankan suhu tubuhnya.
6. Kondisi kesehatan (stress fisik dan psikososial)
Kebutuhan gizi setiap individu tidak selalu tetap, tetapi bervariasi
sesuai dengan kondisi kesehatan seseorang pada waktu tertentu. Stress fisik
dan stressor psikososial yang kerap terjadi pada lanjut usia juga
mempengaruhi kebutuhan gizi. Pada lanjut usia masa rehabilitasi sesudah
sakit memerlukan penyesuaian kebutuhan gizi.
7. Lingkungan.
Lanjut usia yang sering terpapar di lingkungan yang rawan polusi
(pabrik, industri, dll) perlu mendapat suplemen tambahan yang mengandung
protein, vitamin dan mineral untuk melindungi sel-sel tubuh dari efek radiasi.
Pada prinsipnya butuhan gizi pada lanjut usia mengikuti prinsip gizi
seimbang. Konsumsi makanan yang cukup dan seimbang bermanfaat bagi
lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi risiko penyakit degeneratif dan
kekurangan gizi. Kebutuhan gizi lanjut usia dihitung secara individu.

Menurut (Darmojo, 2014) kebutuhan nitrisi/gizi pada lansia dibedakan


menjadi 2, yaitu :

5
1. Kebutuhan Makronutrien
a. Kebutuhan energy

Untuk mengurangi kenaikan berat badan yang tidak diinginkan,


asupan energy harus diturunkan mengingat berkurangknya massa otot dan
aktivitas fisik. Pada waktu sama, asupan protein, vitamin dan mineral
tetap sama, bahkan ada yang meningkat seperti vitamin B-6 dan kalsium.
Kebutuhan energy lansia harus tetap memasukan komponen efek termal
makanan, resting energy expenditure dan aktivitas fisik. Campbell dkk
melaporkan bahwa kebutuhan protein lansia lebih tinggi yakni sekitar 1-
1,25 gr/kgBB/hari. Pada lansia yang sakit, kebutuhan dapat meningkat
menjadi 1,5 gr/kgBB/hari untuk dapat mempertahankan keseimbangan
nitrogen. Keadaan ini diterangkan dengan adanya peningkatan kebutuhan
protein karena terjadinya katabolisme jaringan (penurunan massa otot)
serta adanya penyakit baik yang akut maupun yang kronik. Pada dasarnya,
pemberian protein harus mencukupi kebutuhan tanpa membebani fungsi
ginjal serta mempertimbangkan temuan laboratorium yang lain.

Lipid serum merupakan predictor kuat bagi kejadian penjakit


jantung vaskuler. Oleh karena itu asupan lemak ssehari-hari pada lansia
diupayakan untuk tidak meningkatkan berbagai fraksi lipid yang tak
diinginkan.

Kebutuhan hidrat arang biasanya dihitung by diferent dalam arti


bahwa sumbangan energy dari hidrat arang diperhitungkan sebagai sisa
kebutuhan energy sesudah memperhitungkan sumbangan energy yang
berasal dari lemak dan protein. Pada lansia sumber hidrat arang yang
dianjurkan adalah yang mempunyai nilai indek glisemik yang rendah serta
cukup kadar seratnya.

Kebutuhan akan air dan cairan sering dilupakan, padahal pada


lansia resiko terjadinya dehidrasi yang tak disadari cukup tinggi oleh

6
karena menurunnya resepsi haus selain gangguan persepsi haus, penyakit
kronik dan imobilitas dapat pula menurunkan asupan air. Asupan air yang
kurang dapat meningkatkan osmolaritas serum yang kemudian dapat
mengganggu keseimbangan asam basa darah.

b. Kebutuhan mikronutrien
Kebutuhan akan vitamin E, C dan sebagian besar vitamin B lansia
tidak berbeda jauh dengan kebutuhan pada usia dewasa. Namun demikian
terjadi perubahan kebutuhan akan vitamin A, D dan B-6. Kebutuhan akan
vitamin B-6 meningkat oleh karena penurunan atau kurang efisiennya
absorbsi vitamin tersebut.
Pada usia tua, kemampuan ginjal untuk mesintesis vitamin D
sebagai respons terhadap sinyal hormone paratiroid menurun. Selain itu,
usus lansia juaga kurang responsive tehadap sinyal vitamin D untuk
meningkatkan absorbsi kalsium. Selain itu kulit lansia menurun
kemampuannya untuk mensintesis prokolekalsiferel yang diubah menjadi
vitamin D dengan bantuan sinar ultraviolet.
Absorbsi seng dan magnesium menurun pada lansia. Perubahan
absorbsi ini dapat disebabkan penurunan fungsi intestinum atau karena
adanya penurunan kebutuhan, namun jawaban pastinya belum ditemukan.
Defisiensi seng yang margimnal dapat berpengaruh terhadap indra
pengecap dan penyembuhan luka yang melambat.

B. Masalah Gizi Pada Lanjut Usia

Masalah gizi tidak hanya terjadi pada belita dan ibu hamil, tetapi ternyata
sering kali menimpa lanjut usia. Hal yang perlu mendapat perhatian ialah gizi
berlebih, gizi kurang, dan kekurangan vitamin.

7
1. Gizi berlebih
Gizi berlebih pada lanjut usia banyak terdapat di Negara barat dan kota
besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan
berlebih, apalagi pada lanjut usia karena pengguanaan kalori berkurang karena
berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan tersebut sulit untuk diubah
walaupun klien telah menyadari untuk mengurangi makan. Kegemukan
merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung,
diabetes melitus, penyempitan pembuluh darah, dan tekanan darah tinggi.
2. Gizi kurang
Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah sosial-ekonomi dan juga
karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang
dibutuhkan, hal tersebut menyebabkan berat badan berkurang dari normal.
Apabila kondisi ini disertai kekurangan protein, kerusakan sel terjadi yang
tidak dapat diperbaiki. Akibatnya, rambut rontok, daya tahan terhadap
penyakit menurun, atau mudah terkena infeksi pada organ tubuh yang vital.
3. Kekurangan vitamin
Bila lanjut usia kurang mengkonsumsi buah dan sayur, ditambah
kekureangan protein dalam makanan, hal tersebut mengakibatkan nafsu
makan berkurang, pengelihatan mundur, kulit kering, lesu, lemah lunglai, dan
tidak semangat (Wahjudi, 2015).

Selain 3 hal yang disebutkan diatas, menurut Darmojo (2014) masalah yang
sering terjadi pada lanjut usia yaitu :

a. Kehilangan berat badan

Kehilangan berat badan pada lansia dapat dikelompokkan menjadi tiga


bagian besar yaitu :

1) Wasting, kehilangan berat badan yang tidak disadari, pada umumnya


karena asupan yang tidak adekuat. Asupan yang tidak adekuat disebabkan
oleh penyakit, maupun faktor psikososial.

8
2) Cachexia, kehialngan massa tubuh bebas lemak yang tidak disadari yang
disebabkan oleh proses katabolisme, ditandai oleh peningkatan rate
metabolik dan peningkatan pemecahan protein.
3) Sarcopenia, kehilangan massa otot yang tidak disadari sebagai bagian dari
proses menua. Kadang-kadang tidak ada penyakit yang mendasari.

Faktor risiko terjadinya malnutrisi pada lansia antara lain beberapa


faktor medis seperti selera makan rendah, gangguan gigi geligi, disfagia,
gangguan fungsi pada indera penciuman dan pengecap, pernafasan, saluran
serna, neurologi, cacat fisik dan penyakit lain seperti kanker. Kurangnya
pengetahuan mengenai asupan makanan yang baik bagi lansia,kesepian karena
terpisah dari sanak keluarga dan kemiskinan juga menentukan gizi lansia.

Adanya faktor psikologi seperti depresi, kecemasan dan demensia


mempunyai kontribusi yang besar dalam menentukan asupan makanan dan zat
gizi seorang lansia. Pada lansia yang dirawat di rumah sakit, beberapa
keadaan seperti makanan rumah sakit dengan pilihan dan rasa makanan yang
kurang disukai, waktu makan terbatas, tidak mampu makan mandiri,
pemandangan, suara dan bau di sekitar yang tidak menyenangkan, kebutuhan
meningkat karena penyakitnya, puasa untuk prosedur pemeriksaan dapat
menjadi faktor risiko terjadinya malnutrisi.

b. Obesitas

Perubahan komposisis tubuh yang terjadi pada lansia memberikan


kontribusi terjadinya obesitas terutama obesitas sentral. Proporsi lemak intra
abdominal meningkat progesif dengan meningkatnya usia. Penurunan asupan
energi dan TEE (Total Energy Expenditure) juga menurun karena penurunan
aktifitas fisik terutama pada lansia yang sakit dan BMR (Basal Metabolic
Rate). Pada lansia yang obes, penurunan berat badan dapat menurunkan
kesakitan karena athritis, diabetes dan menurunkan risiko penyakit
cardiovaskular dan meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan aktifitas fisik

9
pada lansia dapat memperbaiki kekuatan otot dan kesehatan lansian secara
keseluruhan.

C. Pengkajian status gizi Pada Lanjut Usia


Perawat harus melakukan pengkajian status gizi secara cermat dan
sebaiknya menggunakan pengukuran antropometrik, yaitu mengukur tinggi badan
(TB) dan berat badan (BB), kemudian menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT).
IMT dihitung dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat TB
(dalam meter persegi). IMT normal untuk perempuan 17-23, sedangkan untuk
laki-laki adalah 18-25.

Rumus : IMT= kg BB/(TB)2

Pada saat mengukur tinggi badan seseorang lanjut usia, perlu diingat
bahwa lanjut usia dapat mengalami pengurangan tinggi badan seiring dengan
pertambahan usia. Pengurangan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain :

1. Komponen cairan tubuh berkurang sehingga diskus intervertebralis relative


kurang mangandung air sehingga menjadi lebih pipih.
2. Semakin tua cenderung semakin kifosis, sehingga tinggi dan tegak lurusnya
tulang punggung berkurang.
3. Osteoporosis yang sering kali tejadi pada wanita lanjut usia akan mudah
mangakibatkan fraktur vertebra sehingga tinggi badan berkurang.
4. Penurunan tinggi badan tersebut akan memengaruhi hasil penghitungan
Indeks Massa Tubuh (IMT).

Oleh sebab itu, dianjurkan menggunakan ukuran tinggi lutut (knee height)
untuk menentukan secara pasti tinggi badan seseorang. Tinggi lutut tidak akan

10
berkurang, kecuali jika terdapat fraktur tungkai bawah. Dari tinggi lutut, dapat
dihitung tinggi badan sesungguhnya.

Rumus : TB pria = 59,01 + (0,28 x TL)

TB wanita = 75,00 + (1,91 x TL)-(0,17 x U)

Catetan : TL = tinggi lutut

U = umur

Selain itu, bisa juga mengguanakan parameter laboratorium, yang bisa


digunakan, yaitu nilai hemoglobin dan albumin serum. Perlu diperhatikan bahwa
waktu paruh albumin adalah 21 hari sehingga pemantauan status gizi dapat pula
mengguanakn kadar transferin (waktu paruh delapan hari) atau kadar pre-albumin
(waktu paruh dua hari) (Wahjudi, 2015).

D. Pemberian Makanan Pada Lanjut Usia


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan (Wahjudi, 2015):
1. Apakah makanan yang disajikan memenuhi kebutuhan gizi.
2. Sajikan makanan tersebut pada waktunya secara teratur dan dalam porsi yang
kecil saja.
3. Jangan menunjukkan rasa bosan dalam melayani klien lanjut usia, tunjukkan
wajah yang cerah dan gembira.
4. Beri makanan secara bertahap dan bervariasi, terutama bila nafsu makan
kurang.
5. Perhatikan makanan apa yang disukai atau tidak, agar dapat menentukan jenis
makanan yang sesuai dengan seleranya.
6. Jika mendapat mendapat diet tertentu, perhatikan apakah diet tersebut sesuai
dengan petunjuk dokter, misalnya untuk diabetes dan tekanan darah tinggi.

11
7. Beri makanan yang lunak untuk menghindari konstipasi serta memudahkan
mengunyah, terutama bagi klien lanjut usia, yang sudah ompong, misalnya
dalam bentuk tim aau bubur.

Bagi lanjut usia yang mampu sendiri, diharapkan untuk makan sendiri.
Keluarga atau perawat membantu manyajikan saja. Usaha-usaha klien disorong
untuk mengerjakan sendiri segala sesuatunya. Bagi klien lanjut usia yang tidak
mampu bergerak sendiri atau pasif, perlu diberi pertolongan dan bantuan sesuai
dengan kebutuhan, misalnya kebutuhan makanannya (perlu disuapin).

1. Perencanaan makan untuk lanjut usia


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan makan
untuk klien lanjut usia :
a. Porsi makan perlu diperhatikan, jangan terlalu kenyang. Porsi makan
hendaknya diatur merata dalam suatu hari sehingga dapat makan lebih
sering dengan porsi yang kecil.
b. Banyak minum dan kurangi garam. Banyak minum dapat memperlancar
pengeluaran sisaa makanan. Menghindari makanan yang terlalu asin akan
mengurangi kerja ginjal dan mencegah kemungkinan terjadinya tekanan
darah tinggi.
c. Membatasi penggunaan kalori hingga berat badan dalam batas normal,
terutama makanan yang manis atau gula dan makanan yang berlemak.
Kebutuhan usia diatas 60 tahun adalah 1700 kalori dan diatas 70 tahun
adalah 1500 kalori.
d. Bagi lanjut usia yang proses penuaannya sudah lebih lanjut, hal berikut
perlu diperhatikan :
1) Mengonsumsi makanan yang mudah dicerna
2) Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan gorengan
3) Bila kesulitan mengunyah karena gigi rusak atau gigi palsu kurang
baik, makanan harus lunak/lembek atau dicincang
4) Makanan dalam porsi kecil, tetapi sering

12
5) Makanan kudapan, susu, buah, dan sari buah sebaiknya diberikan.
e. Batasi minum kopi dan teh. Minuman tersebut boleh diberikan, tetapi
harus dicerna karena berguna untuk merangsang gerakan usus dan
menambah nafsu makan.

2. Menu seimbang untuk lanjut usia


Menu adalah susunan hidangan yang dipersiapkan atau disajikan pada
waktu makan. Menu seimbang untuk lanjut usia adalah susunan makanan
yang mengandung cukup semua unsur gizi yang dibutuhkan lanjut usia.
Syarat menu seimbanh untuk lanjut usia sehat (Wahjudi, 2015):
a. Mengandung zat gizi beraneka ragam bahan makanan yang terdiri atas zat
tenaga, zat pembangun, dan zat pengapur.
b. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh lanjut usia adalah 50 %
dari hidrat arang yang merupakan hidrat arang kompleks (sayuran,
kacang-kacangan, dan biji-bijian).
c. Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30% dari total kalori
d. Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan lkanjut usia,
yaitu 8-10% dari total kalori
e. Dianjurkan mengandung tinggi serat (selulosa) yang bersumber pada
buah, sayur, dan macam-macam pati, yang dikonsumsi dalam jumlah yang
bertahap.
f. Mengguanakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non-fat,
yoghurt, dan ikan.
g. Makanan yang mengandung tinggi zat besi (Fe), seperti kacang-kacangan,
hati, daging, bayam, atau sayuran hijau.
h. Membatasi penggiuanaan garam. Perhatikan label makanan yang
mengandung garam, misalnya monosodium glutamate, natrium
bikarbonat, dan natrium sitrat.
i. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan makanan
yang segar dan mudah dicerna.

13
j. Hindari bahan makanan yang mengandung tinggi alcohol.
k. Pilih makanan yang mudah dikunyah seperti makanan kunak

Syarat menu untuk lanjut usia dengan berat badan yang kurang :

1. Jika lansia mengalami kekurangan berat badan, makanan yang diberikan


adalah yang mengandung tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP).
2. Diet tinggi kalori dan tinggi protein terdiri atas TKTP I dan TKTP II :
a. TKTP I 2.100 kalori, protein 85 gr (12-15% total kalori)
b. TKTP II 2.500 kalori, protein 100 gr.
3. Bahan makanan yang baik diberikan adalah :
a. Sumber protein hewani ; ayam, telur, hati, susu, keju, dan ikan.
b. Sumber protein nabati ; kacang-kacangan, tahu, tempe, dan oncom.

Bahan makanan yang perlu dihindari adalah gula-gula, dodol, cake,


dan makananyang manis.

4. Cara pemberian makanan dengan berat badan yang rendah adalah makanan
biasa dengan diberi makanan tambahan.

Syarat menu untuk lanjut usia dengan berat badan lebih (kegemukan):

1. Jika berat badan berlebih (kegemukan), konsumsi energi harus dikurangi


sampai mencapai berat badan normal.
2. Diet rendah kalori untuklanjut usia harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Kalori dikurangi 500-100 kalori dari kebutuhan normalnya.
b. Pengurangan kalori sebaiknya dilakukan dari pengurangan karbohidrat
dan lemak.
c. Serat diberikan cukup tinggi.
d. Vitamin dan mineral diberikan dalam jumlah seperti biasa.
e. Diet rendah kalori.

14
Selain cara pemilihan bahan makanan yang bermutu, juga perlu diketahui
kandungan gizi dari bahan makanan tersebut ketika menyusun menu lansia. Hal
ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi lanjut usia sehingga tidak asal
kenyang (Wahjudi, 2015).

E. Dukungan Gizi Untuk Lansia


1. Indikasi dukungan gizi
Pada lansia, menkipun tidak menunjukan tanda-tanda KEP (kurang
energi protein) yang jelas dukungan gizi seringkali diperlukan untuk
mempertahankan kondisi kesehatan lansia dan mempercepat penyembuhan
penyakit yang diderita. Lansia yang tidak dapat mencerna makanan dengan
baik, kesadaran menurun, menderita penyakit kronis, menpunyai masalah
saluran cerna (malabsorbsi, maldigesti, gangguan motilitas) memerlukan
dukungan gizi. Dukungan gizi peroral diutamakan, namun apabila ada
gangguan pada saluran cerna bagian atas maka makanan enteral dapat
diberikan. Namun bila saluran cerna tidak dapat difungsikan, maka pilihan
terakhir adalah nutrisi parenteral.
a) Makanan Oral
Makanan dapat diberiakn dalam porsi kecil dengan frekuensi
tergantung pada kemampuan makan pasien. Seorang lansia dianjurkan
untuk mengkonsumsi normal diet seoptimal mungkin disesuaikan dengan
kemampuanya. Pembatasan dapat diberikan sesuai dengan kondisi
penyakit pasien, namun pembatasan yang terlalu ketat dapat menyebabkan
asupan makanan menurun. Suplementasi diet dapat diberikan pada lansia
dengan asupan makanan yang terbatas. Kombinasi makanan padap/semi
padat dengan makanan cairyang diperkaya dengan gizi untuk
meningkatkan asupan zat gizi pada lansia.

15
b) Makanan Enteral
Pemberian makanan melalui pipa nasogastrik merupakan metode
yang paling banyak dipakai karena paling mendekati kondisi normal dan
pemasangan yang mudah. NGT dapat dipasng pada keadaan akut maupun
lronis, karena dapat dipasang dalam jangka panjang. Beberapa
keterbatasan metode ini antara lain tingginya risiko aspirasi dan
kemungkinan trauma pada saat pemasangan tube. Pemasangan NGT ini
juga menimbulkan perasaan tidak nyaman pada pasien yang menyebabkan
gelisah dan bahkan kadang-kadang mencabut sendiri pipa yang sudah
terpasang.
c) Nutrisi parental
Nutrisi parenteraldiberikan pada lansia dengan asupan enteral yang
tidak mencukupi kebutuhan atau tidak memungkinkan diberikan makanan
melalui enteral. Bila nutrisi parenteral hanya digunakan sebagai dukungan
gizi tambahan, maka dapat diberikan melalui vena periverdengan cairan
perifer. Namun bila bila terdapat indikasi untuk retriksi cairan, maka
pilihan vena sentral lebih tepat dengan lipid sebagai sumber energi utama
(Darmojo,2014).

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebutuhan gizi klien lanjut usia perlu dipenuhi secara adekuat untuk
kelangsungan proses pergantian sel dalam tubuh, mengatasi proses menua, dan
memperlambat terjadinya usia biologis kebutuhan kalori pada pasien lanjut usia
berkurang karena berkurangnya kalori dasar akibat kegiatan fisik. Kalori dasar
adalah kalori yang dibutuhlan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan
istirahat,
Masalah gizi yang terjadi pada lanjut usia yang perlu mendapat perhatian
ialah gizi berlebih, gizi kurang, dan kekurangan vitamin. Pemberian makanan
pada lansia disesuaikan dengan kebutuhan masing-masimg lansia. Lansia yang
tidak dapat mencerna makanan dengan baik, kesadaran menurun, menderita
penyakit kronis, menpunyai masalah saluran cerna (malabsorbsi, maldigesti,
gangguan motilitas) memerlukan dukungan gizi. Dukungan gizi peroral
diutamakan, namun apabila ada gangguan pada saluran cerna bagian atas maka
makanan enteral dapat diberikan. Namun bila saluran cerna tidak dapat
difungsikan, maka pilihan terakhir adalah nutrisi parenteral.

17
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, H.Wahjudi. 2015. Keperawatan Gerontik & geriatrik Edisi 3. Jakarta


: EGC.

Darmojo, R. Boedhi.,dkk.2014. Buku Ajar Geriatri. Edisi 5. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI.

Kementrian Kesehatan RI. 2012. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Lnajut Usia.
Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

18

Anda mungkin juga menyukai