Anda di halaman 1dari 28

ASKEP Kekurangan Kalori Protein (KKP)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kurang Kalori Protein(KKP)akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori
,protein,atau keduanya,tidak tercukupi oleh diet.kedua bentuk difesiensi ini tidak jarang
berjalan bersisian,meskipun salah satu lebih dominan dari pada yang lain.Keperahan KKP
berkisar dari hanya penyusutan besar berat badan atau terlambat nya tunbuh,sampai ke
sindrown klinis yang nyata,dan tidak jarang berkaitan dengan defisiensi vitamin dan mineral.
B.     TUJUAN
a.   Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan masalah Kurang Kalori Protein(KKP).
b.      Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari KKP
2. Untuk mengetahui etiologi KKP.
3. UntUk mengetahui patofisiologi KKP.
4. Untuk mengetahui manifestasi kilis KKP
5. Untuk mengetahui klasifikasi KKP
6. Untuk mengetahui penatalaksanaa KKP
7. Untuk mengetahui komplikasi KKP
8. Untuk mengetahui akibat dari KKP
9. Untuk mengetahui cara penanggulangan KKP
10. Untuk mengetahui pemberian askep KKP

BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Kekurangan Kalori Protein (KKP)


Manusia membutuhkan makan untuk bertahan hidup. Selain untuk bertahan hidup,
makanan juga berfungsi memenuhi kebutuhan-kebutuhan tubuh akan zat-zat seperti
karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan zat-zat lain. Namun, di zaman yang sudah
modern ini justru banyak orang yang tidak dapat memenuhi zat-zat tersebut.
Pada kali ini akan membahas secara khusus mengenai kekurangan kalori protein. Protein
yang berasal dari kata protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein berfungsi
sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Kita memperoleh protein dari
makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Jika kita tidak mendapat asupan protein
yang cukup dari makanan tersebut, maka kita akan mengalami kondisi malnutrisi energi
protein.
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau
status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara
efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja,
dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila
tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial.
Beragam masalah malnutrisi banyak ditemukan pada anak-anak. Secara umum, kurang
gizi adalah salah satu istilah dari penyakit KKP, yaitu penyakit yag diakibatkan kekurangan
energi dan protein. KKP dapat juga diartikan sebagai keadaan kurang gizi yang disebabkan
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
Angka Kecukupan Gizi (AKG). Bergantung pada derajat kekurangan energy protein yang
terjadi, maka manifestasi penyakitnya pun berbeda-beda. Penyakit KKP ringan sering
diistilahkan dengan kurang gizi.
Penyakit ini paling banyak menyerang anak balita, terutama di negara-negara
berkembang. Gejala kurang gizi ringan relative tidak jelas, hanya terlihatbahwa berat
badananak tersebut lebih rendah disbanding anak seusianya. Kira-kira berat badannya hanya
sekitar 60% sampai 80% dari berat badan ideal.
B. Etiologi
Kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup serta kebiasaan
makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu, karena
kelainan metabolik, atau malformasi congenital. Pada bayi dapat terjadi karena tidak
mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare.
Secara umum, masalah KKP disebabkan oleh beberapa faktor, yang paling dominan
adalah tanggung jawab negara terhadap rakyatnya karena bagaimana pun KKP tidak akan
terjadi bila kesejahteraan rakyat terpenuhi.
Berikut beberapa faktor penyebabnya :
1. Faktor sosial. Yang dimaksud faktor sosial adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya makana bergizi bagi pertumbuhan anak, sehingga banyak balita tidak
mendapatkan makanan yang bergizi seimbang hanya diberi makan seadanya atau asal
kenyang. Selain itu, hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sosial
dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan
berlangsung turun-temurun dapat menjad hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
2. Kemiskinan. Kemiskinan sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di
negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat menyababkan kebutuhan
paling mendasar, yaitu pangan pun sering kali tidak biasa terpenuhi apalagi tidak dapat
mencukupi kebutuhan proteinnya.
3. Laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersedian
bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini pun menjadi penyebab munculnya
penyakit KKP.
4. Infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi.
Infeksi sekecil apa pun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin
memperlemah daya tahan tubuh yang pada gilirannya akan mempermudah masuknya
beragam penyakit. Tindakan pencegahan otomatis sudah dilakukan bila faktor-faktor
penyebabnya dapat dihindari. Misalnya, ketersediaan pangan yang tercukupi, daya beli
masyarakat untuk dapat membeli bahan pangan, dan pentingnya sosialisasi makanan bergizi
bagi balita serta faktor infeksi dan penyakit lain.
5. Pola makan. Protein (asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh
dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua
makanan mengandung protein atau asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui
umumnya mendapatkan protein dari Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan ibunya. Namun, bayi
yang tidak memperoleh ASI protein dari suber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu, dan lain-
lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak
berperan penting terhadap terjadinya kwashiorkor terutama pada masa peralihan ASI ke
makanan pengganti ASI.
6. Tingkat pendidikan orang tua khususnya ibu mempengaruhi pola pengasuhan balita. Para
ibu kurang mengerti makanan apa saja yang seharusnya menjadi asupan untuk anak-anak
mereka.
7. Kurangnya pelayanan kesehatan, terutama imunisasi. Imunisasi yang merupakan bagian dari
system imun mempengaruhi tingkat kesehatan bayi dan anak-anak.

C.Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,protein, atau
keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekuranganmakanan, tubuh selalu
berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untukmempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan
tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jamsudah dapat
terjadi kekurangan.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam
amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak
dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam
lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau ke
kurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai
memecah protein lagi seteah kira - kira kehilangan separuh dari tubuh.

D.Manifestasi Klinik
1. KKP Ringan :
a. Pertumbuhan linear terganggu
b. Peningkatan berat badan berkurang, terhenti, bahkan turun
c. Ukuran lingkar lengan atas menurun
d. Maturasi tulang terlambat
e. Ratio berat terhadap tinggi normal atau cenderung menurun
f. Anemia ringan atau pucat
g. Aktifitas berkurang
h. Kelainan kulit (kering, kusam)
i. Rambut kemerahan

2. KKP Berat :
a. Gangguan pertumbuhan
b. Mudah sakit
c. Kurang cerdas
d. Jika berkelanjutan menimbulkan kematian

Gejala dari KKP adalah :


1.      Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2.      Abdomen dapat kembung dan datar. BB me nurun
3.      Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni.
4.      Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat,
5.      Kulit keriput (turgor kulit jelek)
6.      Ubun-ubun cekung pada bayi

E. Klasifikasi Kekurangan Kalori Protein (KKP)


KKP dibagi menjadi dua jenis, yaitu kwashiorkor dan marasmus.
1.      Kwashiorkor
Istilah kwashiorkor pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Cecily Williams pada tahun 1933
ketika ia menemukan keadaan ini di Ghana, Afrika. Dalam bahasa Ghana, kwashiorkor
artinya penyakit yang diperoleh anak pertama, bila anak kedua sedang ditunggu kelahirannya.
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake yang berlangsung kronis.
Kwshiorkor disebabkan oleh insufiensi asupan protein yang bernilai biologis adekuat dan
sering berkenaan dengan defisiensi asupan energy ( Rudolph, 2006, hal : 1123).

2. Marasmus
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein.
(Suriadi, 2001:196). Marasmus merupakan gambaran KKP dengan defisiensi energi yang
ekstrem (Sediaoetama, 1999)
.
   F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kurang kalori protein (Suriand & Rita Yuliani, 2001)
1. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit
3. Penannganan diare bila ada : cairan, antidiare, dan antibiotic

Penatalaksanan KKP berat dirawat inap dengan pengobatan rutin (Arief Mansjoer, 2000) :
1.      Atasi atau cegah hipoglikemi
Periksa kadar gula darah bila ada hipotermi (suhu skala < 35 derajat celciul suhu rektal 35,5
derajat celcius). Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegahkedua kondisi
tersebut. Bila kadar gula darah di bawah 50 mg/dl, berikan : a. 50 mlbolus glukosa 10 % atau
larutan sukrosa 10% (1 sdt gula dalam 5 adm air) secara oral atau sonde / pipa nasogastrik b.
Selanjutnya berikan lanjutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan ¼
bagian dari jatah untuk 2 jam) c. Berikan antibiotik d. Secepatnya berikan makanan setiap 2
jam, siang dan malam
2.      Atasi atau cegah hipotermi
Bila suhu rektal < 35.5 derajat celcius : a. Segera berikan makanan cair / formula khusus
(mulai dengan rehidrasi bila perlu) b. Hangatkan anak dengan pakaian atau seelimut sampai
menutup kepala, letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau
peluk anak di dasa ibu, selimuti. c. Berikan antibiotik d. Suhu diperiksa sampai mencapai >
36,5 derajat celcius
3.       Atasi atau cegah dehidrasi
Jangan mengunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali keadaan syok/rentan. Lakukan
pemberian infus dengan hati – hati, tetesan pelan – pelan untuk menghindari beban sirkulasi
dan jantung. Gunakan larutan garam khusus yaitu resomal (rehydration Solution for
malnutrition atau pengantinya).

G. Komplikasi KKP
1. Defisiensi vitamin A (xerophtalmia) Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu
regenerasi visual purple bila mata terkena cahaya). Jika tidak segera teratasi ini akan berlanjut
menjadi keratomalasia (menjadi buta).
2. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis. Tiamin berfungsi sebagai ko-enzim
dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin B1 menyebabkan penyakit beri-beri dan
mengakibatkan kelainan saraf, mental dan jantung.
3. Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis) Vitamin B2/riboflavin berfungsi sebagai ko-enzim
pernapasan. Kekurangan vitamin B2 menyebabkan stomatitis angularis (retak-retak pada
sudut mulut, glositis, kelainan kulit dan mata.
4. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
5. Defisiensi Vitamin B12 Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor ekstrinsik.
Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa.
6. Defisit Asam Folat Menyebabkan timbulnya anemia makrositik, megaloblastik,
granulositopenia, trombositopenia.
7. Defisiensi Vitamin C Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu integrasi dinding
kapiler. Vitamin C diperlukan untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas karena
merupakan bagian dalam pembentukan zat intersel, pada proses pematangan eritrosit,
pembentukan tulang dan dentin.
8. Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Yodium Kekurangan
yodium dapat menyebabkan gondok (goiter) yang dapat merugikan tumbuh kembang anak.
9. Tuberkulosis paru dan bronkopneumonia.
10. Noma sebagai komplikasi pada KEP berat Noma atau stomatitis merupakan pembusukan
mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi, bibir dan dagu. Noma
terjadi bila daya tahan tubuh sedang menurun. Bau busuk yang khas merupakan tanda khas
pada gejala ini.

H. Akibat Kekurangan Kalori Protein


Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah.
Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di
bawah lima tahun. Akibat dari kwashiorkor dan marasmus sendiri, yaitu:
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
2. Mudah terkena penyakit
3. Berkurangnya daya pikir
4. Penurunan fungsi otak
5. Ketidakseimbangan cairan elektrolit
6. Berkurangnya daya tahan tubuh
7. Bila tidak segera diobati berakhir dengan kematian
I. Cara Menanggulangi KKP
KKP merupakan salah satu masalah serius yang sedang dihadapi Indonesia. Kita dapat
berusaha agar KKP dapat dikuragi. Berikut adalah cara-cara pencegahannya :
1. Tingkat keluarga
a) Ibu membawa balita ke posyandu untuk ditimbang
b) Memberi ASI pada usia sampai enam bulan
c) Memberi maknan pendukung ASI yang mengandung berbagai gizi (kalori, vitamin,
mineral)
d) Memberitahukan petugas kesehatan bila balita mengalami sakit
e) Menhindari pemberian makanan buatan kepada anak-anak untuk menggantikan ASI
sepanjang ibu masih mampu menghasilkan ASI
f) Melindungi anak dari kemungkinan menderita diare dan dehidrasi dengan cara memelihara
kebersihan, menggunakan air masak untuk minum, mencuci alat pembuat susu dan makanan
bayi serta penyediaan oralit
g) Mengatur jarak kehamilan ibu agar ibu cukup waktu untuk merawat dan mengatur
makanan yang bergizi untuk buah hati mereka
2. Tingkat posyandu
a) Kader melakukan penimbangan pada balita setiap bulan di posyandu
b) Kader memberikan penyuluhan tentang makanan pendukung ASI (MP-ASI)
c) Kader memberikan pemulihan bayi balita yang berada di garis merah (PMT) contoh : KMS
d) Pemberian imunisasi untuk melindungi anak dari penyakit infeksi seperti TBC, polio dan
ada pula beberapa imunisasi dasar, antara lain :
1) BCG
2) DPT
3) Polio
4) Hepatitis
5) Campak
3.Tingkat pengobatan
Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung protein
bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral. Makan tersebut
dalam bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap.
Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah sebagai
berikut:
1. Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus kwashiorkor.
2. 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus.
3. Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB
4. Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari
5. Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar
6. KCL oral 75-150mg /kgBB/hari.
7. Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.

ASUHAN KEPERRAWATAN
A.    Pengkajian
I.Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
No MR
Alamat
Nama orangtua

II.Pemeriksaan fisik
1) Kaji tanda-tanda vital.
2) Kaji perubahan status mental anak, apakah anak nampak cengeng atau apatis.
3) Pengamatan timbulnya gangguan gastrointestinal, untuk menentukan kerusakan fungsi
hati, pankreas dan usus.
4) Menilai secara berkelanjutan adanya perubahan warna rambut dan keelastisan kulit dan
membran mukosa.
5) Pengamatan pada output urine.
6) Penilaian keperawatan secara berkelanjutan pada proses perkembangan anak.
7) Kaji perubahan pola eliminasi. Gejala : diare, perubahan frekuensi BAB. Tanda : lemas,
konsistensi BAB cair.
8) Kaji secara berkelanjutan asupan makanan tiap hari. Gejala : mual, muntahdan tanda :
penurunan berat badan.
9) Pengkajian pergerakan anggota gerak/aktivitas anak dengan mengamati tingkah laku anak
melalui rangsangan.

Pemeriksaan Penunjang
         Pemeriksaan Laboratorium
a) pemeriksaan darah tepi memperlihatkan anemia ringan sampai sedang, umumnya berupa
anemia hipokronik atau normokromik.
b) Pada uji faal hati tampak nilai albumin sedikit atau amat rendah, trigliserida normal, dan
kolesterol normal atau merendah.
c) Kadar elektrolit K rendah, kadar Na, Zn dan Cu bisa normal atau menurun.
d) Kadar gula darah umumnya rendah.
e) Asam lemak bebas normal atau meninggi.
f) Nilai beta lipoprotein tidak menentu, dapat merendah atau meninggi.
g) Kadar hormon insulin menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapat normal, merendah
maupun meninggi.
h) Analisis asam amino dalam urine menunjukkan kadar 3-metil histidin meningkat dan
indeks hidroksiprolin menurun.
i) Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai dengan kasus
perlemakan berat.
j) Kadar imunoglobulin serum normal, bahkan dapat meningkat.
k) Kadar imunoglobulin A sekretori rendah.
l) Penurunan kadar berbagai enzim dalam serum seperti amilase, esterase, kolin esterase,
transaminase dan fosfatase alkali. Aktifitas enzim pankreas dan xantin oksidase berkurang.
m) Defisiensi asam folat, protein, besi.
n) Nilai enzim urea siklase dalam hati merendah, tetapi kadar enzim pembentuk asam amino
meningkat.
         Pemeriksaan Radiologik
Pada pemeriksaan radiologik tulang memperlihatkan osteoporosis ringan.

Fokus pengkajian pada anak KKP


-pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan
kulit).
Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
1.      Penurunan ukuran antropometri
2.      Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
3.      Gambaran wajah sepe
4.      Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi,retraksi otot intercostal)
5.      Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
6.      Edema tungkai
7.      Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada
bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat
paha)

B. Diagnosa
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake.
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
2.Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi.

C.Intervensi
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake.
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
Tujuan : Pasien mendapat nutrisiyang adekuat
Kriteria hasil :
1.      Meningkatkan masukan oral
2.      Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3.      Nafsu makan meningkat
Intervensi :
1.      Dapatkan riwayat diet
2.      Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
3.      Gunakan alat makan yang dikenalnya
4.      Sajikan makan sedikit tapi sering
Rasional :
1.      Sebagai suport untuk anak sewaktumakan
2.      Untuk menambah semangat makan si anak
3.      Menggunakan alat makan yang dikenal oleh si anak akan menambah semangat anak untuk
makan
4.      Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak

2.Defisit volume cairan berhubungan dengan diare


Tujuan : Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
1.      Mukosa bibir lembab
2.      Tidak terjadi peningkatan suhu
3.      Turgorkulitbaik
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
2. Monitor jumlah dan tipe masukancairan
3. Ukur haluaran urine dengan akurat
Rasional :
1. Untuk mengetahui TTV dan tanda dehidrasi si anak
2. Untuk mengetahui cairan pada anak
3. Untuk mengetahui keseimbanganantara input dan output

3.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/statusmetabolik.


Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
1.      Kulit tidak kering
2.      Kulittidak bersisik,Elastisitas normal
Intervensi :
1.      Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi.
2.      Dorong mandi 2x sehari dan gunakan lotion setelah mandi
3.      Massage kulit Kriteria hasil ususnya diatas penonjolan tulang
4.      Alih baring
Rasional :
1.      Mencegah terjadinya kerusakan pada kulit
2.      Mandi dapat menjaga kebersihan kulit
3.      Massage dapat mencegah terjadinya kerusakan kulit
4.      Baring yang sering akan mengakibatkan penekanan pada kulit
4.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
1.      Suhu tubuh normal
2.      Lekosit dalam batas normal
Intervensi :
1.      Mencuci tangan sebelum dansesudah melakukan tindakan
2.      Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
3.      Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
4.      Antibiotik sesuai program
Rasional :
1.      Tangan yamg bersih akan terhindar dari kuman
2.      Alat yang bersih/steril tidak akan mengakibatkan infeksi
3.      Untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi
4.      Antibiotik sebagai pengobatan

5.Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi


Tujuan :pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
1.      Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup
2.      Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi :
1.      Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
2.      Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
3.      Konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
4.      Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien
Rasional :
1.      Pengetahuan orang tua pasien mempengaruhi perawatan pasien
2.      Jawaban sesuai indikasi agar tidak membingungkan orangtua pasien
3.      Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
4.      Menambah wawasan orangtua klien dalam perawatan pasien

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Manusia membutuhkan makan untuk bertahan hidup. Selain untuk bertahan hidup,
makanan juga berfungsi memenuhi kebutuhan-kebutuhan tubuh akan zat-zat seperti
karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan zat-zat lain. Namun, di zaman yang sudah
modern ini justru banyak orang yang tidak dapat memenuhi zat-zat tersebut.
Kurang kalori dan protein ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi
kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi atau terjadinya defisiensi atau
defisit energi dan protein. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita karena pada
umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila konsumsi makanan tidak
seimbang dengan kebutuhan kalori maka akan terjadi defisiensi tersebut (kurang kalori dan
protein).
Beberapa ahli hanya membedakan antara 2 macam KKP saja, yakni KKP ringan atau
gizi kurang dan KKP berat (gizi buruk) atau lebih sering disebut marasmus (kwashiorkor).
Anak atau penderita marasmus ini tampak sangat kurus, berat badan kurang dari 60% dari
berat badan ideal menurut umur, muka berkerut seperti orang tua, apatis terhadap sekitarnya,
rambut kepala halus dan jarang berwarna kemerahan.
KKP dibagi menjadi dua jenis, yaitu kwashiorkor dan marasmus.dan faktor penyebab nya
yaitu masalah sosial,masalah ekonomi,masalah biologi dan masalah lingkungan.

B.     SARAN
Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan mewujud nyatakan peran
perawat yang prefesional, serta dapat melaksanakan tugas-tugas dengan penuh tanggung
jawab, dan selalu mengembangkan ilmu keperawatan
http://indahverawati.blogspot.co.id/2015/02/askep-kekurangan-kalori-protein-kkp.html
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang

kasus gizi buruk umumnya menimpa balita dengan latar belakang ekonomi lemah. Beragam
masalah malnutrisi banyak ditemukan pada anak-anak dari kurang gizi hingga busung lapar.
Menurut UNICEF saat ini ada sekitar 40 % anak Indonesia di bawah usia lima tahun
menderita gizi buruk. Betapa banyaknya bayi dan anak-anak yang sudah bergulat dengan
kelaparan dan penderitaan sejak mereka dilahirkan.

Pemicu utama kasus gizi buruk di Indonesia tampaknya karena masalah ekonomi atau kurang
pengetahuan. Kemiskinan memicu kasus gizi buruk, kemiskinan dan ketidakmampuan orang
tua menyediakan makanan bergizi bagi anaknya menjadi penyebab utama meningkatnya
korban gizi buruk di Indonesia. Dan juga faktor alam, manusiawi ( kultur social masyarakat
setempat ), pemerintah, dan lain – lain.

Persoalan gizi buruk masih menghantui sebagian warganya. Bagaimana bisa di era sekarang,
masih dijumpai ribuan, dan ratusan ribu anak balita, yang menjadi pemegang masa depan
Indonesia menderita gizi buruk. Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan
kasus gizi buruk terlambat seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat
penderita gizi buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk
merebak barulah pemerintah melakukan tindakan ( serius ). Sebab, perilaku masyarakat yang
sudah membudaya selama ini adalah, anak-anak yang menderita penyakit kurang
mendapatkan perhatian orang tua. Anak-anak itu hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli
akan kadar gizi dalam makanan yang diberikan. Apalagi kalau persediaan pangan keluarga
sudah menipis. Kasus ini banyak menimpa anak di indonesia.

B. Tujuan

Tujuan Umum
Yaitu, agar Mahasiswa/i memahami tentang penyakit kekurangan kalori protein pada anak

tujuan Khusus

Yaitu, agar Mahasiswa/i mengetahui dan memahami tentang :

1.  Definisi

2.  Etiologi

3. Patofisiologi

4. Manifestasi klinis

5.  Komplikasi
6. penatalaksanaan

7. pengobatan

C. Ruang Lingkup

Dalam penyusunan makalah ini, penulis membatasi topik pada materi Asuhan Keperawatan
Pada Anak Dengankekurangan kalori protein, pembahasan mengenai :

1.  Definisi

2.  Etiologi

3. Patofisiologi

4. Manifestasi klinis

5.  Komplikasi

6. penatalaksanaan

7. pengobatan

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ilmiah tentang materi tetanus pada anak ini terdiri dari 3
BAB, masing-masing BAB terdiri dari sub-sub bahasan yaitu :

1. BAB I Pendahuan

Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup penulisan dan
sistematika penulisan.

2.  BAB II Pembahasan


defenisi, etiologi, Patofisiologi, Manifestasi klinis, Komplikasi, penatalaksanaan, pengobatan

3. BAB III asuhan keperawatan

4. BAB IV Penutup

Terdiri dari kesimpulan, saran dan daftar pustaka.

 
 

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. DEFENISI
Nama internasional KKP yaitu Calori Protien Malnutrition atau CPM adalah suatu penyakit
difisiensi gizi dari keadaan ringan sampai berat, disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM
)
Secara klinik dibedakan dalam bentuk yaitu Kwashiorkor dan marasmus. Diantara kedua
bentuk tersebut terdapat bentuk antara atau “ Marasmus Kwasiorkor “
a. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori
b. Kwashiorkor yaitu keadaan kekurangan protein yang parah dan pemasukan kalori yang
kurang.
c. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan kwashiorkor.

B. ETIOLOGI
1. Marasmus
a) Masukkan kalori yang kurang akibat kesalahan pemberian
b) makanan.
c) Penyakit metabolik
d) Kelaian kongenital
e) Infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lainnya.

2. Kwashiorkor
a) Diare yang kronik
b) Malabsorbsi protien
c) Sindrom nefrotik
d) Infeksi menahun
e) Luka bakar
f) Penyakit hati.

C. PATOFISIOLOGI
1. Marasmus
Untuk kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejummlah energi yang dalam keadaan
normal dapat dipenuhhi dari makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak terpenhi pada
masukan yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan protein senagai
sumber energi. Pengahancuran jaringan pada defesiensi kalori tidak saja membantu
memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit
esensial lainnya, seperti berbagai asam amino.

2. Kwashiorkor.
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih, karena
persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.kelianan yang mencolok
adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem dan perlemakan hati.
Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial
dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan asam
amnino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang
kemudian berakibat edem.perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-
lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot terganggu, dengan akibat terjadinya
penimbunan lemah dalam hati.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Marasmus
a) Perubahan psikis , anak menjadi cengeng, cerewet walaupun mendapat minum.
b) Pertumbuhan berkurang atau tehenti.
c) Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang ( turgor jelek dan kulit keriput.
d) Vena superfisialis kepala lebih nyata, frontal sekung, tulang pipi dan dagu terlihat
menonjol, mata lebih besar dan cekung.
e) Hipotoni akibat atrofi otot
f) Perut buncit
g) Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai
h) Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.

2. Kwashiorkor
a) Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah terangsang, pada tahap
lanjut anak menjadi apatus dan koma.
b) Pertumbuhan terlambat
c) Udema
d) Anoreksia dan diare.
e) Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek.
f) Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut.
g) Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan
lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi eritropoitin dan kerusakan hati.
h) Anak mudah terjangkit infeksi
i) Terjadi defesiensi vitamin dan mineral

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM.
1. Pada kwashiorkor ;penurunan kadar albumin, kolesteron dan glukosa.
2. Kadar globulin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin dan globulin
serum dapat terbalik
3. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam amino non
essiensial.
4. Kadar imunoglobulin normal, bahkan dapat menigkat.
5. Kadar IgA serim normal, namun kadar IgA sekretori rendah.

F. PENGOBATAN
Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung protein bernilai
biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral. Makan tersebut dalam
bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap.
Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah sebagai berikut:
1) Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus kwashiorkor.
2) 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus.
3) Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB
4) Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari
5) Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar
6) KCL oral 75-150mg /kgBB/hari.
7) Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.

BAB III
ASUHANKEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien:
Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamat dst.

2. Keluhan utama
Ø Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak pada kaki dan tangan, kondisi
lemah dan tidak mau maka, BB menurun dll.
Ø Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau makan, badan kelihatan
kurus dll.

3. Riwayat kesehatan;
a. Riwayat penyakit sekarang
a) Kapan keluhan mulai dirasakan
b) Kejadian sudah berapa lama.
c) Apakah ada penurunan BB
d) Bagaimanan nafsu makan psien
e) Bagaimana pola makannya
f) Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa, kapan, jenis obatnya.

b. Pola penyakit dahulu


a) Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti sekarang

c. Riwayat penyakit keluarga


a) Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan
kekurangan gizi atau kurang protein.

d. Riwayat penyakit sosial


a) Anggapan salah satu jenis makanan tertentu.
b) Apakah kebutuhan pasien tepenuhi.
c) Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien
d) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.

e. Riwayat spiritual
a) Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.
f. Tumbuh kembang

PENGKAJIAN FISIK.
1. Inspeksi:
Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi pasien meliputi :
b) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien
c) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka seperti bulan.
d) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam, tampak siannosis,
perut membuncit.
2. Palpasi
Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek.
Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Data laboratorium;
– feses, urine, darah lengkap
– pemeriksaan albumin.
– Hitung leukosit, trombosit
– Hitung glukosa darah.

DIAGNOSA KEPERAWATAN.
A. Pada Kwashiorkor

1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau
makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB bertambah ½ kg
per 3 hari.

Intervensi :
            a. Mengukur dan mencatat BB pasein
            b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
            c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
            d. Memberikan makanan tinggi TKTP
            e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
            f. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )

Rasional:
a. BB menggambarkan status gizi pasien
b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah.
e. Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan.
f. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral

Evaluasi :
Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.


Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kreteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-
harinya tanpa dibantu orang lain.

Intervensi :
            a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari
            b. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
            c. Melatih dan membimbing dalam merubah posisi.
            d. Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan.

Rasional :
a. Aktivitas mengambarkan kekuatan fisik pasien
b. Meni            ngkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas walau dalam keterbatasan / sesuai
kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas.
d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi :
Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya
tanpa bantuan orang lain.

3. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh


Tujuan :
a. Mencegah komplikasi

Intervensi :
            a. Memberikan makanan cukup gizi (TKTP)
            b. Menjaga personal hygiene pasien
            c. Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan.
            d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

Rasional :
a. Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh.
b. Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien.
c. Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien.
d. Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.

Evaluasi :
Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.

B. Pada marasmus.
1. gangguan pemenuhan nutrisi b.d intake yang kurang adekuat ditandai dengan pasien tidak
mau makan, BB menurun, anoreksia, rambut merah dan kusam, fisik tampak lemah.
Tujuan :
Kebutuhan nutisi pasien terpenuhi dengan kreteria; BB bertambah ½ kg / 3 hari , rambut
tidak kusam, penderita mau makan.

Intervensi :
            a. Mengukur dan mencatat berat badan pasien.
            b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
            c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan.
            d. Memberi makanan TKTP
            e. Memberi motivasi kepada penderita agar mau makan.
            f. Memberikan makanan lewat parenteral ( D 5% )

Rasional :
a. BB menggambarkan status gizi pasien
b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Kalori dan protien sangat berpengaruh terhadap gizi pasien.
e. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral

Evaluasi :
Pasien mau makan makanan TKTP , BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.

2. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang kurang adekuat ditandai
dengan turgor kulit yang jelek, bibir pecah-pecah. Pasien merasa haus ,nadi cepat 120 / menit.
Tujuan :
Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan kreteria ; turgor kulit normal, bibir
lembab, pasien tidak mengeluh haus, nadi normal.

Intervensi :
            a. mengukur tanda vital pasien.
            b. Menganjurkan agar minum yang banyak kepada pasien
            c. Mengukur input dan output tiap 6 jam.
            d. Memberikan cairan lewat parenteral

Rasional :
a. Tanda vital ( nadi dan tensi ) menggambarkan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien.
b. Alternative penggantian cairan secara cepat.
c. Input dan output menggambarkan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh pasien.
d. Sebagai alternatif penggantian cairan cepat melalui parenteral.

Evaluasi :
Keseimbangan cairan dan elektrolit pasien terpenuhi ditandai dengan turgor kulit normal,
mokusa bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus , Td dan nadi normal.

3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.


Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kriteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa dibantu orang lain.

Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari.
b. Membantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing pasien dalam ,merubah posisi.
d. Membantu pasien melakukan gerakan-gerakan ringan.

Rasional :
a. Aktivitas menggambarkan kekuatan fisik pasien.
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas pasien.
d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi
Kebutuhan aktivitas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa bantuan orang lain.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Persoalan gizi buruk masih menghantui sebagian warganya. Bagaimana bisa di era sekarang,
masih dijumpai ribuan, dan ratusan ribu anak balita, yang menjadi pemegang masa depan
Indonesia menderita gizi buruk. Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan
kasus gizi buruk terlambat seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat
penderita gizi buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk
merebak barulah pemerintah melakukan tindakan

B. Saran
diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa mampu memahami tentang penyakit
kalori protein. Dan dalam prakteknya mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4 EGC. Jakarta.

Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.

Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth
Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.

https://resiridesvina.wordpress.com/2012/10/16/asuhan-keperawatan-anak-dengan-kkp/  
Tinjauan Teori dan Asuhan Keperawatan Anak dengan KKP
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
• Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori
yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya
lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
• Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi,
2001:196).
• Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak
cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang
menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
• Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk
pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
• Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi
yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan
yang kita konsumsi.
• Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan
metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi
tubuh untuk :
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.

B. ETIOLOGI
• Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet
yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-
anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
• Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang
tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare.
Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan
saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun
dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).

C. PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau
keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan
pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa)
dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh
untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam
puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan
makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah
protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina
Mursada, 2002:11).

D. MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan
sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan
longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak
relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen
dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal,
nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu
makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe
kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).

Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :


1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaingan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis

E. PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya
baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji
tanda-tanda vital.

Penanganan KKP berat


Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan
rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa,
sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
– Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
– Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
– Pengobatan infeksi
– Pemberian makanan
– Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat
dan payah jantung.

Menurut Arisman, 2004:105


– Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya
cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
– Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral
atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
– Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
– Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan
dalam kegiatan rehidrasi.
– Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-
75 dan F-100.
Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan IV.
– cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
– Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
– Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
– Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
– Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari
atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
– Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari,
dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
– Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam
meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik
menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan
menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari
lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada
wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot
rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.

G. FOKUS INTERVENSI
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak
adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan
memuji anak untuk makan mereka
f. Sajikan makansedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)


Tujuan :
Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c. Ukur haluaran urine dengan akurat

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.


(Doengoes, 2000).
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d. Alih baring
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal
Intervensi :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d. Beri antibiotik sesuai program

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)


Tujuan :
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan
gejala.
Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien

6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan


fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.
(Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik
sesuai dengan usianya.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
d. Berikan mainan sesuai usia anak.

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder


akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan :
Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi :
a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi).
(Carpenio, 2001:143).
Tujuan :
Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema,
memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi :
a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

Anda mungkin juga menyukai