Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

METABOLISME ENERGI DAN GIZI MAKRO


GANGGUAN METABOLISME ENERGI
KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)

Disusun Oleh :
Catur Ima Wulandari
Caturini Meidya Nugrahasari
Fizra Nur Fadia

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MALANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DIETISIEN MALANG
2022

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang
“Kekurangan Energi Protein (KEP)” ini dengan tepat waktu. makalah ini disusun
sebagai tugas mata kuliah Metabolisme Energi dan Zat Gizi Makro.
Adapun makalah ini disusun berdasarkan pengamatan dari internet dan
buku yang ada kaitannya dengan makalah yang dibuat. Dalam penyusunan
makalah initentunya tidak lepas dari adanya bantuan dari pihak tertentu, oleh
karena itu tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada orang tua,
teman-teman dan dosenpembimbing yang telah membantu hingga selesainya
makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini menyadari masih banyak kekurangan
dankelemahannya. Oleh karena itu mengharapkan kritik dan saran yang
bersifatmembangun untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk para pembaca.

Malang, 21 Desember 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia berbagai macam jenis penyakit yang beredar di
kalanganmasyarakat. Faktor pencetus banyaknya resiko penyakit yang
ditimbulkan berawaldari kebiasaan makan, pola hidup yang tidak sehat dan
kurangnya pengetahuan terkaitinformasi kesehatan.
Salah satu penyakit yang banyak terdapat pada masyarakat Indonesia
yaitukurang energi protein (KEP), Menurut Atik dkk (2016), Kurang energi
protein (KEP)yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energiprotein dalam makan sehari-hari dan atau
gangguan penyakit tertentu sehingga tidakmemenuhi angka kecukupan gizi
(AKG). Kurang energy protein merupakan keadaankuang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalammakanan
sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. KEP itu
sendiridapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan
gejala klinis.Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah
Marasmus, Kwashiorkor, danMarasmus-Kwashiorkor.
Selain itu, penyakit kurang energy protein (KEP) juga merupakan
penyakitterbanyak yang diderita oleh masyarakat Indonesia yaitu pada anak-
anak. Penyakitkurang energy protein yaitu kondisi kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnyakonsumsi energy dan protein dalam makanan
sehari-hari. Penyebab dari KEP iniadalah kurangnya konsumsi sumber
bahan makanan yang mengandung protein yangberasal dari protein hewani
dan nabati. Untuk mengkaji lebih lanjut terkait dengan penyakit hipertensi
dan KEP, maka penulis akan membahas lebih lanjut pada makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kekurangan Energi Protein (KEP)?
2. Bagaimana patofisiologi pada Kekurangan Energi Protein (KEP)?
3. Bagaimana metabolisme energi pada kondisi Kekurangan Energi Protein
(KEP)?
4. Apa akibat kondisi Kekurangan Energi Protein (KEP)?
5. Bagaimana penatalaksanaan gizi pada Kekurangan Energi Protein
(KEP)?
C. Tujuan
1. Untuk memahami Kekurangan Energi Protein (KEP)
2. Untuk mengetahui patofisiologi Kekurangan Energi Protein (KEP)
3. Untuk mengetahui metabolismme energi pada kondisi Kekurangan Energi
Protein (KEP)
4. Untuk penatalaksanaan gizi pada Kekurangan Energi Protein (KEP)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kekurangan Energi Protein


Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan keadaan tidak cukupnya
masukan protein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh atau dikenal dengan
nama maramus dan kwasiokor. Kwasiokor disebabkan oleh kekurangan
protein baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas, sedangkan marasmus
disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein (Mardisantosa dkk, 2018).
Kurang Energi Protein (KEP) ialah seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari dan gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP apabila berat
badannya kurang dari 80% (Septiawati dkk, 2021).
Kurang Energi Protein ialah keadaaan kurang gizi yang disebabkan oleh
kurangnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari sehingga
tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Secara klinis KEP terdapat
dalam 3 tipe yaitu :
1. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh
tubuh, wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan
seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng, rewel dan
apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak merah ke
coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis),
sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.
2. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus
kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan
lemak sumkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering
disertai penyakit infeksi dan diare (Victoria, 2015).
3. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan
marasmus.

B. Patofisiologi KEP
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein,
atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan,
tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol
dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh
akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh (Atik dkk, 2016).
C. Metabolisme kondisi energi KEP
D. Penatalaksanaan Gizi Kekurangan Energi Protein
Terdapat empat fase perawatan dan pengobatan kurang energy protein (KEP)
yaitu:
a. Fase Stabilisasi
Merupakan fase awal penanganan kurang energy dan protein berlangsung
selama 1-2 hari namun dapat dianjutkan hingga sejminggu sesuai dengan
kondisi klinis balita. Diet pada fase ini bertujuan untuk menstabilkan status
metabolic tubuh dan kondisi klinis anak. Pemantauan pada fase ini yakni klinis,
edema, asupan formula, konsistensi feses, volume urin dan berat badan.
b. Fase Transisi
Merupakan fase peralihan dimana bertujuan untuk memberi kesempatan tubuh
untuk beradaptasi terhadap asupan yang diberikan semakin meningkat. Tujuan
dari fase ini yakni agar tubuh beradaptasi terhadap pemberian energy dan
protein. Pemantauan pada fase ini yakni klinis, edema, asupan formula,
konsistensi feses, volume urin dan berat badan.
c. Fase Rehabilitasi
Merupakan fase dengan pemberian makanan tumbuh kejar. Pemberian makanan
berupa F100 diberikan secara bertahap ditambah makanan sesuai berat badan.
Fase ini biasanya berlangsung selama 2-4 minggu. Tujuan diet pada fase ini
yakni memberikan makanan yang adekuat untuk tumbuh kejar, memotivasi balita
tersebut agar dapat menghabiskan formula yang diberikan dan ibu tetap
memberikan ASI. Pemantauan pada fase ini yakni pada asupan formula yang
dikonsumsi oleh balita serta kenaikan berat badannya.
d. Fase Tindak Lanjut
Merupakan fase lanjutan pemberian makanan untuk tumbuh kejar dengan PMT-
P (Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan)
Kebutuhan Zat Gizi Untuk Kurang Energi Protein
Kebutuhan zat gizi untuk kurang energy dan protein yakni sebagai berikut:
Zat Gizi Stabililasi Transisi Rehabilitasi
Energi 80-100 100-150 150-220
kkal/kgBB/hr kkal/kgBB/hr kkal/kgBB/hr
Protein 1-1.5 g/kgBB/hr 2-3 g/kgBB/hr 4-6 g/kgBB/hr
Cairan 130 ml/kgBB/hr 150 ml/kgBB/hr 150-200
100 ml/kgBB/hr ml/kgBB/hr
Bila mengalami
edema berat
Macam Diet F75 F100 F100
Langkah-langkah tata laksana pada kurang energy protein yakni sebagai berikut:

Gambar 1. Langkah-Langkah Tata Laksana


Langah-langkah tata laksana kurang energy protein yakni sebagai berikut:
1. Langkah 1 : Mencegah dan mengatasi hipoglikemi: Semua balita kurang energy
protein beresiko mengalami hipoglikemia (kadar gula darah <3 mmol/L atau <54
mg/dL)
2. Langkah 2 : Mencegah dan mengatasi hipotermia: Balita kurang energy protein
mengalami hipotermia (suhu kurang dari 36℃ . Cara mengatasi hipotermia
dengan menghangatkan tubuh balita dengan menutup seluruh tubuh dengan
menggunakan pakaian dan selimut.
3. Langkah 3: Mencegah dan mengatasi dehidrasi: Balita kurang energy dan
protein yang mengalami diare dianggap beresiko mengalami dehidrasi. Untuk
mengatasi dehidrasi dapat diberikan ReSoMal (Rehydration Solution for
Malnutriton) yang terbuat dari oralit, gula pasir, mineral mix/air.
4. Langkah 4: Memperbaiki ganguan keseimbangan elektrolit: Untuk mengatasi
gangguan keseimbangan elektrolit diberikan kalium pada mineral mix yang
ditambahkan pada formula F75 atau F100 dan ReSoMal.
5. Langkah 5: Mengobati Infeksi: Memberikan antibiotic dikarenakan balita dengan
kurang energy proten menderita berbagai jenis infeksi sering tidak ditemukan
gejala infeksi seperti demam
6. Langkah 6: Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro: Pada kondisi kurang energy
rotein biasanya mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Suplementasi zat besi
diberikan pada saat balita mulai memiliki nafsu makan yang bagus dan
mengalami kenaikan berat badan
7. Langkah 7: Memberikan makanan untuk fase stabilisasi dan transisi: Pemberian
formula pada kondisi kurang energy dan protein disesuaikan dengan kondisi
yang bersangkutan.
8. Langkah 8: Memberikan makanan untuk tumbuh kejar: Pada fase rehabilitasi
dimana mengalami perbaikan jaringan tubuh diberikan energy 150-220
kkal/kgBB/hr, protein 4-6 gr/kgBB/hr diberikan berupa formula F100.
9. Langkah 9: Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang: Pada kondisi kurang
energy protein mengalami keterlambatan perkembangan mental dan perilaku.
Ibu berperan dalam menstimulasi tumbuh kembang anak-anak. Stimulasi
diberikan secara bertahap sesuai dengan usia anak. Stimulasi diberikan setiap
hari selama 15-30 menit.
10. Langkah 10: Mempersiapkan untuk tindak lanjut dirumah: Mempersipakan ibu
dan keluarga dalam penangana kurang energy protein pada saat berada dirumah
setelah mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan.

E. Akibat jangka panjang dari kondisi KEP


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Mardisantosa, Daman, Yunike. 2018. “Fakto-Faktor Kejadian Kurang Energi


Protein Pada Anak Balita”. Jurnal Kesehatan volume 6. Tanggerang : Stikes
Yatsi.
Septiawati, Yaktiworo, Reni. 2021. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein dengan
Status Gizi Balita. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada Volume 10. Lampung :
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Victoria, Sylvia. 2015. Protein Energy Deficiency Type Marasmus. Journal
Agromed Unila Volume 2. Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Kementerian Kesehatan RI. 2021. Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk
Pada Balita di Layanan Rawat Jalan Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan RI. 2019. Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi
Buruk Pada Balita. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Asosiasi Dietesien Indonesia., Ikatan Dokter Anak Indonesia & Persatuan Ahli
Gizi Indonesia. 2016. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai