Anda di halaman 1dari 27

TUGAS DIETETIK PENYAKIT INFEKSI, DEFISIENSI DAN

PENYAKIT TIDAK MENULAR


“Kurang Energi Protein (KEP)”

OLEH :

SOPIA DELFI

1913211119

DOSEN PEMBIMBING :

NURHAMIDAH, M.BIOMED

WILDA LAILA, M.BIOMED

STIKES PERINTIS PADANG


PROGRAM STUDI S1 GIZI NON REGULER
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “KEP” ini
dengan tepat waktu. makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Dietetik penyakit
infeksi, defisiensi dan penyakit tidak menular.
Adapun makalah ini disusun berdasarkan pengamatan dari internet dan buku
yang ada kaitannya dengan makalah yang dibuat. Dalam penyusunan makalah ini
tentunya tidak lepas dari adanya bantuan dari pihak tertentu, oleh karena itu tidak
lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada orang tua, teman-teman dan dosen
pembimbing yang telah membantu hingga selesainya makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini menyadari masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Oleh karena itu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
untuk para pembaca.

Pekanbaru, 2 Mei 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi


BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2.Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB II ISI
2.1.Gambaran Umum Kurang Energi Protein (KEP) ...................................... 3
2.2.Patofisiologi Kurang Energi Protein (KEP) ............................................... 4
2.3.Penyebab dan Dampak (Etiologi) Kurang Energi Protein (KEP) .............. 4
2.4.Manifestasi Klinis Kurang Energi Protein (KEP) ...................................... 7
2.5.Klasifikasi Kurang Energi Protein (KEP) .................................................. 7
2.6.Tujuan Diet Kurang Energi Protein (KEP) ................................................ 8
2.7.Syarat dan Prinsip Diet Kurang Energi Protein (KEP) .............................. 8
2.8.Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
Kurang Energi Protein (KEP) .................................................................... 9
2.9.Pembagian Makanan Sehari Pada Kurang Energi Protein (KEP) .............. 10
2.10.Penatalaksanaan Diet Kurang Energi Protein (KEP) ............................... 12
2.11.Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) atau Nutritional Care
Proccess (NCP) pada Kurang Energi Protein (KEP) ............................... 13
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan ................................................................................................ 22
3.2.Saran ........................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... xii

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Di Indonesia berbagai macam jenis penyakit yang beredar di kalangan
masyarakat. Faktor pencetus banyaknya resiko penyakit yang ditimbulkan berawal
dari kebiasaan makan, pola hidup yang tidak sehat dan kurangnya pengetahuan terkait
informasi kesehatan.

Salah satu penyakit yang banyak terdapat pada masyarakat Indonesia yaitu
kurang energi protein (KEP), Menurut Atik dkk (2016), Kurang energi protein (KEP)
yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi
protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Kurang energy protein merupakan keadaan
kuang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. KEP itu sendiri
dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala klinis.
Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor, dan
Marasmus-Kwashiorkor.

Selain itu, penyakit kurang energy protein (KEP) juga merupakan penyakit
terbanyak yang diderita oleh masyarakat Indonesia yaitu pada anak-anak. Penyakit
kurang energy protein yaitu kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energy dan protein dalam makanan sehari-hari. Penyebab dari KEP ini
adalah kurangnya konsumsi sumber bahan makanan yang mengandung protein yang
berasal dari protein hewani dan nabati.

Untuk mengkaji lebih lanjut terkait dengan penyakit hipertensi dan KEP,
maka penulis akan membahas lebih lanjut pada makalah ini.

4
1.2.Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian hipertensi dan KEP


2. Untuk mengetahui fisiologi dan etiologi dari hipertensi dan KEP.
3. Untuk mengetahui penentuan status gizi pada hipertensi dan KEP.
4. Untuk mengetahui masalah gizi pada hipertensi dan KEP.
5. Untuk mengetahui peran zat gizi pada hipertensi dan KEP.
6. Untuk mengetahui kebutuhan zat gizi pada hipertensi dan KEP.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan diet pada hipertensi dan KEP dengan
metode PAGT/NCP.

5
BAB II

ISI

2.1. Gambaran Umum Kurang Energi Protein (KEP)


Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan
atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi
(AKG). Kurang energy protein merupakan keadaan kuang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi. KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi KEP
tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala klinis. Secara garis besar tanda klinis berat
dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor (Atik dkk,
2016).

Salah satu diet untuk penderita kurang energi protein (KEP) yaitu diet energi
tinggi protein tinggi (ETPT). ETPT adalah diet yang memiliki kandungan energi dan
protein lebih tinggi dibandingkan kebutuhan normal. Diet ini diberikan untuk
mengatasi masalah dan resiko malnutrisi pada pasien akibat kekurangan energi dan
protein karena kebutuhan yang meningkat sebagai dampak dari peningkatan stress
metabolic, penurunan daya tahan tubuh, faktor penyakit, inflamasi, gagal tumbuh
pada anak, dan sebagainya. Malnutrisi merupakan suatu kondisi yang dihasilkan dari
kekurangan intake atau uptake zat gizi yang mengarah pada perubahan komposisi
tubuh (penurunan masa bebas lemak) dan massa sel tubuh sehingga terjadi kurangnya
fungsi fisik dan mental serta gangguan hasil klinis penyakit (Suharyati dkk, 2020).

Diet ETPT dapat diberikan dalam berbagai bentuk, baik oral maupun enteral.
Diet ini umumnya diberikan dengan penambahan makanan atau suplemen yang
mengandung energi tinggi dan protein tinggi tanpa meningkatkan volume makanan
menjadi terlalu besar, seperti susu, daging, margarin, makanan enteral dan

6
sebagainya. Pemberian diet dapat dilakukan bertahap sesuai dengan daya terima dan
kapasitas fungsi pencernaan pasien (Suharyati dkk, 2020).

2.2. Patofisiologi Kurang Energi Protein (KEP)

Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,
protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai
bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat
sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino
yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak
dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan
asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini
berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein
lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh (Atik dkk, 2016).

2.3. Penyebab dan Dampak (Etiologi) dari Kurang Energi Protein (KEP)

Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan
berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak
sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu
penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan
makanan tambahan setelah disapih (Atik dkk, 2016).

Selain itu, KEP merupakan penyakit lingkungan, karena adanya beberapa


factor yang bersama-sama berinteraksi menjadi penyebab timbulnya penyakit ini,
antara lain yaitu factor diet, factor social, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan,
dan lain-lain. Peran diet menurut konsep klasik terdiri dari dua konsep. Pertama yaitu

7
diet yang mengandung cukup energy, tetapi kurang protein akan menyebabkan anak
menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan konsep yang kedua adalah diet kurang
energy walaupun zat gizi (esensial) seimbang akan menyebabkan marasmus. Peran
factor social, seperti pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang
sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya KEP. Ada pantangan yang
berdasarkan agama, tetapi ada juga pantangan yang berdasarkan tradisi yang sudah
turun temurun, tetapi kalau pantangan tersebut berdasarkan agama, maka akan sulit
untuk diatasi. Jika pantangan berdasarkan pada kebiasaan atau tradisi, maka dengan
pendidikan gizi yang baik dan dilakukan dengan terus-menerus hal ini akan dapat
diatasi (Atik dkk, 2016).

Menurut Atik dkk (2016), KEP pada dasarnya sangat ditentukan oleh 2 faktor.
Factor-faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi terjadinya KEP pada balita
adalah makanan dan ada atau tidaknya penyakit infeksi. Kedua factor ini dipengaruhi
oleh kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh seorang anak, antara lain
ditentukan oleh beberapa factor penyebab tidak langsung, yaitu:

a) Zat-zat gizi yang terkandung di dalam makanan


b) Daya beli keluarga, meliputi penghasilan, harga bahan makanan dan
pengeluaran keluarga untuk kebutuhan lain selain makanan
c) Kepercayaan ibu tentang makanan serta kesehatan
d) Ada atau tidaknya pemeliharaan kesehatan termasuk kebersihan
e) Fenomena social dan keadaan lingkungan.

Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tata buku pedoman Tata Laksana


KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada
3 tipe yaitu KEP ringan, sedang, dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan
sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP
berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor
dan marasmus-kwashiorkor (Atik dkk, 2016).

8
Salah satu sebab yang mengakibatkan terjadinya marasmus adalah kehamilan
berturut-turut dengan jarak kehamilan yang masih terlalu dini. Selain itu marasmus
juga disebabkan karena pemberian makanan tambahan yang tidak terpelihara
kebersihannya serta susu buatan yang terlalu encer dan jumlahnya tidak mencukupi
karena keterbatasan biaya, sehingga kandungan protein dan kalori pada makanan
anak menjadi rendah. Keadaan perumahan dan lingkungan yang kurang sehat juga
dapat menyebabkan penyajian yang kurang sehat dan kurang bersih. Demikian juga
dengan penyakit infeksi terutama saluran pencernaan. Pada keadaan lingkungan yang
kurang sehat, dapat terjadi infeksi yang berulang sehingga menyebabkan anak
kehilangan cairan tubuh dan zat-zat gizi sehingga anak menjadi kurus serta turun
berat badannya (Atik dkk, 2016).

Kwashiorkor dapat ditemukan pada anak-anak yang setelah mendapatkan ASI


dalam jangka waktu lama, kemudian disapih dan langsung diberikan makan seperti
anggota keluarga yang lain. Makanan yang diberikan pada umumnya rendah protein.
Kebiasaan makan yang kurang baik dan diperkuat dengan adanya tabu seperti anak-
anak dilarang makan ikan dan memprioritaskan makanan sumber protein hewani bagi
anggota keluarga laki-laki yang lebih tua dapat menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
Selain itu tingkat pendidikan orang tua yang rendah dapat juga mengakibatkan
terjadinya kwashiorkor karena berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang
gizi yang rendah (Atik dkk, 2016). Faktor-faktor penyebab kurang energi protein
yaitu :

1) Primer
a. Susunan makanan yang salah.
b. Penyedia makanan yang kurang baik.
c. Kemiskinan
d. Ketidaktahuan tentang nutrisi.
e. Kebiasan makan yang salah.
2) Sekunder

9
a. Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan
struktur saluran).
b. Gangguan psikologis.

2.4. Manifestasi Klinis Kurang Energi Protein (KEP)


Badan kurus kering tampak seperti orang tua, abdomen kembung dan datar,
BB menurun, terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Nadi melambat, kulit keriput
(turgor kulit jelek) Ubun-ubun cekung pada bayi, jaringan subkutan hilang, malaise,
kelaparan apatis (Atik dkk, 2016).

2.5. Klasifikasi Kurang Energi Protein (KEP)

Menurut Nagan (2016) klasifikasi kurang energi protein (KEP) yaitu :


1. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS pada pita warna
kuning.
2. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak dibawah
garis merah (BBM).
3. KEP berat / gizi buruk bila hasil penimbangan BB / 4 < 60% baku median
WHO – NCNS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/ gizi buruk dan
KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat /gizi buruk digunakan
table BB / 4 baku median WHO - NCNS.
KEP merupakan keadaan tidak cukupnya asupan protein dan kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh atau dikenal dengan nama Marasmus dan kwasiorkor.
Kwasiorkor disebabkan oleh kekurangan protein, baik dari segi kualitas maupun segi
kuantitas. Sedangkan marasmus disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein.
(Nagan, 2016).
1. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi
protein yang berat bisa dengan konsumsi energy dan kalori tubuh yang tidak
mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu

10
bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai. Kekurangan Energi
Protein (KEP), dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan
pertumbuhan, depigmentasi, dan hyperkeratosis (Nagan, 2016).

2. Marasmus
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori – protein yang berat.Keadaan ini
merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit
infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak
sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya
marasmus. (Nagan, 2016).
3. Kwashiorkor – Marasmus
Merupakan suatu KEP yang temuan klinisnya terdapat tanda kwashiorkor dan
marasmus, anak mengalami edema, kurus berat, dan berhenti tumbuh. (Nagan,
2016).

2.6. Tujuan diet Kurang Energi Protein (KEP)


Menurut Suharyati dkk (2020), tujuan diet energi tinggi protein tinggi yaitu :
1. Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mencegah
dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
2. Meningkatkan berat badan hingga mencapai status gizi normal.

2.7. Syarat dan Prinsip Diet Kurang Energi Protein (KEP)


Menurut Suharyati dkk (2020), syarat dan prinsip diet kurang energi protein (KEP)
yaitu :
1. Energi tinggi yaitu 40-45 kkal/kg BB.
2. Protein tinggi yaitu 2,0-2,5 g/kg BB.
3. Lemak cukup yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total.
4. Karbohidrat cukup yaitu sisa dari total energi (protein dan lemak).
5. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan gizi atau angka kecukupan gizi
yang dianjurkan.

11
6. Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna.
7. Untuk kondisi tertentu diet dapat diberikan secara bertahap sesuai
kondisi/status metabolik.

2.8. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan Kurang Energi
Protein (KEP)

Menurut Suharyati dkk (2020), bahan makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan yaitu :
Sumber Bahan makanan yang Bahan makanan yang
dianjurkan tidak dianjurkan
Karbohidrat Nasi; roti, mi, macaroni -
dan hasil oleh tepung-
tepungan lain, seperti
cake, tarcis, pudding dan
pastry; dodol; ubi;
karbohidrat sederhana
seperti gula pasir.
Protein hewani Daging sapi, ayam, ikan, Makanan yang dimasak
telur, susu dan hasil dengan banyak minyak
olahannya, seperti keju, atau kelapa/santan kental.
yogurt dan es krim.
Protein nabati Semua jenis kacang- Makanan yang dimasak
kacangan dan hasil dengan banyak minyak
olahannya, seperti tempe, atau kelapa/santan kental.
tahu, dan pindakas.
Sayuran Semua jenis sayuran, -
terutama jenis B, seperti
bayam, buncis, daun
singkong, kacang panjang,
labu siam, dan wortel
direbus dikukus dan
ditumis.
Buah-buahan Semua jenis buah segar, -
buah kaleng, buah kering,
dan jus buah.

12
Lemak dan minyak Minyak goreng, mentega, -
margarin, santan encer,
salad dressing.
Minuman Teh, madu, sirup, -
minuman rendah energi
dan kopi encer.
Bumbu Bumbu tidak tajam, seperti Bumbu yang tajam seperti
bawang merah, bawang cabe, merica, cuka, MSG.
putih, laos, salam dan
kecap.

2.9. Pembagian Makanan Sehari Kurang Energi Protein (KEP)

Menurut Suharyati dkk (2020), bahan makanan yang ditambahkan pada


makanan biasa yaitu :
Bahan ETPT I ETPT II
makanan Berat (g) URT Berat (g) URT
Susu bubuk FC 30 1 gls 60 2 gls
Telur ayam 50 1 btr 100 2 btr
Daging 50 1 ptg sdg 100 2 ptg sdg
Formula 200 1 gls 200 1 gls
RS/komersial
Gula pasir 30 3 sdm 30 3 sdm

Menurut Suharyati dkk (2020), nilai gizi bahan makanan yang ditambahkan
pada makanan biasa yaitu :
Kategori ETPT I ETPT II
Energi (kkal) 650 950
Protein (g) 31 52
Lemak (g) 28 48
Karbohidrat (g) 76 86

Menurut Suharyati dkk (2020), pembagian bahan makanan sehari sebagai


tambahan pada makanan biasa yaitu :

13
Waktu pemberian ETPT I ETPT II
Pagi 1 btr telur ayam 1 btr telur ayam
Pukul 10.00 - 1 gls susu
Siang 1 ptg daging 1 ptg daging
Pukul 16.00 1 gls susu 1 gls susu
Malam - 1 ptg daging
Pukul 21.00 1 btr telur ayam 1 gls formula
RS/komersial.

Menurut Suharyati dkk (2020), contoh menu sehari ETPT II yaitu :


Pagi Malam
Nasi Nasi
Telur dadar Daging empal
Daging semur Telur balado
Ketimun + tomat iris Sup sayuran
Susu Pisang

Siang Selingan pagi, siang dan malam


Nasi Pukul 10.00 : bubur kacang hijau + susu
Ikan bb acar Pukul 16.00 : susu/formula RS
Ayam goreng Pukul 21.00 : telur ½ masak + formula
Tempe bacem RS/komersial.
Sayur asam
Pepaya

Nilai Gizi
Kategori ETPT I ETPT II
Energi (kkal) 2690 3040
Protein (g) 103 125
Lemak (g) 73 98
Karbohidrat (g) 400 420
Kalsium (mg) 700 1400
Besi (mg) 30,2 36
Vitamin A (RE) 2746 2965

14
Tiamin (mg) 1,5 1,7
Vitamin C (mg) 114 116

2.10. Penatalaksanaan Diet Kurang Energi Protein (KEP)


Menurut Suharyati dkk (2020), penatalaksanaan diet pada kurang energi
protein (KEP) yaitu :
 Diet energi tinggi protein tinggi diberikan kepada pasien :
1. Kurang energi protein (KEP)
2. Gagal tumbuh atau penurunan berat badan.
3. Sebelum dan sesudah operasi tertentu, multitrauma.
4. Selama radioterapi dan kemoterapi.
5. Luka bakar berat.
6. Pemulihan dari penyakit, demam/panas tinggi
7. Kanker, fibrosis kistik.
8. HIV-AIDS.
9. Hipertiroid.
10. Masa kehamilan dan post-partum.
11. Penyakit gastrointestinal kronik.
 Menurut keadaan, pasien dapat diberikan satu dari dua macam diet protein
tinggi energi tinggi (ETPT) seperti dibawah ini :
1. Diet energi tinggi protein tinggi I (ETPT I)
Energi : 2700 kkal
Protein : 100 g (2 g/kg BB)
2. Diet energi tinggi protein tinggi II (ETPT II)
Energi : 3000 kkal
Protein : 125 g (2,5 g/kg BB).

15
2.11. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) atau Nutritional Care Proccess
(NCP) pada Kurang Energi Protein (KEP)

Menurut Suharyati dkk (2020), terdapat langkah proses asuhan gizi terstandar
(PAGT) pada kurang energi protein (KEP) yaitu :

1. Antropometri
 Pasien dewasa
Berdasarkan definisi malnutrisi, The EDC (ESPEN Diagnostic Criteria) tahun
2015 menawarkan 2 opsi untuk penegakan diagnosis yakni :
1) Opsi 1 : IMT <18,5 kg/m2 (<65 tahun).
2) Opsi 2 : kombinasi dengan
a. Penurunan berat badan (BB) yang tidak diinginkan >10% (tidak
terbatas waktu) atau
b. Penurunan BB yang tidak dinginkan >5% minimal 3 bulan dengan
IMT <20 kg/m2 (jika usia <70 tahun) atau IMT <22 kg/m2 (jika usia
>70 tahun) atau
c. Dengan FFMI (fat free mass index) <15 kg/m2 untuk wanita dan <17
kg/m2 untuk pria.

Berdasarkan The Academy and ASPEN (American Society Parenteral and


enteral nutrition) tahun 2014, kriteria malnutrisi ditandai dengan 2-6 kriteria, dengan
kriteria antropometri :

1. Penurunan berat badan >7,5% dalam 3 bulan, >5% dalam 1 bulan, >2%
dalam 1 minggu pada malnutrisi akibat penyakit akut.
2. Penurunan berat badan ≥10% dalam 6 bulan, ≥7,5% dalam 3 bulan, ≥5%
dalam 1 bulan atau ≥20% dalam 1 tahun pada malnutrisi akibat penyakit
kronik atau malnutrisi akibat starvasi.
 Ibu hamil
1. IMT <18,5 kg/m2
2. LILA <21 cm

16
3. Penambahan berat badan total selama hamil <11 kg.
2. Biokimia
Beberapa pengukuran biokimia di bawah ini dapat menunjukkan adanya
proses perubahan metabolisme dalam tubuh (indikator respons inflamasi dan
pemeriksaan pendukungnya) yang mengarah pada etiologi malnutrisi, tetapi beberapa
literasi menyatakan lebih menunjukkan progresivitas penyakit. Indikator tersebut
antara lain :
1) Kadar albumin <2,8 mg/dl.
2) Pre albumin 10 mg/dl.
3) Transferrin <200 mg/dl
4) Peningkatan C-reactive protein (CRP)
5) Peningkatan hitung sel darah putih
6) Kadar glukosa darah
7) Keseimbangan nitrogen yang negative.
8) Peningkatan resting energy expenditure (REE).
3. Klinis/fisik
Pemeriksaan klinis/fisik terkait indikator malnutrisi antara lain :
1) Badan tampak kurus, kehilangan massa otot, seperti pengecilan otot tulang
pelipis, klavikula (pectoralis dan punggung), otot bahu, otot interoseus,
scapula/belikat, otot paha dan betis.
2) Kehilangan lemak subkutan seperti orbital, trisep, lemak pada tulang rusuk.
3) Pada kekurangan protein terdapat akumulasi cairan general atau terlokalisir
(asites, ekstremitas, skrotum).
4) Adanya diare atau perubahan fungsional, missal penurunan kekuatan
cengkeraman tangan (hand grip).
5) Tanda-tanda retensi cairan dan defisiensi zat gizi mikro.
4. Riwayat Makan
 Kuantitatif
1) Malnutrisi akut ringan jika asupan energi <75% dari kebutuhan selama >7
hari.

17
2) Malnutrisi akut berat jika asupan energi ≤50% dari kebutuhan selama ≥5
hari.
3) Malnutrisi kronik ringan jika asupan energi <75% dari kebutuhan selama
>1 bulan.
4) Malnutrisi kronik berat jika asupan energi <50% dari kebutuhan selama
>1 bulan.
5) Malnutrisi starvasi ringan jika asupan energi <75% dari kebutuhan selama
>3 bulan.
6) Malnutrisi starvasi berat jika asupan energi <50% dari kebutuhan selama
>1 bulan.
 Kualitatif
1) Kurang asupan protein bernilai biologis tinggi dari makanan.
2) Konsumsi alkohol yang berlebihan atau obat-obatan lain yang mengurangi
nafsu makan.
3) Pengobatan yang menyebabkan anoreksia.
4) Konsumsi makanan dan minuman terbatas tidak sesuai dengan standar,
jenis, keberagaman dan kualitas diet.
5) Kurang mengandalkan secara optimal makanan, kelompok makanan, dan
suplemen atau dukungan gizi.
5. Riwayat Personal
1. Kondisi terkait diagnosis atau pengobatan penyakit katabolic, seperti AIDS,
tuberculosis, anoreksia nervosa, sepsis atau infeksi luka operasi, depresi, sakit
akut atau kronik.
2. Malabsorpsi protein dan zat gizi.
3. Adanya pantangan makanan tertentu, seperti pantang makan ikan atau telur
atau hal-hal yang berhubungan dengan keadaan lingkungan sosial yang
mengakibatkan terbatasnya akses ke makanan.
4. Penggunaan suplemen makanan yang mempunyai efek penurunan nafsu
makan dan/atau menghambat penyerapan zat gizi.

18
CONTOH KASUS :

Berikut contoh kasus menurut Dania (2009) :

Identitas Pasien
Nama : An. P
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

I. Data Subyektif
- 3 minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS) BB 7,5 kg
- Masuk Rumah Sakit (MRS) dengan keluhan 3 bulan yang lalu kaki bengkak
sampai sekarang, 2 minggu terakhir anak panas, batuk dan pilek

II. Data Obyektif


A. Pemeriksaan Antropometri
· BB SMRS = 7,5 kg
· BB MSR = 6,8 kg
· TB = 75 cm
· Berat Badan Ideal (BBI) = (umur dalam th x 2) + 8
= (2 x 2) + 8
= 12 kg
· Nilai Z-skor :
BB/ U = -3,6 → Gizi Buruk
TB/ U = -3 → Gizi kurang
BB/ TB = -3,5 → Gizi Buruk
· Kategori status gizi dari baku WHO-NCHS, <>
Kesan : Malnutrisi, KEP status gizi buruk

B. Pemeriksaan Fisik
KU : sadar, kelihatan pasif, rewel, rambut jarang dan mudah dicabut, kulit
kering, mata bengkak, perut datar, lemas, ekstrimitas oedema (+)
Kesan : KEP → kwashiorkor

19
C. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan Hasil Normal
Suhu 36,5 C 36 – 37 C
Tensi 110/ 65 mmHg 120/ 80 mmHg
Kesan : Hipotensi

D. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Normal
Protein total 4,89 g/ dl 6 – 7,8 g/ dl
Albumin 2,17 g/ dl 4 – 5,2 g/ dl
Globulin 2,7 g/ dl 1,3 – 2,7 g/ dl
Hb 8 g/ dl 12 – 14 g/ dl
Kesan : Hipoalbuminemia, anemia

III. Anamnesa Gizi


- Sejak usia 6 bulan diberi bubur encer + sayur bayam/ sup wortel, 1 potong
tahu
-
2 minggu sekali diberi telur (habis ½ butir)
-
Sampai sekarang masih diberi ASI
-
Gambaran asupan sebelum dirawat :
Energi : 298,8 kkal
Protein : 10 gr
Lemak : 10,2 gr
Karbohidrat : 43 gr
Kesan : Asupan secara kualitas dan kuantitas kurang

IV. Assesment
Penyakit : KEP berat → kwashiorkor

V. Masalah/ Diagnosa Gizi


- Gizi buruk
- Oedema
- Hipoalbumemia

20
- Anemia
- Riwayat asupan tidak adekuat
- Kelihatan pasif, rewel, rambut jarang dan mudah dicabut, kulit kering

A. Domain Intake
Problem Etiologi Sign
N1 – 5.2 Pola makan salah Asupan makan
Malnutrisi - Kurang energi protein inadekuat

B. Domain Clinical
Problem Etiologi Sign
NC – 2.2 Asupan besi kurang Tensi : 110/ 65 mmHg
Perubahan nilai laboratorium yang Kurang asupan BB MSR = 6,8 kg
berkaitan dengan gizi (tensi energy dan zat gizi
menurun)
NC – 3.1
Kehilangan berat badan yang tidak
diharapkan

C. Domain Behavioral Environment


Problem Etiologi Sign
NB – 1.1 Pengetahuan gizi ibu Pola makan dan
Kurang pengetahuan yang kurang kebiasaan makan
berkaitan dengan gizi dan salah
makanan

VI. Perencanaan Pelayanan Gizi


A. Terapi Diet
Tujuan Prinsip/ Syarat Diet
1. Memberikan makanan tinggi 1. Energi 100 kkal/kg BB/ hr
energi dan protein secara 2. Protein 1 – 1,5 g/ kg BB/ hr,
bertahap sesuai dengan 3. Cairan 100 ml/ kg BB/ hr
kemampuan pasien untuk 4. Bila selera makan anak baik, tahapan
mencapai keadaan gizi optimal. pemberian formula dapat lebih cepat
2. Menambah berat badan hingga dalam waktu 2 – 3 hari

21
mencapai berat badan normal 5. Porsi kecil dan sering

B. Macam Diet/ Bentuk Makanan


Diet TKTP/ formula WHO diberikan secara bertahap

C. Parameter yang Perlu Dimonitor


Keadaan umum, Berat Badan, Tnggi Badan, tanda dehidrasi, asupan
makanan, odema, data laboratorium

D. Penyuluhan dan Konsultasi


· Memberikan motivasi kepada ibu + keluarga pasien agar memaksimalkan
asupan makanan dan menjelaskan diit yang diberikan
· Penjelasan tentang jenis-jenis makanan yang padat gizi dan sesuai umur
anak

VII. Perhitungan Kebutuhan Gizi


A. Kebutuhan Energi
Energi 100 kkal/kg BB/ hr = 100 x 6,8 = 680 kkal

B. Kebutuhan Protein
protein 1 – 1,5 g/ kg BB/ hr = 1,5 x 6,8 = 10,2 gr

C. Kebutuhan Lemak
25 x 680 = 170 = 18,9 gr
100 9

D. Kebutuhan Karhohidrat
680 - (40,8 + 170,1) = 117,3 gr
4

E. Kebutuhan Zat Gizi Lain


Cairan 100 ml/ kg BB/ hr = 100 x 6,8 = 680 ml

22
VIII. Monitoring Dan Evaluasi
A. Monitoring
a. Memantau asupan makan pasien.
b. Memantau data antropometri yatu BB, TB, IMT.
c. Memantau hasil pemeriksaan klinis yaitu tensi.
d. Memantau hasil pemeriksaan laboratorium yaitu protein total,
albumin, Hb.
B. Evaluasi
a. Perubahan pola makan dan daya terima sesuai kebutuhan
b. Peningkatan BB hingga mencapai BBI sehingga diperoleh IMT
normal.
c. Peningkatan tensi darah hingga mencapai normal.
d. Peningkatan protein total, albumin, Hb mencapai normal.

IX. Deskripsi Terapi Diet


Masalah gizi Indikator Tujuan Implementasi
· Anemia · Hb = 11,3 g/ dl · Mencapai kadar Hb · Memberikan makanan
·
· BB yang kurang BBA =6,8 kg normal 12-14g/ dl sumber Fe dan
·
· Hipoalbuminemia BBA = 12 kg · Mencapai BB normal pendukungnya
· Kurangnya · Albumin 2,17 g/ dl · Mencapai kadar · Memberikan diet yang
pengetahuan · Data kebiasaan albumin normal 4-5,2 sesuai dengan
mengenai gizi makan anak g/ dl kebutuhan
dan makanan yang salah. · Memperbaiki kebiasaan · Memberikan makanan
makan anak yang tinggi protein.
salah. · Memberikan diet yang
sesuai dengan
kebutuhan
· Memberikan edukasi
tentang makanan
yang seharusnya
dikonsumsi oleh
anak sesuai umur
kepada orang tua.

X. Perencanaan Terapi Diet


Fase stabilisasi
- Jenis makanan : F 75/ Modisco ½
- Pemberian F – 75 untuk anak gizi buruk dengan odema :

23
Volume F75/ 1 kali makan (ml) Total 80% dari total
BB anak
Setiap 2 jam Setiap 3 jam Setiap 4 jam Sehari Sehari
(kg)
(12 x makan) (8xmakan) (6x makan) (100 ml/ kg) (minimum)
6,8 56,7 85 113,3 680 544
7,0 58,3 87,5 116,7 700 560
7,2 60 90 120 720 576
7,4 61,7 92,5 123,3 740 592

- Jadwal, jenis dan jumlah makanan yang diberikan


Periode Waktu Jenis makanan Frekunsi Jumlah cairan (ml)
pemberian setiap minum

Stabilisasi Hari 1 – 2 F 75/ Modifikasi 12 x (dengan ASI) 65


Hari 3 - 4 F 75/ Modisco ½ 12 x (tanpa ASI) 65
Hari 5 - 7 F 75/ Modifikasi 8 x (dengan ASI) 100
F 75/ Modisco ½ 8 x (tanpa ASI) 100
F 75/ Modifikasi 6 x (dengan ASI) 130
F 75/ Modisco ½ 6 x (tanpa ASI) 130

24
BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan
atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi
(AKG). Kurang energy protein merupakan keadaan kuang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi. KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi KEP
tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala klinis. Secara garis besar tanda klinis berat
dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor (Atik dkk,
2016).

Salah satu diet untuk penderita kurang energi protein (KEP) yaitu diet energi
tinggi protein tinggi (ETPT). ETPT adalah diet yang memiliki kandungan energi dan
protein lebih tinggi dibandingkan kebutuhan normal. Diet ini diberikan untuk
mengatasi masalah dan resiko malnutrisi pada pasien akibat kekurangan energi dan
protein karena kebutuhan yang meningkat sebagai dampak dari peningkatan stress
metabolic, penurunan daya tahan tubuh, faktor penyakit, inflamasi, gagal tumbuh
pada anak, dan sebagainya. Diet ETPT dapat diberikan dalam berbagai bentuk, baik
oral maupun enteral. Diet ini umumnya diberikan dengan penambahan makanan atau
suplemen yang mengandung energi tinggi dan protein tinggi tanpa meningkatkan
volume makanan menjadi terlalu besar, seperti susu, daging, margarin, makanan
enteral dan sebagainya. Pemberian diet dapat dilakukan bertahap sesuai dengan daya
terima dan kapasitas fungsi pencernaan pasien.

25
1.2. Saran
Sebaiknya banyak membaca dan menelusuri sumber informasi lainnya terkait
KEP guna menambah pengetahuan terkait dengan penyakit tersebut dan cara
penanganannya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka


Utama.

Atik, Tantriati, dkk. 2016. Kekurangan Energi Protein (KEP). Kediri : Akademi Gizi
Karya Husada.

Suharyati, dkk. 2020. Penuntun Diet dan Terapi Gizi Persatuan Ahli Gizi Indonesia
dan Asosiasi Dietisien Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Aprilia, Dania. 2009. Penatalaksanaan Diet KEP. Semarang.

Nyoman Supariasa, I Dewa & Dian Handayani. 2019. Asuhan Gizi Klinik. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hardinsyah & I Dewa Nyoman Supariasa. 2017. Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nagan, Peujroh. 2016. Kekurangan Energi Protein (KEP). Jakarta : Universitas Esa
Unggul.

27

Anda mungkin juga menyukai