Anda di halaman 1dari 16

KEP (Kurang Energi Protein)

Oleh:
Kelompok 1

Amelia Rahma (22100100049)


Sekar Ayu Amalia H.P (22100100063)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN 2023/2024

Jl. K.H. Ahmad Dahlan, Cirendeu, Kec. Ciputat Tim., Kota Tangerang Selatan, Banten
15419
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmatnya
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan
sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu drh. Siti Riptifah Trihandari, M.Kes,
sebagai dosen pengampu mata kuliah Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah
wawasan khususnya “KEP (Kurang Energi Protein)” bagi para pembaca dan juga penulis.
Adapun metode yang kami ambil dalam penyusunan makalah ini adalah berdasarkan
pengumpulan sumber informasi dari berbagai sumber.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.

Ciputat, 10 Oktober 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
2.1 Pengertian..................................................................................................................6
2.2 Jenis Gizi Buruk.........................................................................................................6
2.2.1 Kwashiorkor.......................................................................................................6
2.2.2 Marasmus...........................................................................................................8
2.2.3 Marasmik-kwashiorkor.......................................................................................8
2.3 Penyebab....................................................................................................................9
2.4 Gejala.........................................................................................................................9
2.4.1 KEP ringan.........................................................................................................9
2.4.2 KEP berat.........................................................................................................10
2.5 Diagnosis..................................................................................................................10
2.6 Pengobatan...............................................................................................................11
2.7 Pencegahan..............................................................................................................11
2.8 Komplikasi...............................................................................................................12
2.9 Faktor-Faktor Penyebab Tingginya Prevalensi KEP.................................................12
2.10 Penanggulangan Masalah KEP.................................................................................13
2.11 Sasaran Program Penurunan Prevalensi KEP..........................................................13
BAB III...................................................................................................................................14
PENUTUP..............................................................................................................................14
Kesimpulan.........................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu masalah pangan utama di Indonesia adalah KEP. Defisit zat gizi mikro
(makronutrien) merupakan akar penyebab KEP. Meskipun saat ini terjadi pergeseran
permasalahan gizi dari kekurangan gizi mikro menjadi kekurangan gizi mikro, namun
prevalensi KEP masih signifikan (>30%) di wilayah tertentu di Indonesia sehingga
memerlukan penanganan yang ketat dalam upaya menurunkan prevalensi KEP.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi telur, daging, dan
susu terendah di dunia, menurut data Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 2019.
Meski memiliki sumber daya alam yang melimpah, konsumsi protein per kapita Indonesia
masih sangat rendah. Berdasarkan data Susenas 2022, rata-rata asupan protein harian per
orang adalah 62,21 gram (di atas rekomendasi 57 gram), sedangkan konsumsi telur, susu,
daging, dan ikan, udang, cumi, dan kerang hanya 3,37 gram, 4,79 gram, dan 9,58 persen.
Stunting akan lebih cepat berkurang jika gizi masyarakat pada 1000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) ditingkatkan dengan memasukkan protein hewani pada setiap makanan.

KEP merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di
bawah usia lima tahun di seluruh dunia dan merupakan penyakit gizi paling signifikan di
negara-negara terbelakang. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kekurangan
energi protein menyebabkan lebih dari 54% kematian anak balita (DEPKES RI, 2016).
Berdasarkan penilaian berat badan terhadap usia, The United Nations Children's Fund
(UNICEF) memperkirakan bahwa sekitar 27% atau lebih dari 146 juta anak di bawah usia
lima tahun menderita KEP di seluruh dunia. Hingga empat juta anak balita diperkirakan
terkena dampak KEP di seluruh Amerika Latin. 35 juta balita dan 22 juta pasien KEP
masing-masing tinggal di Asia Timur.

Saat ini terdapat sekitar 1 miliar orang di dunia yang kekurangan energi dan tidak
dapat melakukan aktivitas fisik dengan baik, menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn. Selain
itu, 0,5 miliar orang di seluruh dunia masih belum mengonsumsi cukup protein untuk
mempertahankan pertumbuhan tubuh yang baik pada anak-anak dan bahkan untuk
menjalankan tugas-tugas dasar. Salah satu persoalan besar yang memasuki Repelita I di
Indonesia adalah persoalan kekurangan pangan dan kelaparan yang disertai dengan
banyaknya kejadian HO (Honger Oedeem) dan jatuhnya korban jiwa di berbagai tempat.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya landasan pembangunan nasional kita sejak Repelita I
adalah pembangunan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk.
Kenyataannya, pertumbuhan pertanian sejak Repelita III tidak semata-mata dimaksudkan
untuk meningkatkan produksi pangan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Kurang Energi Protein (KEP)?
2. Apa saja jenis gizi buruk pada Kurang Energi Protein (KEP)?
3. Apa penyebab Kurang Energi Protein (KEP)?
4. Bagaimana gejala Kurang Energi Protein (KEP)?
5. Bagaimana diagnosis pada Kurang Energi Protein (KEP)?
6. Bagaimana pengobatan pada Kurang Energi Protein (KEP)?
7. Bagaimana pencegahan pada Kurang Energi Protein (KEP)?
8. Apa komplikasi pada Kurang Energi Protein (KEP)?
9. Apa saja faktor-faktor penyebab tingginya prevalensi Kurang Energi Protein (KEP)?
10. Bagaimana penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP)?
11. Siapa sasaran program penurunan prevalensi Kurang Energi Protein (KEP)?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Kurang Energi Protein (KEP)
2. Untuk mengetahui jenis gizi buruk pada Kurang Energi Protein (KEP)
3. Untuk mengetahui penyebab Kurang Energi Protein (KEP)
4. Untuk mengetahui gejala Kurang Energi Protein (KEP)
5. Untuk mengetahui diagnosis pada Kurang Energi Protein (KEP)
6. Untuk mengetahui pengobatan pada Kurang Energi Protein (KEP)
7. Untuk mengetahui pencegahan pada Kurang Energi Protein (KEP)
8. Untuk mengetahui komplikasi pada Kurang Energi Protein (KEP)
9. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab tingginya prevalensi Kurang Energi Protein
(KEP)
10. Untuk mengetahui penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP)
11. sasaran program penurunan prevalensi Kurang Energi Protein (KEP)
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

yaitu seseorang yang kekurangan gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) yang sering dijumpai pada usia muda. Anak-anak
yang kekurangan protein dan energi sebagian besar digambarkan menderita kelainan ini.
Kurangnya nutrisi dapat menimbulkan masalah karena nutrisi penting untuk pertumbuhan
anak dan berfungsinya organ tubuh.

Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic Kwashiorkor merupakan penyakit yang


disebabkan oleh KEP. Kekurangan protein adalah akar penyebab kwashiorkor. Kekurangan
energi merupakan penyebab utama terjadinya marasmus, sedangkan kekurangan energi dan
protein merupakan penyebab terjadinya kwashiorkor marasmik. KEP biasanya dialami oleh
anak kecil yang memiliki gejala hepatomegali (pembesaran hati). Anak penderita
Kwashiorkor akan memiliki wajah bulan, rambut jagung, pigmentasi pada kulit, dan tubuh
gemuk berisi cairan. Anak muda penderita marasmus akan memiliki tubuh langsing, rambut
rontok, dan bercak hitam di kulit.

KEP bisa dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:

● KEP tingkat sedang (sering dijuluki sebagai kurang gizi)


● KEP tingkat parah (sering dikenal sebagai gizi buruk).

Kondisi gizi buruk sendiri dapat dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu marasmus, kwashiorkor,
atau kombinasi marasmus-kwashiorkor.

2.2 Jenis Gizi Buruk

2.2.1 Kwashiorkor

adalah kelainan yang disebabkan oleh kekurangan makanan kaya protein.


Anak-anak antara usia 1 dan 3 tahun sering mengalami hal ini. Anak yang disapih dari
ASI dalam jangka waktu lama dan kemudian segera diberi makanan seperti anggota
keluarga lainnya dapat mengalami kwasiorkor. Makanan yang diberikan biasanya
mengandung sedikit protein. Praktik makan yang buruk dan diperparah dengan
adanya tabu seperti melarang anak-anak makan ikan dan lebih memilih makanan kaya
protein hewani untuk anggota keluarga laki-laki yang lebih tua dapat mengakibatkan
kwashiorkor. Selain itu, karena kwashiorkor dikaitkan dengan kurangnya keahlian ibu
dalam bidang gizi, maka rendahnya tingkat pendidikan orang tua juga dapat menjadi
penyebabnya (Departemen Kesehatan, 1999).

Pertumbuhan terhambat dan pembengkakan tubuh merupakan tanda utama


kwashiorkor. Selain itu, tangan, kaki, dan pipi tampak bengkak, dan otot kendur.
Wajah tampak bengong dan pandangan kosong, tidak aktif dan sering mengeluarkan
air mata. Rambut menjadi coklat tembaga atau lebih terang. perut buncit dan kurus,
kaki miring. Pembengkakan mencegah penurunan berat badan, tetapi menghambat
pertumbuhan tinggi badan. Ukuran kepalanya mengecil. Albumin serum biasanya
rendah; edema dimulai ketika turun menjadi 2,5 ml atau kurang (Budiyanto, 2002).

Anak tersebut menunjukkan tanda klinis kwashiorkor, yaitu penampakan anak


gemuk (“sugar baby”), sedangkan bagian tubuh lainnya, terutama bokong,
menunjukkan atrofi (suatu kondisi yang mengakibatkan hilangnya jaringan otot).
Tinggi badan anak terhambat karena pertumbuhan badannya terganggu, terlihat dari
z-score indeks BB/U yang turun di bawah -2 SD. Seiring dengan kemajuan
perkembangan mental anak, mereka banyak menangis dan semakin apatis. Edema dan
kadang-kadang asites pertama kali muncul pada pasien Kwashiorkor. Selain itu juga
terjadi atrofi otot sehingga membuat penderita tampak lemah (Par'i, 2016).

Pasien Kwashiorkor menghadapi masalah gastrointestinal, seperti penolakan


makanan sepenuhnya, yang mengharuskan makanan sesekali melewati pemeriksaan
lambung. Ciri khas penyakit kulit (crazy pavement dermatosis) yang sering dihadapi
oleh pasien Kwashiorkor adalah munculnya kelainan yang awalnya berupa bintik-
bintik merah bercampur bercak yang akhirnya menjadi hitam dan terkelupas.
Kejadian ini biasanya terjadi di sekitar vulva yang selalu basah karena keringat atau
urin, di punggung, bokong, dan sekitarnya. Karena sel-sel hati penuh dengan lemak,
maka hati membesar, kadang-kadang hanya mencapai pusar. Penderita kwashiorkor
juga mengalami anemia. Di bawah 2, albumin serum dan globulin sedikit menurun,
kadang-kadang mencapai nol. Kadar kolesterol serum yang rendah bisa disebabkan
oleh asupan gizi yang rendah atau terganggunya pembentukan kolesterol tubuh (Par’i,
2016).
2.2.2 Marasmus

merupakan tanda kelaparan yang ekstrim karena makanan yang dimakan tidak
memberikan energi yang cukup bagi tubuh untuk menopang kehidupan, menyebabkan
tubuh menyusut dan hanya tinggal kulit dan tulang. Marasmus biasanya menyerang
bayi yang berusia satu tahun. Hal ini terjadi jika ibu tidak dapat menyusui karena
produksi ASI tidak mencukupi atau memutuskan untuk tidak menyusui anaknya.

Kehamilan berturut-turut dengan jarak kehamilan yang terlalu pendek menjadi


salah satu penyebab marasmus. Selain itu, pemberian makanan tambahan yang tidak
dijaga kebersihannya dan susu buatan yang terlalu encer dan tidak mencukupi karena
keterbatasan anggaran berkontribusi terhadap marasmus dengan menurunkan
kandungan protein dan kalori makanan anak. Makanan yang tidak sehat dan kurang
bersih juga dapat disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat dan faktor lingkungan.
Mirip dengan gangguan infeksi, terutama yang mempengaruhi sistem pencernaan.
Penyakit yang berulang dapat terjadi di lingkungan yang tidak sehat, yang
menyebabkan anak kehilangan nutrisi dan cairan tubuh, sehingga membuat mereka
kurus dan kurus (Departemen Kesehatan, 1999).

Tanda-tanda marasmus yaitu:

a. Berat badan sangat rendah


b. Kemunduran pertumbuhan otot (atrophi)
c. Wajah anak seperti orang tua (old face),
d. Ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran tubuh,
e. Cengeng dan apatis (kesadaran menurun),
f. Mudah terkena penyakit infeksi,
g. Kulit kering dan berlipat-lipat karena tidak ada jaringan lemak di bawah kulit,
h. Sering diare,
i. Rambut tipis dan mudah rontok. (Budiyanto, 2002).

2.2.3 Marasmik-kwashiorkor
Hal ini disebabkan oleh kurangnya protein dan energi pada makanan pada umumnya.
Meskipun anak tampak kecil karena berat badannya di bawah kisaran -3SD, namun
terdapat tanda-tanda edema, pertumbuhan rambut tidak teratur, kulit kering dan
kusam, otot lemah, dan rendahnya kadar protein (albumin) dalam darah (Par'i, 2016).
2.3 Penyebab
Kurangnya kalori dan protein, yang diwujudkan dalam berbagai bentuk, merupakan
penyebab utama KEP. KEP mempunyai banyak penyebab tidak langsung, itulah sebabnya
KEP sering disebut memiliki penyebab multifaktorial. Salah satu faktornya berkaitan dengan
pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan tambahan diberikan setelah disapih (Humaydi,
1989). Selain itu, KEP merupakan penyakit lingkungan karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor lingkungan, seperti pola makan, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi,
kemiskinan, dan lain-lain. KEP dapat muncul akibat kondisi sosiokultural, seperti pantangan
mengonsumsi makanan tertentu yang diturunkan dari generasi ke generasi.

KEP dipengaruhi oleh dua faktor. Makanan dan ada tidaknya infeksi menular
merupakan dua elemen yang secara langsung dapat mempengaruhi perkembangan KEP pada
anak. Kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi anak mempengaruhi kedua faktor
tersebut, serta beberapa faktor penyebab tidak langsung, seperti: a) zat gizi dalam makanan;
b) daya beli keluarga, yang meliputi pendapatan, biaya pangan, dan pengeluaran keluarga
untuk kebutuhan selain pangan; c) Pandangan ibu saya mengenai gizi dan kesehatan; d) Ada
tidaknya pemeliharaan kebersihan dan kesehatan; e) Masalah lingkungan dan fenomena
sosial (Levinson, 1979 dalam Lismartina, 2000).

2.4 Gejala

Pada anak dengan Malnutrisi protein energi jenis marasmus, mereka tampak sangat
kurus. Selain itu, rambut mereka akan tampak seperti rambut jagung, tulang-tulang di tubuh
terlihat jelas, dan kulit tampak keriput. Pada anak dengan Malnutrisi protein energi jenis
kwashiorkor, mereka tampak bengkak, perut membuncit, dan tungkai membesar. Mereka
juga akan menunjukkan tanda-tanda seperti bercak coklat pada kulit yang mudah terkelupas
dan rambut yang mudah rontok. Pada Malnutrisi protein energi jenis campuran, gejala
marasmus dan kwashiorkor muncul bersamaan.

2.4.1 KEP ringan


Gejala KEP ringan biasanya tidak terlalu parah dan dapat hilang dengan sendirinya
setelah asupan energi dan protein ditingkatkan. Gejala KEP ringan meliputi:
● Berat badan di bawah normal
● Pertumbuhan terhambat
● Daya tahan tubuh menurun
● Mudah lelah
● Kulit kering dan pucat
● Rambut rontok
● Diare

2.4.2 KEP berat

Gejala KEP berat lebih parah dan dapat mengancam jiwa. Gejala KEP berat meliputi:
● Berat badan sangat di bawah normal
● Pertumbuhan terhambat secara signifikan
● Daya tahan tubuh sangat menurun
● Mudah lelah
● Kulit sangat kering dan pucat
● Rambut rontok parah
● Diare parah
● Edema (penumpukan cairan)
● Infeksi
● Keterlambatan perkembangan mental dan fisik

2.5 Diagnosis

Diagnosis gizi buruk dilakukan dengan mengukur berat badan dan tinggi badan anak.
Lalu, data ini akan disesuaikan dengan kurva berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dari
WHO. Jika BB/TB berada di bawah -3 SD menurut kurva WHO, maka dapat dipastikan anak
tersebut mengalami Malnutrisi protein energi. Selain itu, pemeriksaan gula darah, zat besi,
foto rontgen, dan tes mantoux juga perlu dilakukan. KEP dapat diklasifikasikan berdasarkan
berat badan anak, yaitu:

● Normal : berat badan sesuai standar WHO


● Gemuk : berat badan melebihi standar WHO
● Kurus : berat badan di bawah standar WHO, tetapi tidak sampai di bawah 80%
standar WHO
● Gizi buruk (marasmus) : berat badan di bawah 80% standar WHO
● Kwashiorkor : berat badan di bawah 70% standar WHO
● Marasmus-kwashiorkor : kombinasi marasmus dan kwashiorkor
2.6 Pengobatan

Malnutrisi protein energi sebaiknya ditangani di rumah sakit. Pengobatan dilakukan


melalui tiga tahap, yaitu: stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi. Tahap rehabilitasi itu sendiri
terdiri dari 10 langkah, yaitu:

● Mencukupi kebutuhan cairan anak untuk mencegah dehidrasi


● Memberikan makanan untuk mencegah penurunan gula darah
● Menangani gangguan elektrolit
● Mencegah anak kedinginan
● Memberikan antibiotik
● Memberikan vitamin A
● Memberikan multivitamin dan mineral
● Memberikan makanan untuk mendorong pertumbuhan
● Merangsang perkembangan anak
● Merencanakan tindakan lanjutan untuk mencegah kembali munculnya gizi buruk

2.7 Pencegahan

Malnutrisi protein energi pada anak dapat dicegah dengan menerapkan pola makan
sehat dan seimbang yang mencakup:

● Berikan makanan yang beragam dan bergizi : masukkan berbagai jenis makanan ke
dalam menu harian, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan protein.
● Berikan makanan yang cukup : pastikan anak makan makanan dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dan proteinnya.
● Berikan makanan yang bergizi untuk ibu hamil dan menyusui : ibu hamil dan
menyusui membutuhkan asupan energi dan protein yang lebih tinggi untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin atau bayinya.
● Berikan makanan yang bergizi untuk anak-anak : anak-anak membutuhkan asupan
energi dan protein yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya.
● Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan.
● Memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) yang bergizi mulai usia 6 bulan.
● Sumber karbohidrat, seperti nasi, roti, atau kentang
● Sumber protein dan lemak, seperti daging merah, ikan, telur, atau unggas
● Sumber mineral dan vitamin, seperti buah-buahan, sayuran, serta susu dan produk
olahannya, seperti keju atau yoghurt

Selain mengonsumsi makanan yang sehat, penting juga untuk minum air putih sesuai
kebutuhan.Pastikan Anda dan keluarga menerapkan pola makan gizi seimbang. Dengan
begitu, kebutuhan gizi harian anak dapat tercukupi dengan baik.

2.8 Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat malnutrisi protein energi, baik
kwashiorkor maupun marasmus, yaitu:

● Penurunan suhu tubuh atau hipotermia


● Anemia dan hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)
● Ensefalopati atau kerusakan jaringan otak
● Kekurangan protein albumin darah atau hipoalbuminemia
● Gangguan fungsi organ, seperti gagal ginjal dan penyakit jantung
● Gagal tumbuh atau stunting pada anak
● Gangguan belajar
● Koma

Penderita Malnutrisi protein energi juga berisiko tinggi mengalami berbagai penyakit,
seperti beri-beri, dermatitis seboroik, demensia, atau gangguan pada tulang, seperti
osteomalacia.

2.9 Faktor-Faktor Penyebab Tingginya Prevalensi KEP

Pada tingkat makro, terdapat korelasi langsung antara ukuran dan cakupan
permasalahan KEP dengan keadaan perekonomian secara keseluruhan. PEM merupakan
bahaya bagi rumah tangga yang anggotanya berasal dari kelompok kurang mampu secara
ekonomi yang dapat memberikan gambaran mengenai aksesibilitas pangan dan
keanekaragaman hayati. PEM ditentukan pada tingkat mikro (rumah tangga/individu) oleh
keadaan kesehatan, penyakit menular, yang juga menggambarkan keadaan lingkungan.
Demikian pula, kesalahan yang dilakukan saat memberi makan neonatus mempunyai dampak
yang signifikan terhadap perkembangan PEM pada balita.
Secara umum, Kementerian Kesehatan tidak menyarankan penambahan makanan
tambahan ke dalam ASI. Tumbuh kembang balita akan terhambat karena adanya
permasalahan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang terlalu dini atau
terlambat, serta buruknya kualitas dan kuantitas MP-ASI. Selain itu, perempuan sering kali
mengonsumsi MP-ASI buatan pabrik, yang banyak digunakan di daerah pedesaan, dalam
jumlah melebihi jumlah nutrisi yang diperlukan.

2.10 Penanggulangan Masalah KEP

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi KEP,


antara lain:

● Program pemberian makanan tambahan: pemerintah memberikan makanan tambahan


kepada anak-anak yang berisiko mengalami KEP.
● Program penyuluhan gizi: pemerintah melakukan penyuluhan gizi kepada masyarakat
untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi.
● Peningkatan akses pangan: pemerintah meningkatkan akses pangan untuk masyarakat,
terutama di daerah terpencil.

Upaya-upaya tersebut telah membuahkan hasil, yaitu penurunan prevalensi KEP di


Indonesia dari 19,3% pada tahun 2010 menjadi 11,9% pada tahun 2022. Namun, masih
banyak yang harus dilakukan untuk menanggulangi KEP secara menyeluruh.

2.11 Sasaran Program Penurunan Prevalensi KEP

Balita merupakan penderita KEP secara umum. Adanya kausa multifaktorial terhadap
terjadinya KEP dan ketergantungan balita yang tinggi terhadap ibu membuat sasaran program
penurunan prevalensi KEP menjadi kompleks. Adapun yang menjadi sasaran program
penurunan prevalensi KEP antara lain :

● Balita.
● Ibu.
● Anak Usia Sekolah.
● Pekerja Berpenghasilan Rendah.
Program yang dilaksanakan adalah secara multisektoral dengan kerjasama pihak lain seperti
Depkes, Deptan Perguruan Tinggi, dll.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Kurang energi protein (KEP) adalah kondisi kekurangan gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari. KEP dapat terjadi pada
semua kelompok usia, tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak, ibu hamil dan menyusui,
serta orang dewasa lanjut usia.

Penyebab KEP dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

● Penyebab langsung, yaitu kekurangan asupan energi dan protein dalam makanan
sehari-hari.
● Penyebab tidak langsung, yaitu faktor-faktor yang menyebabkan seseorang tidak
mendapatkan makanan yang cukup, seperti kemiskinan, kelaparan, bencana alam, dan
penyakit.

Gejala KEP dapat bervariasi tergantung pada derajat keparahannya. Gejala KEP ringan
meliputi:

● Berat badan kurang


● Lemas
● Mudah lelah
● Kulit kering
● Rambut rontok

Gejala KEP berat meliputi:

● Berat badan sangat kurang


● Edema (penumpukan cairan)
● Kulit kering dan bersisik
● Rambut rontok
● Diare
● Infeksi
● Keterlambatan perkembangan

Pencegahan KEP dapat dilakukan dengan cara:

● Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan.


● Memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) yang bergizi mulai usia 6 bulan.
● Melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak secara rutin.
● Meningkatkan akses terhadap makanan yang bergizi.
DAFTAR PUSTAKA

Chadha, V., & Warady, B. A. (2013). Nutritional Management of the Child with Kidney
Disease. (J. D. Kopple, S. G. Massry, & K. Kalantar-Zadeh, Eds.)
Hadi Atassi, D., & Chief Editor: Romesh Khardori, M. P. (2019). Protein-Energy
Malnutrition. Medscape.
INDONESIA, M. K. (2019). PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
TATA LAKSANA MALNUTRISI.
Kesehatan, K. (2020). PENCEGAHAN DAN TATA LAKSANA GIZI BURUK PADA BALITA
DI LAYANAN RAWAT JALAN. Kementerian Kesehatan RI.
Malnutrisi Energi Protein. (n.d.). From ayosehat.kemkes:
https://ayosehat.kemkes.go.id/topik-penyakit/defisiensi-nutrisi/malnutrisi-energi-
protein

Anda mungkin juga menyukai