GIZI BURUK
OLEH
AILDA DESLIANA
NPM: 018.01.3608
MATARAM
2018/2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................3
BAB I........................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................4
1.3 Tujuan............................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................6
PENDAHULUAN......................................................................................................6
2.4. Interaksi antara Host, Agent, dan Environment dalam Penyakit Gizi
Buruk 13
2.7. Prevalensi...............................................................................................16
BAB III...................................................................................................................21
PENUTUP..............................................................................................................21
3.1. Kesimpulan.............................................................................................21
3.2. Saran.......................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................23
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Pengaruh Gizi Buruk
Pada Balita” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dengan tujuan agar menambah wawasan penulis.
Dalam menyusun makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
PENDAHULUAN
Kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan yang berupa
kekurangan zat makanan tertentu atau berlebih.Kekurangan umumnya mencakup
protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral.Sedangkan kelebihan umumnya
mencakup konsumsi lemak, protein, dan gula. Untuk mencapai kondisi anak
perlu/cukup gizi harus memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta
melakukan kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain – lain. Konsumsi yang
kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi
kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat
konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan.Penyakit gizi di
Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi yang sering
dihubungkan dengan infeksi yang bisa berhubungan dengan gangguan gizi.
Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun yang
menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja
sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang
sangat mempengaruhi kondisi kesehatan manusia.Masalah kesehatan gizi dapa
timbul dalam bentuk penyakit dengan tingkat yang tinggi.
1. KWASHIORKOR
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO.
Penampilan anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian
perut yang menonjol.Berat badannya jauh di bawah berat normal.Edema stadium
berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri lain yang
menyertai di antaranya:
a. Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, pada stadium lanjut anak
terlihat sangat pasif.
b. Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring.
c. Anemia.
d. Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena
berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya.
e. Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia
( perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada
kulit maupun selaput lendir, Red. ), yang lambat laun kemudian menghitam.
Setelah mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan
ini biasanya dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya.
f.Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar
tubuh, terasa licin dan kenyal.
2. MARASMUS
Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai
tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan
kulit.Pada umumnya penderita tampak lemah sering digendong, rewel dan banyak
menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun
Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka berkerut terlihat tua, tidak terlihat lemak
dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah
berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati, sangat kurus karena kehilangan
sebagian lemak dan otot .Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah
dikenali. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan
hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih
cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar.
Ketidakseimbangan elektrolit juga terdeteksi dalam keadaan marasmus.
Upaya rehidrasi ( pemberian cairan elektrolit ) atau transfusi darah pada periode
ini dapat mengakibatkan aritmia ( tidak teraturnya denyut jantung ) bahkan
terhentinya denyut jantung. Karena itu, monitoring klinik harus dilakukan
seksama.
Ada pun ciri-ciri lainnya adalah:
a. Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.
b. Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
c. Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
d. Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
e. Sering menderita diare atau konstipasi.
f. Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar
hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya.
g. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
h. Wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, perut cekung, dan kulit keriput
3. MARASMIK-KWASHIORKOR
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan
gabungan gejala yang menyertai :
a. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal.
Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan
otot.
c. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan
metabolic seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.
d. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya
kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-
gejala masing-masing penyakit tersebut.
Tetapi, beberapa tahun belakangan ini tidak ada hujan menjadi kering kerontang
Tanaman jagung yang merupakan penunjang ekonomi keluarga sekaligus sebagai
makanan sehari-hari rakyat gagal dipanen.
Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di daerah
pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup. Dikhawatirkan gizi
yang kuang dan bahkan buruk akan memperburuk pertumbuhan fisik dan fungsi-
fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-anak ini dipastikan akan sangat
kelam dan buram.
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial
masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one dimensional,'
yakni masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata pencaharian
saja. Banyak orang menanam makanan 'secukup'nya saja, artinya hasil panen itu
cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa panen berikutnya. Belum ada
pemikiran untuk membudidayakan hasil pertanian mereka demi meraup
keuntungan atau demi meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya
'alternatif' yaitu memanfaatkan halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi
menunjang kebutuhan sehari-hari.Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi
tetapi kali ini lebih berhubungan dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya
perhatian pemerintah. Pola relasi rakyat dan pemerintah masih vertikal bukan saja
menghilangkan kontrol sosial rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga membuka
akses terhadap penindasan dan ketidakadilan dan, yang paling berbahaya,
menciptakan godaan untuk menyuburkan budaya korupsi. Tentu saja tidak semua
aparat dan pejabat seperti itu. Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat
membutuhkan pendampingan agar mereka memahami hak-hak individu dan hak-
hak sosial mereka sebagai warganegara.
MALNUTRISI PRIMER
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut
malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya
pengetahuan.Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat
dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala
kekurangan vitamin dan mineral lainnya.
Kasus tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun.
Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti
atau menurun, ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang ( maturasi )
terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis
yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan
gangguan kulit dan rambut. Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi
metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf.
berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau
kejadian kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.
MALNUTRISI SEKUNDER
2.4. Interaksi antara Host, Agent, dan Environment dalam Penyakit Gizi
Buruk
1. Agent
Agent adalah penyebab utama terjadinya suatu penyakit. Dalam hal ini
yang menjadi agent adalah zat-zat gizi yang terkandung dalam
makanan, akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi, keluarga
miskin, ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak,
faktor penyakit bawaan pada anak, faktor ketersediaan pangan yang bergizi
dan terjangkau oleh masyarakat, perilaku dan budaya dalam pengolahan
pangan dan pengasuhan asuh anak, serta pengelolaan yang buruk dan
perawatan kesehatan yang tidak memadai.
2. Host
Host adalah manusia yang kemungkinan terpapar atau beresiko terhadap
suatu penyakit. Dalam gizi buruk manusia berperan sebagai host atau pejamu.
Dalam hal ini yang rentan terkena penyakit gizi buruk adalah balita. Karena
balita daya tahan tubuhnya masih rentan.
3. Environment
Environment atau lingkungan meliputi lingkungan sosial, lingkungan
biologi, dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial yang mempengaruhi host
adalah ekonomi rendah sehingga host tidak mampu mengkonsumsi makanan
yang bergizi. Lingkungan biologi yang mempengaruhi adalah sanitasi atau air
bersih yang tidak memadai. Dan lingkungan fisik yang mempengaruhi adalah
keadaan rumah yang kurang baik.
Penyakit ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah keluarga
miskin. Keluarga miskin sangat erat hubunganya dengan ekonomi rendah,
sehingga host dengan kondisi ekonomi rendah untuk memenuhi kebutuhan
pangan hanya seadanya tidak memperhatikan zat-zat gizi yang terkandung
dalam makanan ditambah dengan sanitasi atau air bersih yang tidak
memadahi dan keadaan rumah yang kurang baik. Hal ini menyebabkan host
rentan terkena penyakit gizi buruk terutama balita, karena balita daya tahan
tubuhnya masih rentan.
1. Fase Rentan
Terjadi karena tidak adanya kesimbanganan antara host, agent, dan
environment. Misalnya host memakan makanan yang kurang zat gizinya
sehingga zat gizi didalam tubuh host lama kelamaan berkurang.
2. Fase Presymtomatic
Saat zat gizi dalam tubuh host berkurang maka akan terjadi perubahan
faali dan metabolis.
3. Fase Klinik
a. Kwashiorkor
b. Marasmus
c. Marasmus-Kwashiorkor
4. Fase Terminal
Penanggulangannya secara intensif dan hasilnya ada empat kemungkinan
yaitu sembuh, cacat, sakit kronis dan kematian.
\Model Epidemiologi yang Digunakan
Gizi buruk merupakan penyakit tidak menular. Host dapat mengalami gizi
buruk karena terpengaruh banyak faktor dan diantara banyak faktor tidak ada yang
dominan, semuanya saling berkaitan baik memperkuat maupun melemahkan.
Sehingga model epidemiologi yang digunakan penyakit gizi buruk adalah web
causation atau jaring-jaring sebab akibat.
1. Asupan Gizi
Banyaknya produk suplemen vitamin yang kini beredar secara bebas
bisa berdampak baik sekaligus berdampak buruk.suatu produk suplemen
harus menjalani uji klinis dulu sebelum dipasarkan. kita tidak terlena begitu
saja dengan rayuan iklan yang terlalu bombastis. Tapi di sisi lain produk
suplemen yang memang bisa dipercaya kebenarannya sangat berguna bagi
kebanyakan orang yang tidak sempat mendapatkan gizi tersebut dari makanan
sehari-hari.
Lebih baik kalau berbagai kebutuhan gizi didapat dari makanan
langsung, bukan asupan atau suplemen yang dijual bebas.Sebab tak seorang
pun yang bisa menjamin keamanannya, Kecuali kalau asupan itu memang
dianjurkan oleh dokter atau didapat dari dokter. Anak usia 0-2 tahun
sebaiknya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI). ASI mengandung semua zat
yang dibutuhkan dalam perkembangan otak anak. Air susu ibu cocok sekali
untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam segala hal Banyak produk susu
kaleng atau susu formula mengandung asam linoleat, DHA dan sebagainya.
ASI juga mengandung zat anti efeksi.
Untuk memulihkan kondisi Balita pada status normal, dibutuhkan
asupan susu yang mudah diserap tubuh yakni Entrasol. Tiap Balita
diharuskan mengkonsumsi 60 kotak susu, dimana dalam hitungan 90 hari
berat badan anak kembali normal. Kriteria yang dicantumkan antara lain:
biasa makan beraneka ragam makanan (makan 2-3 kali sehari dengan
makanan pokok, sayur, dan lauk pauk), selalu memantau kesehatan anggota
keluarga, biasanya menggunakan garam beryodium, dan khusus ibu hamil,
didukung untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi minimal sampai 4 bulan
setelah kelahiran. Kriteria ini tentunya masih sulit dipenuhi oleh masyarakat
Indonesia.
2. Langkah Pengobatan
Pengobatan pada penderita MEP tentu saja harus disesuaikan dengan
tingkatannya.Penderita kurang gizi stadium ringan, contohnya, diatasi dengan
perbaikan gizi.Dalam sehari anak-anak ini harus mendapat masukan protein
sekitar 2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal.Langkah penanganan harus
didasarkan pada penyebab serta kemungkinan pemecahnya.
Sedangkan pengobatan MEP berat cenderung lebih kompleks karena masing-
masing penyakit yang menyertai harus diobati satu per satu.Penderita pun
sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapat perhatian medis secara
penuh.Sejalan dengan pengobatan penyakit penyerta maupun infeksinya, status
gizi anak tersebut terus diperbaiki hingga sembuh. Memulihkan keadaan gizinya
dengan cara mengobati penyakit penyerta, peningkatan taraf gizi, dan mencegah
gejala atau kekambuhan dari gizi buruk.
Prevalensi
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, berbagai upaya
intervensi perbaikan gizi yang dilakukan pemerintah berhasil menurunkan jumlah
kasus gizi kurang dan gizi buruk balita dalam beberapa tahun terakhir.
"Capaiannya sudah signifikan, tapi memang belum bisa langsung membuatnya
jadi tidak ada karena untuk itu memang butuh waktu lama," katanya. Ia
menjelaskan, penanganan gizi buruk membutuhkan dana yang cukup besar,
sehingga perlu dukungan dana dari pemerintah pusat. Kasus gizi buruk dan gizi
kurang pada balita yang pada 2004 sebanyak 5,1 juta telah turun menjadi 4,4 juta
pada 2005 dan kembali turun menjadi 4,2 juta pada 2006. "Tahun 2007 angkanya
juga turun lagi menjadi 4,1 juta.
Mengalami penurunan bermakna dalam tiga tahun terakhir. Menurut
Laporan Kasus Gizi Buruk Dinas Kesehatan Provinsi yang disampaikan ke
Departemen Kesehatan pada 2005, jumlah kasus gizi buruk pada balita yang
ditemukan dan ditangani sebanyak 76.178 kemudian turun menjadi 50.106 pada
2006 dan turun lagi menjadi 39.080 pada 2007. Jumlah temuan kegiatan
surveilans itu lebih rendah dibandingkan dengan target penemuan kasus gizi
buruk pada balita yang pada 2005 seharusnya sebanyak 180.000 kasus, 94.000
kasus pada 2006 dan 75.000 kasus pada 2007.
Guna menurunkan jumlah kasus gizi buruk seperti yang telah ditargetkan,
yakni menjadi 20 persen dari total balita pada 2009, pemerintah telah melakukan
upaya penanggulangan masalah gizi jangka pendek, menengah dan panjang.
Targetnya tahun 2009 bisa turun menjadi 20 persen dari jumlah balita, upaya
jangka pendeknya antara lain perawatan kasus sesuai prosedur di rumah sakit
secara gratis, pemberian makanan bergizi tinggi bagi balita dari keluarga kurang
mampu dan surveilans kasus secara periodik melalui Posyandu, serta pemberian
makanan pendamping ASI gratis bagi bayi usia 6-24 bulan dari keluarga kurang
mampu.
Jangka menengah memberdayakan masyarakat untuk memperbaiki pola
asuh pemeliharaan bayi seperti promosi pemberian ASI eksklusif selama enam
bulan dan penimbangan berat badan bayi secara rutin untuk deteksi dini kasus,
pemerintah juga berusaha meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan gizi yang
bermutu melalui pembentukan Pos Kesehatan Desa, penempatan bidan di desa,
peningkatan kemampuan tenaga kesehatan, penguatan Puskesmas dan
pembentukan tim kesehatan keliling di daerah terpencil.
Setiap tahun juga telah meningkatkan alokasi anggaran untuk perbaikan
gizi. Jika pada 2005 alokasi dana untuk perbaikan gizi hanya Rp175 miliar, maka
2006 ditingkatkan menjadi Rp582 miliar dan kembali ditingkatkan menjadi
Rp600 miliar pada 2007. "Tahun 2008 ini besaran anggarannya masih dibahas,
tapi dipastikan tidak akan lebih rendah dari Rp600 miliar," Dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara 2008 pemerintah mengalokasikan 2,3 persen
untuk biaya kesehatan. Dengan strategi dan langkah yang telah diterapkan,
pemerintah optimistis bisa menurunkan kasus gizi buruk dan kurang pada balita
sesuai target.Pencegahan Gizi Buruk
Pencegahan primer :
1. Promosi kesehatan :
a. Penyuluhan gizi masyarakat baik di Puskesmas maupun di luar
Puskesmas tentang pentingnya vitamin A dan zat besi dan sumber
makanan yang mengandung zat tersebut serta tentang pentingnya ASI
eksklusif.
2. Proteksi Spesifik :
a. Pemberian kapsul vitamin A untuk mencegah kekurangan vitamin
A pada bayi, balita dan ibu nifas serta pemberian tablet Fe untuk
mencegah anemia pada ibu hamil. Tablet Fe diberikan secara rutin
kepada bumil melalui bidan desa yang sudah ditunjuk sehingga
tidak perlu lagi ke puskesmas.
Pencegahan sekunder
1. Deteksi Dini :
a. Pemantauan tumbuh kembang balita (penimbangan dan pelayanan
terpadu) di Posyandu setiap bulan.
b. Pemantauan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), kurang
energi kalori (KEK), kurang energi protein (KEP) dan pemantauan
status gizi (PSG).
c. Pemantauan pola konsumsi pangan keluarga.
d. Pemantauan bumil KEK dari saat hamil hingga melahirkan.
e. Pemantauan garam beryodium dan distribusi kapsul yodium.
f. Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) dan berat badan (BB) pada ibu
hamil secara rutin.
2. Pengobatan Tepat :
a. Pengobatan kasus gizi buruk, kunjungan rumah bila menemukan
kasus.
b. Memberikan bahan makanan kepada keluarga dengan anggota gizi
kurang.
Pencegahan tersier
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran